• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DASAR TEORI. tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III DASAR TEORI. tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

10 3.1 Definisi dan Kegunaan Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni, tetapi merupakan senyawa organik dengan sifat fisik dan kimia yang berlainan. Titik didih komponen minyak mudah menguap berkisar antara 150-3000C pada tekanan 760 mmHg. Tergantung apakah komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah atau lebih tinggi yang bersifat dominan (Guenther, 1987).

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang ada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataan untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan cara lain seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipres atau dikempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetik dan industri farmasi. Dalam pembuatan

(2)

parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi dan wangi cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak cengkeh, minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavouring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).

3.2 Kandungan Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh berasal dari destilasi bunga cengkeh kering yang digunakan sebagai penyedap rasa dan bunga cengkeh telah digunakan dalam sistem obat tradisional untuk penyakit bronkitis. Minyak bunga cengkeh terdiri dari sekitar 89% penilpropena eugenol, 6 % eugenil asetat, 1,5% beta-caryophyllene dan senyawa lainnya (Chaieb et al, 2007).

Pemakaian utama minyak cengkeh adalah untuk diambil eugenol, iso-eugenol dan zat vanili buatan dipakai pada industri kimia sebagai zat dasar untuk menyusun bermacam-macam jenis persenyawaan. Metabolit cengkeh yang paling banyak adalah eugenol, eugenol asetat dan kariofilen. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai sifat antibakteri dan antijamur (Ayoola et al, 2008).

Eugenol (C10H12O2) adalah cairan berwarna kuning muda, bila terkena

sinar akan mudah teroksidasi sehingga warnanya akan berubah kecoklatan. Eugenol berbau keras dan terasa pedas (Sastrohamidjojo, 2004). Eugenol dapat dikelompokkan dalam keluarga alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol. Eugenol mempunyai sifat-sifat fisika yang antara lain, indeks bias = 1,5410 dan massa

(3)

Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik (alkohol, eter dan kloroform). Berikut struktur eugenol pada Gambar 1:

Gambar 1. Struktur eugenol 3.3 Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antar permukaan dalam dua fasa. Zat yang diserap atau dikumpulkan dinamakan adsorbat sedangkan yang mengumpulkan dinamakan adsorben. Mekanisme proses adsorpsi dapat dilakukan jika terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben baik yang berwujud padatan maupun cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul gas atau cairan lainnya (Trisnawati, 2004)

Adsorbat menempel pada permukaan suatu adsorben dengan 2 cara, secara fisik (fisisorpsi) atau secara kimia (kemisorpsi). Adsorpsi secara fisik bersifat dapat balik (reversibel) dan cepat. Kalor adsorpsi untuk adsorpsi secara fisik rendah, yaitu = 10 kkal mol-1/. Pada adsorpsi secara kimia, interaksi antara permukaan adsorben dan adsorbat lebih kuat dan kalor adsorpsinya tinggi, sekitar 20-100 kkal mol-1 (Sukardjo, 1997).

Kotoran yang terdapat didalam minyak dapat dihilangkan menggunakan uap panas, elektrolisa dilanjutkan dengan proses mekanik seperti endapan, sentrifusi, atau penyaringan dengan menggunakan adsorben (Ketaren, 1986).

(4)

3.3.1 Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia, hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia= 100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Hal ini dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil.

3.3.2 Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)

Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada adsorpsi fisika, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika ± 10 kj/mol. Molekul-molekul yang d adsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat, sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika yang didasarkan pada gaya van Der Waals serta dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dan mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena itu, ion gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat

(5)

ion-ion yang diadsorpsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepaskan kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Sari, 2014).

Efisiensi adsorpsi dipengaruhi oleh perbedaan muatan listrik antara adsorben dan adsorbat. Suatu bahan yang mempunyai muatan elektro positif akan diadsorpsi lebih efektif dalam larutan alkali, sedangkan bahan yang mempunyai muatan elektro negatif akan diadsorpsi efektif dalam larutan asam. Kapasitas adsorben dalam mengadsorpsi zat berhubungan erat dengan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan berkurang setara dengan pengurangan zat yang dilarutkan, yang diambil oleh adsorben. Sedangkan pH dapat mempengaruhi adsorpsi karena pH mempengaruhi kelarutan suatu zat (Djatmiko et al, 1981).

Mekanisme proses adsorpsi dapat dijelaskan melalui Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme adsorpsi secara umum

Adsorben akan menyerap senyawa pengotor yang memiliki sifat yang mirip dengan adsorben sehingga akan saling berinteraksi. Secara garis besar, tahapan-tahapan mekanisme adsorpsi terdiri dari terjadinya transfer molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben, difusi adsorbat melalui

(6)

lapisan film, difusi adsorbat melalui pori-pori dalam adsorben, dan adsorpsi adsorbat pada permukaan adsorben (Wati, 2014).

3.4 Penyusun dan struktur Bentonit

Bentonit terdiri dari 85% montmorillonit dengan rumus kimia bentonit adalah (Mg,Ca)xAl2O3.ySiO2.nH2O nilai n sekitar b dan x,y adalah nilai

perbandingan antara Al2O3 dan SiO2. Fragmen sisa bentonit umumnya terdiri dari

campuran kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit (Gilson, 1960).

Struktur kristal bentonit terdiri atas dua lapisan yaitu atom silika (lapisan silika) bentuk tetrahedral dan atom alumina (lapisan Al) dalam bentuk oktahedral. Tetrahedral silika terikat secara heksahedral Si4O6 (OH)4 sedangkan oktahedral

Al berikatan secara Al2(OH)4 secara van der Waals (fisik) membentuk lapisan

alumino-silikat, pada bentonit dimungkinkan terjadinya subtitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral) yang menyebabkan mineral lempung kekurangan muatan negatif. Hal ini disebabkan mineral lempung dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada diantara lapisan, sehingga dapat terjadi pertukaran ion. Berdasarkan hal tersebut bentonit memiliki sifat sebagai penukar ion.

Montmorillonit dan illit mempunyai tiga lapisan struktur terdiri dari lapisan Si, lapisan Al dan lapisan Si, diantara lapisan ini terisi oleh molekul air dan logam alkali serta alkali tanah yang menyebabkan pergeseran jarak atom (swelling) sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Lapisan tersebut akan bergabung dan sudut kisi tetrahedral silika membentuk lapisan dengan lapisan hidroksil dari

(7)

oktahedral, sehingga terbentuk tiga lapisan silikat “Lempung mineral” yaitu tetrahedral (Si)-oktahedral (Al)-tetrahedral (Si). Atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur montmorillonit memungkinkan air akan memasuki antara unit lapisan, sehingga kisi akan mengembang.

Gambar 3. Kristal struktur montmorillonit (Nurhayati, 2010)

Penyusun utama bentonit adalah silika dan alumina, dengan kandungan lain yaitu Fe, Mg, Ca, Na, Ti dan K. Sifat-sifat tersebut menjadikan bentonit cocok digunakan sebagai adsorben. Namun, efektifitas bentonit sebagai adsorben akan bekerja kurang maksimal jika tanpa dilakukan modifikasi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan sifat bentonit yang mudah menyerap air. Untuk dilakukan proses aktivasi sebelum bentonit digunakan sebagai adsorben.

3.4.1 Proses Aktivasi

Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air dari dari permukaan bentonit terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Tujuan utama proses aktivasi adalah menambah atau memperbesar volume pori dan memperluas diameter pori. Selain itu, proses aktivasi merupakan hal terpenting

(8)

karena dapat menentukan kualitas adsorben yang dihasilkan. Dengan adanya proses aktivasi pula, maka luas area maupun daya adsorpsi adsorben pun meningkat. Proses aktivasi dapat dilakukan degan dua cara yaitu secara fisika dan kimia.

a. Aktivasi secara fisika

Aktivasi secara fisika adalah pemakaian panas hampir di semua reaksi yang ada tanpa pemberian zat aditif. Pemanasan pada suhu 100-2000C menyebabkan bentonit kehilangan molekul air yang mengisi ruang antar lapis. Pemanasan diatas suhu 500-7000C menyebabkan proses pengeluaran molekul air dari rangkaian kristal sehingga dua gugus OH yang berdekatan saling melepaskan satu molekul air (Prasetya, 2004).

b. Aktivasi secara kimia

Aktivasi secara kimia dilakukan dengan menggunakan asam mineral akan meningkatkan daya serap karena asam mineral melarutkan pengotor-pengotor yang menutupi pori-pori adsorben (Supeno, 2007).

Bentonit memiliki senyawa Al yang mempengaruhi daya pemucatan bentonit. Selain itu bentonit juga memiliki senyawa Si yang dapat menyerap kadar Free Fatty Acid (FFA), Peroxide Value (PV) dan zat organik lainnya yang bersifat polar (Yang, 2003).

3.4.2 Karakterisasi Bentonit

Untuk mengetahui luas permukaan material, distribusi pori dan dan isoterm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan, dapat dilakukan dengan karakterisasi menggunakan Surface Area Analyzer (SAA). Sampel yang dapat dianalisis dengan

(9)

alat ini berkisar 0,1-0,01 gram dalam jumlah kecil. Mekanisme kerja dari alat ini menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat ini pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat dijerap oleh suatu permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Alat surface area analyzer ini terdiri dari dua bagian utama yaitu Degasser dan Analyzer. Degasser berfungsi untuk memberikan perlakuan awal pada bahan uji sebelum dianalisa. Fungsinya adalah untuk menghilangkan gas – gas yang terjerap pada permukaan padatan dengan cara memanaskan dalam kondisi vakum. Biasanya degassing dilakukan selama lebih dari 6 jam dengan suhu berkisar antara 200–3000C tergantung dari karakteristik bahan uji. Namun jika tidak ada waktu degassing selama 1 jam juga sudah memenuhi yang biasanya alat ini dilengkapi dengan metode pengecekan kesempurnaan proses degassing dengan menekan tombol tertentu pada komputer pengendali. Kemudian setelah dilakukan degassing maka bahan uji dapat dianalisa. Setelah sampel selesai didegas, maka dapat langsung dianalisa.

3.4.3 Adsorpsi isoterm

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben, pada suhu tetap. Terdapat tiga jenis isoterm adsorpsi baik adsorpsi gas atau pun cairan pada permukaan padatan, yaitu isoterm Langmuir, Freundlich dan Bruneaur-Emmet-Teller (BET). Isoterm Langmuir maupun Freundlich digunakan untuk tekanan gas

(10)

atau konsentrasi larutan yang rendah. Isoterm BET ialah modifikasi isoterm Langmuir pada tekanan tinggi. Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi yaitu :

1. Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer). 2. Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan. 3. Semua situs dan permukaannya.

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut:

C merupakan konsentrasi kesetimbangan, m adalah jumlah zat teradsorpsi per gram adsorben, b adalah kapasitas adsorpsi dan K adalah konstanta kesetimbangan. Dengan memplotkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ke grafik C/m dengan C menghasilkan garis lurus dengan slop 1/b dan intersep 1/Bk/ dari grafik C/m dengan C dapat ditentukan parameter-parameter isoterm adsorpsi Langmuir. Energi total adsorpsi per mol dapat dihitung dari persamaan:

K adalah tetapan kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir dan energi total adsorpsi sama dengan energi bebas Gibbs (Oscik, 1982). Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar 4 berikut :

(11)

Gambar 4. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir

Kurva antara jumlah gas yang teradsopsi terhadap tekanan (P/P0) dapat

ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Tiper Kurva Adsorpsi (Marsh, dkk.,2006)

1. Tipe I, disebut langmuir isoterm menggambarkan adsorpsi (monolayer). Langmuir isoterm sesuai dengan adsorpsi fisik pada padatan, biasanya diperoleh dari adsorben berpori kecil (mikropori) kurang dari 2 nm dan luas area eksternal sangat sedikit, seperti pada karbon aktif, silika gel, zeolit dan bentonit.

2. Tipe II, diperoleh dari percobaan Brauner, Emmet dan Teller (1938). Kurva jenis ini ditemukan pada adsorben berpori (porous) atau padatan berpori besar (macro-porous). Adsorpsi nitrogen merupakan adsorpsi fisik yang digunakan dalam metode BET untuk menentukan total luas permukaan dan struktur pori suatu padatan (Haber, dkk.,1995). Adsorpsi-Desorpsi nitrogen digunakan untuk analisa material mikropori dan mesopori yaitu digunakan untuk menentukan luas permukaan dan

(12)

struktur pori dari suatu sampel. Persamaan BET hanya dapat digunakan untuk adsorpsi isoterm yang mempunyai nilai P/P0 berkisar antara

0,05-0,3. Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler. Kondensasi kapiler ini menyebabkan terjadinya histerisis (Adamson, 1990). Loop histerisis pada tekanan relatif yang hamir sama dari 0,55-0,8, yang berarti distribusi ukuran porinya hampir identik pada kisaran 3-6 nm (Choi dkk.,2008). Metode ini dikembangkan oleh Bruanauer, Emmet dan Teller (BET) yang dituliskan dalam persamaan berikut:

Dimana :

P = tekanan kesetimbangan adsorpsi Po = tekanan jenuh adsorpsi

V = volume gas yang diserap pada tekanan kesetimbangan P Vm = Volume gas yang diserap sebagai lapisan tunggal C = Tekanan energi adsorpsi

P/Po= Tekanan relatif

Untuk sistem yang sama, nilai Vm dan nilai C tetap, sehingga persamaan BET ditulis dengan :

(13)

Persamaan diatas diasumsikan sebagai persamaan linear y=mx +b, dimana m adalah kemiringan garis (slope) dan nilai b adalah intersep. Umumnya kurva linier ini terjadi pada range P/Po 0,05-0,35.

Jika nilai C pada persamaan 4 disubtitusikan ke dalam nilai C pada persamaan 3 dapat ditulis sebagai berikut :

Nilai Vm pada persamaan diatas digunakan sebagai dasar perhitungan luas permukaan bentonit. Jika nilai C yang diperoleh pada setiap detik tekanan kesetimbangan analis sampel dibuat grafik dengan koordinat:

Maka dapat ditentukan nilai Vm yang selanjutnya digunakan untuk menghitung luas permukaan spesifik pori.

3. Tipe III, menunjukkan kuantitas adsorben semakin tinggi saat tekanan bertambah. Tipe ini jarang terlihat dalam eksperimen adsorpsi, dimana gaya tarik molekul gas lebih besar dibandingkan gaya ikat serapan.

4. Tipe IV, sering terlihat pada padatan berpori, seperti pada katalis industri. Relatif tekanan rendah sampai menengah, dimana dari capillary condensation yang telah sempurna mengisi pori. Kurva jenis ini dihasilkan padatan adsorben berukuran mesopore (2-50 nm).

(14)

5. Tipe V, jenis ini hampir sama dengan tipe III, dihasilkan dari interaksi yang rendah antara adsorben dengan adsorbat.

6. Tipe VI, menunjukkan interaksi adsorbat dengan permukaan yang terlalu homogen (pyrolytic graphite) yang berinteraksi dengan adsorben seperti argon dan metan.

3.5 Analisis minyak bunga Cengkeh menggunakan Instrumen 3.5.1 Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GC-MS)

Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta, 2000). Data hasil dari alat GC ditunjukkan dengan kromatogram sedangkan dengan MS disebut spektrum. Keuntungan dari alat GC-MS adalah indentifikasi yang dihasilkan berdasarkan waktu retensi dan spektrum massa (pola fragmentasi senyawa). Skema alat GC-MS dapat ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Skema Alat GC-MS Bagian-bagian penting dalam sistem GC-MS : a. Gas pembawa

Beberapa persyaratan yang harus dimiliki dari gas pembawa antara lain bersifat inert (tidak mudah bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, dan material

(15)

kolom), murni, dan mudah diperoleh. Gas pembawa yang biasanya digunakan yaitu helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2) dan karbon dioksida

(CO2). Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang digunakan.

b. Kolom

Kolom merupakan bagian terpenting dari GC karena merupakan tempat sampel dianalisis sehingga beberapa komponen dapat dipisahkan dan terelusi pada waktu yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kolom antara lain ukuran kolom, jenis padatan pendukung fase diam, ukuran partikel padatan pendukung dan fase cairan yang digunakan sebagai fase diam.

Kolom terdiri atas dua jenis yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. kolom kemas terbuat dari logam, kaca atau plastik yang berisi penyangga padat yang inert. Fase diam dapat berwujud cair maupun padat, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut. Diameter kolom biasanya 2-4 mm dengan panjang 0,5-6 meter. Sedangkan bahan kolom kapiler terbuat dari gelas, baja tahan karat atau silika dengan panjang 10-100 m dan diameter 0,2-0,5 mm. Kolom kapiler lebih menguntungkan karena jumlah sampel yang digunakan untuk analisis sedikit, gas pembawa yang dibutuhkan juga sedikit serta pemisahan yang lebih baik.

c. Fase Diam

Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi, untuk kolom kapiler lebih banyak digunakan fase diam cair yang disebut dengan istilah film thickness. Berdasarkan sifatnya, fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya

(16)

yaitu nonpolar, sedikit polar, setengah polar (semi polar) dan sangat polar (Agusta, 2000).

d. Suhu

Salah satu faktor utama yang dapat menentukan hasil analisis adalah suhu alat GC-MS. Terdapat tiga jenis suhu yang penting untuk pemisahan pada GC, yaitu suhu tempat injeksi, suhu kolom dan suhu detektor. Suhu pada tempat injeksi harus cukup tinggi untuk menguapkan sampel, namun jika terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan oleh panas atau peruraian dari molekul-molekul. Suhu pada kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan pada waktu yang sesuai dan harus cukup rendah. Suhu-suhu yang rendah akan memberikan pemisahan yang lebih baik, namun waktu retensi yang dihasilkan relatif lebih panjang.

e. Sistem Injeksi

GC-MS memiliki dua sistem pemasukan sampel (injection) yaitu secara langsung (direct inlet) dan melalui sistem kromatografi gas (indirect inlet). Sampel campuran seperti minyak atsiri, pemasukan sampel harus melalui sistem GC, sedangkan untuk sampel murni dapat langsung dimasukkan ke dalam ruang pengion (direct inlet) (Agusta, 2000).

f. Detektor

Pada sistem GC-MS detektor yang digunakan harus stabil dan tidak merusak senyawa yang akan dianalisis. Spektrometer massa bertindak sebagai detektor, yang terdiri atas sistem ionisasi dan sistem analisis.

(17)

g. Sistem Pengolahan Data dan Indentifikasi Senyawa

Berdasarkan analisis GC-MS diperoleh dua informasi dasar, yaitu hasil analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa . kromatogram memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang terdapat dalam campuran yang dianalisis (jika sampel berbentuk campuran) yang ditunjukkan oleh jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram kuantitas masing-masing. Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut spektrum massa (Agusta, 2000).

3.5.2 Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS)

Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk analisis penentuan unsur-unsur logam dan metaloid berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Penentuan kadar logam berat dengan alat ini didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala yang dirumuskan dengan persamaan berikut :

(18)

Keterangan : A = Absorbansi; a= koefisien absorpsi; b= panjang jalan yang dilalui cahaya; dan c= konsentrasi dari spesi yang menyerap. (Sari, 2014). Konsentrasi larutan standar berbanding lurus dengan nilai absorbansi. Hasil data dari Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) menunjukkan nilai absorbansi akan meningkat pada konsentrasi larutan standar yang kadarnya juga meningkat, sehingga dapat dibuat persamaan garis lurus dari grafik yang dihubungkan dengan persamaan tersebut. Persamaan garis antara kadar zat dengan absorbansi yaitu Y=a+bX, dimana nilai a dan b akan terlihat pada grafik persamaan garis lurus sebagai hasil pembacaan absorbansi larutan standar. Nilai X merupakan nilai absorbansi sampel ruang diperoleh dari hasil pembacaan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS), sedangkan Y adalah konsentrasi akhir dari logam berat pada sampel setelah nilai nilai absorbansi sampel dimasukkan kedalam persamaan tersebut sehingga kadar logam berat dapat diketahui. Atom ion atau senyawa logam berat dalam contoh harus diubah menjadi bentuk atom oleh pembakaran pada suhu tinggi (±2000 0C) dengan menggunakan gas asetilen.

Sebelum dianalisis menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS), sampel harus didestruksi terlebih dahulu. Terdapat tiga jenis destruksi kering, destruksi basah dan destruksi gabungan basah-kering. Pada penelitian ini sampel didestruksi dengan cara destruksi basah sebelum dianalisis menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Pada destruksi basah, digunakan larutan asam-asam kuat seperti HClO4 dan HNO3. Campuran dari kedua asam

(19)

 Logam besi (Fe)

Besi mempunyai simbol Fe (ferrum) merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VIII B yang mudah ditempa, mudah dibentuk, berwarna putih perak, dan mudah dimagnetisasi pada suhu normal. Fe mempunyai nomor massa 55,85, nomor atom 26, jari-jari atom 1,26Å, konfigurasi elektron [Ar] 3d6 4s2, blok d periode 4 (Khopkar, 1990).

Besi biasanya menjadi katalis oksidasi pada ikatan rangkap minyak atsiri. Sehingga ikatan rangkap pada senyawa tersebut terputus dan terbentuk suatu peroksida yang menaikkan bilangan asam sehingga warna minyak menjadi coklat tua.

Gambar

Gambar 4. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pihak penerbit Efek Bersifat Utang Yang Menjadi Basis Nilai Proteksi dalam portofolio investasi BATAVIA PROTEKSI CEMERLANG 19 melakukan pembelian

pelaksanaandesentralisasi. Dana perimbangan terdiridari bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak,bagi hasil sumber daya alam, dana alokasiumum, dan dana alokasi

Sartono, Agus, 2001, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi Keempat, Cetakan Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.. Sugiyono, 2003, Cetakan Kelima, Statistik

Garis isocost ( isocost line ) mencerminkan semua kombinasi dari 2 input yang dapat dibeli dengan total biaya yang sama. Misalkan perusahaan hanya menggunakan tenaga kerja dan

Pada Gambar 2.4 Component Diagram user, rancangan pada sistem terdapat splash screen untuk memulai aplikasi, lalu masuk ke menu utama pendaftaran, di dalamnya terdapat

Pengamatan yang akan dilakukan pada penelitian ini dilaksnakan pada proyek pembangunan Apartemen Yudhistira Tower pada lantai ke 18, penelitian ini diamati pada

Pada hasil SEM menunjukkan kafein-MIP metanol dan campuran hasil sintesis pada penelitian ini masih kurang baik untuk identifikasi kafein dalam sampel minuman

IPS memiliki kekuatan sebagai bidang studi jika didukung oleh peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang meaningfui dapat dipertanggungjawabkan etika, logika,