• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Analisis Kadar Kafein Pada Kopi Hitam Di Lebah Bukian Gianyar Menggunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. Analisis Kadar Kafein Pada Kopi Hitam Di Lebah Bukian Gianyar Menggunakan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analysis of Caffeine Level in Black Coffee at Lebah Bukian Gianyar Using Spectrophotometer

UV-VIS

Ni Made Dwi Aptika1, I Ketut Tunas2, Ida Ayu Manik Parta Sutema1 1Program Studi Analis Kesehatan STIKes Wira Medika Bali1

2PS. Kesehatan Masyarakat Universitas Dhyana Pura2

ABSTRAK

Pendahuluan: Kopi bubuk yang diproduksi di Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali merupakan bubuk kopi murni tanpa campuran, jenis Robusta. Pada tahap pengolahan kopi bubuk tidak melewati proses dekafeinasi. Masyarakat di Banjar Lebah, Desa Bukian, hampir seluruhnya mengkonsumsi minuman kopi. Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis dan efek berlebihan mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar kafein pada kopi bubuk dan untuk mengetahui kadar kafein pada kopi hitam tersebut apakah sudah memenuhi SNI 01-7152-2006 tentang batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman. Metode: Penentuan kadar kafein dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil: Hasil penentuan kadar kafein dari 3 sampel yang diambil secara acak diperoleh kadar kafein dari 10 mg bubuk kopi sampel A, B, dan C berturut-turut adalah 9,2500 ppm; 9,8720 ppm dan 9,7233 ppm. Diskusi: Masyarakat menggunakan dua sendok teh kopi bubuk/sajian sehingga dapat diasumsikan pada kopi sampel A mengandung 647,50 mg/sajian, sampel B mengandung 690,90 mg/sajian dan sampel C mengandung 680,40 mg/sajian, dengan demikian, konsumsi kafein oleh masyarakat di Banjar Lebah, Desa Bukian, melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI 01-7152-2006.

Kata kunci: Kopi bubuk, Kafein, Spektrofotometer UV-Vis

ABSTRACT

Introduction: The Coffee powder that has been produced in Banjar Lebah, Bukian village, Sub of Payangan, at Gianyar Regency, Bali, is a kind of pure coffee without the mixes of Robusta coffee. In their step of manufacturing process it’s not passing the decaffeination. Almost the recident of Banjar Lebah, Bukian village are like to consuming coffee. Caffeine is one of Alkaloids which is mostly contained in a coffee bean, they have an effect that clinically benefits, and too much consuming caffeine can cause a nervouse, confuses, insomnia, hypertency, queasy, and spastic. The research of current study are to know the caffeine level in coffee powder and to know whether or not the caffeine level standard of SNI 01-7152-2006 and the maximum limit of caffeine level in the food and beverages. Method: The caffeine level judgment can be measuring by using Spectrophotometer UV-Vis. Result: The result determination of caffeine level from random three samples are obtained from 10 mg sample powder of coffee A, B, and C, respectively are 9,2500 ppm; 9,8720 ppm and 9,7233 ppm. Discussion: The recidents are using two teaspoon of coffee powder/serve, so it can be assumed for sample coffee A contain 647,50 mg/serve, sample B contain 690,90 mg/serve, and sample C contain 680,40 mg/serve, so the review of caffeine that has been consumed by the recident in Banjar Lebah, Bukian Village, are over maximum limit that has been set by SNI 01-7152-2006.

Keywords: Coffee powder, Caffeine, Spectrophotometer UV-Vis

Alamat Korespondensi : Banjar Susut, Buahan, Payangan, Gianyar, Bali Email : Nimade_dwiaptika@yahoo.com

PENDAHULUAN

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu tempat tujuan wisata, karena daerah Kabupaten Gianyar memiliki daya tarik tersendiri dengan letak geografis yang cukup strategis komplit dengan kekayaan alam yang berlimpah. Dimana-mana bermunculan usaha perhotelan, tempat makan, maupun warung kopi. Jenis kopi yang paling terkenal di lingkungan Kecamatan Payangan adalah kopi yang dihasilkan dan diproduksi di Banjar Lebah, Desa Bukian,

Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. sebagian besar penduduk di Banjar Lebah adalah petani penghasil kopi Bali. Posisi letak geografis wilayah Banjar Lebah, berada di ketinggian 500 m dari permukaan air laut, luas lahan basah (sawah) 45,733 Ha, luas lahan kering 266,733 Ha dan 10% dari luas areal tersebut adalah perkebunan kopi. Jenis kopi yang dibudidayakan warga adalah kopi Robusta, dimana produk industri rumah tangga yang dihasilkan adalah biasa disebut bubuk kopi hitam Bali (Sudiayasa dan Mawan, 2013).

(2)

Masyarakat di Banjar Lebah, Desa Bukian membudidayakan tanaman kopi secara turun-temurun. Cara pengolahan kopi tradisional dan belum memiliki label, menjadikan wilayah itu lebih dikenal daripada beberapa daerah penghasil kopi di kawasan Payangan. Menurut pengamatan dan penggalian informasi oleh peneliti masyarakat lokal lebih menyukai kopi tradisional yaitu kopi murni tanpa campuran, dalam setiap jamuan makan baik acara formal maupun non formal, sajian kopi hampir tidak pernah dilupakan, bahkan dalam sehari masyarakat minum 2-4 gelas kopi dan dalam 1 gelas kopi diperlukan 1-3 sendok teh kopi bubuk. Hal ini menyebabkan seseorang dapat

ketergantungan meminum kopi.

Ketergantungan tersebut diakibatkan oleh kandungan kafein.

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Coffeefag, 2001 dalam Maramis, dkk. 2013). Efek berlebihan (over

dosis) mengkonsumsi kafein dapat

menyebabkan gugup, gelisah, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Farmakologi UI, 2002).

Menurut Rejo, dkk. (2011) seperti halnya citarasa yang terdapat pada kopi, kadar kafein pada setiap daerah penghasil kopi adalah berbeda-beda. Kandungan kafein pada biji kopi berbeda-beda tergantung dari jenis kopi dan letak geografis dimana kopi tersebut ditanam. Kopi Arabika mengandung kafein 0,4―2,4% dari total berat kering sedangkan kopi Robusta mengandung kafein 1―2% (Petracco, 2005).

Berdasarkan FDA (Food Drug

Administration) yang diacu dalam Liska (2004),

dosis kafein yang diizinkan 100―200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild

stimulant) memang seringkali diduga sebagai

penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin, namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi.

Ketidaknyamanan fisik dan kejiwaan yang dialami ketika menghentikan konsumsi kafein

secara tiba-tiba bervariasi pada setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan tingkat penggunaan kafein. Beberapa peneliti mengatakan bahwa karena berfungsi sebagai candu, kafein dapat mengakibatkan ketergantungan psikologis pada sedikit orang. Ketika kombinasi ketergantungan jenis ini berkombinasi dengan ketergantungan fisik maka akan memberikan pengaruh pada kehidupan seseorang. Gejala putus pemakaian kafein dengan urutan berdasarkan tingkat prevalensi (tinggi ke rendah): sakit kepala, kelelahan, kurang tidur, emosi buruk, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan bekerja, depresi, cemas, sensitif, gejala menyerupai flu (mual, nyeri otot, panas dingin dan hidung berair) (Bennett Alan Weinberg dan Bonnie K. Bealer, 2009).

Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Kelebihannya yaitu mampu menganalisa senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer, dapat menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa dan metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Basset et al, 1994).

Maramis, dkk. (2013) melakukan penelitian tentang analisis kafein dalam kopi bubuk yang beredar di kota Manado menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Deteksi absorbansi larutan standar pada rentang panjang gelombang 250-300 nm dengan menggunakan

instrument spektrofotometer UV-Vis dan dibaca

serapan sinar (absorbansi) dengan spketrofotometer pada panjang gelombang 275 nm dengan blanko serapan akuades. Wanyika, dkk. (2010) telah melakukan penelitian kandungan kafein pada beberapa produk teh dan kopi instan yang beredar di pasar Kenya. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara membandingkan metode penetapan kadarnya menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT detektor photodiode array, panjang gelombang yang digunakan 278 nm, dan fase gerak air-asam asetat-metanol (79,9:0,1:20). Penggunaan metode spektrofotometri UV-Vis lebih efisien dalam segi biaya dan waktu.

Berdasarkan uraian dan fakta diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang kadar kafein dalam kopi, dengan harapan dapat memperoleh informasi tentang kadar kafein pada kopi hitam di Lebah,

(3)

Bukian, Payangan, Gianyar, Bali menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kafein pada kopi hitam di Lebah, Bukian, Gianyar, Bali menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan untuk mengetahui kadar kafein pada kopi hitam di Lebah, Bukian, Gianyar, Bali sudah memenuhi SNI 01-7152-2006 tentang batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis seperti, standar kafein, kloroform, HCl 37%, akuades dan sampel kopi bubuk.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu seperangkat alat spektrofotometer (perkin elmer UV/Vis lambda 20), timbangan analitik (mettler toledo), lemari asam (mach-aire LTD), alat-alat gelas (pyrex), hot plate (SM 26), mikropipet (eppendorf reference), kertas saring (whatman 41), extrelute (NT) dan botol akuades.

Jenis penelitian ini bersifat observasional deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan mengetahui gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan obyektif (Notoatmodjo, 2005). Penelitian dilakukan di Laboratorium Forensik Cabang Denpasar. Populasi penelitian ini adalah bubuk kopi hitam yang diperoleh dari seluruh produsen di Banjar Lebah, Bukian, Payangan, Gianyar, Bali. Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kopi hitam yang diambil secara acak pada produsen kopi di Banjar Lebah, Bukian, Payangan, Gianyar, Bali.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan sampel bubuk kopi

Pengambilan sampel atau sampling pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil secara acak 3 sampel bubuk kopi dari 5 produsen bubuk kopi. Sampling bubuk kopi dilakukan pada pagi hari. Sampel bubuk kopi ditampung didalam plastik, kemudian diberi label, selanjutnya sampel dikirim ke Laboratorium Forensik Cabang Denpasar. 2. Pembuatan larutan HCl 0,1 M dari HCl

37%

Sebanyak 8,3 mL HCl 37% dimasukkan kedalam gelas beaker dan dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan

dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3. Pembuatan larutan standar kafein 100 ppm

Ditimbang sebanyak 2,50 mg kafein, kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker, dan dilarutkan dengan HCl 0,1 M secukupnya, dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL kemudian diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga garis tanda dan dihomogenkan.

4. Penentuan panjang gelombang

maksimum larutan kafein

Sebanyak 1 mL larutan standar kafein 100 ppm dipipet, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga garis tanda, dihomogenkan. Besarnya absorbansi yang diperoleh dari larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 263,00-280,00 nm. Sebagai uji blanko digunakan HCl 0,1 M.

5. Pembuatan kurva kalibrasi

Berdasarkan larutan standar kafein 100 ppm dipipet dengan tepat masing-masing 0,2; 0,4; 0,8; 1,0 dan 2,0 mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga garis tanda, dihomogenkan, besarnya absorbansi dari masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan. Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali, sebagai uji blanko digunakan HCl 0,1 M.

6. Pemisahan kafein secara ekstraksi dari bubuk kopi

Sebanyak 10 mg bubuk kopi dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian ditambahkan 10 mL akuades panas kedalamnya, selanjutnya diseduh selama 2 menit sambil diaduk. Larutan kopi panas disaring melalui corong dengan kertas saring whatman 41 ke dalam erlenmeyer, kemudian larutan kopi tadi dimasukkan kedalam fase padat, dibiarkan sampai mengendap. Ditambahkan kloroform 10 mL kedalam fase padat tersebut. Ekstrak kloroform diampung kedalam erlenmeyer dan diuapkan di lemari asam. Ekstrak tersebut kemudian dilarutkan kembali dengan HCl 0,1 M di dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan. Perlakuan yang sama dilakukan untuk tiap-tiap sampel kopi hitam dengan berat 10 mg.

(4)

Analisis Data

Data pengukuran panjang gelombang maksimum dari kafein dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kandungan kafein

berdasarkan SNI 01-7152-2006 tentang batas maksimum kafein dalam minuman dilaporkan dan disajikan dalam tabel dan narasi.

HASIL

Tabel 1. Data kadar kafein dalam 10 mg sampel bubuk kopi

No. Kode Sampel Berat (mg)

yang ditimbang

Kadar Kafein Dalam Bubuk Kopi (ppm)

1 A 10 9,2500

2 B 10 9,8720

3 C 10 9,7233

Tabel 2. Data kadar kafein persajian dalam dua sendok teh kopi bubuk

No. Kode

Sampel

Berat Bubuk persajian (mg) (dalam Dua Sendok

Teh)

Kadar Kafein persajian (mg)

SNI persajian Berat Bubuk Kopi yang seharusnya (mg) Kadar Kafein per sajian Menurut SNI 1 A 7000 647,50 540,54 50 mg 2 B 7000 690,90 506,59 3 C 7000 680,40 514,40 PEMBAHASAN

Analisis kadar kafein pada kopi hitam di Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, dilakukan untuk mengetahui gambaran kadar kafein pada kopi yang diproduksi secara tradisional, yang merupakan bubuk kopi murni tanpa campuran, jenis robusta, dan masyarakat disana hampir seluruhnya mengkonsumsi minuman kopi.

Preparasi sampel dilakukan dengan melarutkan sampel bubuk kopi sebanyak 10 mg dengan aquades panas 10 mL, fungsinya agar kafein yang berada dalam sampel dapat terlarut karena proses penyeduhan berfungsi pula untuk menambah kelarutan dari kafein, larutan kopi panas di saring dengan kertas saring

whatman 41. Penyaringan berfungsi untuk

memisahkan suspensi dengan kafein yang larut, sehingga seharusnya dihasilkan larutan yang berwarna bening tanpa suspensi. Tetapi, dalam penelitian ini sampel setelah penyaringan tetaplah berwarna cokelat. Hal ini disebabkan filtrat sampel kopi masih terdapat campuran lain yang tidak dapat tersaring oleh pori-pori kertas saring.

Setelah filtrat didapatkan, filtrat tersebut diekstraksi menggunakan extrelute (fase padat) dibiarkan sampai mengendap, selanjutnya ke dalam fase padat ditambahkan 10 mL

kloroform. Ekstrak kloroform diuapkan didalam lemari asam, sehingga hanya ekstrak kafein yang tertinggal. Fungsi penambahan kloroform adalah untuk melarutkan kafein. Menurut Djajanegara (2009) menyatakan bahwa, kloroform dapat melarutkan beberapa zat berkhasiat salah satunya adalah zat alkaloid. Karena kafein merupakan alkaloid, maka dengan penambahan kloroform akan memudahkan pelarutan kafein. Ekstrak tersebut kemudian dilarutkan kembali dengan asam klorida (HCl) 0,1 M, di dalam labu ukur 10 mL, dimana HCl dapat melarutkan kafein dan pada suasana asam panjang gelombang yang dihasilkan kafein maksimum (Rohman, 2007).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dimana terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum dari kafein, selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi pada berbagai konsentrasi kafein yaitu 2, 4, 8, dan 10 ppm. Maka persamaan garis regresinya adalah Y= 0,0490x+0,1107 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9990, hal tersebut menunjukan bahwa korelasi dari kurva adalah bernilai positif, yang artinya setiap pertambahan nilai konsentrasi diikuti pertambahan nilai absorban secara proporsional dengan kata lain absorban berbanding lurus dengan konsentrasi.

(5)

Deteksi absorbansi larutan standar dimana pada rentang panjang gelombang 263,00-280,00 nm. Hasil yang diperoleh dari penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum adalah 270,00 nm. Penentuan kadar kafein dalam bubuk kopi berdasarkan nilai absorbansi diperlukan kurva kalibrasi dari hubungan antara absorbansi yang terukur terhadap berbagai konsentrasi kafein standar.

Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan pula larutan blanko, dengan menggunakan larutan HCl 0,1 M tanpa kafein. Larutan blanko berfungsi sebagai pengkondisian, agar ketika pengukuran sampel pereaksi yang ditambahkan pada sampel tidak merubah nilai absorban pengukuran karena adanya faktor koreksi dengan blanko.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kadar kafein dari 10 mg bubuk kopi sampel A adalah 9,2500 ppm, sampel B adalah 9,8720 ppm dan sampel C adalah 9,7233 ppm. Menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam minuman adalah 150mg/hari dan 50 mg/sajian. Masyarakat di Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali mengkonsumsi kopi bubuk persajinya sekitar dua sendok teh. Menurut Yohanes (2014) takaran ideal dalam pembuatan kopi yaitu sebanyak ±150 mL air panas (seukuran cangkir kecil) untuk dua sendok teh bubuk kopi (sekitar 7000 mg atau sama dengan satu sendok makan), dengan demikian dapat diasumsikan pada kopi sampel A mengandung kafein sebesar 647,50 mg/sajian, sampel B mengandung 690,90 mg/sajian dan sampel C mengandung 680,40 mg/sajian. Konsumsi kopi oleh masyarakat di Banjar Lebah biasanya lebih dari 1 gelas perhari. Ditinjau dari kadar kafein yang dikonsumsi telah melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI.

Manfaat kafein bila dikonsumsi dalam dosis yang telah ditentukan dapat memberikan efek yang positif. Namun, mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut ketergantungan pada kafein (Fitri, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat di Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali diduga telah mengalami ketergantungan kafein karena dalam persajian kopi dosis kafein pada minuman kopi tersebut sudah melebihi 100 mg. Penelitian membuktikan bahwa kafein memiliki efek sebagai stimulasi sel saraf pusat, otot jantung dan meningkatkan diuresis

(Farmakologi UI, 2002). Efek lain dari kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan beresiko terhadap penumpukan kolesterol, menyebabkan kecacatan pada anak yang dilahirkan (Hoeger et al., 2002).

Peningkatan kadar kafein dipengaruhi oleh berat kopi bubuk yang digunakan sehingga semakin banyak bubuk kopi yang digunakan maka semakin tinggi kadar kafein pada minuman kopi (Maramis, dkk., 2013), tingginya kadar kafein pada penelitian ini dikarenakan sampel bubuk kopi yang digunakan adalah bubuk kopi robusta murni, tanpa campuran yang dihasilkan serta diproduksi secara tradisional di Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali dan pada proses pengolahan kopi bubuk tidak melewati proses dekafeinasi.

Dekafeinasi adalah sebuah proses yang membantu untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi sehingga konsumen dapat menikmati flavor dan rasa khas dari kopi tanpa efek stimulant. Adapun tujuan dari dekafeinasi ialah mengurangi kadar kafein, mengurangi efek psikologis dan menjamin keamanan konsumen (Nurfauziawati, N., 2013).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada sampel bubuk kopi dengan berat 10 mg yang diperiksa menggunakan spektrofotometer UV-Vis, peneliti dapat mengambil simpulan ditinjau dari kadar kafein yang dikonsumsi telah melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI, dimana kadar kafein persajian yang dikonsumsi oleh masyarakat Banjar Lebah, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, adalah 647,50–690,90 mg. Kadar kafein menurut SNI 01-7152-2006 adalah 50 mg/sajian dan 150 mg/hari. Jumlah maksimum kopi bubuk yang dapat dikonsumsi masyarakat ditinjau dari kadar kafeinnya berdasarkan SNI adalah 506,59–540,54 mg/sajian.

Saran

Disarankan untuk produsen dalam pengolahan bubuk kopi dapat menurunkan kadar kafein. Disarankan bagi masyarakat yang mengkonsumsi minuman kopi, mengurangi takaran bubuk kopi persajian kopi yang dikonsumsi untuk mengurangi efek negatif dari kafein.

(6)

Peneliti selanjutnya supaya melakukan analisis kadar kafein dengan metode yang lain seperti: GCMS, TLC scanner sebagai perbandingan dan melakukan penelitian kafein pada sampel-sampel yang mengandung kafein seperti minuman, permen, obat dan lain-lain.

KEPUSTAKAAN

Alaerts, G., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Dokumen., 2010.

PE-UV-Vis-Spectrophotometers-Lambda-20,

(Online),

(http://www.spectralabsci.com/PE-UV- Vis-Spectrophotometers-Lambda-20.php., diakses tanggal 26 Mei 2014). Dokumen., 2013. Kopi, (Online),

(http://astaga.com/wp-content/uploads/2013/08/kopi.jpg., diakses tanggal 1 Februari 2014). F.Simanjuntak, 2011. Keanekaragaman Hayati

Nematoda Parasitik Pada Tanaman Kopi (Coffea sp.) di Sumatera Utara. Medan:

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, (Online), (http:// repository. usu. ac.id/ handle/ 123456789/22512., diakses tanggal 10 Desember 2013).

Baseet, J, R, C. Denny G, H. Jeffery, J. Mendham., 1994. Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Ed. 4. Jakarta:

EGC Kedokteran.

Belitz HD, Grosch W, dan Schieberle P., 2009.

Food Chemistry (4th ed.). Heidelberg:

Springer.

Bennett Alan Weinberg dan Bonnie K. Bealer, 2009. The miracle of caffeine: Manfaat

tak terduga kafein berdasarkan penelitian paling mutakhir. Alih bahasa

oleh Warastuti; Penyunting, Rani S. Ekawati, Nur Aini. Bandung: Qanita Clarke RJ dan Macrae R., 1987 dalam

Pastiniasih, L., 2012. Pengolahan Kopi

Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika). Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor, (Online), (http://repository. ipb.ac.id/handle/ 123456789/62132., diakses pada tanggal 3 Desember 2013).

Coffeefag, 2001 dalam Maramis, K. M., Citraningtyas, G., Wehantouw., F., 2013.

Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk di

Kota Manado Menggunakan

Spektrofotometri UV-Vis. Program Studi

Farmasi FMIPA UNSRAT:

Manado,Vol2(4)2302-2493, (Online), (http:// ejournal.unsrat. ac.id/index. php/ pharmacon/article/view/ 3100 /2644., diakses tanggal 22 Nopember 2013). Djajanegara, I., 2009. Pemakaian Sel HeLa

dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona squamosal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7(1), 7-11.

Farmakologi UI., 2002. Farmakologi dan Terapi, Ed. 4. Jakarta: Gaya Baru.

Fitri , N.S., 2008. Pengaruh Berat dan Waktu

Penyeduhan terhadap Kadar Kafein dari

Bubuk Teh. Medan: Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, (Online), (http:// repository. usu.ac.id/handle/ 123456789/13968., diakses tanggal 12 November 2013). Franca et al, 2005 dalam Pastiniasih, L 2012.

Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika). Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, (Online), (http://repository. ipb.ac. id/ handle /123456789/62132., diakses tanggal 3 Desember 2013).

Ganjar, I, G dan Rohman, A., 2012. Analisis

Obat Secara Spektroskopi dan

Kromatografi. Jogjakarta: Penerbit: Pustaka Pelajar.

Hasbi, 2009 dalam Simanjuntak, F., 2010.

Keanekaragaman Hayati Nematoda Parasitik Pada Tanaman Kopi (Coffea sp) di Sumatera Utara. Medan: Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

(7)

Universitas Sumatera Utara, (Online), (http://repository.usu.ac.id/handle/12345 6789/22512., diakses tanggal 10 Desember 2013).

Hoeger, W.W.K., Turner, L.W. dan Hafen, B. Q. 2002. Wellness: Guidelines for a healthy

lifestyle (3rd ed). Belmont, CA: Wadsworth Group.

Jacobe, 1959 dalam ciptadi & Nasution, 1989 dalam Najiyati, S dan Danarti, 2009.

Kopi, Budi Daya dan Penanganan Pascapanen, Edisi Revisi. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Kantor Desa Bukian, Profil Peta Desa Bukian. 2013.

Kenner, C,T. Busch, K, W.,1979. Quantitative

Analysis. New York: Mac Millan

Publishing Co.

Khopkar, S, M., 2003. Konsep Dasar Anlitik. Jakarta: UI-Press

Khopkar, S, M., 2002. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Jakarta: UI Press

Lansida, 2010. Ekstraksi-Fase-Padat, (Online), (http://lansida.blogspot.com/2010/08/e kstraksi-fase-padat.html., diakses pada tanggal 26 mei 2014).

Liska, K., 2004. Drugs and The Body with

Implication for Society. Ed. 7. New 1

Jersey Pearson

Maramis, K. M., Citraningtyas, G., Wehantouw., F., 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi

Bubuk di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Manado: Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT, Vol. 2(4) 2302-2493, (Online), (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ph armacon/article/view/3100/2644., diakses tanggal 22 Nopember 2013). Najiyati, S dan Danarti., 2009. Kopi, Budi Daya

dan Penanganan Pascapanen, Edisi

Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Notoatmojo., 2005. Metode Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurfauziawati, N., 2013. Dekafeinasi kopi, (Online), (http:// novanurfauziawati. wordpress. com., diakses tanggal 15 Juni 2014).

Panggabean E., 2011. Buku Pintar Kopi Agro. Jakarta: Media Pustaka.

Petracco, Marino J., 2005. Our Everyday Cup

of Coffea: The Chemistry Behind Its Magic. Chemical. Education.

Randi S., 2006. Kebijakan Pengembangan

Industri Pengolahan dan Pemasaran Kopi. Jakarta: Bina Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian,

Departemen Pertanian.

Rejo, A., Rahayu,S., Panggabean,T., 2011.

Karakteristik Mutu Biji Kopi pada Proses Dekafeinasi. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, (Online), (http://eprints.unsri.ac.id/22/1

/makalah_Amin15_nop_11.doc., diakses tanggal 15 Juni 2014).

Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kemenperin., 2006. Bahan Tambahan

Pangan-Persyaratan Perisa dan Penggunaan dalam Produk Pangan, (Online) (http://

pustan. bpkimi.

Kemenp,erin.go.id/files/SNI01-7152-2006.pdf., diakses tanggal 16 Nopember 2013).

Stephen Fulder, 2004. Khasiat Teh Hijau. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Tarigan, D, B., 2009. Penentuan Kadar Natrium

Siklamat dalam Minuman Ringan Secara Spektrofotometri UV-Vis. Program Studi

D-III Kimia Analis Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara, (Online),

(http://repository.usu.ac.id/handle/ 123456789/23117., diakses tanggal 10 Desember 2013)

Underwood, A, L., 1992. Analisis Kimia

(8)

Underwood, A. L., 2002. Analisis Kimia

Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Varnam HA dan Sutherland JP., 1994.

Beverages (Technology, Chemestry and Microbiology). London: Chapman and

Hall.

Wanyika, et al., 2010. Determination of Caffeine

Content of Tea and Instant Coffee Brands Found in the Kenyan Market. African Journal of Food Science Vol.

4(6): 353–358, (Online),

(http://www.academicjournals.org/ajfsdi akses tanggal 11 Nopember 2013). Williamson, Fieser, 1983. Organic

Experiments. Sixth Edition. Canada: DC

Heath & Company

Wilson and Gisvold, 1982. Text book of Organic

Medical and Pharmaceutical Chemistry.

Philadelphia: JB Lippincolt Company. Yohanes, 2014. Seni Menyeduh Kopi, (Online),

(http://mangkatnekat.wordpress.com/20 14/02/11/seni-menyeduh-kopi/., diakses tanggal 14 Juli 2014)

Gambar

Tabel 1. Data kadar kafein dalam 10 mg sampel bubuk kopi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil rangkaian percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ikan gabus dapat dibudidayakan dan dapat tumbuh baik dengan pakan buatan, berupa campuran dedak dan ikan rucah baik

Namun demikian, itu bukan hal yang mustahil untuk dilakukan, selain melalui upaya-upaya mandiri bersama, juga dengan tidak segan menimba pengalaman dari negara-negara

Untuk penyelenggaraan acara ini sendiri biasanya bisa dilakukan dan diatur sendiri atau dikelola dengan menunjuk pihak Event Organizer.Event Organizer sendiri

Interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain dimana satu jenis dapat diuntungkan dan jenis lain tidak dirugikan, hubungan interaksi semacam ini disebut

Dalam hal ini mahasiswa tingkat akhir yang memiliki kematangan emosi yang tinggi cenderung mampu mengontrol ekspresi emosinya dengan tepat, dengan demikian

Kelompok mencit yang diinfeksi MRSA ATCC 43300 dengan dosis 0,2 ml (10 7 cfu/ml) secara intraperitoneal dan diberi seftriakson dengan dosis 0,03 ml secara intraperitoneal.. sativa

Sejak tahun 2000 penulis bekerja di Asian Agri sebuah holding company bisnis minyak kelapa sawit di Medan yang menghasilkan hampir 1 juta ton MKS per tahun dan merupakan salah

Apabila dilakukan pembelian terhadap beberapa item bahan baku dengan harga tertentu yang sudah ditetapkan, maka tidak serta merta seluruh modal yang dimiliki dialokasikan untuk