• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Interna (Cystitis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Interna (Cystitis)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

CYSTITIS

ILMU PENYAKIT DALAM

Pembimbing :

dr. Herjunianto, Sp.PD

Penyusun :

Irwan Trisna

Harnovin Kuanda

Hendy Bhaskara Hakim

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2014

(2)

1 DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... 1

BAB 1 PENDAHULUAN ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Definisi ... 3 Etiologi ... 3 Epidemiologi ... 5 Patogenesis ... 6 Patofisiologi ... 12 Diagnosis ... 14 Differential Diagnosis ... 16 Management ... 17 Prognosis ... 17 Komplikasi ... 17 Preventif ... 19 DAFTAR PUSTAKA ... 19

(3)

2 BAB 1

PENDAHULUAN

Cystitis adalah inflamasi pada vesika urinaria. Inflamasi vesika urinaria ini bisa menimbulkan rasa sakit dan rasa tidak nyaman. Cystitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, dan bila infeksinya menyebar sampai ke ginjal, akan menyebabkan masalah kesehatan yang serius (Mayo Clinic, 2012).

Karena gejala dan komplikasi yang mungkin terjadi, maka penting untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi agar dapat diberikan terapi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi.

(4)

3 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Cystitis adalah inflamasi yang terjadi pada vesika urinaria. Cystitis bisa disebabkan oleh infeksi bakteri dan juga oleh faktor non infeksi seperti obat-obatan, iritan, atau radiologi (Mayo Clinic, 2012)

Etiologi

Obstruksi, apapun penyebabnya (seperti kateterisasi, bedah urologi), merupakan faktor risiko utama berkembangnya ISK.

Pada laki-laki yang berusia lebih dari 50 tahun, hipertrofi prostat dengan obstruksi parsial menjadi penyebab utama risiko terjadinya peningkatan ISK. Faktor risiko yang lebih sering diperhatikan pada pria berusia lanjut meliputi gangguan kognitif, inkontinensia tinja atau urin , dan penggunaan kateter.

Faktor risiko primer pemasangan kateter yang dapat menyebabkan bakteriuria adalah :  jenis kelamin perempuan

 kondisi komorbiditas yang signifikan ( terutama diabetes mellitus )  usia yang lebih tua dari 50 tahun

 kurangnya antibiotik sistemik

 kadar serum kreatinin yang lebih dari 2mg/dL

Sedangkan faktor risiko sekunder pemasangan kateter yang dapat menyebabkan bakteriuria adalah :

 jenis kelamin laki-laki  usia yang lebih tua

 ada penyakit urologi yang mendasari  ISK disebabkan oleh Serratia marcescens  Indwelling kateter

(5)

4

Gambar 1. Faktor Resiko UTI (Tilak et al)

Pada pria muda, faktor risiko sistitis akut termasuk perilaku homoseksual dengan berhubungan seks melalui anal, berhubungan dengan perempuan yang terinfeksi atau terkolonisasi dengan uropathogen, tidak melakukan sirkumsisi, dan human immunodeficiency virus ( HIV) dengan jumlah CD4 200/μL atau kurang .

Bakteri yang paling sering menyebabkan sistitis antara lain E coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Serratia, Enterococcus, dan Staphylococcus spesies.

Beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan cystitis, yaitu (Andrologi, 2014) :  Intersitial Cystitis, yaitu cystitis yang idopatik. Intersitial cystitis dianggap sebagai

cedera pada kandung kemih yang mengakibatkan iritasi konstan dan jarang melibatkan infeksi. kondisi ini sulit untuk didiagnosis dan diterapi

 Obat-obat tertentu dapat menyebabkan cystitis, terutama obat kemoterapi seperti siklofosfamide dan ifofosfamid

(6)

5

 Sinar radiasi pada daerah pelvis juga dapat menyebabkan cystitis karena dapat menyebabkan inflamasi pada jaringan kandung kemih. Biasanya muncul 6 bulan sampai 20 tahun setelah terapi radiasi

 Bahan kimia. Karena beberapa orang mungkin hipersensitive terhadap bahan-bahan kimia yang terdapat dalam produk tertentu seperti sabun mandi, cairan pembersih daerah kewanitaan atau jeli spermatisida, dimana hal tersebut akan menyebabkan terjadinya reaksi alergi pada kandung kemih sehingga dapat terjadi keradangan

Cystitis juga bisa disebabkan karena fistula vesikulovaginal dan fistula vesikuloenterik (fistula yang menghubungkan vesika urinaria dengan usus). Fistula vesikuloenterik dapat menyebabkan bakteri pembentuk gas dapat masuk ke dalam vesika urinaria dan tumbuh di sana. Hal ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung udara di dalam urine (pneumaturia)

Epidemiologi

Secara epidemioligi kejadian ISK pada wanita selama masa remaja dan usia subur jauh lebih tinggi dibandingkan laki – laki, dimana wanita dewasa berisiko 30 kali lebih tinggi dibanding pria untuk mengalami ISK. Kejadian ISK pada pria mendekati perempuan pada pria yang berusia lebih dari 60 tahun. Pada pria berusia 65 tahun atau lebih , 10 % telah ditemukan memiliki bakteriuria, dibandingkan dengan 20 % perempuan dalam kelompok usia ini .

Secara internasional , perbandingan serupa banyak ditemukan di negara-negara maju. Namun di negara-negara berkembang di mana laki-laki memiliki masa hidup yang lebih pendek , kejadian ISK akibat hipertrofi prostat lebih rendah .

Remaja laki – laki jarang terkena ISK dan prevalensi bacteruria hanya 0,1 % atau kurang. Pada neonatus, ISK lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (dengan rasio laki – laki : perempuan = 1,5 : 1) dan ini sering menjadi bagian dari sindrom sepsis gram negatif. Insiden kumulatif gejala ISK ( termasuk

(7)

6

pielonefritis ) anak laki-laki selama 10 tahun pertama kehidupan telah dilaporkan di 1,1-1,6 %

Kejadian ISK murni pada pria dewasa muda yang berumur kurang dari 50 tahun (sekitar 5-8 per tahun per 10.000). Dalam populasi ini, gejala disuria atau frekuensi kencing biasanya karena penyakit infeksi menular seksual yang berhubungan dengan uretra (misalnya , gonokokal uretritis dan nongonococcal) dan prostat .

Pada pria yang lebih tua dari 50 tahun, kejadian ISK meningkat secara drastis (sekitar 20-50 % prevalensi) hal ini dikarenakan karena pembesaran prostat, kelemahan , dan instrumentasi dari saluran kemih . Spektrum agen penyebab juga agak lebih luas di kalangan lanjut usia .

Patogenesis (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)

Patogenesis bakteriuri asimptomatik dapat menjadi bakteriuri simptomatik tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri (host)

1. Peranan Patogenitas Bakteri

Bakteri usus yang paling sering menyebabkan ISK adalah E.coli, dimana patogenitasnya ini berhubungan dengan bagian permukaan sel polisakarida dan lipopolisakarida (LPS). E.coli juga memiliki faktor virulensi yang dikenal sebagai virulence determinalis yaitu :

(8)

7

Tabel 1. Faktor Virulensi E.Coli (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)

Penentu virulensi Alur

Fimbrae Adesi

Pembentuk jaringan ikat (scarring) Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh

Perlengketan (attachment) Lipopolisakarida side chain (antigen O) Resistensi terhadap fagositosis

Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristaltic usus Pro-inflamasi Membrane protein lainnya Resistensi antibiotic

Kemungkinan perlengketan Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit

Sekuestrasi besi

Sedangkan untuk bakteri pathogen yang berasal dari urin (urinary pathogen) dapat menyebabkan sign & symptom ISK tergantung dari perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi dan variasi fase faktor virulensi

Peranan bacterial attachment of the mucosa. Fimbrae(proteinaceous hair like

projection from the bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang memiliki kemampuan untuk melekat pada mukosa saluran kemih.

Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas E.coli yang lain adalah

toksin. Beberapa toxinnya adalah α-hemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Beberapa peneliti mengatakan mikroorganisme yang uropatogenik ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogenik mikroorganisme adalah resistensi serum, sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang biasanya muncul mendahului sign & symptom ISK. Gen virulensi tersebut dipengaruhi oleh faktor luar seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH dan tekanan oksigen. Penelitian Johnson mengungkapkan bahwa virulensi yang menjadi penyebab dari ISK terdiri dari fimbriae type 1 (58%), P-fimbrae (24%), aerobactin (38%),

(9)

8

haemolysin (20%), antigen K(22%), resistensi serum (25%) dan antigen O (28%).

Variase fase faktor virulensi. Virulensi suatu bakteri ditandai dengan

kemampuan untuk mengalami suatu perubahan sesuai dengan respon terhadap faktor luar. Variasi fase virulensi ini menunjukkan bahwa beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.

2. Peranan Faktor Host

Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan keadaan saluran kemih

pasien mempunyai peranan yang penting dalam kolonisasi bakteri di saluran kemih. Hal ini didukung dari hasil penelitian epidemiologi. Kolonisasi bakteri sering mengalami eksaserbasi apabila terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Contohnya adalah dilatasi dari saluran kemih tanpa obstruksi dapat menyebabkan gangguan klirens urin dan meningkatkan kepekaan terhadap terjadinya infeksi.

Status immunologis pasien. Dari penelitian laboratorium didapatkan bahwa

golongan darah dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) mempunyai kontribusi terhadap kepekaan terhadap terjadinya ISK. Prevalensi ISK juga meningkat pada golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap suatu tipe fimbrae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Pada pasien dengan struktur anatomis yang normal, kepekaan ISK rekurennya lebih besar pada pasien dengan antigen darah non sekretorik daripada sekretorik.

(10)

9

Tabel 2. Faktor-faktor yang Meningkatkan Kepekaan Terhadap Infeksi Saluran Kemih (ISK) (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)

Genetik Biologis Perilaku Lainnya

Status nonsekretorik Kelainan congenital Senggama Operasi urogenital Antigen golongan darah ABO Urinary tract obstruction Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya Diabetes Inkontinensia Penggunaan kondom, spermisida Terapi estrogen

(11)

10

Gambar 2. Patogenesis ISK (Tilak et al)

Gambar 3. Patogenesis Cystitis

Gambar 4. Patogenesis Uropathogenic E. Coli menyebabkan terjadinya Cystitis ( Seed, 2013)

(12)

11

Gambar 4 menunjukkan proses pathogenesis dari Uropathogenic E.Coli. Pertama-tama terjadi adhesi bakteri E.coli di sel epitel superficial dari vesika urinaria, kemudian menginvasinya dan akhirnya memperbanyak diri di sana dan membentuk massa yang berisi bakteri. Massa ini disebut intracellular bacterial communities (IBC). Tiga langkah pertama dari pathogenesis pada gambar 4 bergantung pada struktur adhesi yang disebut pili tipe 1. Setelah terbentuk IBC, akan berpencar dan meninggalkan sel yang terinfeksi tersebut untuk mencari sel epitel lain untuk di adhesi dan diinvasi lagi (Seed, 2013).

Gambar 5. Interaksi antara permukaan mukosa dan pathogen (Svanborg, Lutay et al, 2011)

(13)

12

Setelah bakteri pathogen menempel pada permukaan sel, sel epitel tersebut akan merespon dengan cara mengaktivkan innate immune system, dan, melalui sekresi mediator kimia (seperti chemokine dan cytokine), akan terjadi respon immune innate maupun adaptive. Chemokine akan mengaktivkan sel dendrite dan sel mast, dan juga merekrut sel inflammasi dari aliran darah. PMN akan melewati epitel menuju urine, kemudian memfagosit dan membunuh bakteri. Namun, bakteri yang pathogenic dapat menginvasi sel mukosa urothelial sehingga terhindar dari pertahanan host. Bakteri yang virulent terlindungi dari kematian karena memiliki beberapa faktor seperti kapsul polisakarida, metal-binding protein seperti iron-sequestering molecule, atau dengan sekresi molekul-molekul yang dapat menginhibisi innate host response. Pada asimptomatik bakteriuri, bakteri pathogen akan bersifat commensal-like, sehingga tidak ada atau terjadi respon immune yang lemah. (Svanborg, Lutay et al, 2011).

Patofisiologi

Seperti halnya pada wanita, jalur inokulasi yang umum pada laki-laki adalah basil gram negatif aerobik dari usus, dengan Escherichia coli sebagai organisme penyebab yang paling sering. Riwayat baru masuk rumah sakit, pemasangan kateter urin, dan penggunaan fluorokuinolon dalam 6 bulan terakhir merupakan faktor risiko independen untuk resistensi fluorokuinolon pada demam ISK akibat E coli di masyarakat. Resistensi fluorokuinolon dapat menjadi pertanda resistensi antibiotik yang lebih luas, termasuk extended-spectrum beta-laktamase positif.

Pada host yang normal, ISK dapat terjadi karena infeksi bagian lain dari saluran genitourinari, biasanya prostat. Laki-laki yang lebih tua dengan hipertrofi prostat memiliki pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, predisposisi mereka untuk ISK diakibatkan atas dasar stasis urin. Namun, pada laki-laki berusia 3 bulan sampai 50 tahun, kejadian ISK rendah; Oleh karena itu, kemungkinan kelainan anatomi harus dipertimbangkan dalam kelompok usia ini

Masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar prostat hampir selalu terjadi melalui uretra; dengan refluks urin intraprostatik, bakteri berpindah dari uretra atau kandung

(14)

13

kemih melalui saluran prostat. Kemungkinan lain termasuk masuk melalui rute hematogen, melalui limfatik dari rektum, dan selama operasi prostat. Namun, banyak pasien yang masih tidak diketahui pencetusnya.

Cairan prostat mengandung berbagai zat antibakteri, termasuk zinc dan antibodi, yang kurang pada beberapa pasien dengan prostatitis bakteri kronis. Menariknya, prostatitis akut biasanya tidak mengakibatkan prostatitis kronis, dan prostatitis bakteri kronis biasanya tidak didahului oleh prostatitis akut. Orang dirujuk untuk prostatitis, kurang dari 10% memiliki baik akut atau prostatitis bakteri kronis.

(15)

14 Sistitis bakteri

Sistitis bakteri tanpa infeksi yang bersamaan di bagian lain dari saluran genitourinari sangat jarang terjadi pada laki-laki. Permulaan awalnya terjadi gejala iritasi saat berkemih secara tiba-tiba (misalnya, frekuensi, urgensi, nokturia, disuria) dan nyeri

suprapubik secara klinis diagnostik.

Kebanyakan kasus cystitis bakteri terjadi dengan mekanisme ascending. Sistitis bakteri pada pria jarang terjadi tanpa adanya kelainan anatomi, defek mekanisme pengosongan kandung kemih, atau kateterisasi uretra (misalnya, pengosongan kandung kemih yang buruk akibat obstruksi prostat atau disfungsi dalam berkemih). Peningkatan sisa urin setelah berkemih memungkinkan bakteri untuk berkembang biak ke tingkat yang tinggi lebih. Tekanan untuk berkemih yang tinggi dan penyesuaian kandung kemih yang buruk dapat mengurangi pertahanan alami uroepitelial terhadap infeksi.

Diagnosis

1. Sign & Symptom

a. Symptom (Fauci, Braunwald, et al, 2008)  Disuria

 Sering kencing (polakisuria)  Urgensi

 Nyeri suprapubik  Mual muntah  Demam

 Nyeri costovertebral

 Stranguria (kencing pelan dan nyeri yang disebabkan karena spasme otot dari urethra dan vesika urinaria) ( Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)

(16)

15

b. Sign

 Urine berkabut dan berbau busuk

 Urine berdarah (pada hemorrhagic cystitis (Brusch, et al,2014))  Nyeri tekan suprapubik

 Flank pain 2. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis (Brusch, et al, 2014)  Low grade proteinuria  Tes Dipstick

 Pemeriksaan mirkoskopis : Pyuria

 Tes nitrate (untuk mendeteksi produk dari nitrate reduktase, suatu enzim yang dihasilkan oleh banyak spesies bakteri). Sensivitas 22% dan spesifitas 94%-100%

b. Kultur Urine (Brusch, et al, 2014)

 Berdasarkan Infectious Disease Society of America (IDSA) tahun 2010, dikatakan cystitis bila didapatkan >1000 CFU/ml urine midstream

 Ditemukan uropathogen pada aspirasi suprapubik c. CBC (Brusch, 2014)

 Leukositosis

d. Renal Imaging Procedure (Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)  USG

 Radiografi

 Foto polos perut  Pielografi IV

 Micturating cystogram  Isotop Scanning

(17)

16

Indikasi:

 ISK kambuh (relapsing infection)  Pasien laki-laki

 Gejala urologic : kolik ginjal, piuria, hematuria  Hematuria persisten

 Mikroorganisme jarang : Pseudomonas spp dan Proteus spp  ISK berulang dengan interval ≤6 minggu

Differential diagnosis

Cystitis harus dibedakan dari kondisi infeksi inflamasi yang mana memiliki gejala dysuria yang lebih menonjol, termasuk vaginitis, infeksi urethral yang disebabkan oleh sexually transmitted pathogen, dan penyakit noninflammatory yang menimbulkan discomfort urethra..Vaginitis dikarakteristikan dengan iritasi pengeluaran urine yang dihubungkan dengan iritasi vaginal dan bersifat subakut. Biasanya vaginitis memiliki riwayat pengeluaran cairan berwarna putih atau bau dari vagina dan memiliki banyak pasangan atau pasangan baru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya discharge pada vagina, dan pada pemeriksaan cairan vagina ditemukan adanya sel inflamasi. Differential diagnosis lainnya antara lain, virus herpes simplex, gonorrhoea, chlamydia, trichomoniasis, jamur dan bakteri vaginosis. Uretheritis menyebabkan dysuria yang biasanya onset nya subakut yang berhubungan dengan discharge dan memiliki banyak pasangan atau pasangan baru. Umumnya urethritis disebabkan oleh gonorrhoea, chlamydia, herpes simplex, dan trichomoniasis. Sehingga culture dan tes immunologi di sarankan. Injury dari urethra dihubungkan dengan sexual intercourse, iritasi bahan kimia, ataupun allergi yang dapat menyebabkan terjadinya dysuria (Tanagho & McAninch, 2006).

(18)

17 Management

Cystitis ringan dapat sembuh dalam 4-9 hari tanpa pengobatan. Tapi apabila terjadi infeksi bakteri berat, maka dapat menimbulkan manifestasi seperti demam, dan nyeri perut, dan kondisi ini memerlukan pengobatan dengan menggunakan antibiotic. Pemilihan antibiotic sebaiknya berdasarkan hasil kultur urine (Andrologi, 2014). TMP-SMX, Nitrofurantion, dan fluoroquinolones sangat efektif untuk melawan hampir seluruh pathogen yang menyebabkan cystitis. TPM-SMX dan nitrofurantion direkomendasikan untuk pengobatan pada cystitis tanpa komplikasi. Bagaimana pun juga, diperkirakan adanya resisten TMP-SMX oleh E. coli pada cystitis tanpa komplikasi sekitar 20%, dibandingkan dengan nitrofuantion yang hanya sekitar<2% . Sehingga TMP-SMX lebih direkomendasikan pada area dengan prevalensi resistensi E.coli terhadap TMP-SMX <20%. Pada dewasa dan anak-anak durasi pengobatan sekitar 3-5 hari. Terapi yang lebih lama tidak di perlukan. Terapi single dose pada reccurent cystitis kuranglah efektif. Jika ingin menggunakan single-dose, Fluoroquinolones dengan half-lives yang lebih panjang lebih cocok untuk terapi single-dose. Resistensi terhadap penicillins dan aminopenicillins sangatlah tinggi sehingga tidak direkomendasikan. (Wein, Kavoussi et al, 2010).

Prognosis (Medlineplus,2014)

Kebanyakan kasus dari cystitis menimbulkan rasa tidak nyaman namun akan sembuh tanpa komplikasi setelah pengobatan.

Komplikasi (Mayoclinic)

Jika cystitis diobati secara cepat dan tepat, sangat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada kasus yang tidak di obati, dapat terjadi komplikasi serius seperti :

 Infeksi ginjal. Cystitis yang tidak diobati dapat menyebabkan infeksi ginjal yang disebut pyelonephritis, infeksi ginjal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permanen dari ginjal. Pada anak-anak dan dewasa muda lebih beresiko terjadi kerusakan di ginjal dikarenakan gejalanya sering tidak terlihat.

(19)

18

 Darah pada urin. Pada cystitis, akan tampak sel darah merah di urine dengan penglihatan dibawah microskop (microskopik hematuri) dan biasanya hilang dengan pengobatan. Hematuri macros jarang pada cystitis bakteri.

Preventif (Mayoclinic, 2012)

 Minumlah banyak air putih.  Jangan menunda buang air kecil

 Bersihkan daerah vagina dan anal dengan gerakan dari depan ke belakang pada saat buang air besar, ini untuk mencegah bakteri di bagian anal masuk ke vagina dan urethra

 Kosongkan bladder setelah melakukan intercourse

 Hindari penggunaan deodorant spray atau pun produk feminine di area genital dikarenakan dapat menyebabkan iritasi pada daerah urethra dan vagina

(20)

19

DAFTAR PUSTAKA

Andrologi, 2014, Radang Kandung Kemih, Metropole Hospital Jakarta <http://andrologi.wordpress.com/category/andrologi/radang-kandung-kemih-andrologi/>

Brusch, John L, Bavaro, Mary F, et al2014, Cystitis in Females, Medscape <http://emedicine.medscape.com/article/233101-overview>

Fauci, Braunwald et al, 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition, McGraw-Hill, United States

Hanno, M, 2007, Painful Bladder Syndrome/Interstitial Cystitis and Related Disorders, Omnia Mea, <http://med-stud.narod.ru/med/urology/pbs.html>

Mayo Clinic, 2012, Disease and Condition : Cystitis, <

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cystitis/basics/prevention/con-20024076>

MedlinePlus, 2014, Cystitis – Acute, < http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cystitis/basics/prevention/con-20024076>

Tanagho, Emil A, McAninch, Jack W, 2006, Smith’s General Urology, 17th edition, McGraw-Hill, United States

Seed, Patrick, 2013, Duke University Medical Center : Center for Microbial Pathogenesis, Duke Bacteriology Research Unit <http://mgm.duke.edu/microbial/bacteriology/seed/>

Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Bambang, et al, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, InternaPublishing, Jakarta

Svanborg, Catarina, Lutay, Nataliya et al, 2011, Genetic Innate Immunity and UTI Susceptibility, Nature Publishing Group < http://www.nature.com/nrurol/journal/v8/n8/fig_tab/nrurol.2011.100_F1.html>

Tilak, Justin, Chaudry Sultan, Wong, Eric, Urinary Tract Infection (UTI), McMaster Pathophysiology Review <http://www.pathophys.org/uti/>

Wein, Alan J, Kavoussi, Louis R et al, 2007, Campbell-Walsh Urology, Ninth edition, McGraw-Hill, United States

Gambar

Tabel 1. Faktor Virulensi E.Coli (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)
Tabel  2.  Faktor-faktor  yang  Meningkatkan  Kepekaan  Terhadap  Infeksi  Saluran  Kemih (ISK) (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)
Gambar 4. Patogenesis Uropathogenic E. Coli menyebabkan terjadinya Cystitis ( Seed,  2013)
Gambar  4  menunjukkan  proses  pathogenesis  dari  Uropathogenic  E.Coli.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan nilai pH dan kandungan COD hasil penelitian dibandingkan dengan nilai pH dan kandungan COD yang diperkenankan untuk LA maka limbah cair keluaran dari

belian Jumlah Barang Kondisi Asal Usul Harga Satuan

The primary objectives of this meeting were (1) to update participants on the current global and regional status of seasonal, avian and other novel influenza subtypes; (2)

kebijakan yang telah dan akan dibuat yang berkaitan dengan masalah sosial yang. terjadi di Indonesia seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha

Untuk menghadapi persaingan dan juga dalam memicu perkembangan bisnis, maka perusahaan harus mampu melihat dan menganalisa dinamika perubahan