• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN ULANG SHOP FLOOR LAYOUT UNTUK MEMINIMASI WASTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN ULANG SHOP FLOOR LAYOUT UNTUK MEMINIMASI WASTE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN ULANG SHOP FLOOR LAYOUT UNTUK MEMINIMASI WASTE Rachmad Hidayat

Program Studi Teknik Industri Universitas Trunojoyo Madura e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Perancangan ulang shop floor layout menggunakan Algoritma Corelap diharapkan dapat meminimasi waste. Langkah-langkah penelitian adalah menentukan mesin yang akan diatur layout-nya, membuat matriks hubungan antar mesin, menghitung space yang dibutuhkan tiap mesin dan menghitung nilai Total Closeness Rating (TCR). Penelitian ini membandingkan layout awal dengan layout usulan. Jarak perpindahan menurun 31,3%. Ongkos material handling menurun 28,54%. Waste menunggu, potential failure mode yang dapat diminimasi. Lama produk berada dalam lintasan produksi lebih cepat menjadi 8,73 jam per produksi. Flow time per produksi mengalami penurunan 8,29%. Efisiensi lintasan produksi meningkat 5,64%.

Kata Kunci: Shop Floor Layout, Meminimasi Waste, Total Closeness Rating, Potential Failure Mode, Flow Time

ABSTRACT

Redesign of shop floor layout using Corelap algorithm is expected to minimize waste. The steps of research is to determine machine that will set its layout, create a matrix of relationships between machines, calculate space required for each machine and calculate the value of total closeness Rating (TCR). This study compared the initial layout with the proposed layout. Displacement distance decreased 31.3%. Material handling costs decreased 28.54%. Waste waiting for, potential failure modes that can be minimized. Older products are in production faster trajectory to 8.73 hours per production. Flow time per production has decreased 8.29%. Increased efficiency of the production line 5.64%.

Keyword: Shop Floor Layout, Meminize Waste, Total Closeness Rating, Potential Failure Mode, Flow Time

PENDAHULUAN

Produktivitas yang meningkat mengarah pada operasi yang lebih baik, yang pada gilirannya akan membantu menentukan waste dan problem kualitas di dalam sistem. Penanganan waste secara sistematis secara tidak langsung juga merupakan pemecahan sistematis terhadap faktor-faktor yang mengakibatkan problem dalam manajemen [1]. Potential

failure modes diidentifikasi dari tiap waste.

Setiap potential failure mode, penyebabnya dan proses pengontrolan yang dilakukan perusahaan. Untuk potential failure modes pengambilan peralatan press di departemen lain disebabkan oleh kurangnya peralatan dan produksi berlebih sehingga kekurangan peralatan. Pengambilan material yang jauh letaknya disebabkan karena tata letak yang kurang baik. Pengaturan tata letak yang kurang baik juga menyebabkan failure modes letak departemen gambar kurang tepat menimbulkan

cross movement dan arus balik antar departemen (back tracking). Potential failure

modes yang lain yaitu pengambilan mata press

di departemen lain karena kurangnya pengawasan peralatan.

Failure modes breakdown pada mesin

disebabkan karena setup kurang baik, kurangnya kontrol dari operator serta

maintenance yang tidak rutin. Adanya defect

disebabkan belum adanya SOP dan ketidaksesuaian prosedur kerja. Pengelasan dan pengecatan yang kurang baik sehingga harus dikerjakan ulang terjadi karena kurangnya kontrol dari operator dan breakdown. Waste produksi berlebih dibangun dari dua potential

failure modes. Pada failure modes inventory

plat terlalu banyak terjadi karena peramalan bahan baku tidak tepat serta pembelian dilakukan secara periodik. Sedangkan inventory barang jadi yang terlalu banyak karena produksi berlebih yang dilakukan oleh body dan bending. Perancangan ulang shop floor layout yang diharapkan dapat meminimasi pemborosan (waste), seperti transportasi berlebih (excessive

(2)

gerakan tidak perlu (unnecessary motion).

Algoritma Corelap menyusun tata letak lantai

produksi berdasarkan hubungan kedekatan subjektif antar mesin, dapat menunjukkan gambaran layout dengan space yang sebenarnya dan penyusunan tata letak tiap departemen juga mempertimbangkan urutan prosesnya [2].

TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya Corelap melakukan penyusunan layout berdasarkan hubungan antar mesin. Langkah-langkah dari algoritma corelap adalah: [2] (1) Tentukan mesin yang akan diatur

layout-nya. (2) Buat matriks hubungan antar

mesin. (3) Menghitung space yang dibutuhkan tiap mesin. (4) Hitung nilai Total Closeness

Rating (TCR) yaitu sama dengan penjumlahan

nilai relatif hubungan. (5) Urutkan mesin berdasarkan nilai TCR terbesar. Hubungan ini dibahasakan dalam bahasa kualitatif. Activity

Relationship Chart (ARC) digunakan untuk

mengetahui derajat kedekatan antar stasiun kerja. Derajat kedekatan antar stasiun kerja ditunjukkan dengan pemberian simbol seperti Tabel 1.

Tabel 1. Derajat kedekatan Derajat Kedekatan Deskripsi

A Mutlak E Sangat penting I Penting O Biasa/cukup U Tidak penting X Tidak dikehendaki

Dalam memberikan simbol untuk mengukur kedekatan antar stasiun kerja perlu dimasukkan alasan sebagai dasar penentuan hubungan. Pemberian alasan didasarkan pada keterkaitan produksi, pegawai dan informasi. Alasan untuk mendapatkan derajat keterkaitan sangat tergantung pada situasi dimana aktivitas dilakukan. Alasan derajat keterkaitan ditunjukkan pada Tabel 2.

METODE PENELITIAN

Obyek penelitian terdiri dari beberapa departemen produksi seperti Gambar 1, Body,

Bending, Pengelasan, Pengecatan, Press assembly dan Wirring. Pengamatan di lantai

produksi ditemukan banyak waste pada lantai

produksi seperti gerakan yang berlebihan, banyak work in process pada departemen Body, sering breakdown mesin, banyak perulangan mondar-mandir (back track). Karakteristik tersebut sesuai dengan tipe tata letak product

layout. Departemen tidak ditempatkan sesuai

dengan urutan proses produksi. Aliran perpindahan bahan yang panjang, timbulnya aliran bolak-balik (back tracking), perpindahan silang (cross movement) dan timbulnya waste

activity.

Tabel 2. Alasan Derajat Keterkaitan Kode Alasan

1 Urutan aliran kerja

2 Derajat hubungan kepegawaian 3 Kemudahan pengawasan 4 Perpindahan alat

5 Alat informasi dan komunikasi 6 Karyawan

7 Bising, debu, bau tidak sedap

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi

Layout Awal

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Awal

Jarak antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja yang lain dapat ditentukan menggunakan titik pusat. Masing-masing stasiun kerja dicari titik pusatnya kemudian ditentukan jaraknya dengan memakai jarak siku (rectilinear) karena perhitungan ini lebih realistis untuk diterapkan. Diagram Alir Proses Produksi layout awal seperti Gambar 1.

(3)

Pada layout awal dapat diketahui: (1) Luas Departemen Pembentukan Body ialah 64,45 m2 dengan titik pusatnya (x1;y1), yaitu (27,17;22,7). (2) Luas Departemen Bending ialah 14,93 m2 dengan titik pusatnya (x2;y2), yaitu (27,17;27,95). Jarak Departemen Pembentukan Body dan Departemen Bending = (27,17 - 27,17) + (22,7 - 27,95) = 5,25 m. Jadi, jarak Departemen Pembentukan Body-Bending ialah 5,25 m. Hasil perhitungan layout awal seperti Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Layout Awal No. Departemen Jumlah MH

(m) Konversi (menit) 1. Body 78,5 1,52 2. Bending 264,42 5,12 3. Pengelasan 206,36 3,99 4. Press Asembly 122,82 2,38 5. Pengecatan 30,3 0,59 6. Wirring 93,2 1,80 7. Gambar 26 0,50 Jumlah 821,6 15,90 Perhitungan jarak total material handling, adalah:

• Jarak Gambar ke pembentukan Body = 26 Meter

• Frekuensi MH dari Gambar ke Body = 1 kali

• Panjang lintasan total = 26 m x 1 = 26 Meter

Maka, dapat diketahui bahwa jarak perpindahan adalah 821,6 meter

Waktu material handling yang

dibutuhkan didasarkan pada perhitungan jarak yang telah dilakukan. Berdasarkan Grandjean [3], kecepatan rata-rata operator dalam aktifitas

material handling adalah sebesar 3,6 km/jam

bagi operator warga Amerika, sedangkan melalui pengamatan langsung operator di lapangan kecepatan rata-rata operator adalah 3,1 km/jam. Sehingga waktu material handling yang dibutuhkan sebesar 15,9 menit dengan pembagian stasiun kerja sebagai berikut.

Identifikasi Elemen-Elemen FMEA.

Berdasarkan data waste pada proses pembuatan Panel dapat dibuat suatu daftar bentuk-bentuk waste potensial dari 7 waste yang diidentifikasi. Bentuk–bentuk waste

potensial dibangun untuk mendukung elemen-elemen FMEA dan dalam proses analisa. Setelah dilakukan identifikasi potential failure

modes pada tiap waste, maka dibuat worksheet

untuk mempermudah dalam penjabaran proses FMEA. Pada tahap ini dilakukan identifikasi

potensial effect yang dapat ditimbulkan dari tiap potensial failure modes dan diteliti juga apa saja

yang menjadi akar penyebabnya (potensial

cause) serta proses kontrol apa yang sekarang

ini diterapkan di perusahaan.

Penilaian terhadap potensi waste secara kualitatif untuk mendapatkan nilai severity,

occurrence, dan detection berdasarkan

evaluation criteria for FMEA (Quality

Associates International) [4]. Setelah itu dapat

dihitung nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian dari severity,

occurrence, dan detection. Potensial failure mode tertinggi adalah hasil gambar tidak jelas,

plat kotor dengan RPN sebesar 576. Untuk mengetahui lebih jelasnya peringkat potensial

failure mode, maka dibuat diagram batang risk priority number dari setiap waste, seperti

Gambar 2.

Perancangan Layout usulan

Perancangan tata letak dilakukan dengan tujuan untuk meminimasi waste yaitu transportasi berlebih, menunggu dan gerakan tidak perlu. Sebelum dilakukan perancangan

layout usulan dilakukan pengolahan data

terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah ongkos material handling layout awal.

Perancangan layout dengan menggunakan

algoritma Corelap. Perancangan layout dengan algoritma Corelap dilakukan karena mampu

mengakomodasi unsur subyektifitas, sehingga mampu memenuhi keinginan dari pihak manajemen terhadap kondisi layout alternatif yang dirancang.

1. Activity Relationship Chart (ARC)

Activity Relationship Chart (ARC) seperti

Gambar 3.

2. Activity Relationship Matrix

Berdasarkan Activity Relationship Chart (ARC) yang telah dibuat, akan digunakan untuk melakukan perancangan layout alternatif

(4)

dengan menggunakan algoritma Corelap. Matriks hubungan kedekatan antar departemen seperti Tabel 2.

Total area layout lantai produksi Panel

seluas 1.067,37 m2 Setiap kotak akan mewakili

luas area sebesar 1 m , sehingga kebutuhan kotak untuk masing-masing departemen dapat dihitung dan didapatkan hasil seperti Tabel 3.

(5)

Gambar 3. Activity Relationship Chart (ARC) Tabel 2. Activity Relationship Matrix

Dep. Body Bending Las Press Cat Wirring Gambar Trolley WIP Gudang TRC

Body 32 2 2 2 2 32 2 2 2 78 Bending 32 2 4 2 16 32 8 2 100 Las 2 2 16 8 2 -32 16 32 4 50 Press 2 2 16 32 4 -32 16 32 4 78 Cat 2 4 8 32 16 -32 8 8 4 50 Wirring 2 2 2 4 16 2 4 8 8 48 Gambar 32 16 -32 -32 -32 2 8 -32 2 88 Trolley 2 32 18 16 8 4 8 8 4 98 WIP 2 8 32 32 8 8 -32 8 4 70 Gudang 2 2 4 4 4 8 2 4 4 34

Tabel 3. Jumlah Kotak Tiap Departemen

Departemen TCR Kebutuhan ruang (m2) Jumlah Kotak

Bending 100 63,26 63 Gudang Trolley 98 42 42 Body 78 81,35 81 Press assembly 6 59,21 59 WIP 70 89 89 Pengelasan 50 168,32 168 Pengecatan 50 62,18 62 Wirring 48 59,21 59 Gudang 34 20 20 Gambar 68 93,42 93

3. Penentuan Layout Usulan Menggunakan

ALDEP (Automated Layout Design

Program)

Setelah didapatkan kebutuhan jumlah kotak untuk masing-masing departemen, maka dapat dilakukan penyusunan tata letak departemen berdasarkan nilai TCR. Penyusunan tata letak departemen dimulai dari departemen dengan nilai TCR terbesar yakni departemen

Bending, selanjutnya diikuti departemen-departemen lain yang memiliki TCR lebih kecil. Penentuan tata letak desain layout usulan menggunakan program ALDEP (Automated

Layout Design Program). Dari program

tersebut akan dicapai tingkat kedekatan stasiun kerja paling optimal dengan mengurutkan departemen sesuai nilai TCR nya. Hasil dari

(6)

pengaplikasian program ALDEP pada desain

layout sehingga didapatkan square matrix.

Hasil skema layout dari program ALDEP tersebut dapat diaplikasikan ke dalam layout usulan dengan menyesuaikan kondisi riil di lantai produksi. Selain itu arah layout-pun harus disesuaikan dengan lintasan produksi yang telah dibentuk, karena program ini hanya memberikan usulan letak kedekatan yang sebaiknya diterapkan. Berdasarkan aliran material layout usulan di Bawah, dapat diketahui bahwa aliran back tracking pada

layout awal di Departemen press assembly,

pengecatan dan wirring dapat dihilangkan. Selain itu, juga perpindahan silang (cross

moving) pada Depatemen gambar dapat

dihilangkan. Hal ini menunjukkan, layout usulan memiliki aliran material yang lebih teratur daripada layout awal. Perancangan ulang

shop floor layout pada bertujuan untuk

meminimasi waste dan membuat layout usulan yang lebih teratur dan efisien. Diagram Alir Proses Produksi layout usulan seperti Gambar 5.

Analisis Performansi

Analisis performansi didasarkan pada jarak dan ongkos material handling,

manufacturing lead time (MLT), cycle time, flow time, waste yang dapat diminimasi serta

efisiensi lintasan.

1. Jarak Material Handling Layout Usulan

Pengukuran jarak yang dilakukan bertujuan mengetahui jarak tempuh yang terjadi antar stasiun kerja yang ada di lantai produksi yang dapat menggambarkan besarnya aktivitas material handling. Pada perancangan layout usulan telah dilakukan perhitungan lebar lintasan yang sesuai pada setiap stasiun kerja berdasar alat material handling yang digunakan yaitu operator, handtruck atau trolley. Hasil dari perhitungan kondisi layout awal perusahaan menunjukan total jarak material handling sebesar 821,6 meter, sedangkan setelah dilakukan perancangan ulang shop floor layout dengan menggunakan Algoritma Corelap total jarak material handling menjadi 566,63 meter. Secara keseluruhan, jarak perpindahan mengalami penurunan sebesar 31,03%.

(7)

Gambar 5. Aliran Material Layout Usulan di Lantai Produksi

2. Ongkos Material Handling Layout Usulan

Ongkos material handling dipengaruhi oleh jarak, frekuensi dan ongkos material

handling per meter gerakan. Ongkos material handling terdiri dari tiga macam yaitu material handling dengan menggunakan tenaga manusia, handtruck dan trolley. Hasil dari perhitungan

kondisi layout awal perusahaan menunjukan ongkos material handling sebesar Rp 3.198.815,00 perbulan, sedangkan setelah dilakukan perancangan ulang shop floor layout dengan menggunakan Algoritma Corelap

ongkos material handling menjadi Rp. 2.285.871,00 perbulan. Secara keseluruhan,

ongkos material handling mengalami penurunan sebesar 28,54 %.

3. Minimasi Waste dengan Layout Usulan

Perancangan ulang shop floor layout bertujuan untuk meminimasi waste dan membuat layout usulan yang lebih teratur dan efisien. Penerapan layout usulan tersebut dapat mengurangi waste transportasi berlebih dengan

potential failure mode antara lain pengambilan

Plat di Departemen lain, pengambilan bahan material cat yang jauh letaknya, letak Departemen Gambar yang kurang tepat sehingga menyebabkan cross movement, arus

balik antar stasiun kerja (back tracking) dan mata Press di Departemen lain. Pada waste gerakan tidak perlu, potential failure mode yang dapat diminimasi yaitu mengumpulkan bahan yang akan di-rework dan perbaikan mesin. Sedangkan untuk waste menunggu, potential

failure mode yang dapat diminimasi yaitu

menunggu Plat dari departemen Gambar sebagai material pengerjaan, menunggu box dari Departemen pengelasan, menunggu pendistribusian box.

4. Manufacturing Lead Time, Cycle Time dan Flow Time Proses Produksi pada Layout Usulan.

Perhitungan waktu yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi manufacturing lead time,

cycle time dan flow time. Analisis waktu

tersebut memiliki tujuan dan arti tersendiri terhadap aktivitas manufaktur di lantai produksi, yaitu: (a) Manufacturing lead time

(MLT) pada layout awal sebesar 11,3 jam per

produksi. Perhitungan MLT sudah temasuk di dalamnya yaitu waktu proses, waktu tunggu dan waktu material handling. Dibandingkan dengan lamanya produk berada dalam lintasan produksi pada perfomansi layout usulan sebesar 8,73 jam per produksi, layout usulan memiliki waktu yang lebih cepat. Hal ini disebabkan karena tahapan lintasan yang dilalui pada layout usulan lebih singkat dan lebih sedikit sehingga mengurangi aktivitas material handling. (b) Waktu siklus merupakan jarak atau jeda waktu output produksi yang menggambarkan kemampuan kapasitas produksi. Selain itu waktu siklus juga merupakan waktu maksimal proses semua stasiun kerja. Hasil perhitungan

cycle time pada layout awal sebesar 31,74 menit

per produksi. Sedangkan pada layout usulan sebesar 32,39 menit per produksi. (c) Flow time menunjukkan kebutuhan waktu penyelesaian produk dalam aktifitas produksi pada departemen. Perhitungan flow time meliputi aktifitas produksi dan perakitan pada setiap depertemen. Hasil perhitungan flow time pada

layout awal sebesar 141,774 menit per

produksi. Sedangkan pada layout usulan sebesar 133,482 menit per produksi.

(8)

5. Efisiensi Lini Produksi (Efficiency of Line)

Efisiensi lintasan layout hasil rancangan tidak dapat mencapai nilai seratus persen, karena terdapat ketidakseimbangan lintasan. Tetapi secara keseluruhan tingkat efisiensi lintasan masih tergolong tinggi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada penelitian ini diperoleh tingkat efisiensi lintasan produksi pada layout awal sebesar 77,24 %. Sedangkan tingkat efisiensi lintasan produksi pada layout usulan sebesar 82,88% sehingga pada perfomansi layout usulan mengalami peningkatan efisiensi lintasan sebesar 5,64%.

KESIMPULAN

Perancangan ulang shop floor layout menggunakan Algoritma Corelap dapat meminimasi waste transportasi berlebih

(excessive transportation) dengan potential failure modes pengambilan plat di departemen

lain. Pengambilan plat yang jauh letaknya letak departemen gambar yang kurang tepat sehingga menyebabkan cross movement. Arus balik antar stasiun kerja (back tracking) dan pengambilan peralatan di departemen lain. Selain itu, waste yang dapat diminimasi adalah gerakan tidak perlu (unnecessary motion) dengan potential

failure modes mengumpulkan box yang akan di-rework dan perbaikan mesin. Sedangkan untuk waste menunggu (waiting) potential failure

modes yang dapat diminimasi yaitu menunggu

hasil gambar dari departemen gambar sebagai bahan pengerjaan, menunggu box dari pengelasan dan menunggu pengiriman komponen. Dari hasil perancangan ulang shop

floor layout diperoleh: jarak perpindahan

mengalami penurunan sebesar 31,03%, ongkos material handling mengalami penurunan sebesar 28,54%, produk berada dalam lintasan produksi menurun 2,57 jam, flow time pada

layout menurun 8,292 menit per produksi,

peningkatan efisiensi lintasan sebesar 5,64%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hines, Peter and David Taylor. 2000.

Going Lean. UK: Proceeding of Lean

Enterprise Research Centre Cardiff Business School. Available from: URL: http://www.cf.ac.uk/carbs/lom/lerc/centre/ publications.

[2] Heragu, Sunderesh. 1997. Facilities

Design. PWS Publishing Company,

Boston, MA.

[3] Grandjean, E. 1993. Fitting The Task To

The Man. 4th Edition. London : Taylor &

Francis Inc.

[4] Vincent Gaspersz. 2002. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Tabel 1. Derajat kedekatan
Gambar 2. Diagram Batang RPN dari 7 Waste
Tabel 3. Jumlah Kotak Tiap Departemen
Gambar 4. Skema Layout Usulan Program ALDEP
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ada dua hal tentang egosentris dalam karangan anak-anak yaitu: (1) jurang pemisah dalam informasi yang disampaikan penulis kepada pembaca merupakan bukti bahwa

(v) Year on year comparison of results is likely to be misleading as figures will show an automatic increase as prices rise, when in real terms sales and profits may have risen

Pada tanah kohesif yang diperkuat dengan pasir setebal 1.0D dan konfigurasi anyaman bambu lebih dari 1 lapis, besarnya daya dukung tidak dapat terdefinisi secara langsung pada

Komunikasi semua saluran dalam IMAMI UR terjadi ketika ketua, pengurus dan para anggota lainnya dapat saling berkomunikasi satu sama lain ketika berkomunikasi

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel orientasi masa depan, sikap keuangan dan pengetahuan terhadap perilaku perencanaan dana pensiun

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak

Secara vertikal Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman khususnya Pasal 25 ayat (1) dimuat penjelasan mengenai badan peradilan yang berada

Penelitian ini diharapkan akan memberikan bukti empiris tentang pengaruh promosi penjualan terhadap loyalitas pelanggan pada Warung Nasi Sederhana Rai Raka di Cibatu