• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah seni untuk mendefinisikan pengertian sastra. Artinya sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah seni untuk mendefinisikan pengertian sastra. Artinya sastra"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah seni untuk mendefinisikan pengertian sastra. Artinya sastra merupakan sebuah ungkapan spontanitas dari sebuah perasaan dan pemikiran yang mendalam. Selain itu, sastra juga merupakan ekspresi pikiran yang dituangkan dalam bentuk bahasa. Maka dari itu karya sastra memiliki pengertian yakni semua buku yang memuat mengenai kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, luasnya sebuah pandangan yang dikemas dengan mempesona, dan perasaan kemanusiaan yang mendalam.

Sastra itu sendiri memiliki beberapa batasan yang meliputi beberapa unsur sastra, unsur sastra yang pertama yakni isi sastra yang berupa pikiran, semangat kepercayaan dan keyakinan, ide-ide, pengalaman, ekspresi dan perasaan. Unsur sastra yang kedua yakni, unsur ekspresi dalam ungkapan, yang ketiga yakni bentuk karena manusia memiliki unsur isi di dalam dirinya untuk di ekspresikan di luar dalam berbagai bentuk. Unsur yang ketiga adalah bentuk, karena manusia bias mengekspresikan isi pemikirannya dalam berbagai bentuk. Unsur sastra yang terkahir adalah bahasa. Karena bahasa merupakan corak penyampaian dari sastra. Selain itu, bahasa merupakan bahan utama untuk mengekspresikan perasaan atau

ungkapan pribadi yang dikemas secara indah.1

1

Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: PT. Gramedia, 1986, hlm. 2.

(2)

Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara kusus untuk mendapatkan efek tertentu. Di dalam karya sastra efek ini merupakan sebuah efek estetik yang turut menyebabkan karya sastra bernilai seni. Nilai seni karya sastra tidak semata-mata disebabkan oleh gaya bahasa saja. Juga, disebabkan oleh gaya bercerita ataupun penyusunan alurnya. Akan tetapi, gaya bahasa sangat besar

sumbangannya kepada pencapaian nilai seni karya sastra.2

Seperti halnya gaya bahasa yang digunakan WS. Rendra dalam menuliskan sajaknya. Penyair kelahiran Surakarta tersebut, selalu mempunyai bahasanya sendiri yang membedakan Rendra dengan penyair lainnya. Rendra selalu menggunakan bahasa yang mengggambarkan senjata kata-kata dengan pejuang kemanusiaan dan kebudayaan, yang jika ditelusuri lebih jauh dari karya pertamanya , “Ballada Orang-orang Tercinta”. Suasana keterpihakan Rendra kepada orang-orang yang tertindas cukup terasa. Bahasa yang digunakan Rendra dalam kumpulan puisi ini menggambarkan bagaimana tokoh-tokoh yang malang, dikhianati, dan disakiti.

Rendra menuangkan bahasanya sendiri dengan sangat epik dalam sajak-sajaknya yang berbentuk balada. Balada menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sebuah sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang mengharukan, kadang-kadang dinyanyikan, kadang-kadang berupa dialog.

Dalam hal ini, jelaslah gaya bahasa yang digunakan Rendra. Dengan gamblang ia meggambarkan dalam kumpulan sajak-sajaknya yang lain, bagaimana mereka yang terpinggirkan dan dikalahkan tersebut dapat membuat

2

Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991 hlm. 264.

(3)

para pembaca merasakan haru dan sarat akan simpati yang mendalam. Maka dari itu, pada sebagian besar sajak-sajak Rendra merupakan sebuah ungkapan tulisan yang sangat mengandung unsur kritik sosial. Ungkapan tersebut pulalah disajikan Rendra dalam gaya bahasa yang menyentuh bagi siapapun yang membacanya. Bahkan, sajak-sajaknya seringkali dianggap berani bagi segelintir orang.

Membaca sajak-sajak Rendra, maka kita akan menemukan bahwa gaya bahasa Rendra bukan hanya mengenai keindahan permainan kata, akan tetapi keindahan perjuangan hidup manusia yang sangat amat bisa ditularkan oleh segenap susunan kata yang telah dipilihnya.

Sejak sajak-sajaknya yang tertuang dalam bentuk balada, sajak-sajak Rendra lainnya selalu mengandung makna pemberontakan yang kental dan tidak takluk pada keadaan. Salah satunya adalah, sajaknya yang berjudul “Aku Tulis Pamflet Ini”. Sajak ini merupakan salah satu sajak bernuansa Orde Baru yang pada saat benar-benar membungkam kritik dan aspirasi rakyat. Sajak ini ada dalam kumpulan sajaknya yang berjudul, “Potret Pembangunan Dalam Puisi” dicetak pada tahun 1993.

Seperti yang kita ketahui, pamflet merupakan surat selebaran yang berisi suatu pemberitahuan yang ditujukan untuk khalayak ramai. Dalam hal ini, artinya Rendra telah menempatkan bahwa sajak-sajaknya merupakan sebuah pamflet yang bisa dibaca semua orang, tidak hanya dari golongan sastra ataupun orang-orang berpendidikan. Digambarkan sebagai pamflet oleh Rendra, ditujukan agar pamflet yang berisi pemberitahuan ini dapat mudah diingat oleh khalayak ramai. Berbeda dengan berita yang disampaikan secara lisan melalui media elektronik

(4)

lain, dengan pamflet lebih efektif menyampaikan pesan yang ditujukan tepat pada sasaran.

Sajak yang berjudul,“ Aku Tulis Pamflet Ini” dibuat oleh Rendra di

Pejambon, Jakarta pada tanggal 27 April 1978.3

Aku tulis pamflet ini

karena Lembaga pendapat umum ditutupi jarring labah-labah

Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk dan ungkapan diri ditekan

menjadi peng – iya – an.

(“Potret Pembangunan Dalam Puisi”, WS Rendra, 1993)

Sajak ini merupakan sebuah sajak yang dibuat Rendra untuk mengkritik keras bagaimana rezim Orde Baru saat itu berkuasa. Bagaimana seharusnya kebebasan berpendapat dilaksankan, sebab di dalam suatu negara kebebasan berpendapat tidak hanya untuk para pejabat yang berkuasa. Akan tetapi, rakyat dengan bermacam-macam status sosial pun memiliki hak dalam mengemukakan pendapatnya dan melancarkan kritik sosial apabila kebijakan pemerintah saat itu dianggap menyimpang dari unsur ketidakadilan.

Rendra dengan bentuk puisinya yang naratif dan berbentuk balada, menggebrak sastra Indonesia Modern pada saat itu. Dalam hal puisi, WS. Rendra yang merupakan penyair sekaligus budayawan asli Surakarta tersebut telah memberikan corak baru dalam hal puisi Indonesia modern. Menurut Rendra, seorang penyair harus menyadari arti penting pembaruan itu sendiri. Yang dalam konteks bagi Rendra sendiri adalah bukan saja pembaruan estetika melainkan juga pembaruan sosial dan politik. Dalam hal ini, Rendra menunjukan capaian estetika

3

WS. Rendra, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Kata Pengantar: A. Teeuw, Jakarta: PT. Pustaka Jaya, 1993, hlm. 32.

(5)

yang meyakinkan khususnya dalam puisi, dan sebagai penyair yang telah memberikan corak baru dalam puisi Indonesia modern, dengan harapan baru pula di bidang sosial, politik, dan kebudayaan secara umum.

WS. Rendra menurut Jamal D. Rahman dalam bukunya yang berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, merupakan seseorang dengan perpaduan antara berbagai pesona dari sikap kritis yang berani, pandangan sosial-politik yang tajam, sikap budaya yang kokoh, drama dan teater yang aktual, puisi liris yang lembut, puisi sosial yang aktual, dan pembacaan puisi yang begitu

memukau para pembaca dan pendengarnya.4

Tidak jarang dipertanyakan bagaimana peranan kesusastraan di masyarakat Indonesia. Apalagi disaat negara sedang aktifnya dalam pembangunan ekonomi. Seringnya, para pejabat atau penguasa seringkali merasa tak nyaman oleh sikap para sastrawan tentang pembangunan dan beberapa kebijakan politik, dan budaya. Para penguasa lebih menilai bahwa sastrawan hanya bisa mengkritik para politikus busuk, dan menghujat para pejabat koruptor. Di sisi lain, masyarakat umum memandang bahwa peranan sastra dalam pembangunan dan kehidupan masyarakat luas tidak begitu jelas, atau bahkan menanggap sastra hanya berisi

lamunan dan kata-kata indah mendayu. 5

Saat ini sudah banyak penyair yang bermunculan mengingat situasi politik di Indonesia yang sudah mulai kondusif. Namun, mereka tidak melupakan jati dirinya sebagai penyair yang tidak diatur atau dibawah tekanan pihak manapun sekalipun oleh penguasa. Penyair yang masih eksis diantaranya adalah WS.

4

Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, hlm. 403.

5

(6)

Rendra dengan karyanya yang mewakili perasaan rakyat kecil, banyak karyanya dalam bentuk puisi yang bernafaskan tentang kemanusiaan. Semasa hidupnya, Rendra telah banyak menulis sajak. Bila dihitung dari kumpulan puisi yang pertama, terbit pada 1957 berjudul Ballada Orang-Orang Tercinta, hingga terakhir pada 1997, Perjalanan Bu Aminah, maka seluruhnya berjumlah 12 buku kumpulan puisi.

Menurut Muqolis Agung dalam jurnalnya yang berjudul Pandangan Dunia Prokerakyatan Dalam Kumpulan Puisi Doa Untuk Anak Cucu Karya WS. Rendra, karya sastra merupakan sebuah wadah untuk sastrawan agar bisa menyampaikan aspirasi, pemikiran, bahkan dengan ideologi yang ditumpahkan dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Sastrawan melalui karya-karya tulisnya mencoba untuk menumpahkan segala sesuatunya dari berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Bagi seorang sastrawan, karya sastra merupakan sebuah seni yang dibuat bukan hanya untuk mendeskripsikan keindahan hidup dan indahnya

percintaan.6

Lain halnya dengan WS. Rendra, seorang sastrawan sekaligus penyair terkemuka di Indonesia. Beliau menentukan sendiri bahwa puisi-puisinya adalah sebagai wadah untuk menyuarakan kepedihan dan ketidakadilan atas fenomena yang terjadi di masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa karya sastra juga merupakan sebuah seni untuk mengungkapkan kritik tentang ketidakadilan maupun penyalahgunaan kekuasaan penguasa terhadap rakyat.

6

Muqolis Agung, jurnal, Pandangan Dunia Prokerakyatan Dalam Kumpulan Puisi: Doa

(7)

Pada puisi Indonesia di tahun 1930-an yang bernada romantik, dan merupakan pemujaan terhadap keindahan alam, puisi Rendra justru merupakan deskripsi suasana alam sebagai lukisan suasana hati (misalnya puisi “Stanza” yang cukup terkenal). Tetapi bagaimanapun Rendra tetap memusatkan perhatian utamanya di sepanjang kepenyairannya dengan masalah sosial.

Bagi Rendra seorang penyair sekaligus seniman sepertinya, manusia tidak boleh kalah dan menyerah menghadapi resiko pilihan yang sudah ditetapkan. Betatapun beratnya cobaan, derita, badai, dan topan yang datang, semuanya harus dihadapi dengan penuh keberanian.

Larangan membacakan sajak-sajaknya di muka umum, larangan

mementaskan teaternya serta pembatasan kebebasannya menulis di media-media tak pantang membuatnya menyerah begitu saja. Rendra seolah tidak peduli

dengan segala resiko dan sadar betul akan pilihan hidupnya.7

Maka dari pola pemikiran tersebutlah, Rendra memantapkan pilihannya untuk meletakkan dirinya secara tepat ditengah kehidupan masyarakat. Simbolisasi kelompok sosial yang dibela penyair dikemukakan dengan jelas dalam puisi, “Aku

Mendengar Suara”, yang ditulis Rendra pada tahun 1974:

AKU MENDENGAR SUARA Jerit hewan yang terluka. Ada orang memanah rembulan

Ada anak burung terjatuh dari sarangnya. Orang-orang harus dibangunkan

Kesaksian harus diberikan Agar kehidupan tetap terjaga.

(“Politik, Negara, dan Kekuasaan, Karya Amir Husin Daulay)

7

Amir Husin Daulay, Rendra, Politik, Negara dan Kekuasaan, Jakarta: Depot Kreasi Jurnalistik Jakarta Forum, 1987, hlm. 2.

(8)

Dalam kutipan puisi tersebut, dengan jelas kelompok sosial yang dibela Rendra disimbolisasikan dengan hewan yang terluka, yaitu hewan yang jatuh dari sarang karena terkena panah seseorang yang memanah rembulan. Hewan itu sendiri barangkali bukan sasaran lansgung sang pemanah, namun hewan itulah

yang menjadi korban langsungnya.8

Dalam puisi tersebut, Rendra dengan jelas dan menegaskan sikap hidupnya secara terang-terangan untuk memihak kepada mereka yang tertindas. Kepada orang-orang miskin di jalan, yang tinggal dalam selokan, yang kalah dalam pergulatan dan yang diledek oleh impian. Demikianlah bahwa hewan yang terluka merupakan kata kunci dalam puisi-puisi sosial Rendra.

Sikap hidup seperti itulah yang secara konsisten dipegangnya selama ini. Sikap hidup itu pulalah yang kerap membawanya kepada kesulitan-kesulitan. Kekeraskepalaannya dalam berprinsip yang sudah dirumuskannya itu, dengan mudahnya menjerumuskan dirinya kepada cap pemberontak. Sebuah cap yang

membuat kalangan masyarakat tertentu menjadi gelisah tak menentu.9

Salah satu karya Rendra yang sangat kental dengan kritikan-kritikan sosialnya terhadap kekuasaan diantaranya adalah Doa Untuk Anak Cucu yang dicetak oleh istrinya, Ken Zuraida pada tahun 2013. Yang jika ditelusuri lebih dalam kumpulan puisi ini, sudah jelaslah bagaimana puisi-puisi Rendra benar-benar berpegang teguh atas keberpihakannya terhadap rakyat atau mereka yang tertindas.

8

Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, hlm. 409.

9

(9)

Saat itu, tindakan Rendra yang secara konsisten untuk membela rakyat yang dipegangnya, bukanlah tanpa akibat. Hidupnya saat itu kerap kali membawanya kepada kesulitan-kesulitan. Dirinya seringkali berurusan dengan para aparat keamanan negara. Sekitar tahun awal 1980-an puisinya yang berjudul Pamflet Penyair dilarang oleh rezim Orde Baru untuk diterbitkan. Rendra bahkan sempat ditahan aparat keamanan karena sikapnya sebagai seniman yang sangat bersemangat dalam mengkritik pemerintah pada saat itu. Rendra ditangkap aparat keamanan dalam acara pembacaan puisi di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki (TMI), 1979, atas undangan TKJ, dimana panggung acara dilempari bom

yang diduga pelakunya adalah aparat keamanan.10

Karena itu, menurut Jamal D. Rahman dalam bukunya 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, karya sastra selalu memiliki daya tarik sendiri karena memiliki daya imaji yang terhadap batin dan jiwa seseorang, sehingga bagi pembaca memiliki kesan tersendiri ketika membacanya. Karya sastra menjadi jembatan untuk mengutarakan sudut-sudut kehidupan melalui untaian kata yang kadang oleh sebagian orang ditutupi karena kelamnya, tetapi bukan hanya kehidupan seperti itu yang diungkap dalam karya sastra. Karya sastra selalu mengandung nilai-bilai kebenaran sebuah kehidupan yang dengan kerumitannya

justru mempresentasikan nilai-nilai yang benar dalam kehidupan nyata.11

Menurut penulis, membaca sajak-sajak Rendra seperti membaca sejarah hitam Indonesia ketika di zaman kelam dulu saat rezim Orde Baru. Melalui

10

Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, hlm. 401.

11

Yusuf, Skripsi, Nilai Pendidikan Dalam Kumpulan Puisi Doa Untuk Anak Cucu Karya

(10)

puisinya, dapat diungkap sejarah dan peristiwa di masa lalu. Seperti yang terdapat dalam puisi Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia di dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu. Dalam sajak tersebut, Rendra menjelaskan bahwa masa itu sebagai zaman yang edan. Zaman kala kitab undang-undang telah dibuang ke

selokan. Zaman kala politikus tantara berdiri di atas hukum.12 Dalam sajaknya ini,

sebagai saksi yang menyaksikan langsung saat keributan dan kerusuhan berlangsung di masa menjelang Reformasi tersebut, Rendra begitu gamblang menjelaskan bagaimana sejarah hitam Indonesia pada saat peristiwa Kerusuhan 1998.

Selain kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu ini, masih banyaknya lagi kumpulan-kumpulan puisi Rendra yang sangat mengandung nilai-nilai kebenaran suatu kehidupan, terutama dari sisi historis Indonesia pada saat rezim Orde baru. Beberapa kumpulan sajak Rendra sangat menarik untuk dikaji karena sebagian besar sajaknya selalu bertemakan nasionalis, kondisi Indonesia saat Orde Baru, kemanusiaan, kondisi sosial dan pemerintahan yang ada sejak 1950-an hingga 2000-an pun sajak-sajak Rendra dari sejak pertama kali ia menerbitkan kumpulan sajaknya, selalu mengandung unsur kritik terhadap masalah sosial, seperti misalnya masalah kemiskinan, kejahatan, pelanggaran norma masyarakat, dan masalah birokrasi.

Salah satu sajak Rendra yang bertemakan mengenai fenomena masyarakat dahulu adalah, sajaknya yang berjudul “Bersatulah Pelacur-Pelacur Ibukota”. Dikutip melalui Kompas, edisi 8 Agustus 2009. Bakdi Soemanto menjelaskan,

12

Buku Minggu Koran Tempo, Sajak-sajak Terakhir Rendra, oleh Edi Haryono, edisi 9 Juni 2013.

(11)

bahwa pada saat Rendra sedang menempuh studinya di Amerika. Ia bersama istrinya, Sunarti meminta kepada Bakdi Soemanto, untuk mengirimkannya potongan-potongan koran lokal dan nasional dari Tanah Air.

Di harian Bersenjata, ada berita polisi memburu-buru pelacur; di Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat juga memberitakan hal itu. Dua bulan sesudahnya, Rendra dan Sunarti mengirimkan sebuah amplop tebal yang berisi sajak Rendra yang terbaru

dengan judul, Bersatulah Pelacur-Pelacur Ibukota.13

Melalui judul dan latar belakang bagaimana sajak itu Rendra buat, kita dapat menyimpulkan sendiri bagaimana kepedulian Rendra terhadap masalah sosial yang sebenarnya merupakan aktualisasi dari beberapa sajaknya dalam kumpulan Balada Orang-Orang Tercinta. Yang membicarakan mengenai orang-orang yang tersingkir, dan teraniaya.

Sebagaimana Rendra begitu berani melancarkan protes terhadap praktik pembangunan oleh pemerintah Orde Baru saat itu, bentuk tindakan protes dan sikap kritisnya bukanlah semata-mata hanya karena beliau merasa berani, akan tetapi Rendra takut akan apa yang bakal menimpa anak cucu di masa depan. Hal ini jelaslah terbukti bahwa melalui puisinya, Rendra ingin kita belajar melalui sejarah masa lalu. Hal ini diungkap Edi Haryono, dalam kata pengantarnya di buku kumpulan sajak Doa Untuk Anak Cucu.

Jika dicermati, selain dari kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu, masih banyak lagi sajak-sajak karya beliau yang bernafaskan mengenai perjuangan dan mengepung keberadaan pembangunan saat pemerintah rezim Orde Baru. Salah

13

(12)

satunya yakni adalah. Potret Pembangunan Dalam Puisi yang terbit pada tahun (1993).

Buku ini Rendra terbitkan untuk mengemas secara keseluruhan praktik pembangunan yang dilancarkan pada saat Orde Baru. Dikemas dalam bentuk puisi, dan bernada kritik yang sangat tepat untuk ditujukan kepada pemerintah. Buku ini telah memuat 24 sajak yang ditulis pada pertengahan decade Orde Baru 1970-an. Saat itu, Orde Baru sedang berada dalam puncak keemasannya. Berkah minyak bumi melimpah, produksi beras berkembang pesat, prasarana fisik wilayah sedang dibangun. Beberapa kelompok seperti pejabat dan keluarganya menikmati proses pembangunan tersebut. Gaya hidup mereka yang mewah justru berbanding terbalik dengan kondisi beberapa wilayah yang rakyatnya masih dalam keadaan tertinggal, tergusur, dan terpinggirkan. Kualitas Pendidikan menurun. Dibentuknya karakter untuk cipta rasa dan karsa sesuai kebutuhan lingkungannya, dan dibentuk menjadi manusia buruh tukang atau kuli pembangunan pesanan.

Pada saat Orde Baru dan kepulangan Rendra setelah menempuh studinya di Amerika, Rendra memutuskan untuk mendirikan Bengkel Teater yang tidak lama

kemudian mengalami tekanan politik sehingga menjadi tidak aktif.14 Hal tersebut

terjadi bukanlah karena tanpa alasan. Sebab, sejak kepulangannya itu Rendra semakin gencar untuk melawan dan mengkritik rezim Soeharto melalui beberapa pentas dramanya yakni, Mastodon dan Burung Kondor dan Perjuangan Suku Naga. Sajak Kesaksian Tahun 1967 juga merupakan sajak yang Rendra tulis

14

Maman S Mahayana, dkk. Apa dan Siapa Penyair Indonesia, Yayasan Hari Puisi: Jakarta, September 2017, hlm. 633

(13)

untuk mengkritik sekaligus menceritakan bagaimana kondisi Indonesia pada masa transisi antara Orde Lama dengan Orde Baru.

Selain sajaknya yang mengandung unsur-unsur kritik terhadap rezim Orde Baru pada saat itu, masih banyak lagi sajak-sajak Rendra yang mengandung unsur sejarah yang kental. Seperti Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api (1990) yang menceritakan sejarah dan kondisi Bandung pada saat Peristiwa Bandung Lautan Api, Sajak Bulan Mei 1998 Indonesia (1998) yang menceritakan bagaimana sebenarnya kebenaran sejarah pada saat peristiwa Kerusuhan Mei 19988, dan masih banyak lagi puisi-puisinya yang mengandung sejarah Indonesia di masa silam. Ada pula sajaknya yang lain, berjudul “Sagu Ambon”. Puisi yang dibuat pada tanggal 9 Mei 2002 tersebut, menceritakan bagaimana suasana mencekam peperangan yang terjadi di Ambon. Dalam sajak tersebut, Rendra mengkisahkan bagaimana sejarah yang begitu kelam saat Perang Saudara di Ambon terjadi yang tidak begitu banyak diketahui oleh khalayak ramai.

Dari penguraian di atas, dapat diketahui bagaimana puisi-puisi Rendra sangat mendeskripsikan Indonesia di masa lampau sudah tentu bahwa puisi-puisinya sangat banyak mengandung nilai-nilai kesejarahannya, terutama saat bagaimana rezim Orde Baru saat itu berkuasa. Maka dari itu, penulis merasa tertarik dan akan mengangkat judul, Kajian Historis Pada Kumpulan Puisi Karya WS. Rendra Tahun 1973-1998 sebagai ketertarikan fokus penelitian sejarah. Kumpulan puisi tersebut, penulis memilih mengkaji dengan analisis semiotika.

(14)

Penelitian yang penulis lakukan adalah mengambil sepuluh judul dari kumpulan-kumpulan puisi tersebut untuk dijadikan bahan penelitian, karena sangat menarik untuk dibahas dan mengandung unsur sejarah yang dirasakan seorang penulis puisi kemudian dituangkan dalam bait-bait puisinya berdasarkan pengalaman yang dialami oleh sang penyair.

Dalam harapan mengkaji sejarah dalam kumpulan puisi menjadi inspirasi dan pengalaman yang meluaskan akan wawasan mengenai sejarah dari sumber yang berupa bait-bait puisi.

B. Rumusan Masalah

Maka dari itu agar pembahasan ini terarah, penulis telah merumuskan beberapa permasalahan-permasalahan yang diharap bisa membantu menguak permasalahan-permasalahan yang diharap bisa membantu menguak permasalahan diatas sebagai patokan penelitian:

1. Bagaimana sejarah teks pada kumpulan puisi Karya WS. Rendra tahun 1973-1998?

2. Bagaimana nilai-nilai kesejarahan pada kumpulan puisi Karya WS. Rendra tahun 1973-1998?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan arahan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah teks pada kumpulan puisi Karya WS. Rendra tahun 1973-1998?

(15)

2. Untuk mengetahui bagaimana kajian historis pada kumpulan puisi Karya W.S Rendra tahun 1973-1998?

D. Kajian Pustaka

Sudah banyak penelitian mengenai analisis puisi WS. Rendra dilakukan baik dari segi nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya maupun kritik sosialnya. Tetapi masih sedikit penelitian yang mengkaji secara khusus kajian historis dan nilai-nilai kesejarahan yang terkandung dalam kumpulan puisi karya WS. Rendra yang penulis rangkum dari tahun 1973 hingga 1998.. Dari tema kajian yang penulis angkat, penulis menemukan beberapa sumber dan kajian terdahulu sebagai berikut:

1. Aan Herdiana 2014, Analisis Wacana Buku Puisi “Potret Pembangunan dalam Puisi” Karya W.S. Rendra, skripsi, STAI Purwokerto

2. Yusuf 2015, Nilai Pendidikan Dalam Kumpulan Puisi “Doa Untuk Anak Cucu” Karya WS. Rendra, skripsi,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

3. Ika Nailis Suraya, 2009, Nilai-Nilai Nasionalisme Enam Puisi dalam Kumpulan Puisi Potret Pembangunan Dalam Puisi Karya W.S. Rendra: Tinjauan Semiotik, skripsi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

4. Aisyah Karimah, 2018, Kajian Historis Pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail Tahun 1998, skripsi, Bandung: Universitas Islam Sunan Gunung Djati.

Dari berbagai penelitian dengan tema yang sama mengenai kumpulan puisi WS. Rendra diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa isi dari penelitian yang

(16)

akan penulis garap memiliki fokus penelitian mengenai kajian historis dalam kumpulan puisi WS. Rendra tersebut, karena kebanyakan dari skripsi dan penelitian di atas adalah penelitian dengan mengkaji sastranya sebagai sumber penelitian. Sedangkan penulis dalam penelitian ini akan berbicara mengenai sejarah teks pada kumpulan puisi dan tema sejarah dalam kumpulan puisi WS. Rendra di tahun 1973 sampai 1998.

E. Langkah-langkah Penelitian

Dalam meneliti kajian ilmu sejarah, memiliki metode penelitian yang berbeda dari ilmu lainnya. Dalam Proposal Penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah ini merupakan sebuah proses pengujian dan analisis kesaksian sejarah untuk menemukan data yang autentik yang dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi sebuah

kisah yang dapat dipercaya.15

Adapun beberapa tahapan bagi seorang peneliti sejarah dalam menyelesaikan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Heuristik

Menurut Notosusanto heuristis berasal dari bahasa Yunan heuriskein, artinya sama dengan to find yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi

mencari dahulu.16

15

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto, judul asli:

Understanding History: A Primeer History Method, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983,

hlm. 32.

16

(17)

Pada tahap ini penulis melakukan penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber yang berhubungan dengan topik yang akan diteliti. Pertama penulis mencoba mencari buku-buku referensi dari berbagai perpustakaan.

Selama proses berlangsung penulis mengumpulkan berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyusun penelitian ini. Dalam prosesnya yakni kajian pustaka, penulis mendatangi beberapa tempat untuk mendapatkan beberapa sumber-sumber terkait yang dibutuhkan seperti Perpustakaan UIN Bandung, Perpustkaan Fakultas Adab dan Humaniora, DISPUSIBDA, dan Perpustakaan Batu Api.

Dalam prosesnya penulis telah mengumpulkan berbagai sumber terkait dan menyusunnya menjadi:

a. Sumber Primer

1) Buku

a) WS. Rendra Potret Pembangunan Dalam Puisi. Jakarta PT. Dunia Pustaka Jaya, cet- pertama, 1993.

b) W.S. Rendra Doa Untuk Anak Cucu, Yogyakarta: Penerbit Bintang, cetakan kelima, 2014.

c) Amir Husin Daulay, Rendra, Politik, dan Kekuasaan, Jakarta: Depot Kreasi Jurnalistik Jakarta Forum, 1987.

d) Matra, Kepak Sayap Cinta Sang Arjuna (1935 – 1995 ), 1995.

b. Sumber Sekunder

(18)

a) Aan Herdiana 2014, Analisis Wacana Buku Puisi “Potret Pembangunan dalam Puisi” Karya W.S. Rendra, skripsi, STAI Purwokerto

b) Yusuf 2015, Nilai Pendidikan Dalam Kumpulan Puisi “Doa Untuk Anak Cucu” Karya WS. Rendra, skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

c) Ika Nailis Suraya, 2009, Nilai-Nilai Nasionalisme Enam Puisi dalam Kumpulan Puisi Potret Pembangunan Dalam Puisi Karya W.S. Rendra: Tinjauan Semiotik, skripsi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

d) Aisyah Karimah, 2018, Kajian Historis Pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail Tahun 1998, skripsi, Bandung: Universitas Islam Sunan Gunung Djati.

2) Buku

a) Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet. Ke-6, 1999.

b) Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995.

c) Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014. 2. Kritik

Dalam tahap ini, sumber dikumpuulkan pada kegiatan heuristik yang terdiri dari buku-buku relevan dengan pembahasan yang terkait, ataupun hasil

(19)

temuan di lapangan tentang bukti-bukti pembahasan atau topik utama penelitian. Yang kemudian diseleksi dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinalya terjamin. Inilah yang dikenal

dengan kritik.17

Setelah seluruh sumber dikumpulkan dan dikategorikan selanjutnya peneliti harus melakukan tahap penelitian yang kedua yakni kritik. Pada tahap ini, sumber dikumpulkan pada kegiatan heuristik berupa buku-buku yang relevan dengan pembahasan yang terkait, ataupun hasil temuan di lapangan mengenai bukti-bukti pembahasan atau topik utama penelitian. Selanjutnya diseleksi dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinilnya terjamin.

Di dalam tahapan ini, kritik dilakukan untuk memiliki tujuan tertentu. Yakni diantaranya adalah untuk membuktikan keabsahan sumber yang ditemukan autentik atau asli sehingga, seluruh data dan sumber yang ditemukan dapat digunakan untuk menunjang penelitian ini.

a. Kritik Eksternal

Dalam proses ini peneliti melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” sumber yang akan digunakan. Menguji asli atau tidaknya sebuah sumber sebelum semua kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu, terleih dahulu harus dilakukan pemeriksaan yang ketat. Sumber sejarah (catatan harian,

17

(20)

surat, buku) adalah autentik atau asli jika benar-benar merupakan produk

dari orang-orang yang dianggap sebagai pemiliknya.18

1) Sumber Primer

 Potret Pembangunan dalam Puisi karya W.S. Rendra

Buku Potret Pembangunan dalam Puisi karya W.S. Rendra pada cetakkan pertama tahun 1993 merupakan salah satu buku kumpulan W.S. Rendra. Dalam kritik sumber, sumber tersebut dilihat dari tahun pembuatan yang dicantumkan, cetakan pertama ini dicetak di Jakarta. Bahan atau materi yang digunakan sumber merupakan kertas yang biasa digunakan di Indonesia tetapi sudah sedikit menguning karena termakan usia. Tinta yang digunakan merupakan hasil print dengan jenis huruf yang digunakan adalah Times New Roman.

Selain kertas-kertas yang sudah menguning tidak ada terdapat kerusakan fisik lainnya. Maka sumber ini merupakan sumber asli yang terbukti autentik dalam bentuk cetakan pertama dan dapat digunakan sebagai acuan selama penelitian ini berlangsung.

 Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Buku Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra pada cetakan kelima tahun 2014 ini merupakan salah satu buku kumpulan W.S. Rendra. Dilihat dari tahun pembuatan yang dicantumkan, cetakan kelima ini dicetak di Yogyakarta. Bahan atau materi yang digunakan sumber merupakan kertas yang biasa digunakan di Indonesia. Tinta yang

18

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, Yogyakarta: Ombak, 2011, hlm. 108.

(21)

digunakan yakni hasil print dengan jenis hurufnya yakni Times New Roman.

Sumber ini merupakan sumber asli dalam bentuk cetakan kelima dan tidak ditemukan kerusakan fisik lainnya.

 Rendra, Politik, dan Kekuasaan ditulis oleh Amir Husin Daulay Buku Rendra, Politik dan Kekuasaan karya Amir Husin dicetak tahun 1987. Dilihat dari tahun pembuatan yang dicantumkan, cetakan pertama ini dicetak di Jakarta. Bahan atau materi yang digunakan sumber adalah kertas yang sering digunakan di Indonesia. Tinta yang digunakan yakni hasil print dengan jenis tulisan yakni...

Sumber ini merupakan sumber asli dalam bentuk cetakan ke-enam, terdapat beberapa kerusakan yang penulis temukan diantaranya adalah kertas-kertasnya yang sudah menguning dan terdapat beberapa bagian isi dari buku tersebut terlepas dari sampulnya.

2) Sumber Sekunder

 Pengkajian Puisi karya Rachmat Djoko Pradopo

Buku ini merupakan cetakan ke-6 tahun 1999. Dilihat dari tahun pembuatannya, buku ini dicetak pada cetakan ke-6 di Yogyakarta. Bahan atau materi yang digunakan dalam sumber adalah kertas yang sering digunakan di Indonesia. Tinta yang digunakan yakni hasil print dengan jenis tulis tulisan yang digunakan adalah Times New Roman.

 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpangurh karya Jamal D. Rahman dkk

(22)

Buku ini merupakan cetakan pertama tahun 2014. Dilihat dari tahun pembuatannya, buku ini dicetak pada cetakan pertama di Jakarta. Bahan atau materi yang digunakan dala sumber adalah kertas yang sering digunakan di Indonesia. Tinta yang digunakan yakni hasil print dengan jenis tulisan yang digunakan adalah Times New Roman.

Selain kertas-kertas yang sudah menguning dan beberapa noda di kertasnya, sumber ini merupakan sumber asli dan dapat digunakan. b. Kritik Internal

Kritik internal menekankan aspek “dala”, yaitu “isi” dari sumber, kesakian (testimoni). Setelah fakta kesaksian (fact of testimoni) ditegakkan melalui kritik eksternal, sejarawan mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. Ia harus memustukan kesaksian itu dapat dihandalkan (reliable) atau

tidak. Keputusan ini didasarkan atas penemuan dua penyidikan (inkuiri).19

1) Sumber Primer

 Potret Pembangunan dalam Puisi karya W.S. Rendra

Kumpulan puisi Potret Pembangunan dalam Puisi berisi 26 puisi yang merupakan puisi-puisi untuk mengepung keberadaan pembangunan di era order baru oleh W.S. Rendra. Dicetak dan diubah judulnya dari Pamflet Penyair menjadi Potret Pembangunan dalam Puisi oleh Adi Sasono atas izin Rendra.

 Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

19

(23)

Ada 23 puisi pada kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra. Puisi-puisi ini berisi masih sama seperti pada buku kumpulan puisi Potret Pembangunan dalam Puisi yakni, merupakan sebuah bentuk pemberontakkan Rendra terhadap pembangunan rezim order baru. Pada awalnya buku puisi ini hanya berupa kumpulan puisi yang diserahkan kepada istrinya yaitu, Ken Zuraida. Dan oleh istrinya kemudian dicetak dan diberi judul Doa Untuk Anak Cucu oleh Edi Haryono.

 Rendra, Politik, dan Kekuasaan ditulis oleh Amir Husin Daulay Buku ini merupakan jurnal yang ditulis oleh Amir Husin Daulay. Berisi mengenai sosok Rendra secara intens. Buku ini adalah seri kedua, diantara buku lainnya yakni: Jejak Langkah, Seks, Wanita dan Keluarga, serta Rendra, Politik, Negara dan Kekuasaan. Amir merupakan seorang jurnalis di masanya, buku dihasilkan melalui berbagai wawancara secara langsung kepada sang objek yakni W.S. Rendra.

2) Sumber Sekunder

 Rendra, Politik dan Kekuasaan ditulis oleh Amir Husin Daulay 3. Interpretasi

Dalam tahap ini penulis mulai menafsirkan atau memberi makna ke pada fakta-fakta (facts) atau bukti-bukti sejarah (evidences). Hal ini diperlukan karena pada dasarnya bukti-bukti sejarah sebagai saksi (witness) realitas di

masa lampau hanyalah saksi-saksi bisu belaka.20

20

(24)

Tahap ketiga yakni interpretasi atau penafsiran sejarah sering disebut juga sebagai analisis sejarah. Analisis berarti menguraikan dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Akan tetapi keduanya analisis dan sintesis dipandang sebagai metode-metode utama dalam

interpretasi.21

Berdasarkan sumber yang dikumpulkan dalam tahap heuristik di kritik, sampailah kepada tahap dimana suatu sumber itu ditafsirkan menjadi sebuah tulisan.

Analisis sejarah itu bertujuan melakukan sintesis atau sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.

Melalui analisis terhadap latar belakang sejarah pengarang dapat diketahui bagaimana fakta kemanusiaannya. Menurut Goldmann, fakta kemanusiaan merupakan respon-respon dari subjek kolektif yang dimaksudkan Goldmann tidak lain suatu kelompok sosial yang mewakili kelas sosial tertentu. Analisis terhadap fakta kemanusiaan inilah yang dikatakan Faruk sebagai proses

genesis dari struktur karya sastra.22

Sejak sajak-sajaknya yang tertuang dalam bentuk balada, sajak-sajak Rendra lainnya selalu mengandung makna pemberontakan yang kental dan tidak takluk pada keadaan. Salah satunya adalah, sajaknya yang berjudul “Aku Tulis Pamflet Ini”. Sajak ini merupakan salah satu sajak dalam

21

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, Yogyakarta: PT. Ombak, 2011, hlm. 114.

22

(25)

kumpulan sajaknya yang berjudul, “Potret Pembangunan Dalam Puisi” yang dicetak pada tahun 1993.

Seperti yang kita ketahui, pamflet merupakan surat selebaran yang berisi suatu pemberitahuan yang ditujukan untuk khalayak ramai. Dalam hal ini, artinya Rendra telah menenmpatkan bahwa sajak-sajaknya merupakan sebuah pamflet yang bisa dibaca semua orang, tidak hanya dari golongan sastra ataupun orang-orang berpendidikan. Sajak yang berjudul,“ Aku Tulis Pamflet

Ini” dibuat di Pejambon, Jakarta pada tanggal 27 April 1978.23

Sajak ini merupakan sebuah sajak yang dibuat Rendra untuk mengkritik keras bagaimana rezim Orde Baru saat itu berkuasa. Bagaimana seharusnya kebebasan berpendapat dilaksankan, sebab di dalam suatu negara kebebasan berpendapat tidak hanya untuk para pejabat yang berkuasa. Akan tetapi, rakyat dengan bermacam-macam status sosial pun memiliki hak dalam mengemukakan pendapatnya. Bagi Rendra selaku sastrawan dan menjadi salah satu saksi dari kekejaman rezim Orde Baru saat itu berkuasa, puisi merupakan sebuah wadah sekaligus perwakilan aspirasi rakyat yang ingin mencurahkan segala kritik sosial mereka atas kegelisahannya pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng dan melanggar HAM.

Melalui puisi, “Kesaksian Tentang Mastodon-Mastodon” yang ditulis pada tahun 1973 Rendra mengumpamakan para pejabat dan cukong pada saat Orde Baru sebagai “mastodon” atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan diksi dari kata gajah. Maksud dari kata mastodon ini ialah,

23

WS. Rendra, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Kata Pengantar: A. Teeuw, Jakarta: PT. Pustaka Jaya, 1993, hlm. 32.

(26)

bagaimana para pejabat saat itu berkuasa bagaikan mastodon yang memakan dan menjarah tanah dimana-mana.

Rendra juga membahas mengenai bagaimana pemerintah tidak berlaku adil pada rakyatnya di dalam puisi “Kesaksian Akhir Abad”. Menurut Rendra, di dalam puisinya tersebut menyatakan bahwa rakyat Indonesia belum merdeka. Sebagai rakyat yang berdaulat, baginya rakyat Indonesia tidak mendapatkan haknya sebagai rakyat yang berdaulat.

Membaca puisi Rendra seperti membaca sejarah di masa lalu. Terutama pada masa kondisi Indonesia saat pemerintahan Orde Baru. Seperti yang terdapat dalam puisi Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia di dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu yang menjelaskan bagaimana sejarah hitam Indonesia pada saat peristiwa Kerusuhan 1998. Kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu dan Potret Pembangunan Dalam Puisi merupakan kumpulan pusi Rendra yang ditulis sejak tahun 1973. Yang penulis pilah beberapa puisi dari beberapa kumpulan buku puisi salah satunya ialah, Potret Pembangunan Puisi dan Doa Untuk Anak Cucu, puisi yang dipilih sudah tentu yang mengandung unsur sejarah yang dirasakan penulis. Beberapa kumpulan uisi ini menarik untuk dikaji karena berisi puisi yang sebagian besar bertemakan nasionalis, kondisi Indonesia saat Orde Baru, kemanusiaan, kondisi sosial dan pemerintahan yang ada sejak 1950-an hingga tahun 2000-an.

Simbolisasi hewan yang terluka yang disebutkan Rendra dalam puisinya, Aku Mendengar Suara. Hewan disini yakni hewan yang jatuh dari sarang

(27)

karena terkena panah seseorang yang memanah rembulan. Hewan itu sendiri barangkali bukan sasaran langsung sang pemanah, naun hewan itulah yang menjadi korban langsungnya. Demikianlah maka hewan yang terluka merupakan kata kunci dalam puisi-puisi sosial Rendra. Dengan simbolisasi ini, betapa luas pula nuansa dan masalah sosial yang dikandungnya. Dan lebih dari sekedar simbolisasi kelompok yang dibelanya, puisi tersebut dapat dipandang sebagai kredo kepenyairan Rendra. Rendra mendengar dan memberikan kesaksian tentang jerit hewan yang terluka itu dibangung diatas

nilai dasar yang tentu saja diyakini penyair.24

Dalam kumpulan puisi ini dari tahun 1973-1998, terdapat banyak judul puisi yang dirangkum di dalamnya berkisar pada perjuangan HAM penegakkan demokrasi, kritik terhadap pemerintahan Orde Baru, seruan anti penjajahan baik itu kekayaan alam, kemanusiaan, maupun ideologi, dan sejarah hitam kerusuhan pada masa menjelang reformasi di tahun 1998..

Berdasarkan penguraian fakta-fakta yang telah didapat, penulis mencoba menyusun dan merekonstruksi lebih dalam mengenai penelitian ini. Sebuah penelitian dengan menggunakan metodologi penelitian sejarah.

Dalam mengkaji kumpulan-kumpulan puisi WS. Rendra yang bertemakan sejarah, penulis menggunakan kajian analisis semiotika. Semiotik berasal dari kata Bahasa Inggris yakni, semiotics. A. Teeuw memberi batasan bahwa semiotika adalah tanda sebagai tindak komunikasi. Lalu pendapat tersebut disempurnakan kembali oleh A. Teeuw bahwa semiotik adalah model sastra

24

Jamal D. Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, hlm. 409.

(28)

yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas. Dick Hartoko, memberi batasan semiotika adalah bagaimana sebuah karya ditafsirkan oleh

para pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang.25

4. Historiografi

Selanjutnya pada tahap ini penulis melakukan menyusun hasil rekonstruksi yakni penulisan sejarah. Penulis dalam tahap ini menyusun data-data yang telah ditemukan dari beberapa sumber yang ditemukan untuk disusun menjadi sebuah tulisan yang menjelaskan dan menguraikan setiap data-data yang telah melewati hasil pengolahan dalam penulisan ilmiah.

Setelah data dikumpulkan, dari beberapa proses penelitian kemudian dipilah akhirnya penulis menyusun kerangka penelitian agar dapat memberikan gambaran mengenai proses penelitian berdasarkan sistematika tersebut:

BAB I PENDAHULUAN dalam bab ini penulis akan menulis beberapa point seperti latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka dan metode penelitian.

BAB II BIOGRAFI WS. RENDRA dalam bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana biografi atau riwayat hidup WS. Rendra dan bagaimana Rendra masuk Islam berikut dengan menyebutkan karya-karya sastra ciptaanya.

25

(29)

BAB III KAJIAN HISTORIS PADA KUMPULAN PUISI KARYA WS. RENDRA TAHUN 1973-1998 pada bab ini penulis mulai menjelaskan bagaimana sejarah teks dan nilai-nilai kesejarahan yang terkandung pada kumpulan puisi Karya WS. Rendra dari tahun 1973-1998.

BAB IV PENUTUP merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dari pembahasan inti yang terperinci dalam rumusan masalah atau dalam kata lain sebagai jawaban singkat dari rumusan masalah.

Bagian terakhir adalah daftar sumber yang memuat beberapa identitas sumber yang digunakan oleh penulis dan dilengkapi juga dengan daftar lampiran.

Referensi

Dokumen terkait

Parasetamol merupakan zat aktif yang memiliki sifat alir dan daya kompresibilitas yang buruk sehingga diperlukan binder dan metode pembuatan tablet secara granulasi

Tujuan dari prinsip mutu ini adalah untuk menilai kualitas dari seberapa sering tes kemapmuan diri / tugas yang didapatkan oleh mahasiswa yang dilakukan untuk

PENGARUH PEMBERIAN Nigella sativa TERHADAP KADAR IGE, IL-6 PLASMA SERTA SKOR ASTHMA CONTROL TEST PADA ANAK ASMA RINGAN DAN SEDANG.. Fadilah Mutaqin*  , Wisnu Barlianto**,

dilindungi.. perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan tujuan untuk menemukan persamaan dasar dan konsep penanganan tindak pidana perdagangan satwa liar

Hubungan Orientasi Locus of Control dengan Tingkat Happiness Remaja Yatim Piatu di Yayasan Yatim Piatu Budi Mulia Singgahan Pare. Fakultas Psikologi UIN Maulana

Pencatatan data anggota, buku, proses peminjaman dan pengembalian masih dilakukan di kertas dalam bentuk buku besar, hal tersebut menjadi masalah karena membuat

Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152, Indonesia Telp. Hama pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produksi gula sekitar 10%. Hama penting pada

ketidaktepatan waktu pengiriman barang, ketidakamanan transaksi mulai dari pembayaran menggunakan kartu kredit milik orang lain (pembajakan), akses ilegal ke sistem informasi