BAB II ' • . TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Yang Relcvan
1. Karakteristik Pelajaran Fisika
Fisika merupakan sub bidang sains yang mengkaji periiaku materi dan
bentuk-bentuk energi yang mempengaruhinya, sehingga fisika sering juga disebut
sebagai ilmu tentang materi dan energi (Tippler, 2004). Fungsi utama fisika
adalah menjelajah alam semesta untuk menemukan sumber-sumber energi dan
memberikan gambaran tentang cara-cara untuk memanfaatkannya. Adapun alat
yang digunakan untuk penjelajahan dimaksud adalah metode ilmiah atau
keterampilan proses sains (Ibrahim, 2005).
Metode ilmiah adalah serangkaian aktivitas yang direncanakan secara
sistematis dan logis untuk mengkonstruksi pengetahuan yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah. Inti dari metode ini adalah pengamatan, yakni
pengumpulan fakta dan data secara empiris dan terukur. Penjelasan gejala alam
yang sistematis itu diorientasikan agar manusia dapat memanfaatkan
sumber-sumber energi untuk mununjang kesejahteraannya. Deskripsi gejala alam pada
aspek materi dan energi dalam fisika pada umumnya dinyatakan secara
kuantitatif. sehingga pada pemanfaatannya dapat diperhitungkan secara cermat
(Sears, 2001).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fisika merupakan bidang
mcmiliki nilai praktis untuk membantu mengatasi permasalahan tertentu, yang
pada intinya adalah untuk menunjang kesejahteraan.
2. Prinsip pembelajaran fisika
Fisika merupakan bidang ilmu yang turut berperan dalam membantu
manusia untuk mencapai kesejahteraan. Sehubungan dengan hal tersebut, Ibrahim
(2005) mengungkapkan bahwa pengetahuan seseorang tentang sesuatu tidaklah
berarti apapun jika tidak dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam dunia
nyata. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengaktualisasian konsep dalam kehidupan
nyata merupakan salah satu unsur penting yang seyogyanya selalu dikembangkan
dalam proses pembelajaran fisika. Konsep pembelajaran yang demikian itu
selanjutnya dikenal sebagai konsep pembelajaran bermakna (Hinduan, 2005).
Pembelajaran bermakna adalah pembalikan dari paradigma konvensional
dimana peserta didik seolah-olah belajar hanya untuk sekolah, yakni untuk
menghadapi ujian kenaikan fingkat atau kelulusan pada jenjang pendidikan
tertentu. Pembelajaran bermakna adalah paradigma bahwa belajar merupakan
suatu kebutuhan untuk menghadapi tantangan kehidupan dimasa depan. Dengan
kata lain, belajar bermakna adalah belajar untuk kehidupan.
Dalam kurikulum 2006 (KTSP), pada bagian latar belakang dinyatakan
bahwa pembelajaran fisika harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir
9
b. Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan scjumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan profesi serta mengembangkan IPTEK.
c. Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai
salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Pada bagian yang sama, dikemukakan pula bahwa mata pelajaran fisika
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain ,
-c. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan
dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
d. Mengembangkan kemampuan bemalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kuaiitatif
maupun kuantitatif
e. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mclanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh guru untuk
membelajarkan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
(Depdiknas, 2003). Hal ini mengisyaratkan bahwa pencapaian tujuan
pembelajaran pada hakikatnya adalah merupakan hasil belajar peserta didik,
dengan bantuan, bimbingan dan informasi-informasi dari guru. Dengan demikian
strategi pembelajaran yang dikembangkan haruslah senantiasa berpusat pada
peserta didik (Sagala, 2003).
Dalam sistimatika pembelajaran sains, khususnya fisika, tujuan
pembelajaran dapat dipilah atas tiga aspek tujuan, yang meliputi tujuan
pembelajaran, tujuan praktikum, dan tujuan percobaan. Tujuan pembelajaran
adalah rumusan kompetensi yang diharapkan diperoleh peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, yang mencakup aspek kompetensi kognitif,
psikomotor, proses sains, sikap dan keterampilan sosial. Tujuan Praktikum adalah
untuk melatihkan kompetensi-kompetensi yang relevan, sedangkan tujuan
percobaan difokuskan pada aspek pemahaman konsep melalui penerapan
keterampilan proses sains (Ibrahim, 2005). Disini terlihat bahwa secara hirarkis,
tujuan percobaan tercakup dalam tujuan praktikum, dan tujuan praktikum berada
dalam cakupan tujuan pembelajaran .
3. Praktikum fisika
Praktikum adalah salah satu bentuk pengalaman belajar yang ditujukan
II
dan intclcklual secara faktual (Ali, 1984). Dengan demikian, praktikum dalam
pembelajaran fisika dapat dikembangkan untuk tujuan:
a. Memantapkan pemahaman tentang konsep-konsep pelajaran
b. Mengembangkan sikap ilmiah
c. Melatih keterampilan psikomotorik
d. Melatih keterampilan proses sains
e. Mengembangkan keterampilan sosial.
Dari kutipan di atas, diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan kegiatan
praktikum merupakan aktivitas belajar yang sangat dianjurkan karena dapat
memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk kepribadian peserta didik
secara menyeluruh, yang pada intinya adalah membentuk dan menanamkan
kecakapan hidup {life skill).
Efektivitas kegiatan praktikum sangat bergantung pada bagaimana
kegiatan tersebut dikelola. Praktikum yang dikembangkan dengan menggunakan
panduan model resep dimana peserta didik mengikuti instruksi langkah demi
langkah memungkinkan tercapainya hasil akhir yang sesuai dengan konsep, tetapi
cenderung tidak melatih mereka untuk kreatif, kritis dan terampil dalam
menyelesaikan masalah. Untuk mengantisipasi terjadinya pola praktikum yang
demikian ini, salah satu bentuk praktikum yang dianjurkan untuk dikembangkan
adalah praktikum berbasis keterampilan proses (Suderajat, 2004).
Keterampilan proses sains atau kerja ilmiah adalah keterampilan dalam
menckankan aktivitas belajar peserta didik untuk memperoieh pengetahuan secara
aktif, kreatif dan arif, melalui prosedur yang sistematis.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, keterampilan proses sains
diamanatkan untuk dilatihkan pada peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar.
Secara garis besar, pengalaman belajar yang dapat dikembangkan dalam
penerapan pendekatan keterampilan proses adalah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Keterampilan Proses Sains
No Tahap Kegiatan Aktivitas
1 Merencanakan a. Merumuskan masalah b. Merumuskan tujuan c. Menyusun hipotesis
d. Menetapkan variabel-variabel
e. Menentukan cara melakukan percobaan f. Menentukan alat dan bahan
g. Menentukan data yang diperlukan h. Menentukan cara menganalisis data i. Menentukan cara menarik kesimpulan 2 Melaksanakan a. Melakukan percobaan
b. Mengumpulkan data c. Menganalisis data d. Menarik kesimpulan 3 Mengkomunikasikan a. Menyusun laporan tertulis
b. Mempresentasikan laporan
Sumber: Kurikulum Fisika SMA 2004
Kompleksitas penerapan proses sains dalam pembelajaran cenderung
13
penyelidikan dengan topik sederhana, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan
biasanya lebih ringkas dibandingkan dengan topik-topik yang lebih rumit.
Kegiatan praktikum" atau penyelidikan dalam proses pembelajaran pada
umumnya dipandu dengan lembar kerja siswa (LKS). Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penerapan praktikum yang berbasis keterampilan proses sains
adalah adanya keterlibatan siswa dalam seluruh langkah penyelidikan, yakni
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Sehingga LKS yang paling baik adalah
berupa kertas kosong (Suderajat, 2004). Dalam pengertian bahwa siswa hanya
diorientasikan pada masalah, sedangkan yang mengembangkan perencanaan dan
pelaksanaan penyelidikan adalah mereka sendiri.
Prosedur praktikum yang disarankan dalam panduan pelayanan kurikulum
2004 adalah terdiri atas 4 tahap kegiatan, yakni:
Tahap 1: Siswa merumuskan rencana penyelidikan melalui diskusi kelompok
Tahap 2: Mendiskusikan rumusan perencanaan penyelidikan melalui diskusi kelas
untuk menyusun rumusan perencanaan yang akan digunakan bersama
dalam penyelidikan.
Tahap 3: Melaksanakan percobaan dengan menggunakan LKS rumusan bersama
Tahap 4: Mempresentasikan laporan praktikum.
Dalam kurikulum modem, keterampilan proses sains merupakan salah satu
kompetensi pokok yang harus ditanamkan hingga menjadi bagian dari kepribadian
siswa. Dengan bekal keterampilan proses, peserta didik diharapkan dapat
berkembang secara mandiri dalam membentuk kompetensi-kompetensi lainnya
4. Percobaan fisika
Percobaan atau eksperimen adalah aktivitas belajar yang dilakukan melalui
interaksi dengan peralatan atau instrumen untuk memperoieh fakta dan data
empiris melalui pengamatan dan pengukuran, dalam rangka mengkonstruksi
pengetahuan ilmiah (Tippler, 2004). Percobaan pada umumnya diorientasikan
untuk memperoieh gambaran tentang hubungan sebab dan akibat pada suatu
gejala, dengan cara memunculkan gejala tersebut melalui perlakuan tertentu yang
umum disebut memanipulasi kondisi.
Fakta dan data yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan premis
untuk menarik suatu kesimpulan sebagai pengetahuan yang baru. Dengan
demikian, penarikzm kesimpulan dari suatu percobaan sangat dipengaruhi oleh
kualitas fakta dan data yang diperoleh dari percobaan yang dilaksanakan.
Percobaan yang baik akan memberikan fakta dan data yang relevan sebagai
5. Perangkat percobaan
Perangkat percobaan merupakan bagian dari media pembelajaran, yakni
alat bantu yang berfungsi untuk menyampaikan pesan dari sumber informasi
kepada pembelajar (Lufri, 2002). Dewasa ini, media pembelajaran telah
dikembangkan dalam berbagai jenis dan bentuk, dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan. Menurut Katu (1998) media pembelajaran fisika dapat
dikategorikan menjadi tiga karakteristik, yakni; (a) Media pandang {visual aids),
Dalam pcrkcmbangannya, suatu media pembelajaran dapat memiliki dua
atau tiga karakter tersebut di atas. Menurut Nasution (1995), media pembelajaran
yang baik haruslah dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa aspek,
yaitu; 1) Validitas, 2) Praktikalitas, 3) Efisiensi, 4) Keamanan, dan 5) Estetika.
1) Validitas
Validitas adalah adalah kesesuaian atau keterandalan suatu alat atau cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (Bambang, 2002). Dalam hal ini,
media pembelajaran sebagai alat harus benar-benar dapat menjamin pencapaian
tujuan pembelajaran, yakni menyajikan informasi yang sesuai dengan konsep
yang tengah dipelajari peserta didik.
2) . Praktikalitas
Praktikalitas atau kepraktisan adalah aspek yang menyangkut kemudahan
dalam penggunaannya, yakni kemudahan mempersiapkan, menggunakan,
mengemas, menyimpan, merawat dan memperbaiki kerusakannya. Aspek
kepraktisan juga mencakup aspek kemudahan siswa dalam menerima pesan yang
disajikan media pembelajaran, dimana hendaknya media tersebut dapat diamati
3) Efisiensi
Efisiensi adalah aspek yang menyangkut penghematan dari segi biaya,
waktu, tempat dan tenaga. Salah satu upaya' untuk meningkatkan efisiensi dalam
f>engembangan media pembelajaran adalah dengan diversifikasi fiingsi. Semakin
banyak fijngsi suatu alat, semakin baik pula nilai efisiensinya.
4) Keamanan
Keamanan dalam konteks ini meliputi keamanan bagi pengguna (guru dan
siswa), dan bagi alat itu sendiri. Alat yang aman digunakan akan memberikan rasa
tenteram dan nyaman pada saat menggunakannya. Hal ini secara praktis turut
memberikan andil dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar.
5) Estetika
Estetika adalah sudut pandang yang berkaitan dengan penampilan suatu
alat. Alat dengan konstruksi dan tata wama yang menarik akan dapat
meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Aspek estedka ini turut
berperan dalam membentuk sikap rasa ingin tahu dan rasa senang dalam belajar.
Perangkat percobaan berftingsi sebagai alat bantu dalam kegiatan
percobaan, yakni untuk memunculkan gejala yang akan diamati. Perangkat
percobaan yang berkualitas akan memberikan kemudahan bagi praktikan dalam
dua aspek pokok percobaan, yaitu dalam memanipulasi kondisi untuk
memunculkan gejala, dan dalam mengamati gejala tersebut. Dengan kata lain,
perangkat percobaan yang efektif akan dapat memunculkan gejala fisis dengan
17
s
Perangkat percobaan pada umumnya dikembangkan atas tiga komponcn,
yakni; peralatan kerja, panduan pengoperasian alat (manual), dan panduan
percobaan. Selain itu, keberhasiian suatu percobaan tentunya harus pula didukung
oleh fasilitas lainnya, diantaranya adalah perpustakaan yang memadai dan
kondisi lingkungan yang kondusif. Komponen-komponen ini secara
bersama-sama akan menunjang pencapaian hasil belajar yang optimal.
6. Efektivitas perangkat percobaan . ' ;
Secara semantik, efektif diartikan sebagai tepat guna, manjur, atau layak.
Adapun efektivitas diartikan sebagai tingkat ketepat gunaan atau kelayakan
sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan (Amran, 1995). Berdasarkan
penjelasan di atas, diperoleh gambaran bahwa efektivitas perangkat percobaan
dapat diartikan sebagai tingkat kelayakan perangkat percobaan dalam menunjang
pencapaian tujuan percobaan yang dilaksanakan.
Efektivitas perangkat dapat ditinjau dari hasil yang diperoleh melalui
penggunaannya, yang dalam hal ini adalah pencapaian tujuan percobaan.
Perangkat percobaan dinyatakan efektif jika dapat memperlihatkan gejala atau
fakta-fakta, dan data yang akurat sebagai bahan untuk dianalisis, ditafsirkan dan
disimpulkan oleh praktikan (Sustini, 2002). Dengan demikian, efektivitas
perangkat percobaan ditentukan oleh beberapa indikator, yakni:
(a) Kemampuan dalam menyajikan gejala yang relevan dengan tujuan
(b) Kemampuan dalam memberikan hasil ukur yang akurat
(c) Kemudahan dalam penggunaan i<-;- t i « ;
konstruksi mengacu pada poia pcngoiahan informasi yang disajikan dalam rangka
membentuk suatu pengetahuan.
3) Validitas empiris
Validitas empiris {empirical validity) adalah tinjauan kesesuaian antara
pengalaman yang dibentuk melalui suatu alat dengan pengalahian yang dibentuk
oleh alat lain yang memiliki kesejajaran dengan alat yang dikembangkan.
Validitas empiris suatu alat ditentukan oleh indeks akurasi dan presisi hasil ukur
dengan menggunakan alat tersebut.
4) Validitas ramalan
Validitas ramalan {predictive validity) adalah kemampuan suatu alat atau
cara yang digunakan untuk meramalkan peristiwa atau gejala yang akan atau
dapat terjadi kedepan. Validitas ini umumnya digunakan dalam pengembanan tes
penempatan seseorang dalam kelompok tertentu. Sedangkan untuk media
pembelajaran validitas ini belum teridentifikasi.
b. Praktikalitas
Aspek praktikalitas {practicality) diartikan sebagai kemudahan dalam
pemanfaatan instrumen. Yang tercakup dalam aspek ini meliputi beberapa hal,
yaitu; 1) Kemudahan dalam mempersiapkan alat, 2) Kemudahan dalam
mengoperasikan, 3) Kemudahan dalam mengemas kembali, 4) Kemudahan
memobilisasi (memindahtempatkan), 4) Kemudahan penyimpanan, 5)
20
7. Meja rotasi
Meja rotasi {rotation table) adalah instrumen yang digunakan untuk
menganalisis gerak rotasi suatu benda. Alat ini terdiri dari sebuah cakram yang
dapat dirotasikan dengan frekuensi yang bervariasi dan terukur. Meja rotasi yang
dapat dijumpai dewasa ini terdiri atas dua jenis, yakni meja rotasi yang
dikembangkan untuk pendidikan dan meja rotasi teknis.
Meja rotasi untuk pembelajaran dikembangkan dengan mengutamakan
aspek simulasi gejala, sementara meja rotasi teknis lebih mengutamakan hasil
ukur. Meja rotasi pendidikan/pembelajaran dikembangkan oleh P.H. Bligh dan
kawan-kawan (J. Hughes, 1986) dan diproduksi oleh Kingston
Polytechnic-London. Konstruksi meja rotasi standar untuk laboratorium pendidikan fisika
diperlihatkan pada Gambar 1. Sedangkan spesifikasi meja rotasi standar adalah
seperti dimuat pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi Meja Rotasi Standar
No Uraian Spesifikasi
1 Bahan cakram Plywood dilapisi kaca 2 Diameter cakram 1 meter 3 Frekuensi maksimum 200 rpm
4 Daya listrik 350 W
5 Berat alat 18 kg
6 Tinggi 1,5 m
a)
(b) (c) Gambar 1. Meja Rotasi, (a) konstruksi lengkap, (b) cakram, dan (c) motor
penggerak. (sumber: Physics Education, Inggeris, 1996)
Meja rotasi ini dilengkapi dengan kamera yang terpasang pada statip yang
berputar bersama dengan cakram. Pemasangan kamera seperti ini bertujuan untuk
22
labor. Meja rotasi ini dikembangkan untuk lima butir percobaan, yaitu; 1) Gerak
rotasi beraturan, 2) gerak rotasi berubah beraturan, 3) Gaya sentripetal dengan
indikator pegas, 4) gaya sentripetal pada bidang miring, dan 5) luncuran rotasi.
Keunggulan instrumen meja rotasi standar adalah dapat digunakan untuk
mengamati gejala-gejala rotasi yang secara faktual dan terukur, yang tidak dapat
diperlihatkan oleh instrumen lainnya yang ada di laboratorium maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Kelemahannya adalah pada aspek pemeliharaan, terutama
pada karakteristik suku cadang yang digunakan. Komponen-komponen yang
terpasang pada instrumen standar sulit dijumpai dipasaran dalam negeri, sehingga
kerusakan yang terjadi sulit untuk diperbaiki.
Meja rotasi teknis dikembangkan oleh Comet (Amerika Serikat), dan
Phywe (Jerman), yang diproduksi untuk pengujian material dan komponen mesin
otomotif. Pada laboratorium fisika di beberapa perguruan tinggi, meja rotasi ini
digunakan untuk fisika terapan.
(a) (b)
Gambar 2. Meja Rotasi Teknis (a) Produksi Phywe dan (b) Produksi Comet (Sumber: Physics Education, 1996)
8. Pcnelitian-pcnelitian yang relevan
Eksperimen atau percobaan merupakan cara belajar melalui interaksi
langsung dengan instrumen untuk memanipulasi gejala yang sesuai dengan
konsep pelajaran. Melalui kegiatan ini, peserta didik dipacu untuk mengkonstruksi
pengetahuannya secara mandiri dengan menggunakan fakta dan data empirik.
Hasil-hasil penelitian tentang efektivitas pembelajaran fisika yang
mengembangkan kegiatan eksperimen diantaranya adalah:
1. Katu (1998), tentang miskonsepsi dalam fisika menyatakan bahwa;
a. Miskonsepsi pada mahasiswa pemula di universitas palangkaraya
diakibatkan rendahnya intensitas praktikum di SMA.
b. Eksperimen merupakan cara yang efektif untuk mengatasi miskonsepsi
dalam fisika.
2. La Maronta (2001) menyatakan bahwa cara belajar dengan metode eksperimen
temyata dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran dengan
lebih baik dibandingkan dengan cara belajar konvensional tanpa kegiatan
praktikum.
3. Zulhelmi (2006) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
laboratorium mini menunjukkan adanya peningkatan proporsi rata-rata hasil
belajar siswa dalam teori peluang sebesar 0,236.
4. Mohammad Nur (2000) menggambarkan bahwa praktikum fisika dengan
mengembangkan keterampilan proses sains cenderung meningkatkan prestasi
24
5. Masykur, dkk (1999) tentang pengembangan paket pembelajaran IPA berbasis
keterampilan proses sains menyimpulkan bahwa; Pertama, secara keseluruhan
pemahaman konsep IPA bagi siswa yang belajar IPA dengan menggunakan
paket pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses lebih baik dari pada
siswa yang belajar IPA sesuai dengan rancangan guru. Kedua, secara
keseluruhan pembelajaran IPA dengan menerapkan paket pembelajaran IPA ini
mampu memberikan kemampuan proses sains (bagi siswa) lebih baik dari pada
pembelajaran IPA hasil rancangan guru.
6. Sukino, dkk (2007) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran model
Children Learning In Science (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa SMA di Jawa Timur. Dalam hal ini, model pembelajaran CLIS pada
intinya adalah pembelajaran berbasis eksperimen.
Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa eksperimen
merupakan kegiatan yang melekat dalam pembelajaran IPA, khususnya fisika.
Adapun efektivitas eksperimen ditentukan oleh fasilitas yang memadai, baik dari
aspek kuantitas maupun kualitas.
1.2 Kerangka Berpikir
Pendidikan fisika pada suatu jenjang pendidikan tertentu hakikatnya
adalah pemberian bekal pada peserta didik untuk menjalani kehidupan di
masyarakat dan/atau untuk menempuh pendidikan pada jenjang berikutnya. Oleh
sebab itu, pembelajaran fisika diharapkan dapat meningkatkan kesadaran peserta
didik bahwa belajar fisika merupakan kebutuhan yang akan membantu dirinya
Sehubungan dengan tujuan tersebut, pembelajaran fisika seyogyanya
berorientasi pada prinsip pembelajaran bermakna, yakni menanamkan kesadaran
bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang penting untuk meningkatkan kualitas
hidup peserta didik. Dalam konteks ini, pendekatan pembelajaran yang dewasa ini
paling dianjurkan adalah dengan pendekatan kontekstual, peserta didik
dihadapkan pada gejala nyata yang berkaitan dengan konsep, dan pemanfaatan
konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan pembelajaran yang mengacu pada pendekatan kontekstual
dan bermakna secara praktis dihadapkan pada konsekuensi diperlukannya fasilitas
pembelajaran yang memadai, baik media pembelajaran kelas maupun instrumen
laboratorium. Kaitan antara tujuan, strategi, fasilitas dan hasil belajar dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir kerangka berfikir
Tujuan pendidikan/pembelajaran pada prinsipnya menyatakan
karakteristik peserta didik pasca pembelajaran. Secara spesifik, tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang terukur, yang meliputi
aspek kognitif, sikap ilmiah, keterampilan proses sains, psikomotor dan
26
Staratcgi adalah kiat untuk mencapai tujuan pembelajaran, yakni
pengelolaan aktivitas belajar peserta didik yang difasilitasi oleh guru, baik di
sekolah maupun "di luar sekolah (Lufri, 2004). Pengembangan straitegi
pembelajaran di kelas atau di laboratorium hendaknya dilakukan dengan
mempertimbangkan tiga aspek pokok, yaitu:
a. Karakteristik konsep/materi yang akan disajikan
b. Karakteristik peserta didik, dan
c. Fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Hasil belajar adalah semua bentuk kompetensi yang diperoleh siswa dari
kegiatan belajar yang dilakukannya (Lutfi, 1986). Konsep penting yang
dikemukakan Lutfi adalah bahwa kompetensi yang dimiliki peserta didik
merupakan hasil dari aktivitas belajamya, sementara guru berperan sebagai
fasilitator, mediator dan motivator, dalam rangka mengefektifkan kegiatan
belajamya itu. Sejalan dengan f)ola pemikiran tersebut, Suharsimi (2008)
mengemukakan bahwa guru yang sukses pada hakekatnya bukanlah guru yang
peserta didiknya pintar, melainkan guru yang dapat memotivasi peserta didiknya
untuk belajar.
Fasilitas belajar/pembelajaran merupakan segala sesuatu yang memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk memperoieh hasil belajar secara efektif dan
efisien. Pada intinya, strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan
pendekatan, model atau metode tertentu cenderung memerlukan alat bantu yang
yang berorientasi pada metode eksperimen atau demonstrasi secara praktis akan
membutuhkan peralatan praktikum yang memadai.
Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa fasilitas belajar berperan penting
dalam mendukung pengembangan strategi belajar peserta didik untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Ketersediaan fasilitas pembelajaran yang memadai akan
menunjang pengembangan strategi pembelajaran yang variatif, efektif dan efisien,
sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan. Dengan kata lain,
fasilitas pendidikan/pembelajaran merupakan salah satu kunci keberhasiian