• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN DOKTOR BARU DANA ITS TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN DOKTOR BARU DANA ITS TAHUN 2020"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

PENELITIAN DOKTOR BARU

DANA ITS TAHUN 2020

ANALISIS PERBANDINGAN AKURASI DIGITAL TERRAIN MODEL

TERHADAP HASIL PENGOLAHAN DIGITAL SURFACE MODEL

MENGGUNAKAN METODE SLOPE BASED FILTERING

DAN LAND USE - MORPHOLOGICAL FILTERING

UNTUK MENDUKUNG PERMODELAN BANJIR

Tim Peneliti :

Hepi Hapsari Handayani, S.T., M.Sc., Ph.D (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS)

Ir. Yuwono, MT (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS)

Agung Budi Cahyono, ST, MSc, DEA (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS) Mahardi Wirantiko (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS) Ike Noevita Sari (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS) Muhammad Fadhil Ramadhan (Departemen Teknik Geomatika/FTSPK/ITS)

DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2020

▸ Baca selengkapnya: proposal acara menyambut tahun baru bank

(2)

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... 2 DAFTAR GAMBAR ... 3 DAFTAR TABEL ... 4 DAFTAR LAMPIRAN ... 5 BAB I. RINGKASAN ... 6

BAB I I. LATAR BELAKANG ... 7

BAB II I. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

3.1. Topografi Daerah Penelitian ... 10

3.1.1. Topografi Kota Surabaya ... 10

3.1.2. Kecamatan Dukuh Pakis ... 10

3.2. Light Detection and Ranging (LiDAR) ... 11

3.3. Konsep dasar DEM, DTM, dan DSM ... 12

3.4. Sistem Tinggi ... 13

3.9.1. Tinggi Ellipsoid ... 14

3.9.2. Tinggi Orthometrik ... 14

3.10. Klasifikasi dan Filtering ... 15

3.11. Slope Based Filtering... 15

3.12. Land Use - Morphological Filter ... 16

3.13. RMS Error ... 17

3.14. Metode Interpolasi ... 17

3.14.1. Metode IDW ... 17

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

4.1. Lokasi Penelitian ... 19

4.2. Data dan Peralatan ... 19

4.2.1. Data ... 19

4.2.2. Peralatan ... 19

4.3. Metodologi Penelitian ... 20

Tahap Persiapan ... 21

Tahap Pengumpulan Data ... 21

Tahap Pengolahan Data ... 21

Tahap Akhir ... 25

4.4. Pembagian Tugas dan Luaran Penelitian ... 25

BAB V. JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA ... 27

5.1. Jadwal Penelitian ... 27

5.2. Rancangan Anggaran Biaya (RAB) ... 27

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... 29

(3)

3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi Prinsip Kerja LiDAR... 11

Gambar 2 DEM SRTM 30 Meter ... 13

Gambar 3 Tinggi terhadap bidang referensi ... 14

Gambar 4 Ilustrasi Tinggi Ellipsoid ... 14

Gambar 5 Ilustrasi tinggi orthometrik... 15

Gambar 6 Peta infrastruktur Kota Surabaya ... 19

Gambar 7 Diagram alir penelitian... 20

Gambar 8 Diagram alir pengolahan data DSM... 22

(4)

4

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Wilayah, Ketinggian, Jarak ke Ibu Kota Kecamatan per Kelurahan Tahun 2017 .. 11 Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 27

(5)

5

DAFTAR LAMPIRAN

(6)

6

BAB I. RINGKASAN

Banjir merupakan permasalahan umum yang terjadi disebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah yang padat penduduknya seperti di daerah perkotaan. Banjir perkotaan mengandung tantangan serius untuk pembangunan, terutama bagi para penduduk yang tinggal di wilayah urban negara-negara berkembang, seperti Surabaya. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak dapat dihindari. Salah satu efek perkembangan kota yang pesat adalah ancaman banjir, baik karena arus pasang-surut (banjir rob), kenaikan muka air laut, maupun banjir akibat luapan sungai akibat tata kota yang kurang baik. Kunci penting dalam analisis genangan banjir adalah informasi geospasial dalam format tiga dimensi sebagai digital elevation model (DEM). Semakin akurat DEM tersebut, maka semakin baik gambaran pemetaan genangan banjir yang dapat dihasilkan. Hal tersebut berimplikasi semakin efektif pula hasil perencanaan pengendalian banjir. Pada saat ini, Light Detecting and Ranging (LiDAR) adalah teknologi penginderaan jauh terbaik untuk mengumpulkan data ketinggian dari permukaan bumi, dalam bentuk point clouds dan digital surface model (DSM).

Banyak metode penapisan (filter) DSM ke DEM telah dikembangkan. Secara umum, metode penapisan DSM dapat dikategorikan ke dalam tiga pendekatan utama: regresi linear,

slope based filter (SBF), dan morphological filter. Meskipun sejumlah besar algoritma telah

diusulkan, metode pembentukan DEM masih menantang. Terdapat beberapa rekomendasi untuk pembentukan DEM yang lebih baik, yaitu adaptive thresholds, kombinasi berbagai metode, kombinasi berbagai sumber data, complex terrain filter, dan robust classification. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan metode kombinasi tutupan lahan (land-use)

classification dan morphological filter menjadi land use-morphological filter. Karena

metodologi land-use sangat penting untuk memberikan referensi dalam pembentukan DEM. Metode yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah menempatkan point clouds dan DSM yang tidak diklasifikasikan ke dalam kelas yang berbeda sesuai dengan aturan klasifikasi termasuk proses segmentation dan geometric rule. Dimana titik dasar yang yang tidak tersaring dalam non-ground dapat digunakan untuk membuat DEM.

Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketelitian geometri DEM hasil metode SBF dan land use - morphological filter. Selain itu, untuk mengetahui geomorfologi DEM LiDAR yang dihasilkan menggunakan kedua metode tersebut. Adapun validasi DEM hasil dua metode tersebut, dilakukan dengan membandingkan DEM hasil proses stereoplotting pada proses othorektifikasi foto udara, serta pengukuran topopografi dengan alat waterpass. Selanjutnya digunakan untuk menganalisis medan topografi studi area yaitu Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya, dimana daerah tersebut merupakan rawan genangan banjir. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai metode semi-otomatis dalam pembentukan DEM, yang dapat imanfaatkan oleh pemerintah setempat sebagai referensi model elevasi untuk pemodelan banjir. Selain itu, DEM yang dihasilkan dapat digunakan untuk referensi lain yang lebih kompleks misal pembuatan 3D city model untuk perencanaan, mitigasi bencana, pembangunan berkelanjutan dan penataan lingkungan.

(7)

7

BAB II. LATAR BELAKANG

Banjir merupakan permasalahan umum yang terjadi disebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah yang padat penduduknya seperti di daerah perkotaan. Banjir yang terjadi akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian materi maupun kerugian jiwa (Ary, Arna & Yuliana, 2008). Banjir perkotaan mengandung tantangan serius untuk pembangunan dan kehidupan manusia, terutama bagi para penduduk yang tinggal di wilayah urban negara-negara berkembang (World Bank, 2012).

Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak dapat dihindari. Salah satu efek perkembangan kota yang pesat adalah ancaman banjir, baik karena arus pasang-surut (banjir rob), kenaikan muka air laut, maupun banjir akibat luapan sungai akibat tata kota yang kurang baik. (Marfai, 2007).

Permasalahan banjir kota Surabaya sampai saat ini belum dapat tertangani secara menyeluruh walaupun pemerintah kota Surabaya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya. Hal ini terjadi karena kondisi fasilitas drainase yang ada di kota ini semula merupakan fasilitas irigasi, dimana kedua fasilitas ini mempunyai tujuan karakter yang bertolak belakang. Dengan kondisi tersebut maka sudah tidak mungkin lagi beban drainase kota Surabaya ditambah oleh perkembangan perubahan lahan sampai kondisinya banar benar dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan (Saud, 2007).

Kunci penting dalam analisis genangan banjir adalah peta topografi yang dalam format tiga dimensi disebut sering sebagai digital elevation model (DEM), yaitu peta yang menunjukkan relief permukaan bumi (Sinnakaudan, 2009). Peta DEM dapat memberikan geometri penampang sungai dan daerah-daerah di sekitar sungai. Semakin akurat peta DEM tersebut, maka semakin baik gambaran pemetaan genangan banjir yang dapat dihasilkan. Hal tersebut berimplikasi semakin efektif pula hasil perencanaan pengendalian banjir.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk membuat peta DEM, diantaranya pengukuran manual di lapangan, penggunaan citra satelit seperti Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER), teknologi Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR), dan Light Detection and Ranging (LiDAR). Pembuatan kontur detail umumnya diperoleh dengan melakukan pemetaan secara teristrial, serta dengan metode konvensional yaitu mengekstraksi data DEM hasil manual stereoplotting. Pengerjaan dengan metode ini menghasilkan tingkat keakuratan yang tinggi, namun memerlukan waktu yang relatif lama sehingga belum bisa memenuhi permintaan informasi geospasial skala besar yang terus bertambah. Sedangkan kelemahan citra satelit SRTM dan ASTER adalah resolusi yang relatif rendah untuk analisis genangan banjir yang detil, yaitu hanya berkisar 30 m x 30 m. Teknologi IFSAR dapat menghasilkan DEM dengan resolusi yang akurat, namun umumnya digunakan untuk daerah yang cukup luas. Untuk daerah yang lebih spesifik, terutama dengan tingkat densitas vegetasi yang cukup tinggi, IFSAR tidak dapat digunakan (Mercer, 2001; Hodgson, et al., 2003; National Research Council of The

(8)

8

National Academies, 2007). Pada saat ini, teknologi LiDAR dianggap yang terbaik dalam menghasilkan peta DEM yang akurat dengan resolusi yang sangat tinggi, yaitu dapat mencapai 1 m x 1 m dan bahkan kurang dari 1 m. Teknologi LiDAR mampu dijadikan solusi untuk penyediaan peta rupa bumi karena kemampuannya untuk menghasilkan data DSM dan DEM yang menutupi kelemahan pemetaan topografi secara konvensional. Teknologi LiDAR mampu memperoleh informasi topografi detail yang akurat dengan waktu akuisisi dan pengolahan yang relatif lebih cepat.

DEM merupakan model medan digital yang hanya memuat informasi ketinggian permukaan tanah (bare earth surface) tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur buatan manusia lainnya, sedangkan Digital Surface Model (DSM) merupakan representasi permukaan bumi yang memuat lebih banyak informasi ketinggian termasuk semua objek yang berada di atas permukaan bumi seperti vegetasi, gedung, dan fitur lainnya. Perlu dilakukan upaya percepatan dalam penyediaan data dan informasi geospasial, dalam hal ini DEM sebagai unsur pembentuk peta topografi skala besar. Untuk itu diperlukan metode pembentukan DEM yang lebih efektif. Penelitian dilakukan untuk mengkaji metode yang dapat menghasilkan DEM dengan cara otomatis, agar diperoleh metode pemetaan yang cepat dan efisien.

Banyak metode penapisan (filter) DSM ke DEM telah dikembangkan. Sithole dan Vosselman (2004) dan Zhang and Whitman (2005) telah membandingkan beberapa metode ini. Secara umum, metode penapisan DSM dapat dikategorikan ke dalam tiga pendekatan utama: regresi linear, slope based filter (SBF), dan morphological filter (Silván-Cárdenas dan Wang, 2006). Metode SBF menggunakan data kemiringan serta ketinggian untuk menentukan suatu titik adalah titik ground atau non-ground point. Model matematika didesain untuk menggambarkan permukaan tanah berdasarkan asumsi bahwa nilai kemiringan akan naik signifikan antara area non-ground dan ground, dan ketinggian permukaan tanah biasanya lebih tinggi dari permukaan bukan tanah. Wang (2010) melaporkan bahwa metode SBF bekerja dengan baik untuk permukaan tanah yang datar atau permukaan miring. Namun, untuk wilayah sawah terasiring dan daerah tebing, metode ini tidak dapat diandalkan. Untuk morphological filter, opening operation akan menghaluskan benda-benda tinggi. Metode ini akan memfilter objek non-tanah yang lebih tinggi dari threshold, sehingga opening operation ini cocok sebagai filter DEM. Namun metode ini dinyatakan gagal diterapkan pada area dengan yang tutupan lahan berupa industri dengan atap bangunan yang luas dan lebih besar dari template window (Shan and Sampath, 2005). Meskipun sejumlah besar algoritma telah diusulkan, metode pembentukan DEM masih menantang. Zhang and Men (2010) merekomendasikan lima metode untuk pembentukan yang lebih baik: adaptive thresholds, kombinasi berbagai metode, kombinasi berbagai sumber data, complex terrain filteri, dan robust classification. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan metode kombinasi tutupan lahan (land-use) classification dan

morphological filter menjadi land use-morphological filter. Karena metodologi land-use

sangat penting untuk memberikan referensi dalam pembentukan DEM. Metode yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah menempatkan point clouds dan DSM yang tidak

(9)

9

diklasifikasikan ke dalam kelas yang berbeda sesuai dengan aturan klasifikasi. Dimana titik dasar yang yang tidak tersaring dalam non-ground dapat digunakan untuk membuat DEM.

Berdasarkan faktor yang telah disebutkan diatas, oleh karena itu pada penelitian ini selain dimaksudkan untuk menganalisis medan topografi daerah Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya, dimana daerah tersebut merupakan rawan genangan banjir. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan metode yang bernama Land Use - Morphological

Filtering. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketelitian geometri DEM hasil

metode Slope Based (SBF) dan Land Use - Morphological Filter. Selain itu, untuk mengetahui geomorfologi DEM LiDAR yang dihasilkan menggunakan kedua metode tersebut. Adapun validasi DEM hasil dua metode tersebut, dilakukan dengan membandingkan DEM hasil proses

stereoplotting pada proses othorektifikasi foto udara, serta pengukuran topopografi dengan alat waterpass.

Selanjutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode semi-otomatis dalam pembentukan DEM. Diharapkan dengan metode yang ada lebih mudah dan cepat dalam penyediaan data/informasi tinggi, lebih lanjut DEM yang dihasilkan dapat imanfaatkan oleh pemerintah setempat sebagai referensi model elevasi untuk pemodelan banjir. Selain itu, DEM yang dihasilkan dapat digunakan untuk referensi lain yang lebih kompleks misal pembuatan 3D city model untuk perencanaan, mitigasi bencana, pembangunan berkelanjutan dan penataan lingkungan.

(10)

10

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Topografi Daerah Penelitian

3.1.1. Topografi Kota Surabaya

Luas wilayah Kota Surabaya adalah 33.048 Ha. Wilayah Surabaya secara umum terbagi menjadi 5 wilayah yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Timur, Surabaya Barat, Surabaya Utara, dan Surabaya Selatan.

Secara umum keadaan topografi Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah berkisar antara 0-20 meter di atas permukaan laut, sedangkan pada daerah pantai ketinggiannya berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan air laut. Sebagian besar Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah antara 0-10 meter (80.72%) yang menyebar di bagian timur, utara, selatan, dan pusat kota. Pada wilayah lain memiliki ketinggian 10-20 meter dan 20 meter di atas permukaan air laut yang umumnya terdapat pada bagian barat kota yaitu di Pakal, Lakarsantri, Sambikerep, dan Tandes (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2009).

Secara umum Kota Surabaya didominasi kelas kemiringan lereng datar (0-8%) sebesar 79% dan 21% dengan kelas kemiringan lereng landai (8- 15%) dari total luasan wilayah Surabaya (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010). Dataran rendah meliputi wilayah Surabaya Timur, Utara dan Selatan memiliki kemiringan <3% dan terletak pada ketinggian <10m dari permukaan laut.

3.1.2. Kecamatan Dukuh Pakis

Kecamatan Dukuh Pakis termasuk wilayah Geografis Kota Surabaya yang merupakan bagian dari wilayah Surabaya Barat dengan ketinggian ± 5 meter diatas permukaan air laut. Batas wilayah kecamatan Dukuh Pakis dapat dijabarkan dalam poin berikut :

a. Utara : Kecamatan Sukomanunggal b. Timur : Kecamatan Sawahan

c. Selatan : Kecamatan Wiyung d. Barat : Kecamatan Tandes

Luas wilayah seluruh Kecamatan Dukuh Pakis ±10 km² terbagi menjadi 4 (empat) kelurahan. Dijelaskan pada tabel berikut ini:

(11)

11

Tabel 1 Luas Wilayah, Ketinggian, Jarak ke Ibu Kota Kecamatan per Kelurahan Tahun 2017 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018)

No Kelurahan Luas Wilayah (km²) Ketinggian Wilayah (m) Jarak ke Kecamatan (Km) 1 Gunung Sari 1,63 5 3 2 Dukuh Pakis 3,07 5 1,5

3 Pradah Kali Kendal 3,96 5 2,5

4 Dukuh Kupang 1,36 5 1,0

Jumlah 10,2 - -

3.2. Light Detection and Ranging (LiDAR)

LiDAR merupakan sensor aktif yang memancarkan pulsa laser dan mengukur waktu dari dipancarkannya pulsa hingga kembalinya pulsa tersebut kepada sensor menggunakan jam dengan akurasi sangat tinggi. Ketika laser dipantulkan oleh target, posisi horizontal dan vertikal dari laser dikunci dan koordinat vertikal akan dikoreksi selanjutnya. Prinsip kerja dari LiDAR sendiri adalah pulsa akan dikirimkan menuju objek dan waktu akan direkam dengan jam presisi, ketika pulsa mengenai objek maka pulsa akan dipantulkan balik menuju sensor dan selang waktu tersebut akan digunakan untuk menghitung jarak miring dari objek menuju sensor karena pemancaran pulsa menggunakan kecepatan yang konstan yaitu kecepatan cahaya, lalu akan dikonversikan menjadi jarak vertikal dengan bantuan Inertival Navigation

System (INS).

Jarak vertikal akan digunakan untuk mengoreksi koordinat Z dari GPS. Prinsip kerja dari LiDAR ditunjukan pada Gambar . Pulsa-pulsa hasil pantulan dari targetlah yang disebut dengan point clouds.

Gambar 1 Ilustrasi Prinsip Kerja LiDAR (Sumber: LIDAR.ihrc.fiu.edu)

(12)

12

Sistem laser dapat mengakuisisi data siang dan malam dan dapat melakukan pengukuran pada area apapun selama cahaya dapat menembus area tersebut. Secara teori, LiDAR dapat digunakan selama 24 jam setiap harinya, namun LiDAR tidak dapat digunakan diatas awan yang tertutup oleh kabut, asap, hujan, dan badai salju. Kualitas dari sebaik apa representasi objek bergantung kepada resolusi. Resolusi LiDAR menunjukan jumlah pulsa per satuan meter persegi (densitas point cloud), semakin tinggi jumlah point clouds per satuan unit area maka semakin tinggi resolusi yang dihasilkan begitu pula sebaliknya.

Laser scanner, Global Positioning System (GPS), dan Inertial Navigation System (INS)

merupakan tiga komponen utama dari Airborne Laser Scanner (ALS). Laser scanner dipasang di pesawat, helikopter, atau satelit dan memancarkan pulsa menuju objek di permukaan bumi. INS digunakan untuk mengoreksi pergerakan wahana yaitu pitch, roll, dan yaw. Sehingga ketelitian dari koordinat masing-masing tinggi (koordinat Z) sangat dipengaruhi oleh seberapa teliti GPS dan INS.

Perbedaan waktu antara waktu pemancaran pulsa dan kembalinya pulsa tersebut pada sensor akan dihitung menggunakan perangkat lunak khusus untuk mengonversi data tersebut menjadi jarak terukur (Center, 2012) dengan rumus:

D = c. Δt/2 (1)

dimana D = jarak antara objek dan sensor di wahana; c= kecepatan cahaya (3x108m/s); t= total waktu tempuh.

3.3. Konsep dasar DEM, DTM, dan DSM

DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991). DEM merupakan salah satu model untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat divisualisasikan kedalam tampilan 3D. Susunan nilai-nilai digital mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan. Distribusi spasial itu sendiri dinyatakan dalam sistem koordinat horisontal X dan Y, sedangkan ketinggian medan dinyatakan dalam Z. Gambaran model relief rupabumi tiga dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata dapat divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer grafis atau teknologi virtual reality. Sumber data DEM dapat diperoleh dari foto udara stereo, Citra satelit stereo, data pengukuran lapangan GPS dan Total Station, Echosounder, Peta topografi, maupun dari citra RADAR.

(13)

13

Gambar 2 DEM SRTM 30 Meter (Sumber : USGS, 2000)

Digital Elevation Model (DEM) merupakan model permukaan bumi yang merepresentasikan permukaan topografi yang mempunyai data ketinggian permukaan tanah. DEM terbentuk dari kumpulan array titik-titik tinggi ground point dari point clouds. Definisi lain, menyatakan bahwa DEM merupakan suatu file atau database yang menampung titik-titik ketinggian dari suatu permukaan (Jensen, 2007). Selanjutnya, Jensen (2007) membedakan DEM menjadi dua, yaitu DSM dan DTM.

1. Digital Terrain Model (DTM)

DTM merupakan model medan digital yang hanya memuat informasi ketinggian permukaan tanah (bare earth surface) tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur buatan manusia lainnya. DTM disertai fitur-fitur tambahan yang memberikan representasi permukaan topografi yang lebih baik, contohnya breakline dari punggungan bukit atau aliran air dan sungai. DTM mampu memodelkan relief secara lebih realistik atau sesuai dengan kenyataan.

2. Digital Surface Model (DSM)

DSM merupakan representasi permukaan bumi yang memuat lebih banyak informasi ketinggian termasuk semua objek yang berada di atas permukaan bumi seperti vegetasi, gedung, dan fitur lainnya. Perolehan data DSM bisa melalui data dari peta, image matching, ekstarsi dari data LiDAR, maupun pengukuran secara langsung di lapangan. 3.4. Sistem Tinggi

Tinggi adalah jarak vertikal atau jarak tegak lurus dari suatu bidang referensi tertentu terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Untuk suatu wilayah biasa Muka Laut Rata-rata (MLR) ditentukan sebagai bidang referensi dan perluasannya kedaRata-ratan akan disebut dengan datum atau geoid (Anjasmara, 2005). Pada Gambar di bawah dijelaskan tinggi terhadap bidang referensi. Informasi tinggi yang ada di permukaan bumi ada umumnya terdapat dua jenis utama tinggi, yaitu tinggi ellipsoid dan tinggi orthometrik.

(14)

14

Gambar 3 Tinggi terhadap bidang referensi Sumber : Anjasmara, 2005

3.9.1. Tinggi Ellipsoid

Tinggi ellipsoid adalah tinggi yang diperoleh tanpa ada hubungannya dengan gravitasi bumi. Sistem tinggi ini digunakan oleh sistem pengamatan yang dilakukan menggunakan GPS. Tinggi ellipsoid adalah jarak garis lurus yang diambil sepanjang bidang ellipsoid normal dari permukaan geometris yang diambil dari referensi ellipsoid ke titik tertentu (Featherstone, 2006).

Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di atas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid World Geodetic System (WGS) 1984 (Abidin, 2001). Tinggi ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometrik (H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi orthometrik suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid diukur sepanjang garis gayaberat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut. Pada Gambar dibawah dijelaskan referensi tinggi ellipsoid. Dimana h: Jarak garis lurus yang diambil sepanjang bidang ellipsoid normal ke titik tertentu diatas permukaan bumi yang memiliki referensi ellipsoid ke titik tertentu (p).

Gambar 4 Ilustrasi Tinggi Ellipsoid

3.9.2. Tinggi Orthometrik

Tinggi orthometrik suatu titik adalah jarak geometris yang diukur sepanjang unting-unting (Plumb Line) antara geoid ke titik tersebut (Kuswondo,

(15)

15

2013). Tinggi orthometrik ini merupakan tinggi yang umumnya dimengerti dan paling banyak digunakan. Lain halnya dengan tinggi dinamis, tinggi ortometrik ini memiliki nilai geometris. Permukaan geoid referensi sangat unik, dikarenakan satu bidang ekupotensial yang merupakan bidang yang memiliki nilai gravitasi tunggal sama dengan permukaan laut di lautan terbuka. Dalam keperluan praktisnya tinggi orthometrik sangat sulit di realisasikan, karena untuk merealisasikan hal yang perlu diketahui adalah arah tegak lurus dari percepatan gravitasi terhadap permukaan di semua titik yang berada sepanjang jarak tersebut. Pada Gambar dibawah dijelaskan gambaran dari Tinggi Orthometrik.

Gambar 5 Ilustrasi tinggi orthometrik

3.10. Klasifikasi dan Filtering

Untuk menghasilkan DTM diperlukan data ketinggian ground yang diperoleh dari data pengamatan LiDAR. Data LiDAR merekam semua fitur yang berada di atas permukaan bumi termasuk bangunan dan tumbuhan. Untuk itu, perlu dilakukan klasifikasi untuk membedakan antara objek bangunan, tanah (ground), serta vegetasi. Objek-objek tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kelas yang berbeda. Pengolahan fitur yang dilakukan berupa pengklasifikasian terhadap data ground dan non ground point (bangunan dan vegetasi). Untuk itu, pada proses menghasilkan DTM perlu menghilangkan fitur vegetasi, bangunan dan benda-benda non ground lainnya.

3.11. Slope Based Filtering

Teknik Slope Based Filtering ini menyaring bentuk lereng atau kemiringan dari data digital surface model yang dianggap bukan merupakan permukaan atau medan tanah (Pfreifer, 2008). Konsep dari SBF dikembangkan berdasarkan asum si bahwa nilai perbedaan tinggi antara dua cell bertetangga diakibatkan oleh curamnya lereng pada permukaan. Cell yang letaknya lebih tinggi dari ground point dapat menjadi ground point jika jarak antara dua cell diperkecil. Oleh karena itu, modul filter ini mendefinisikan perbedaan tinggi yang dapat diterima antara dua cell sebagai fungsi dari jarak antara cell tersebut Sebuah cell diklasifikasikan sebagai permukaan tanah jika tidak ada cell lain pada jangkauan radius

(16)

16

pencarian kernel yang ketinggiannya melewati bahas threshold. Penentuan parameter permukaan lereng digunakan unruk mengubah fungsi filter agar sesuai dengan kondisi keseluruhan lereng pada area studi. Beberapa parameter yang harus didefinisikan nilainya antara lain search radius, approx terrain slope dan tension threshold (Pambudi,2015).

Pada prinsipnya, pada pengamatan bahwa perbedaan ketinggian yang besar antara dua di dekat titik tidak mungkin disebabkan oleh lereng curam di lapangan. Terlebih, titik yang lebih tinggi bukanlah titik tanah. Jelas, untuk beberapa perbedaan ketinggian, probabilitas bahwa titik yang lebih tinggi bisa menjadi titik tanah berkurang jika jarak antara dua titik menurun. Oleh karena itu, Kilian et al. (1996) memperkenalkan bobot tergantung pada ukuran kernel filter yang berbasis morfologi dan Pfeifer et al. (1998) secara implisit menimbang ketinggian dengan fungsi kovarians yang tergantung pada jarak antara dua titik.

Pendefinisian perbedaan ketinggian terdeteksi antara dua titik sebagai fungsi dari jarak antara titik-titik: Δ h max (d). Beberapa metode untuk menurunkan fungsi tersebut dijelaskan dibawah. Fungsi filtering sekarang dapat digunakan untuk mendefinisikan himpunan titik-titik yang diklasifikasikan sebagai titik tanah. Dengan menggunakan program untuk mengatur semua poin dan DEM menjadi himpunan titik-titik tanah, maka :

))} ( ( : {pi Apj A hpi hpj hmax d ppippj DEM      (2)

Dengan rumus: titik pi diklasifikasikan sebagai titik medan jika tidak ada titik pj sehingga perbedaan tinggi antara titik-titik ini lebih besar dari perbedaan ketinggian maksimum yang diizinkan pada jarak antara titik-titik ini. Definisi fungsi filtering ini terkait erat dengan beberapa konsep dari morfologi matematika (skala abu-abu/grey scale) (Vosselman, 2000).

3.12. Land Use - Morphological Filter

Morphological Filtering dikembangkan untuk mengatasi sulitnya menggunakan

ukuran dari structuring element yang sama untuk menghilangkan beberapa fitur bukan tanah yang berbeda antara satu dengan yang lain dengan cara meningkatkan nilai dari structuring element atau disebut dengan window secara bertahap (Pambudi, 2015). Nilai dari window pada Progressive Morphological Filter meningkat secara eksponensial (Pingel, 2012). Sehingga proses tersebut dapat menghilangkan objek bukan tanah seperti bangunan dan pepohonan dengan ukuran yang bervariasi pada data LiDAR (Pambudi, 2015). Pada metode ini juga diperkenalkan istilah elevation difference threshold (ambang batas beda tinggi). Jika beda tinggi dari suatu titik lebih kecil dari ambang batas maka titik ini akan diklasifikasikan sebagai tanah (Chen dkk., 2007 dalam Pambudi, 2015). Ambang batas ditentukan berdasarkan kemiringan dari permukaan. Nilai kemiringan pada metode PMF diasumsikan konstan pada seluruh area dan didapatkan dengan cara berulang membandingkan data yang sudah dilakukan proses filtering dengan yang belum dilakukan proses filtering. Nilai kemiringan didapatkan dengan ukuran window yang berbeda pada tiap langkah (Pambudi, 2015).

Metode yang dikembangkan untuk land use - morphological filter terdiri dari beberapa teknik, termasuk segmentation dan geometric rule. Pada segmentation, tidak hanya fitur

(17)

17

elevasi, tetapi juga fitur perbedaan intensitas dan ketinggian akan diperhatikan untuk selanjutnay dikonversi ke raster. Pada fase ini, beberapa variabel dimasukkan seperti segmentation scale, weight for each image layer, compactness. Untuk geometric rule, acuan teknik klasifikasi digunakan meliputi setiap jenis penggunaan lahan (tutupan) dalam hal ketinggian, intensitas, perbedaan ketinggian dan atribut geometris misal luas, perimeter, shape index, roundness, similarity, asymetry. Selanjutnya, fitur non-ground yang berbeda dapat difilter secara efektif, dengan demikian DEM dapat dihasilkan.

Dalam penetapan land use, klasifikasi object-based image analysis (OBIA) akan digunakan yaitu berdasarkan konsep machine learning. Metode OBIA ini membuat klasifikasi berdasarkan komputasi dan aturan fungsi yang spesifik. Hubungan antara obyek citra dan 'dunia nyata' dinyatakan dalam fitur geografis (Castilla dan Hay, 2008). Struktur dicirikan oleh semantyc rule (Tiede, 2010). Pada penelitian ini OBIA akan diterapkan pada klasifikasi penggunaan lahan melalui pemanfatan fitur geografis dalam kombinasi semantyc rule.

3.13. RMS Error

RMS error Nilai RMS error koordinat menunjukkan adanya kesalahan arah pada komponen X, Y, Z terhadap posisi tertentu. Nilai RMS error koordinat dihitung dengan persamaan berikut (Charles D.Ghilani, 2002).

RMSe(X) = √𝚺(𝑋−𝑋′)2 𝒏 (3) 𝐑𝐌𝐒𝐞(𝐘) = √𝚺(𝑌−𝑌′)2 𝒏 (4) RMSe(Z)= √𝚺(𝑍−𝑍′)2 𝒏 (5)

Keterangan n= jumlah titik X,Y,Z=koordinat sistem lama X’,Y’,Z’=koordinat sistem baru 3.14. Metode Interpolasi

Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau sebaran nilai pada selu-ruh wilayah (Gamma Design Software, 2005). Didalam melakukan interpolasi, sudah pasti error dihasilkan. Error yang dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan dalam analisa di laboratorium.

3.14.1. Metode IDW

Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang

(18)

18

metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini biasanya digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan. Pemilihan nilai pada power sangat mempengaruhi hasil interpolasi. Nilai power yang tinggi akan memberikan hasil seperti menggunakan interpolasi nearest neighbor dimana nilai yang didapatkan merupakan nilai dari data point terdekat. Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi disebut sebagi isotropic. Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson & Philip, 1985). Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diinginkan.

(19)

19

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya Barat, dikarenakan seringnya lokasi tersebut digenangi oleh air, maka kami berinisiatif untuk menganalisa dan meneliti terkait dengan bentuk dataran yang ada pada lokasi tersebut. Deskripsi dari kecamatan ini dapat dilihat pada bab literatur.

Gambar 6 Peta infrastruktur Kota Surabaya Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum 4.2. Data dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan data dan peralatan yang dijelaskan dalam uraian berikut : 4.2.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

1. DSM LiDAR Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya yang didapatkan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Kota Surabaya dengan resolusi spasial 40 cm.

2. Data foto udara Kota Surabaya yang diakuisisi pada tahun 2016 dalam format *.tif. Data ini didapatkan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. Resolusi spasialnya adalah 8 cm.

3. Data geoid dan MSL dalam Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013.

4. Peta garis Surabaya skala 1:5000 hasil pemotretan udara tahan 2002. 4.2.2. Peralatan

(20)

20

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras yang digunakan yaitu Laptop ASUS ROG Strix GL 503 GE dengan processor intel core i7. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan meliputi ArcGIS 10.6.1 untuk

pre-processing serta SAGA GIS dan model builder untuk proses pengolahan data.

Selain itu juga digunakan Microsoft Office Excel dan Microsoft Office Word untuk pengolahan data dan penulisan laporan.

4.3. Metodologi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas tahapan-tahapan seperti yang dijelaskan dalam diagram alir pada Gambar.

Tahap Persiapan

---

Tahap Pengumpulan Data

---

Tahap Pengolahan Data

--- Tahap Akhir

Gambar 7 Diagram alir penelitian

(21)

21 Tahap Persiapan

Kegiatan pada tahap persiapan meliputi : 1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam suatu penelitian. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis perbandingan akurasi digital terrain model terhadap penggunaan data digital surface

model berbasis metode slope based dan Morphological Filtering.

2. Studi Literatur

Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan konversi data spasial yaitu DSM ke DTM, juga beberapa tahapan di dalamnya serta istilah-istilah dalam metode Slope Based dan Morphological Filter dan software yang digunakan pada pengolahan data tersebut. Pada tahap ini juga mempelajari metode yang dilakukan dan digunakan pada proses pengukuran levelling untuk mendapatkan nilai ketinggian yang dianggap benar.

3. Persiapan Lapangan

Persiapan lapangan dalam hal ini menyangkut dengan survei lokasi penelitian, memasang patok pengukuran sipat datar, menentukan titik awal sekaligus titik akhir pengukuran.

Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data yang dibutuhkan untuk penelitian tentang analisis perbandingan akurasi digital terrain model terhadap penggunaan data digital surface model berbasis metode

slope based dan Morphological Filtering yaitu data DSM yang berada di lokasi penelitian juga

melakukan akuisisi data berupa pengukuran sipat datar (levelling) pada lokasi penelitian untuk mendapatkan nilai ketinggian yang dianggap benar dalam tahap validasi akurasi vertikal kedua metode.

Tahap Pengolahan Data

(22)

22

Gambar 8 Diagram alir pengolahan data DSM

Berikut merupakan penjelasan dari diagram alir pengolahan data pada penelitian ini : a. Void filling

Data DSM selalu mengandung data yang bolong. Oleh karena itu untuk mengisi data yang bolong tersebut harus dilakukan proses Void Filling. Void Filling berfungsi untuk mengisi data yang bermasalah. Sumber data untuk mengisi data yang bolong tersebut adalah data yang ada disekitarnya. Dalam melakukan proses Void Filling diperlukan sebuah fungsi untuk mengisi data yang bermasalah tersebut.

(23)

23

Proses klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan lahan yang akan memudahkan penulis untuk menganalisa data hasil subset area Kecamatan Dukuh Pakis. Jenis penggunaan lahan yang akan diklasifikasi antara lain berada pada garis besar

ground (jalan, tanah, dll) dan non ground (gedung, rumah, dll). Adapun langkah untuk pembentukan tutupan lahan seperti pada gambar 9. Data LiDAR diperlukan untuk mengidentifikasi bangunan dan vegetasi. Sedangkan klasifikasi berbasis object diterapkan dalam metode klasifikasi. Karena metode ini sangat handal dan akurat dalam klasifikasi citra resolusi tinggi.

c. Filtering menggunakan metode Land Use – Morphological Filtering

Land Use – Morphological Filtering Morphological Filtering dikembangkan untuk

mengatasi sulitnya menggunakan ukuran dari structuring element yang sama untuk menghilangkan beberapa fitur bukan tanah yang berbeda antara satu dengan yang lain dengan cara meningkatkan nilai dari structuring element atau disebut dengan window secara bertahap. Sehingga pada penelitian ini mengembangkan metode yang sudah ada.

Land use (tutupan lahan) diterapkan pada filtering ini untuk membantu window mencari

piksel yang bukan termasuk bare earth. d. Filtering menggunakan slope based

Pada tahap ini dilakukan penapisan data DSM berbasis menggunakan slope based

(24)

24

Gambar 9 Diagram alir pembentukan penggunaan lahan e. Filtering menggunakan slope based

Pada tahap ini dilakukan penapisan data DSM berbasis menggunakan slope based

filtering.

f. Sampling titik ketinggian

Pada tahap ini dilakukan pengambilan contoh titik ketinggian pada data DTM hasil pengolahan menggunakan metode slope-based dan grid-based sebanyak 30 titik.

g. Ekstrak menjadi titik ketinggian

Dari pengambilan contoh titik ketinggian tersebut, dilakukan ekstraksi titik ketinggian yang menghasilkan point-point ketinggian (z).

(25)

25

Pada tahap analisis ini dilakukan perbandingan data DTM hasil pengolahan dengan DTM hasil stereoplotting milik PEMKOT Surabaya menggunakan RMS error.

i. Konversi menjadi Point Cloud

Data DSM yang telah dilakukan penapisan menghasilkan Bare Earth Data atau ketinggian permukaan.

j. Interpolasi data Point Cloud

Interpolasi data Point Cloud ini dimaksudkan untuk mencari informasi ketinggian daerah yang berada di sekitar titik. Pada interpolasi ini dilakukan menggunakan metode Inverse

Distance Weighted (IDW) . Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel.

k. Pembuatan DEM.

Pembuatan DEM dengan koreksi referensi tinggi geoid dan MSL. Data tersebut mengacu pada Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013.

l. Analisis Hasil

Pada tahap ini, hasil DTM dari proses penapisan SBF dan Morphological Filtering dilakukan analisis untuk membandingkan kedua metode tersebut. Analisis yang dilakukan antara lain: analisis geomorfologi, analisis perbedaan ketinggian, dan analisis ketelitian geometri.

m. Kesimpulan

Dari analisis yang didapatkan dalam perbandingan dua metode tersebut, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan metode mana yang paling akurat dan efektif dalam membantu percepatan penyediaan data akurat di bidang informasi geospasial

Tahap Akhir

Tahap Akhir pada penelitian ini merupakan pembuatan laporan penelitian dan mempresentasikannya dalam bentuk seminar hasil penelitian terkait dengan metode yang efektif dan akurat dalam penapisan DSM.

4.4. Pembagian Tugas dan Luaran Penelitian

Berikut merupakan tugas dari masing-masing anggota dalam penelitian ini.

Nama Keanggotaan Tugas

Hepi Hapsari Handayani, S.T., M.Sc., Ph.D.

Ketua Peneliti - Mengkoordinasikan anggota, melakukan pemodelan DEM

- Melakukan analisa

(26)

26 Ir. Yuwono, MT Anggota /

Dosen

- Mengkoordinasi survei lapangan untuk validasi - Melakukan analisa

Agung Budi Cahyono, ST, MSc, DEA

Anggota / Dosen

- Melakukan analisa hasil

- Melakukan validasi hasil model DEM Mahardi Wirantiko Anggota/

Mahasiswa S1

- Melakukan pemodelan

- Melakukan survei pengukuran waterpass

Ike Noevita Sari Anggota/

Mahasiswa S1

- Melakukan pengolahan LiDAR - Melakukan analisa

Muhammad Fadhil Ramadhan

Anggota/ Mahasiswa S1

- Membantu survei lapangan - Melakukan perhitungan Adapun luaran penelitian ini meliputi:

- Makalah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus (Q2), direncanakan jurnal ISPRS International Journal of Geo-Information dengan topik Comparative Analysis of DSM Filtering Using Slope Based Method and Land Use - Morphological Filtering

- Laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) dengan topik Analisis Perbandingan Akurasi Digital Terrain Model Terhadap Hasil Pengolahan Digital Surface Model Menggunakan Metode Slope Based Filtering dan Grid Based Filtering.

(27)

27

BAB V. JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA 5.1. Jadwal Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diperkiran akan selesai dalam kurun waktu lima bulan dengan rincian pada tabel berikut ini:

Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Adapaun luaran penelitian ini meliputi makalah di jurnal internasional terindeks Scopus (Q2) dan laporan Tugas Akhir (mahasiswa S1) masuk dalam pelaporan.

5.2. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

No Uraian Kegiatan Volume / Satuan Biaya (Rp)

1 Persiapan

Pertemuaan awal, penyusunan rencana kerja LS Rp 1.500.000,- Sub Total Rp 1.500.000,- 2 Pelaksanaan Penelitian a. Sewa GPS geodetik b. Sewa waterpass

c. Survey lapangan untuk validasi DEM

d. Survei lapangan untuk ground truth klasifikasi e. Perhitungan f. Analisa hasil g. Pemodelan DEM Rp 500.000/buah/hari x 5 Rp 300.000 /hari x 20 Rp 300.000 /hari x 20 Rp 300.000 /hari x 20 LS LS LS Rp 2.500.000,- Rp 6.000.000,- Rp. 6.000.000,- Rp. 6.000.000,- Rp 5.000.000,- Rp 3.500.000,- Rp 5.000.000,- Sub Total Rp 34.000.000,- 3 Penyusunan Laporan a. Kertas b. Cartridge, tinta Rp 30.000/rim x 3 Rp 360.000,00 Rp. 90.000,- Rp. 360.000,- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Identifikasi Masalah 2 Studi Literatur 3 Pengumpulan Data

a. Data Primer (Pengukuran Sipat Datar) b. Data Sekunder

4 Pengolahan Data

a. Pengolahan data sipat datar a. Slope Based Filtering b. Morphological Filtering

5Analisa Hasil Perbandingan

6Kesimpulan Hasil Analisa

7Pelaporan

Desember

Bulan

Juli Agustus September Oktober November

(28)

28

c. Penggandaan Laporan LS Rp. 1.750.000,-

Sub Total Rp. 2.200.000,- 4 Luaran

a. Jurnal internasional terindeks scopus (Q2) – proof reading dan registrasi

Rp.5.000.000 Rp. 10.000.000

Sub Total Rp. 10.000.000 TOTAL Rp. 47.700.000,00

(29)

29

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Abidin, H. Z. (2001). Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita

Anjasmara, I. M. 2005. Sistem Tinggi. Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota. Surabaya.

Axelsson, P. (2000). DEM Generation from Laser Scanner Data using Adaptive TIN Models. International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing.

Castilla, G., Hay, G.J., 2008. Image-objects and Geographic Objects. In: Blaschke, T.,Lang, S., Hay, G. (Eds.), Object-based Image Analysis. Springer, Heidelberg, Berlin, New York, pp. 91–110.

Esri. (2015). GIS dictionary: Spatial Grid. <URL:http://support.esri.com/en/knowledgebase /GISDictionary/term/spatial%20grid>. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 pukul 23.14 WIB.

Esri GIS dictionary: Cost Distace. <URL: https://pro.arcgis.com/en/pro-app/tool-reference/spatial-analyst/cost-distance.htm>. Diakses pada tanggal 25 Februari 2020 pukul 02.00 WIB.

Featherstone, W. E. dan Khun, M., 2006. Height Systems and Vertical Datums: A Review in The Australian Context.

FEMA-Region 10, (2009), Floodplain Management – NFIP Guidebook.

International Hurricane Research Center. (-). LiDAR Techology. http:// LIDAR.ihrc.fiu.edu. diakses pada 29 Januari 2020 pukul 17.18 WIB.

Jensen, J. R. (2007). Remote Sensing of the Environment: An earth resource perspective. 2ndPrentice-Hall series in Geographic Information Science, USA.

Kuswondo. (2013). Analisa Tinggi Vertikal Sebagai Dasar Pengembangan Fasilitas Vital dan Penanggulangan Banjir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

NCGIA. 2007. Interpolation: Inverse Distance Weighting. http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/ spherekit/inverse.html (25 Februari 2020).

Pambudi, L. C. (2015). Analisis Akurasi Penapisan DSM ke DTM Menggunakan Metode Simple Morphological Filter dan Slope Based Filtering. Semarang: Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Pfreifer, N. (2008). Digital surface model and digital terrain model filtering. Austria: Institute of Photogrammetry and Remote Sensing Vienna University of Technology.

Shan, J. and A. Sampath, 2005. Urban DEM Generation from Raw Lidar Data: A Labeling Algorithm and its Performance. International Journal of Remote Sensing 71, pp. 217-222.

Saud, I. (2007). Kajian Penanggulangan Banjir di Wilayah Pematusan Surabaya Barat. Jurnal Aplikasi Vol.3, No.1, ISSN : 1937-753X.

Silván-Cárdenas, J. L. and L. Wang, 2006. A multi-resolution approach for filtering LiDAR altimetry data. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing 61(1), pp. 11-22.

(30)

30

Sithole, G. and G. Vosselman, 2004. Experimental comparison of filter algorithms for bare-Earth extraction from airborne laser scanning point clouds. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing 59(1-2), pp. 85-101.

Tiede, D., Lang, S., Albrecht, F., Hölbling, D., 2010a. Object-based class modeling for cadastre constrained delineation of geo-objects. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 193–202.

Trisasongko, Bambang H., Diar Shiddiq. (2012). Manajemen dan Analisis Data Spasial dengan ArcView GIS. Bogor : IPB.

Vosselman, George. (2000). Slope Based Filtering of Laser Altimetry Data. Belanda : Department of Geodesy, Faculty of Civil Engineering and Geosciences Delft University of Technology, The Amsterdam.

Wang, C. K., and Tseng, Y.H. 2010. DEM Gemeration from Airborne Lidar Data by An Adaptive Dualdirectional Slope Filter. ISPRS TC VII Symposium – 100 Years ISPRS, Vienna, Austria, July 5–7, 2010, IAPRS, Vol. XXXVIII, Part 7B.

Watson, D.F. & Philip G.M. (1985). A Refinement of Inverse Distance Weighted Interpolation. GeoProcessing 2: 315-327.

Zhang, K. and D. Whitman, 2005. Comparison of three algorithms for filtering airborne lidar data. Photogrametric Engineering and Remote Sensing 71(3) pp. 313-324.

Zhang, Y.; Men, L. 2010. Study of the airborne LIDAR data filtering methods. In Proceedings of the International Conference on Geoinformatics: Giscience in Change, Beijing, China, 18–20 June 2010.

(31)

31

BAB VII. LAMPIRAN Lampiran 1. Biodata Peneliti

1. Ketua Tim A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Hepi Hapsari Handayani, ST, MSc, PhD

2 Jenis Kelamin P

3 NIP/NIK/Identitas lainnya 1978 1212 2005 01 2001

4 NIDN (jika ada) 0012127802

5 Tempat dan Tanggal Lahir Purworejo, 12 Desember 1978

6 E-mail hapsari@geodesy.its.ac.id

7 Nomor Telepon/HP 081217418612

8 Nama Institusi Tempat Kerja Departemen Teknik Geomatika

9 Alamat Kantor Kampus ITS Sukolilo, Surabaya

10 Nomor Telepon/Faks (031) 5929487 / 5929486 B. Pengalaman Penelitian Yang Relevan

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1 2015 Anggota

3D Modelling dan Visualisasi Bangunan Cagar Budaya (Culture Heritage) dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Kota Tua Terpadu Surabaya(Studi Kasus:Gedung Kantor Gubernur Jawa Timur)

Penelitian Dasar Sumber Dana Lain-Dalam Negeri 25 2 2017-2019 Anggota Pengusul

Analisa Estimasi Produktivitas Padi Dengan Citra Landsat 8 Berdasarkan Fase Tumbuh, Pengamatan In-Situ Dan Model Peramalan Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) (Studi Kasus: Kabupaten Bojonegoro)

PDUPT DIKTI 78.7 3 2017 – 2018 (research assistant)

Transformation of Urban volume and ecosystem services in the mega-cities of Southeast Asia

The Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) 439,4 4 2018-2019 (research assistant)

Urban Heat Island Effect in Rapidly Growing Megacities in Developing Countries

Grant-in-Aid for Scientific Research (B) -

(32)

32

Japan 5 2019

(anggota)

Penilaian Variasi Spasial Temporal Pm2.5 Untuk Menganalisis Perbandingan Tingkat Polusi Udara Di Indonesia Dan Taiwan

Dana Lokal ITS

50

C. Publikasi Yang Relevan

Judul Penulis Nama Jurnal

Validating ALOS PRISM DSM-derived surface feature height: Implications for urban volume estimation

Ronald C. ESTOQUE, Yuji MURAYAMA, Manjula RANAGALAGE, Hao HOU, Shyamantha SUBASINGH, Hao GONG, Matamyo SIMWANDA, Hepi H. HANDAYANI, Xinmin ZHAN

Tsukuba

Geoenvironment Science, Vol 13, 2017

Estimation of built-up and green volume using geospatial techniques: A case study of Surabaya, Indonesia

Hepi H. Handayani, RC Estoque, Y Murayama

Sustainable Cities and Society Vol. 37 (February), 2018

Relation between Urban Volume and Land Surface Temperature: A Comparative Study of Planned and Traditional Cities in Japan

M Ranagalage, RC Estoque, Hepi H. Handayani, X Zhang, T Morimoto, Y Murayama

Sustainability 10 (7), 1-17

Geospatial Analysis of Horizontal and Vertical Urban Expansion Using Multi-Spatial Resolution Data: A Case Study of Surabaya, Indonesia

Hepi H. Handayani, Y Murayama, M Ranagalage, F Liu, D Dissanayake

Remote Sensing 10 (10), 1599, 2018 Impact of Urban Surface

Characteristics and Socio-Economic Variables on the Spatial Variation of Land Surface Temperature in Lagos City, Nigeria

D Dissanayake, T Morimoto, Y Murayama, M Ranagalage, Hepi H. Handayani

Sustainability 11 (1), 25, 2019

Studi Perbandingan Total Station dan Terrestrial Laser Scanner dalam Penentuan Volume Obyek Beraturan dan Tidak Beraturan

RF Maulidin, HH Handayani, YH Perkasa

Jurnal Teknik ITS 5 (2), A723-A727, 2016 3D Visualization Of Cultural Heritage

Using Terrestrial Laser Scanner (A Case Study: Monument Of Heroes, Surabaya, East Java)

CB Pribadi, Hepi H Handayani, FE Rachmawan

Geoid 11 (2), 184-189, 2016

(33)

33 Analisa Data Foto Udara untuk DEM

dengan Metode TIN, IDW, dan

Kriging J Arfaini, Hepi H Handayani

Jurnal Teknik ITS 5 (2), 2016

Visualisasi 3D Objek Menggunakan

Teknik Fotogrametri Jarak Dekat SJ Harahap, Hepi H Handayani

Jurnal Teknik ITS 5 (2), 2016

Studi Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Kesesuaian Tutupan Lahan Tambak, Konservasi Dan Permukiman Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Kec. Asemrowo, Krembangan, Pabean Cantikan

IJ Kusuma, HH Handayani

Geoid 10 (2), 163-170, 2015

D. Bimbingan Tugas Akhir Yang Relevan

Judul Jenis Penelitian

Studi fotogrametri jarak dekat dalam pemodelan 3D dan analisis volume objek.

Tugas Akhir. Analisa data foto udara untuk dem dengan metode TIN,

IDW, dan Kriging,

Tugas Akhir Visualisasi 3D objek menggunakan teknik fotogrametri

jarak dekat

Tugas Akhir Studi Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Kesesuaian

Tutupan Lahan Tambak, Konservasi Dan Permukiman Kawasan Pesisir

Thesis

2. Anggota Tim A. Identitas Diri

a Nama Lengkap : Ir. Yuwono, MT.

b NIP/NIDN : 195901241985021001

c Fungsional/Pangkat /Gol.

: Lektror Kepala / Pembina / IV.a

d Bidang Keahlian : Geodesi dan Surveying

e Departemen/Fakultas : Teknik Geomatika /Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian f Alamat Rumah No.Telp : Semolowaru Elok Blok AM-2 Surabaya 60119.

08123232404 B. Pengalaman Penelitian Yang Relevan

(34)

34

1. Pemetaan Desa Menggunakan Metode Partisipatif Untuk Pembangunan Desa dan Kawasan ( desa Ngepung, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk , Propinsi Jawa Timur). Tahun 2020. Anggota.

2. Analisa Magnitudo Gangguan Ionosfir Dengan Pergeran Lempeng Pada Gempa Bumi Dan Tsunami ( StudiKasus : Gempa Bumi Lombok – Palu dan Tsunami di Palu Tahun 2018). Tahun 2019-2020. Anggta.

3. Rancang Bangun Low cost GPS RTK dengan Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Untuk Pemetaan Persil Tanah. Tahun : 2018 . Anggota.

4. Pemantauan Deformasi Jembatan Suramadu Menggunakan Digita lose range Photogrammetry. Tahun 2014-2015. Anggota

C. Publikasi Yang Relevan

1. Analisa Hubungan Antara Pasang Surut air Laut dengan Sedimentasi Yang Terbentuk (Studi Kasus : Dermaga Pelabuhan Peti Kemas Surabaya), Jenis Publikasi : Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi (Ber-ISSN). GEOID. 2016

2. Orientasi Pada Pra Plotting Peta bersistem Koordinat Fix (Tetap), Jenis Publikasi : Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi (Ber-ISSN). GEOSAINTEK. 2016

3. Studi Perbandingan Ketelitian Nilai Azimuth Melalui Pengamatan Matahari dan Global Positioning System (GPS0 Terhadap Titik BM Referensi (Studi Kasus : Kampus ITS Sukolilo Surabaya), GEOID, 2016.

4. Analisis Pemodelan 3d Candi Jawi Menggunakan Wahana Quadcopter dan Terestrial Laser Scanner (TLS), GEOID. 2018.

D. Bimbingan Tugas Akhir Yang Relevan

1. Analisa Hubungan Antara Pasang Surut air Laut dengan Sedimentasi yang Terbentuk (Studi Kasus : Dermaga Pelabuhan Peti Kemas Surabaya

2. Studi Perbandingan Ketelitian Nilai Azimuth Melalui Pengamatan Matahari dan Global Positioning System (GPS0 Terhadap Titik BM Referensi (Studi Kasus : Kampus ITS Sukolilo Surabaya)

3. Analisis Pemodelan 3d Candi Jawi Menggunakan Wahana Quadcopter dan Terestrial Laser Scanner (TLS)

3. Anggota Tim A. Identitas Diri

a. Nama Lengkap : Agung Budi Cahyono, ST, MSc, DEA

b. NIP/NIDN : 196905201999031002/0020056904

c. Fungsional/Pangkat/Gol. : Lektor / Penata Tingkat 1/ IIId d. Bidang Keahlian : Fotogrametri/3D Modeling e. Departemen/Fakultas : Teknik Geomatika/FTSPK

(35)

35

B. Pengalaman Penelitian / Pengabdian Yang Relevan Penelitian :

 Pembuatan Media Pembelajaran Bentuk Permukaan Bumi ‘3D Topography Surface’ Dengan Teknologi Augmented Reality/Ketua

 Pemodelan 3 Dimensi Situs Candi Singosari Menggunakan Kamera Digital Dan Wahana Udara Nirawak Dengan Metode Structure From Motion/Anggota

Pengabdian :

 Aplikasi Fotogrametri Bawah Air untuk Pemetaan dan Monitoring Kerusakan Terumbu Karang/Ketua

 Pemetaan Partisipatif Potensi Desa berbasis Aset Pariwisata Sejarah Dan Agrowisata (Studi Kasus: Desa Toyomarto, kecamatan Singosari, Kabupaten Malang)/Anggota C. Publikasi Yang Relevan

 3D feature positioning in historical building using spherical panoramic image mosaics: Case study Surabaya City Hall front façade 34th Asian Conference on Remote Sensing 2013, ACRS 2013 2013 | conference-paper EID: 2-s2.0-84903464678 Source: Scopus – Elsevier

 Combined aerial and terrestrial images for complete 3D documentation of Singosari Temple based on Structure from Motion algorithm IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 2016 | conference-paper DOI: 10.1088/1755-1315/47/1/012004EID: 2-s2.0-85009384056 Source: Scopus - Elsevier

D. Pembimbingan Tugas Akhir :

 Analisis Pemodelan 3D Candi Jawi Menggunakan Wahana Quadcopter Dan Terestrial Laser Scanner (TLS)/2016/Yulita Eka Rana Mulyono

 Pemodelan 3 Dimensi Candi Wringinlawang Menggunakan Metode Structure From Motion Untuk Dokumentasi Cagar Budaya/2017/Selfi Naufatunnisa

(36)

DATA USULAN DAN PENGESAHAN PROPOSAL DANA LOKAL ITS 2020

1. Judul Penelitian

Pembentukan DTM Berdasarkan Data Lidar Menggunakan Metode Slope Based dan Land Use-Morphology Filter untuk Mendukung Pemodelan Banjir

Skema : PENELITIAN DOKTOR BARU

Bidang Penelitian : Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Topik Penelitian : Pemodelan Banjir

2. Identitas Pengusul Ketua Tim

Nama : Hepi Hapsari Handayani ST.,M.Sc.,Ph.D

NIP : 197812122005012001

No Telp/HP : .

Laboratorium : Laboratorium Geospasial

Departemen/Unit : Departemen Teknik Geomatika

Fakultas : Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian

Anggota Tim

No Nama Lengkap Asal Laboratorium Departemen/Unit Perguruan

Tinggi/Instansi 1 Hepi Hapsari Handayani ST.,M.Sc.,Ph.D Laboratorium Geospasial Departemen Teknik Geomatika ITS 2 Ir. Yuwono MT. Laboratorium Geodesi dan Surveying Departemen Teknik Geomatika ITS 3 Agung Budi Cahyono ST.,M.Sc. DEA Laboratorium Kadaster dan Kebijakan Pertanahan Departemen Teknik Geomatika ITS

3. Jumlah Mahasiswa terlibat : 3

4. Sumber dan jumlah dana penelitian yang diusulkan

a. Dana Lokal ITS 2020 :

b. Sumber Lain :

(37)

47.700.000,-Tanggal Persetujuan Nama Pimpinan Pemberi Persetujuan Jabatan Pemberi Persetujuan Nama Unit Pemberi Persetujuan QR-Code 09 Maret 2020 Adjie Pamungkas ST.,M.Dev.Plg, Ph.D Kepala Pusat Penelitian/Kajian/Unggulan Iptek Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim 09 Maret 2020 Agus Muhamad Hatta , ST, MSi, Ph.D Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Gambar

Tabel 1 Luas Wilayah, Ketinggian, Jarak ke Ibu Kota Kecamatan per Kelurahan Tahun 2017  (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018)
Gambar 3 Tinggi terhadap bidang referensi  Sumber : Anjasmara, 2005
Gambar 5 Ilustrasi tinggi orthometrik
Gambar 6 Peta infrastruktur Kota Surabaya  Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum  4.2.  Data dan Peralatan
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri adalah dilusi padat karena memiliki keunggulan yaitu homogenitas antara media, bahan uji, dan media lebih baik,

pemakanan dan kesihatan serta malnutrisi dalam kalangan golongan berpendapatan rendah seperti isu terbantut, obesiti dalam kalangan kanak- kanak, orang Asli, dan wanita..

Orang tua/wali calon peserta didik yang akan mendaftar di SD Negeri ataupun SD Swasta di Kabupaten Sleman wajib untuk mengaktivasi akun pendaftaran dan melakukan validasi dan

Hal ini juga didorong oleh masih berlanjutnya tren penurunan harga minyak dan komoditas global, sehingga akan mempengaruhi kinerja debitur di sektor komoditas dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa kadar asam urat basal mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) jantan setelah diberikan perlakuan

64 Bangunan rumah susun dalam perancangan ini merupakan bangunan dengan 5 massa tower dengan tinggi 4 lantai, namun memiliki selasar pada setiap lantai dan ruang bersama

Uji lapangan terhadap subyek didik yaitu siswa dalam kelompok besar yang terdiri dari 85 orang mahasiswa didapatkan hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan

Perilaku yang tidak baik yang banyak dilakukan para siswi antara lain tentang kesadaran untuk periksa ke tenaga kesehatan saat terjadi keputihan masih rendah, rendahnya