A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Perusahaan
TTI didirikan pada tahun 2012. Pada awal didirikan hanya berfokus pada sablon, proses produksi berdasarkan pesanan (Job Costing). Baju sebagai media sablon diperoleh dari konveksi atau supplier baju polos lainnya. Semakin meningkatnya pesanan yang diterima, maka pada tahun 2013 perusahaan memutuskan untuk memproduksi sendiri baju-baju yang akan disablon. Secara keseluruhan semua pesanan mulai dari sablon hingga menjahit dilakukan sendiri. Lokasi perusahaan terbagi menjadi 2 (dua) lokasi yaitu di Mutiara Taman Palem, Jakarta sebagai tempat produksi dan Negara Singapura sebagai kantor pusat operasional.
Suatu organisasi ataupun perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam menjalankan aktivitasnya. Seperti halnya dengan TTI, tujuan perusahaan ini akan berperan sebagai pedoman atau arah bagi perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya. Tujuan ini meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang, yaitu:
a) Tujuan Jangka Pendek
1. Meningkatkan kualitas produk
b) Tujuan Jangka Panjang
1. Menjadi perusahaan sablon terbaik dari segi kualitas dan pelayanan. 2. Menjaga kontinuitas perusahaan.
3. Mencapai keuntungan yang optimal. 4. Melakukan ekspansi perusahaan.
2. Struktur Organisasi
Berikut adalah bagan struktur organisasi serta uraian wewenang dan job description masing-masing elemen.
KETERANGAN:
a. Direktur : Memimpin dan mengawasi operasi perusahaan, bertugas menjaga kelangsung hidup dan perkembangan hidup perusahaan, menetapkan tujuan, sasaran, dan kebijaksanaan perusahaan. Mengadakan koordinasi antar bagian pembelian, akuntansi, dan administrasi serta keuangan.
b. Bagian Produksi : Bertugas menjaga kelancaran proses produksi serta mengadakan pengawasan terhadap jalannya produksi, menjaga mutu atau kualitas barang hasil produksi.
c. Bagian Pembelian : Menjamin kelancaran pengadaan bahan- bahan yang diperlukan baik untuk keperluan produksi, penjualan maupun untuk administrasi umum. Mencari supplier yang menawarkan harga yang baik dengan syarat-syarat yang menguntungkan perusahaan.
Direktur Keuangan Gudang Sablon Accounting dan Admin Jahit QC Purchasing Kasir Produksi Purchasing Design Finishing
Sumber: Data internal PT. TTI
Gambar 4.1 Struktur Organisasi
d. Bagian Akuntansi dan Administrasi : Mencatat transaksi perusahaan, bertugas membuat laporan keuangan secara berkala dan melakukan tugas-tugas keadministrasian.
e. Keuangan : Menyusun anggaran keuangan perusahaan seperti pembelian, penjualan, dan penggajian. Mengelola angaran keuangan perusahaan sebaik-baiknya untuk menjaga kelancaran kegiatan keuangan perusahaan, memberikan persetujuan atas pengeluaran uang yang masih berada dalam batas-batas wewenangnya.
f. Bagian Gudang : Mengatur penyimpanan bahan baku dan mencatat di kartu persediaan, keluar masuknya bahan baku, mempersiapkan bahan baku
sesuai permintaan dari bagian produksi, menerima dan mencocokkan penerimaan barang dari supplier.
g. Design : Mendesain ulang gambar sesuai order pesanan yang diterima, memastikan gambar tersebut sesuai dengan yang diberikan oleh pelanggan, dan memastikan hasil desain dapat dibuatkan film untuk bagian sablon. h. Quality Control : Memastikan pelaksanaan pekerjaan pada tiap bagian
tahap sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, membagi tugas kepada masing- masing pekerja dengan tepat agar memperoleh hasil produksi yang maksimum. Mengadakan pengontrolan terhadap kegiatan pekerja baik potong, jahit, maupun finishing agar selesai tepat waktu dengan menjamin mutunya.
i. Bagian Potong : Memberikan petunjuk mengenai cara potong kain- kain agar diperoleh kualitas produk yang baik, mengadakan pengawasan agar jadwal produksi dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, mengadakan pengawasan terhadap hasil potongan kain untuk mencegah kehilangan dan lain-lain.
j. Bagian Jahit : Membagi bahan-bahan yang akan dijahit kepada seluruh karyawan secara mereta dengan pertimbangan efisiensi, memberi petunjuk mengenai teknik-teknik penjahitan, mengadakan pengawasan terhadap kualitas hasil produksi pada bagian jahit sesuai dengan order.
k. Bagian Sablon : Membagi pekerjaan sablon kepada seluruh operator sablon agar mensablon sesuai dengan data yang diberikan oleh Manager dan melakukan pengawasan terhadap kualitas hasil produksi pada bagian sablon
agar sesuai dengan permintaan pelangan.
l. Bagian Finishing : Mengatur tugas para karyawan dengan baik sesuai dengan bahan-bahan yang diterima dari bagian jahit, Mengadakan perencanaan dan pengawasan agar hasil produksi dapat diselesaikan tepat waktu yang ditentukan, Mengadakan pengawasan terhadap mutu hasil produksi, membuat laporan tentang hasil produksi selesai dan meyerahkan ke bagian pengiriman.
3. Aktivitas Produksi
TTI adalah perusahaan konveksi kaos sablon yang dalam aktivitasnya melakukan produksi berdasarkan pesanan. Produkyang dihasilkan adalah kaos oblong, kaos polo dan jaket. Bahan baku yang digunakan terdiri dari bahan baku utama, bahan baku penolong, dan bahan pengemas.
1. Bahan Baku Utama
Jenis bahan baku utama adalah kain katun combed 30S, katun Pique dan kain fleece. Kain katun combed digunakan untuk membuat kaos oblong, kain katun Pique digunakan untuk membuat kaos polo dan kain fleece untuk untuk membuat jaket. Rata-rata untuk satu kaos oblong membutuhkan 130 gram sampai dengan 200 gram kain, tergantung ukurannya. Untuk satu kaos polo membutuhkan 200-350 gram kain, tergantung ukuran, sedangkan untuk jaket membutuhkan 600 gram sampai 700 gram kain, tergantung ukurannya. 2. Bahan Baku Penolong
jahit, manset, rib, kancing, dan resleting. 3. Bahan Pengemasan dan Packing
Bahan pengemas untuk produk yang sudah jadi dan siap kirim menggunakan plastik dan karung. Plastik dipakai untuk mengemas produk jadi per potong, sedangkan karung dipakai untuk mengepak produk yang akan dikirim ke pelanggan.
Jumlah karyawan di perusahaan terdiri karyawan staff sebanyak 12 orang dan pekerja harian sebanyak 36 orang, yang terdiri dari 18 orang bagian sablon, 14 orang bagian jahit, dan 4 orang bagian pekerjaan finishing. Jam kerja dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan pulang pukul 17.00 WIB. Para karyawan ini bekerja selama 8 jam dalam sehari dengan 1 (satu) jam istirahat yang biasa digunakan untuk makan siang. Dalam satu bulan, karyawan bekerja rata-rata selama 25 hari dan mereka libur pada hari Minggu dan hari besar lainnya. Hari kerja tersebut tidak termasuk tambahan jam kerja lembur (overtime).
Dalam satu hari rata-rata seorang designer dapat menyelesaikan 5 sampai 6 gambar tergantung tingkat kerumitannya. Sedangkan untuk sablon satu hari seorang operator dapat menyelesaikan 400 pcs sablonan. Sedangkan jahit dalam satu hari dapat menhasilkan jahitan sebanyak 400 pcs kaos oblong.
4. Mesin dan Peralatan yang digunakan
Mesin dan peralatan yang dipergunakan dalam proses produksi antara lain sebagai berikut :
1) Mesin Jahit
Mesin ini digunakan untuk menyatukan antara potongan kain datu sama lain sehingga menjadi baju. Mesin jahit yang digunakan oleh perusahaan dalam berproduksi berjumlah 10 unit, terdiri dari mesin jahit 5 unit, mesin obras 3 unit dan mesin kam 2 unit. Seluruh mesin jahit ini digerakkan dengan tenaga listrik.
2) Mesin Cutting
Mesin ini digunakan untuk memotong kain sesuai pola dan ukuran yang telah ditentukan. Perusahaan memiliki 2 unit mesin cutting.
3) Mesin Press Kaos
Kualitas Sablon kaos bisa ditentukan dari kualitas alat yang digunakan dalam proses sablon. Salah satu alat penting dalam proses sablon adalah Mesin Heat Press Sablon untuk menghasilkan hasil sablon yang kuat, tidak pecah dan tahan lama. Perusahaan memiliki 1 unit mesin press kaos sablon.
4) Meja Catok Sablon
Berupa meja yang digunakan sebagai alat untuk menyablon kaos. Kelebihan menggunakan meja catok adalah kualitas sablon yang dihasilkan lebih bagus. Perusahaan memiliki 6 unit meja catok.
5) Screen
Screen adalah bingkai pemindai yang digunakan dalam proses sablon. Media gambar dipindahkan ke dalam screen tersebut. Perusahaan memiliki 200 pcs screen dengan berbagai ukuran.
6) Papan kaos sablon
Papan kaos ukuran 60 cm x 90 cm. Papan ini digunakan sebagai alas untuk mengerjakan sablon pada kaos hasil kain potongan bahan. Papan ini rata-rata bisa dipergunakan selama 2 tahun. Perusahaan memiliki 1000 lembar papan sablon.
5. Proses Produksi
Tahapan proses produksi produksi TTI dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini berikut penjelasannya :
1. Design
Proses ini merupakan proses membuat ulang gambar yang dikirim oleh customer, kemudian diolah hingga gambar bisa diaplikasikan untuk proses afdruk. Hasil design di print diatas kertas kalkir. Proses ini merupakan proses awal sebelum masuk ke proses sablon.
2. Pengecekan Design
Quality Contol akan melakukan pengecekan hasil print desain di media kalkir, kemudian mencocokkan dengan gambar yang dikirim oleh customer. Proses ini dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan saat proses sablon. Perlu ketelitian saat melakukan pengecekan.
3. Pembelian bahan baku.
Perusahaan menerapkan sistem Just In Time, bahan baku yang dibeli hanya sesuai pesanan. Setelah pesanan diterima maka dilakukan pemesanan kain sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Pembelian kain hanya dilakukan di
supplier yang sudah ditentukan oleh perusahaan untuk menjaga kualitas bahan baku.
4. Pemotongan kain
Proses pemotongan ini merupakan tahap awal dari proses sablon kaos , yaitu memotong bahan kain kaos menjadi potongan bagian-bagian baju. Bahan dipotong sesuai spesifikasi yang tertera dalam Work Order, seperti jenis baju, ukuran baju, jenis cutting style dan jumlah baju yang dipesan.
5. Afdruk
Afdruk adalah suatu proses pemindahan artwork atau desain dari master atau film sablon ke dalam screen melalui proses penyinaran atau pencahayaan. Obat afdruk / emulsi afdruk / photo emulsion ini biasanya dijual sudah satu paket dengan sensitizer (obat peka cahaya).
6. Sablon
Sablon adalah sebuah teknik untuk mencetak tinta diatas bahan dengan bentuk yang kita kehendaki. Dengan bantuan screen sablon dan rakel sablon dalam proses pengerjaannya. Satu meja catok memerlukan satu orang operator dan satu orang kenek. Proses sablon dilakukan secara manual. Satu operator setiap hari mampu mengerjakan 200 pcs sablon. Jika terdapat lebih dari satu area sablon maka akan dikerjakan oleh operator lainnya.
7. Pengecekan Sampel Sablon
Quality Contol akan melakukan pengecekan sampel pertama sebelum dilakukan sablon missal. Apakah hasil sablon sudah sesuai permintaan
customer, seperti warna pantone, posisi warna, jarak. Jika sampel sesuai maka dapat dilanjutkan proses sablon massal.
8. Penjahitan
Kegiatan penjahitan adalah proses akhir yang dilakukan dalam memproduksi baju sablon. Pekerjaan ini dimulai dari memasang benang pada mesin sesuai warna bahan, kemudian menggabungkan potongan-potongan lembaran bagian baju dengan bagian lainnya sehingga menjadi baju. Dengan jumlah mesin yang ada, dalam satu hari mampu menghasilkan 400 pcs kaos.
9. Pengecekan kualitas akhir
Tahap ini Quality Control (QC) akan melakukan pengecekan hasil jahitan, termasuk memeriksa apakah ada noda-noda tinta sablon yang menempel di baju. Team akan melakukan pengecekan secara random menggunakan tabel persentase. Jika ditemukan hasil jahitan maupun sablon yang melebihi persentase yang ditetapkan, maka harus mengecek seluruh baju.
10. Pengemasan
Proses ini adalah proses finishing. Karena baju atau produk yang telah selesai dijahit maka merupakan aktivitas terakhir yaitu pekerjaan pengemasan. Kegiatan ini diawali dengan melipat baju dari proses penjahitan kemudian dimasukkan kedalam plastik polybag. Satu polybag berisi satu baju. Setelah itu baru dikemas menjadi satu kemasan besar sesuai order yang diterima dari masing-masing pelanggan.
11. Pengiriman
Setiap hari kurir dari perusahaan ekspedisi yang telah bekerja sama akan datang mengambil paket yang telah siap untuk dikirim ke pelanggan.
Pembelian bahan
baku Gudang Pemotongan Kain
Design Proses Sablon Proses Panjahitan Perbaikan FInishing Pengerjaan Ulang Pengemasan Pengiriman INSPEKSI Inspeksi Penerimaan Bahan Baku Inspeksi Pembuatan sample Sablon Inspeksi Bagian Jahit Inspeksi Bagian Finishing
Sumber: Observasi, Bagian Produksi TTI
Gambar 4.2 Proses Produksi
Dalam proses produksi TTI terdapat empat proses utama, yaitu: proses produksi awal, proses produksi tahap pensablonan, proses produksi penjahitan, proses produksi tahap finishing seperti terlihat pada gambar 4.3
Keterangan :
1) Pembuatan desain disesuaikan dengan jangka waktu pengiriman. Untuk order yang pengiriman lebih cepat maka design diproses lebih dahulu. 2) Cocokan dengan informasi yang terdapat dalam Surat Pesanan, seperti
jenis huruf (Fonts) dan ukuran gambar, kemudian perhatikan ukuran baju yang dipesan, apakah gambar tersebut muat.
3) Print hasil design di kertas kalkir, kemudian serahkan ke bagian Quality control untuk dilakukan pengcekan.
4) Jika sudah cocok, quality control akan menyerahkan hasil print tersebut ke bagian sablon untuk dibuat cetakan afdruk.
Sumber: Primer, Observasi, Bagian Produksi TTI
Gambar 4.3 Proses Produksi Awal
Proses produksi dilanjutkan ke proses penyablonan. Setiap meja sablon diperlukan dua orang tenaga kerja, yaitu satu orang operator dan satu orang kenek (helper) seperti terlihat pada gambar 4.4
Pembuatan Design
Print hasil Design
Pengecekan Design
Proses Afdruk
Hasil design sudah sesuai dengan data yang dikirim
Sumber: Primer, Observasi, Bagian Produksi TTI
Gambar 4.4 Proses Produksi Sablon
Keterangan :
1) Melakukan proses afdruk, yaitu pemindahan gambar dari kertas kalkir ke screen sablon.
2) Setelah dipindahkan screen dikeringkan dalam ruangan gelap, agar hasil tercetak sempurna.
Proses Afdruk Pengeringan hasil afdruk
Pengeringan screen dan pemberian obat sablon Penggelar kain ke papan
sablon Sampel pertama
Pengecekan oleh QC
Sablon massal
Mencabut kain dari papan
Pres
Pengiriman ke bagian jahit
3) Setelah itu baru diserahkan ke bagian sablon, diberi obat penguat screen, kemudian jemur sekiat 10 menit dibawah sinar matahari. Tujuannya agar saat pensablonan, gambar tidak rusak.
4) Sambil menunggu screen kering, operator dibantu helper menggelear potongan kain di triplek, sambil dihitung apakah jumlahnya sesuai seperti yang tertera di Surat Kerja.
5) Pembuatan sampel pertama untuk diperiksa oleh QC, apabila sudah cocok baru dilanjutkan proses sablon massal.
6) Proses sablon dikerjakan per warna, misalnya dalam satu design terdapat beberapa warna, maka proses dikerjakan per warna. Setiap satu warna dilakukan tiga sampai empat lapisan.
7) Setelah selesai semua, dikeringkan, setelah kering proses pencabutan potongan kain dari papan kemudian dihitung ulang.
8) Setelah itu di press, agar hasil sablon lebih kuat dan bagus. 9) Terakhir penyerahan ke bagian jahit.
Sumber: Primer, Observasi, Bagian Produksi TTI
Gambar 4.5 Proses Produksi Tahap Penjahitan
Keterangan :
1) Menghitung potongan kain yang diberikan oleh bagian sablon.
2) Menempelkan bagian-bagian potongan kain per ukuran, kemudian serahkan ke bagian obras.
3) Bagian obras menyatukan potongan kain badan dan tangan.
4) Kemudian dioper ke bagian jahit untuk dipasang lapisan dan rib leher. 5) Tahap penjahitan terakhir adalah kam bawah agar jahitan rapi dan kuat. 6) Setelah itu dioper ke bagian finishing.
Menghitung dan menggabungkan antar bagian potongan kain
Obras samping
Menjahit lapisan dan pemasangan rib leher
Jahit bawah
Inspeksi bagian jahit
Sumber: Primer, Observasi, Bagian Produksi TTI
Gambar 4.6 Proses Produksi Tahap Finishing
Keterangan :
1) Membersihkan sisa benang jahit yang masih menempel di baju.
2) Pengecekan kualitas jahitan dan sablon. Jika ada bagian yang belum terjahit maka diserahkan kembali ke bagian jahit, sedangkan untuk hasil sablon yang berbayang, maka dilakukan rework.
3) Baju yang telah bersih dari sisa benang jahitan, disetrika kemudian dilipat. 4) Selanjutnya masukkan dalam plastik, dikelompokkan sesuai nama
pemesan, kemudian dipacking untuk pengiriman.
B. Uji Asumsi dan Kualitas Instrumen Penelitian
Dalam sebuah penelitian tidak dapat terlepas dari sebuah metode yang digunakan dalam penelitian tersebut. Karena metode merupakan sebuah bagian
Membersihkan sisa benang jahit
Pengecekan kualitas
Pengerjaan ulang
Setrika
Lipat dan masukkan dalam plastik
yang terpenting dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2012: 2) “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Arikunto (2012: 3) menjelaskan “metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Variasi metode tersebut adalah angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dan dokumentasi.”
Metode analis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif kualitatif dengan studi kasus yaitu menggambarkan keadaan objek penelitian yang sebenarnya dengan data-data relevan dari perusahaan. Sehingga tidak dilakukan uji asumsiPenelitian Studi ini mengkaji pertanyaan dengan data wawancara kualitatif yang diperoleh dari individu yang terlibat langsung dalam proses Target Costing.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai dengan rumusan hipotesis pada BAB II. Berikut disampaikan hasil perhitungan target costing, dan kaizen costing menggunakan data internal perusahaan untuk tahun 2014 dan 2015.
1. Analisis Target Costing
Dari hasil wawancara dengan pemilik diperoleh informasi, bahwa selama ini perusahaan belum memperoleh laba seperti yang diharapkan yaitu minimal sebesar 20% dari penjualan, hal tersebut karena biaya produksi yang masih cukup tinggi. Pada tahun 2015 perusahaan baru mulai menerapkan program cost reduction untuk menurunkan biaya-biaya produksi. Perusahaan menginginkan
agar persentase biaya pengerjaan ulang (rework) dan biaya tenaga kerja langsung dapat diturunkan.
Tahap pertama penulis akan menganalisa proses pembuatan produk sesuai keinginan konsumen, dalam penelitian ini produk yang dimaksud adalah kaos (T-Shirt). Tahap selanjutnya adalah menganalisa biaya-biaya tersebut, kemudian melakukan perhitungan dengan menggunakan target costing. Tahap terakhir jika target cost tidak tercapai, maka dilakukan Value Engineering dan atau Kaizen Costing untuk menurunkan biaya hingga target tercapai.
1.1 Penjualan
Produk yang paling banyak dipesan adalah kategori kaos oblong dibandingkan kaos polo dan jaket, dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 untuk perbandingan penjualan masing-masing jenis baju. Diantara ketiga jenis baju tersebut kaos oblong merupakan produk paling mudah diproduksi di department jahit. Sedangkan untuk proses sablon tidak mempermasalahkan jenis baju yang dipesan, karena sablon diproses masih dalam bentuk potongan kain yang belum dijahit.
Harga jual untuk kaos saat ini adalah sebesar Rp 40.000 per baju untuk kaos oblong, Rp. 60.000 per baju untuk kaos Polo dan Rp. 80.000,- per baju untuk jaket. Untuk 2 (dua) tahun terakhir perusahaan tidak menaikkan harga jual, karena harga produk sejenis dipesaing umumnya bervariasi di sekitar harga tersebut, namun tampaknya beberapa pesaing sudah ada yang menetapkan harga yang lebih rendah, yaitu sekitar Rp 38.000 sampai Rp 39.000 untuk kaos oblong, Rp.
55.000 untuk kaos polo dan 75.000 untuk jaket.
Ketersediaan konsumen untuk tetap membeli produk dari perusahaan saat ini disebabkan sistem pemesanan, kualitas dan garansi yang diberikan jika ternyata baju yang dipesan tidak sesuai harapan konsumen karena kesalahan produksi atau terjadi keterlambatan (delay) dalam pengiriman. Pelanggan akan dibuatkan kembali baju tersebut tanpa dikenakan biaya tambahan, dan perusahaan akan memberikan voucher discount untuk pemesanan berikutnya.
Tabel. 4.1
Perincian Penjualan tahun 2014
Jenis Baju Harga per
pcs
Qty Total Penjualan
(Rp) Kaos Oblong Kaos Polo Jaket 40.000 60.000 80.000 58.119 1.245 1.139 2.324.760.000,00 74.700.000,00 91.120.000,00 Sumber : Data internal TTI, diolah
Total penjualan tahun 2014 sebesar Rp. 2.490.582.014,- dengan total quantity sebanyak 60.503 pcs yang terdiri dari kaos oblong sebanyak 58.119 pcs atau sebesar 96,1%, kaos polo sebanyak 1.245 pcs atau sebesar 2,1% dan jaket sebanyak 1.139 pcs atau sebesar 1.9%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel. 4.1 diatas.
Tabel. 4.2
Perincian Penjualan tahun 2015
Jenis Baju Harga per
pcs
Qty Total Penjualan
(Rp) Kaos Oblong Kaos Polo Jaket 40.000 60.000 80.000 81.156 9.022 2.752 3.246.240.000,00 541.320.000,00 220.160.000,00 Sumber : Data internal TTI, diolah
Sedangkan total penjualan tahun 2015 sebesar Rp. 4.007.720.000,- dengan total quantity sebanyak 92.930 pcs dengan perincian kaos oblong sebanyak 81.156
pcs atau sebesar 87,3%, kaos polo sebanyak 9.022 pcs atau sebesar 9,7% dan jaket sebanyak 2.752 pcs atau sebesar 3%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel. 4.2 diatas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan pemilik, bahwa perusahaan menginginkan laba minimal sebesar 20% dari penjualan, akan dilakukan perhitungan target costing.
Tabel. 4.3
Perhitungan Target Costing untuk penjualan tahun 2014 dan 2015
Uraian 2014 2015
Penjualan 2.490.582.014 4.007.722.015
Laba yang diharapkan 20% dari penjualan 498.116.403 801.544.403
Total Biaya 1.992.465.611 3.206.177.612
Sumber : Data internal TTI, diolah
Dari perhitungan target costing yang disajikan pada tabel 4.3, maka diperoleh besarnya target costing penjualan tahun 2014 sebesar Rp. 1.992.465.611,- dan untuk tahun 2015 sebesar Rp. 3.206.177.612,- Selanjutnya akan dilakukan perhitungan margin laba untuk masing-masing kategori produk.
Tabel. 4.4
Perhitungan margin dalam penjualan tahun 2015 (menurut target costing)
No. Jenis Baju Harga Jual
(Rp) Target Costing (Rp) Margin Laba Rp. % 1. Kaos Oblong 40.000 32.000 8.000 20 2. Kaos Polo 60.000 48.000 12.000 20 3. Jaket 80.000 64.000 16.000 20
Sumber : Data internal TTI, diolah
Tabel 4.4 menjelaskan hasil perhitungan target costing untuk masing-masing jenis baju. Hasil perhitungan target costing untuk kaos oblong sebesar Rp. 32.000,- kaos polo sebesar Rp. 48.000,- dan jaket sebesar Rp. 64.000,-
Tabel. 4.5
Perbandingan Unit Cost tahun 2015
No. Jenis Baju Menurut
Perusahaan
Target Costing Selisih
1. Kaos Oblong 39.955 32.000 7.955
2. Kaos Polo 38.650 48.000 (9.350)
3. Jaket 56.644 64.000 (7.356)
Sumber : Data internal TTI, diolah
Perusahaan belum melakukan perhitungan biaya produksi untuk masing-masing jenis baju, sehingga biaya yang dikeluarkan dibagi secara proposional dengan jumlah unit yang terjual. Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.5 terdapat overcosted sebesar Rp. 7.955,- untuk kaos oblong, artinya biaya untuk menurut perusahaan melebihi biaya yang ditargetkan. Sedangkan untuk kaos polo dan jaket, disimpulkan terjadi undercosted, artinya biaya menurut perusahaan yang terjadi dibawah biaya yang ditargetkan.
1.2 Laba Kotor
Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, diperoleh laba kotor sebesar 2,2% untuk tahun 2014, dan sebesar 0.4% untuk tahun 2015, dapat dilihat pada lampiran.
Tabel. 4.6
Perbandingan Laba Kotor menurut perusahaan dengan menurut Target costing
No Tahun Laba Kotor menurut
Perusahaan
Laba Kotor menurut Target Costing
Selisih
1 2014 55.793.999,00 498.116.403,00 442.322.404,00 2 2015 14.755.568,00 801.544.403,00 786.788.835,00 Sumber : Data internal TTI, diolah
Berdasarkan tabel 4.6 diatas yaitu hasil perbandingan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan menurut target costing, maka dapat
dikatakan dengan penerapan target costing lebih efisien dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini terlihat besarnya laba menurut perusahaan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp. 55.793.999,- sedangkan menurut target costing sebesar Rp. 498.116.403,- diperoleh selisih sebesar Rp. 442.322.404,-. Untuk tahun 2015 menurut perusahaan sebesar Rp. 14.755.568,-sedangkan menurut target costing sebesar Rp. 801.544.403,- diperoleh selisih sebesar Rp. 786.788.835,-.
1.3 Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp. 396.589.498 atau sebesar 16% dari penjualan tahun 2014, sedangkan untuk tahun 2015 adalah sebesar Rp. 905.077.233 atau sebesar 23% dari penjualan tahun 2015. Perusahaan mentargetkan biaya tenaga kerja langsung turun sebesar 20%. Peningkatan terjadi karena penambahan tengaa kerja dan kenaikan upah karena dampak pemogokan tenaga kerja. Perusahaan tidak mempunyai pilihan selain memenuhi tuntutan pekerja. Didalam total biaya tenaga kerja langsung termasuk biaya lembur (overtime)
Tabel. 4.7
Biaya Tenaga Kerja Langsung
No. Tahun Gaji Overtime Total
1. 2014 297.442.124 99.147.375 396.589.498
2. 2015 543.046.340 362.030.893 905.077.233
Tabel. 4.8
Biaya Tenaga Kerja Langsung menurut target Costing
No. Tahun Perusahaan Target Costing Penghematan
1. 2014 396.589.498 396.589.498
2. 2015 905.077.233 724.061.786 171.015.446
Sumber : Data internal TTI, diolah
Berdasarkan tabel 4.8 diatas yaitu hasil perbandingan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan menurut target costing, maka dapat dikatakan dengan penerapan target costing lebih efisien dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini terlihat besarnya biaya menurut perusahaan pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 905.077.233,- sedangkan menurut target costing sebesar Rp. 724.061.786,- diperoleh penghematan sebesar Rp. 171.015.446,-
1.4 Biaya Pengerjaan Ulang (rework)
Perusahaan mentargetkan untuk biaya rework maksimal sebesar 2% dari total penjualan. Biaya rework ini termasuk biaya pengerjaan ulang sebelum barang dikirim (dalam perusahaan disebut sebagai Internal Error) dan pengerjaan ulang karena terdapat complain dari pelanggan (atau disebut Eksternal Error). Tidak terdapat informasi yang cukup jelas tentang internal error, sehingga tidak dapat diperinci besarnya masing-masing biaya pengerjaan ulang tersebut. Permasalahan yang sering mendapat complain dari pelanggan antara lain : a) Design
Pelanggan mengcomplain masalah design yang tidak sesuai permintaan, misalnya ukuran design yang terlalu kecil atau tidak proposional sesuai ukuran baju yang dipesan. Selain itu design beda dengan yang dikirim oleh customer,
terutama berhubungan dengan logo. Hasil design yang kurang sempurna, misalnya tulisan terlalu rapat, sehingga saat disablon tidak terbaca.
b) Warna Pantone
Warna pantone yang tidak sesuai dengan permintaan customer. Misalnya customer minta warna merah dengan code pantone A, tukang campur warna akan membuat warna hingga sesuai dengan warna pantone kode A tersebut. Jika dalam satu gambar terdapat beberapa warna, terkadang salah menempatkan posisi warna tersebut.
c) Salah warna dan jenis bahan
Customer order untuk menggunakan bahan cotton, tetapi produks dibuat dari bahan drifit, atau permintaan warna merah terkirim warna maroon.
d) Baju kotor
Kadangkala produksi rush, sehingga proses sablon dan jahit dikerjakan terburu-buru tidak memiliki lead time lagi untuk pengecekan oleh bagian finishing. Warna bahan rentan kotor terutama untuk bahan berwarna cerah seperti putih. Baju kotor terkena noda tinta sablon, setelah dicoba dibersihkan noda tersebut tidak bisa hilang. Baju berjamur saat diterima oleh customer, karena baju masih kondisi lembab setelah disetrika langsung dilipat, dan dikirim. Sedangkan produksi tidak memiliki waktu untuk membuat ulang baju-baju tersebut.
Tabel 4.9
Biaya Overhead Tahun 2014 & 2015
Biaya 2014 2015
Biaya tenaga kerja tidak langsung dan THR 177,091,150 398,295,000 Biaya keperluan sablon 128,041,760 197,130,291 Biaya pengerjaan ulang (rework) 224,460,660 319,566,769 Biaya pengemasan 28,395,000 25,230,500 Biaya Penyusutan Mesin 22,417,000 31,029,550 Biaya Penyusutan Peralatan dan perlengkapan 3,344,000 5,232,455 Biaya Pemelihataan Mesin dan peralatan 10,882,500 3,583,500 Biaya Sewa gedung 54,150,000 140,271,731 Biaya Listrik dan air 44,526,528 91,755,806
Total Biaya Overhead 693,308,598 1,212,095,602
Sumber : Data internal TTI, diolah
Seperti terlihat data pada tabel 4.9 besarnya biaya rework tahun 2014 sebesar Rp. 224.460.660,- atau sebesar 9% dari total penjualan, sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp. 319.566.769,- atau sebesar 8% dari total penjualan. Biaya perbaikan tahun 2015 turun sebesar 1% dibandingkan tahun 2014.
1.5 Pengiriman terlambat (delay)
Keterlambatan pengiriman adalah hal yang paling harus dihindari. Dari informasi yang diperoleh hampir setiap bulan sepanjang tahun 2015 terjadi keterlambatan pengiriman ke customer. Informasi lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.
2. Process Value Analysis (PVA)
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui masih terjadi overcosted karena biaya yang terjadi masih diatas biaya yang ditargetkan, sehingga perlu dilakukan efisiensi biaya untuk mencapai target cost tersebut. Efisiensi biaya
dalam penelitian ini dengan cara menggunakan pengendalian biaya melalui Value Engineering dan Kaizen Costing tujuan utamanya adalah mereduksi biaya produksi (Cost Reduction). Namun, sebelum mengeliminasi pemborosan, harus dilakukan identifikasi atau pengenalan jenis pemborosan beserta biaya yang ditimbulkannya. Selain itu juga dicari akar penyebab masalahnya, sebab dari akar masalah itulah proses pengeliminasian akan diimplementasikan.
Salah satu unsur kunci sukses pelaksanaan kaizen costing adalah dengan activities analysis. PVA merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi aktivitas bernilai tambah (value-added activities) dan aktivitas yang tidak bernilai tambah (nonvalue-added activities) termasuk biaya aktivitas tersebut.
Pada Tabel 4.10 menunjukkan prioritas eliminasi atas aktivitas- aktivitas yang tidak bernilai tambah berdasarkan penghematan yang mungkin terjadi jika aktivitas tersebut dihapus atau dilakukan efisiensi. Sebelum aktivitas-aktivitas tersebut dieliminasi terlebih dahulu dilakukan analisis satu per satu penghematan-penghematan yang mungkin terjadi atas penghapusan aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah tersebut.
a) Penyimpanan Bahan Baku
Perusahaan mulai menetapkan konsep JIT (Just In Time) suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan.
Tabel. 4.10
Tabel Klasifikasi Aktivitas-aktivitas value-added dan nonvalue-added
b) Inspeksi
Inspeksi diperlukan untuk memastikan bahwa produk memenuhi spesifikasi. Inspeksi merupakan aktivitas tidak bernilai tambah yang pada akhirnya dapat dihilangkan. Penghematan yang berarti dapat dicapai jika aktivitas inspeksi ini dapat dieliminasi. Untuk itu perusahaan berusaha dengan menumbuhkan komitmen untuk tidak meneruskan produk cacat ke proses selanjutnya pada semua personil pabrik. Dengan begitu, setiap personil di pabrik selain menyelesaikan pekerjaannya, personil tersebut juga berperan
No. Aktivitas Value
Added
Non Value Added 1. Penyusunan Schedule Produksi *
2. Pembuatan design *
3. Inspeksi pembuatan design *
4. Pembelian Bahan Baku *
5. Penyimpanan Bahan Baku *
6. Inspeksi Penerimaan Bahan Baku *
7. Pemotongan Kain *
8. Pembuatan sampel sablon *
9. Inspeksi proses sablon *
10. Proses pensablonan *
11. Proses Penjahitan *
12. Inspeksi Bagian penjahitan *
13. Perbaikan Produk *
14. Proses Rework *
15. Bagian Finishing *
16. Inspeksi Bagian Finishing *
sekaligus sebagai pengawas (untuk tidak meneruskan produk yang cacat) hasil kerjannya. Sehingga tenaga kerja pada bagian pengawasan dapat dikurangi.
b) Perbaikan Produk
Perbaikan produk dilakukan untuk memperbaiki kaos yang cacat dengan kadar ringan seperti jahitan yang tidak rapi pada satu bagian tertentu sebelum baju masuk bagian penyatuan. Akitivitas perbaikan ini sebenarnya dibutuhkan agar tidak terjadi kerusakan pada baju. Akan tetapi aktivitas ini dapat dihindari dan dihilangkan dengan menumbuhkan komitmen kepada karyawan (khususnya bagian produksi) untuk tidak meneruskan produk cacat ke proses selanjutnya.
c) Pengerjaan Ulang (Rework)
Pengerjaan ulang (rework) terjadi sebelum atau sesudah baju dikirim ke pelanggan. Pengerjaan ulang paling banyak terjadi pada design dan sablon. Design yang berbeda dengan yang diinginkan konsumen, warna cat sablon yang beda, baju kotor terkena noda tinta atau berlubang, Hal ini terjadi apabila baju yang dihasilkan tidak memenuhi permintaan. Hal ini tentunya mengakibatkan kerugian pada perusahaan, karena perusahaan terpaksa harus mengeluarkan biaya untuk pengerjaan ulang. Faktor yang mempengaruhi terjadinya pergerjaan ulang antara lain jadwal produksi yang masih belum maksimal. Karena sempitnya waktu, maka produksi dikerjakan secara tergesa-gesa.
Dari hasil perhitungan didapat target cost per pcs baju agar sesuai dengan harapan perusahaan. Biaya per unit menurut target costing adalah sebesar Rp. 34.803,- per baju, sedangkan menurut perusahaan adalah sebesar Rp. 41.739,- per baju. Penulis menyimpulkan bahwa untuk produk masih terjadi overcosted artinya biaya per unit produk yang yang terjadi melebihi biaya yang ditargetkan. Produk terdapat overcosted sebesar Rp. 6.936,- per baju (Rp. 41.739 – 34.803). Berdasarkan perhitungan dan informasi pembahasan diatas, maka kesimpulan atas hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :
H.1 Pengaruh perapan target costing dan kaizen costing di perusahaan.
Target costing merupakan alat yang secara langsung muncul dari adanya persaingan pasar yang ketat dalam banyak industri. Blocher, Chen, dan Lin (2000: 168) berpendapat bahwa target costing menentukan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasar harga yang kompetitif, sehingga produk itu memperoleh laba yang diharapkan. Sedangkan menurut pandangan Horngren, Foster, dan Datar (1994: 768) target costing merupakan estimasi biaya produk (atau jasa) jangka panjang yang kalau dijual memungkinkan perusahaan mencapai laba yang ditargetkan. Target costing merupakan salah satu sistem akuntansi biaya yang menyediakan informasi bagi manajemen dalam perusahaan untuk membantu manajemen memantau kemajuan yang telah dicapai dalam pengurangan biaya produk untuk menuju target costing yang telah ditetapkan. Manfaat utama dari target costing adalah penerapan harga pokok produk sebagai dasar penerapan harga, sehingga target laba yang diinginkan akan tercapai.
Penelitian Nissl dan Linderman (2004) di Jerman untuk mengetahui pencapaian target costing pada industri kecil dan menengah. Hasil penelitian menujukkan masih ada permintaan untuk mendukung proses target costing pada industri kecil dan menengah, masih membutuhkan asistensi dalam metode dan pendekatan untuk mengestimasi harga pokok produk dan proses produksi yang tentunya dalam mengestimasi biaya ini memerlukan masukan informasi dan biaya yang tepat.
Dari uraian penelitian diatas, bahwa target costing merupakan suatu sistem informasi estimasi kepada manajemen untuk memantau bagaimana proses pengurangan biaya itu diterapkan dan pengaturan biaya jangka panjang. Hasil wawancara dengan pimpinan perusahaan, diharapkan pada tahun 2015 ini dapat terlihat pengaruhnya. Tetapi ternyata hal tersebut belum sesuai harapan, hal ini dapat terihat dari perhitungan tabel 4.6 total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan lebih besar dengan menurut target costing,
Dua komponen biaya yang ingin diturunkan yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya perbaikan. Biaya hasil penentuan ini akan dibandingkan dengan target biaya untuk menentukan target penurunan biaya yang harus diupayakan. Meningkatnya biaya tenaga kerja langsung karena perusahaan merekrut tambahan tenaga kerja untuk mengatasi permasalahan delay, menurunkan overtime dan perbaikan ulang. Dengan tenaga kerja yang ada sebelumnya, tidak cukup mengimbangi order yang diterima.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulan penerapan target costing dan kaizen costing di perusahaan belum tercapai karena masih terjadi overcosted
pada biaya, terutama biaya tenaga kerja langsung dan biaya perbaikan (rework). Pemberian pelatihan karyawan bisa menjadi alternatif program kaizen dimasa depan dengan tujuan untuk, mendidik dan memperoleh pekerja fungsi ganda (satu pekerja menangani lebih dari satu alat produksi). Aplikasinya adalah seperti rotasi karyawan antara bagian, pelatihan ditempat kerja, dan sebagainya
H2. Pengaruh peranan target costing dalam upaya pengurangan biaya produksi.
Lin (2005) melakukan penelitian menggunakan target Costing di China (Handan Iron and Steel Company/HISC) merupakan perusahaan pemerintah yang memproduksi baja. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menitikberatkan pengurangan cost dari pada kepuasan customer dan berorientasi pada pengukuran keuangan. Target costing merupakan selisih antara target profit dengan target margin. Target cost dapat disebut juga perencanaan laba dan manajemen biaya, karena adanya target cost yang telah dihitung pada tahap awal (perencanaan) sebelum kegiatan produksi dilakukan. Tujuannya agar perusahaan dalam memproduksi produknya mempunyai suatu target tertentu sehingga tidak menimbulkan biaya yang terlalu besar dan mempunyai dasar pertimbangan perusahaan untuk memasarkan produk ke pasaran. Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapat kesimpulan bahwa target costing belum berhasil dijalankan oleh perusahaan karena biaya yang dikeluarkan untuk produksi mengalami overcosted (lebih besar) dari target cost. Pada Tabel 4.10 menunjukkan prioritas eliminasi atas aktivitas- aktivitas yang tidak bernilai tambah berdasarkan penghematan yang
mungkin terjadi jika aktivitas tersebut dihapus atau dilakukan efisiensi. Sebelum aktivitas-aktivitas tersebut dieliminasi terlebih dahulu dilakukan analisis satu per satu penghematan-penghematan yang mungkin terjadi atas penghapusan aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah tersebut. Perusahaan sebaiknya tidak hanya memfokuskan implementasi kaizen costing dengan sasaran biaya saja, namun juga dengan berbagai macam konsep payungnya, seperti: JIT, Total Quality Management (TQM), dengan sasaran selain biaya, yaitu: kualitas (quality), dan penyerahan (delivery).
H.3 Pengaruh penerapan target costing dan kaizen costing terhadap peningkatan laba kotor.
Laba merupakan selisih antara pendapatan dengan beban, sehingga laba dapat mengukur masukan (dalam bentuk beban yang diukur dengan biaya) dan keluaran (dalam bentuk pendapatan yang diperoleh). “Laba yang dicapai merupakan pengukur penting efisien dan efektivitas organisasi.” (R.A. Supriyono, 2013:330). Pencapaian laba kotor yang maksimal akan tercapai apabila penjualan bersih tinggi dari harga pokok penjualan. Pencapaian laba kotor adalah tercapainya target laba kotor maksimal dengan menunjukkan adanya penjualan yang lebih tinggi daripada harga pokok penjualan (Iyan Rohaeni, 2014).
Dari hasil perhitungan yang telah dibahas diatas, masih terdapat perbedaan perhitungan menurut perusahaan dan perhitungan menurut target costing. Target costing tidak hanya digunakan untuk menurunkan biaya, tetapi proses dan sistem juga merupakan bagian yang saling berkaitan. Salah satunya bagaimana mengatasi
kelebihan sumber daya hingga menghasilkan output yang seimbang, dan menurunkan biaya lembur (overtime) karena itu diperlukan pengaturan dan analisa perhitungan yang tepat.
D. Pembahasan
Hasil penelitian Martinus Tandiontong (2011) “peranan target costing dalam pengendalian biaya produksi” disimpulkan bahwa tedapat peranan target costing dalam pengendalian biaya produksi, untuk biaya yang terjadi di perusahaan lebih besar dari pada target cost maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu dengan menggunakan value engineering atau Kaizen costing. Perhitungan target costing ini memberikan informasi kepada manajemen untuk memutuskan apakah akan meneruskan memproduksi produk-produk tersebut tetapi dengan mengefisiensikan biayanya.
Penelitian Ryan Krista Rinto (2010) “analisis implementasi kaizen project untuk meningkatkan kapasitas produksi body caliper R2 di machining line body caliper di PT TDW” hasilnya kaizen telah berhasil meningkatkan kapasitas produksi sebesar 13.86% per tahun, dengan kaizen terjadi peningkatan kebutuhan dari customer sebesar 16,17% dan dari kaizen ini juga berhasil di dapat cost reduction sebesar Rp. 8.485.181.549 per tahun.
Penelitian Mohamad Iqbal Nikmatullah dan Agus Widarsono, menghasilkan kesimpulan cost reduction dapat dilakukan dengan meminimalisir pengeluaran payroll tanpa mengurangi kualitas output dengan cara mengatur pola kerja dan mengefektifkan jam kerja sehingga tidak banyak pengeluaran untuk biaya lembur
karyawan dan berdampak pada beban personalia menjadi rendah.
Langkah selanjutnya dalam penerapan target costing adalah tahap value engineering pada semua proses produksi. Biaya yang terjadi di perusahaan, seperti biaya upah karyawan merupakan biaya yang tidak dapat dihindari atau diturunkan lagi, demikian pula dengan biaya bahan baku. Oleh karena itu Kaizen costing dapat digunakan untuk mengurangi biaya dengan cara menambah jumlah produk yang dihasilkan, mengurangi rework dan motivasi pekerja.
TTI memproduksi produknya berdasarkan pesanan dari pelanggan. Berdasarkan hasil pengamatan di perusahaan, hampir setiap bagian pernah melakukan kesalahan dalam proses produksi, misalnya salah memberi warna sablon, atau salah membuat ulang design. Jika kesalahan terjadi saat produk belum dikirim ke pelanggan, maka langsung dilakukan rework, hal ini mangakibatkan proses produksi menjadi terganggu karena mengulang kembali proses yang sama.
Kaizen costing tidak hanya membawa perubahan pada efisiensi dan tereduksinya biaya produksi. Ada beberapa implikasi dan konsekuensi yang menjadi persyaratan, akibat, keterlibatan, dan tanggung jawab baru bagi keseluruhan manajemen (karyawan dan manajer) perusahaan. Implikasi dan konsekuensi ini sebenamya juga merupakan bagian dan kaizen costing sendiri, yaitu:
1. Partisipasi dari karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi untuk dengan kesadarannya sendiri untuk ikut serta dalam penerapan kaizen costing ini terutama dalam mengidentifikasi pemborosan
serta mengeleminasinya.
2. Kerjasama yang baik antar semua unsur yang ada dalam perusahaan mulai dari manajemen tingkat atas sampai karyawan biasa dalam mendukung upaya perbaikan demi kemajuan perusahaan. Dukungan dapat diberikan baik dalam bentuk insentif finansial, ataupun pemberian otoritas yang lebih.
3. Berusaha sebisa mungkin menerapkan low inventories dalam system persediaan perusahaan. Hal ini menuntut koordinasi yang sangat baik antar semua pihak yang terkait dalam proses produksi agar tidak menimbulkan gangguan pada kelancaran jadwal yang telah dibuat.
4. Adanya atau upaya untuk membangun. good relationship dengan pemasok (suplier), apakah itu pemasok kain jeans (bahan baku utama) atau yang lainnya. Sebab perusahaan ketika memutuskan menerapkan low inventories berarti menerapkan juga prinsip membeli sejumlah yang dibutuhkan, dan mendapatkan pada saat dibutuhkan, dimana kerjasama yang baik dengan suplier tak dapat disangkal dan sangat krusial. Pembangunan hubungan yang baik tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kontrak jangka panjang.
5. Adanya konsistensi dari manajemen dalam pelaksanaan kaizen costing untuk terus menerus melakukan perbaikan, meskipun hanya berupa dalam peningkatan standar yang telah ada. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan siklus PDCA - SDCA yang menjadi ciri khas dari kaizen.