Dalam Reformasi Sektor Keamanan 1998-2008
Mufti Makaarim
Direktur Eksekutif Institute for Defense Security and Peace Studies
makaarim@idsps.org
HRWG
Indonesia’s NGO Coalition for
International Human Rights Advocacy Democratic Control of Armed ForcesThe Geneva Centre for the
SIMPOSIUM
“10 Tahun Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia” Jakarta, 28-29 Mei 2008
Masyarakat Sipil (Civil Society):
Seluruh aktor, institusi atau organisasi non pemerintah yang
independen, yang mempromosikan ide-ide demokratisasi dalam RSK dalam bentuk advokasi kepada pengambil kebijakan, mulai dari institusi keamanan, pembuat undang-undang (legislator/DPR) dan lembaga
pemerintah lainnya seperti Departemen Pertahanan.
Reformasi Sektor Keamanan (RSK) :
Setiap upaya yang dibuat dan proses yang dilakukan oleh banyak aktor dengan tujuan mentransformasi institusi keamanan dari sistem lama yang otoritarian menuju sistem baru yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi, supremasi sipil, profesionalisme, akuntabilitas dan
`
Periode Orde Lama
- Mendorong kekuatan pertahanan dan keamanan
berada di bawah garis politik negara
`
Periode Orde Baru
- Mengajukan kritik dan perlawanan terhadap
dominasi rezim militer
`
Periode Orde Reformasi
- Transisi menuju pemerintahan demokratis,
profesionalitas aktor keamanan
`
Delegitimasi Kekuasaan Rezim Soeharto
`
Penghapusan Peran Politik ABRI (Dwifungsi)
`
Pertanggungjawaban hukum atas ‘kejahatan’ di
masa lalu
`
Payung hukum demokratis untuk aktor keamanan
(TNI, Polri, dan BIN)
`
Pemisahan TNI dan Polri
`
Profesionalitas Aktor Keamanan
`
Pengembangan Proyeksi Pertahanan dan Keamanan
(KAMNAS)
Umumnya Strategi promosi dan advokasi RSK masih
konvensional dan bersifat mempengaruhi dari luar
(pengembangan wacana, aksi dan loby terhadap
pemerintah, parlemen dan institusi keamanan, serta
pengorganisiran komunitas).
Strategi yang lebih maju seperti menjadi mitra pemerintah
dalam penyusunan legislasi dan kebijakan RSK serta
pengawasan dan pengembangan institusi keamanan masih
terbatas dan dilakukan oleh sedikit Komunitas Masyarakat
Sipil
a. Think Thank dimotori akademisi, policy maker dan pensiunan militer; melakukan advokasi formal formulasi legislasi dan
kebijakan, seperti lobby, hearing dan penyusunan naskah akademik dan rancangan legislasi.
b. Kelompok motivator dari kalangan akademisi dan aktivis kampus; mendorong keberlanjutan wacana RSK dalam ruang diskursus, tidak langsung bersinggungan dan mempengaruhi legislasi dan kebijakan RSK.
c. Pressure groups terdiri dari komunitas sektoral (buruh, petani, nelayan, kelompok miskin kota), korban pelanggaran HAM dan
organisasi pendamping; mendorong akuntabilitas dan keadilan atas kejahatan dan pelanggaran HAM oleh aktor keamanan dan
melakukan pengawasan terhadap penyimpangan dan ketidakseriusan negara dalam melakukan RSK
Kategori Think Thank Motivator Pressure Groups
Strategi Umum
Pendekatan formal
terhadap policy makers di bidang RSK dan institusi keamanan serta
penguatan terhadap arah kebijakan RSK yang konsisten dengan arah kebijakan pemerintah.
Penguatan Publik untuk mendorong massivitas
wacana RSK dan kesadaran terhadap urgensi RSK di kalangan universitas dan kelompok-kelompok masyarakat, terutama mahasiswa. Memberikan tekanan RSK dalam konteks memastikan adanya akuntabilitas dan penegakan hukum
terhadap aktor keamanan serta pegawasan ketat terhadap institusi-institusi keamanan. Target/Sas aran Advokasi Negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif)
Masyarakat Sipil
(Komunitas-komunitas Sektoral, Mahasiswa dan Publik)
Negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif)
Kategori Think Thank Motivator Pressure Groups
Output Komitmen Politik dan enggagement dalam proses legislasi dan pengambilan kebijakan Naskah Akademik Naskah Rancangan Undang-undang Lobby Paper Pewacanaan RSK Kajian dan Monitoring Pelibatan langsung dan tidak langsung dalam advokasi RSK
Pengawasan
Akuntabilitas hukum dan
perubahan seluruh legislasi dan kebijakan yang tidak demokratis
Perubahan attitude secara institusional
Kampanye anti militerisme dan dekontruksi memori sosial yang mencerap nilai-nilai kekerasan selama 32 tahun di bawah Orde Baru Watak Advokasi Teknokratik, memperkuat negara, mendorong perubahan gradual Informatif, mendorong kritisi publik, mendorong sikap yang konstitusional terhadap sektor keamanan
Ekstra parlementer dan
mengedepankan akuntabilitas
Kategori Think Thank Motivator Pressure Groups
Isu-isu Perubahan Policy sektor keamanan melalui
perubahan legislasi dan kebijakan
Reformulasi perspektif, konsep, nilai, prosedur, dan pengawasan aktor keamanan Pelibatan aktif publik dalam perumusan kebijakan sektor keamanan Pertanggungjawaban hukum aktor keamanan dalam
berbagai bentuk kejahatan (pelanggaran HAM, korupsi, kriminal lainnya)
Pengawasan ketat terhadap kinerja lapangan aktor-aktor keamanan
Aktor Dominan
Akademisi, pensiunan aktor keamanan, politisi
Akademisi, aktivis pro-demokrasi, Organisasi Non pemerintah (Ornop)
Ornop, terutama yang bergerak di bidang bantuan hukum, HAM dan pengawasan negara
Persoalan dan hambatan berasal
dari resistensi dan respons pengambil kebijakan dan aktor keamanan
Persoalan dan hambatan dari
` DPR-RI memandang Masyarakat Sipil masih sebagai penggembira dalam prosedur penyusunan legislasi dan
kebijakan serta sekadar dilibatkan pada aktivitas-aktivitas formal ketimbang menjadikannya sebagai refresentasi kepentingan
publik.
` Pemerintah masih menempatkan Masyarakat Sipil sebagai
ancaman reintegrasi dalam analisa ancaman karena pengaruh persepsi tuntutan penegakan HAM dan penegakan hukum
terhadap aparat TNI dan Polri oleh OMS dinilai sebagai ‘pesanan’ barat untuk memecah belah persatuan .
` Masyarakat Sipil terutama Ornop HAM bersikap resisten terhadap
setiap tindakan negara yang dianggap mengancam eksitensi kerja mereka
Aliansi dan koalisi masyarakat sipil yang ada masih bersifat tentatif,
belum solid dalam merumuskan dan mengawal satu isu strategis RSK, sebagai impact dari aktivitas berbasis program/isu, sehingga kemampuan untuk melakukan follow up dan pengembangan sangat tergantung pada ketersediaan kapasitas dan sumber daya.
Persoalan dan hambatan di dalam komunitas masyarakat sipil
menyangkut aspek-aspek seperti profesionalisme, konsolidasi internal, jaringan dan citra.
Dalam perjalanan advokasi, ada yang berubah-ubah strateginya, ada
yang cooling down, dan ada juga yang berkompromi.
Organisasi watch dog yang beroposisi dengan pemerintah
dipandang masih lebih efektif untuk menaikkan isu, tanpa dikaitkan dengan diterima tidaknya masukan atau protes yang dilakukannya.
1. Profesionalisme: Hanya mengerti masalah mikro, kurang
menguasai aspek makro, data, argumentasi dan substansi gugatan lemah. Di lain sisi belum terbentuk koalisi kuat yang melibatkan unsur-unsur NGO, media, universitas dan Ormas sekaligus
2. Konsolidasi Internal: belum bisa terjadi karena tidak bisa
menjalankan prinsip demokrasi dan kesepakatan aturan main. Masih mengelola isu berdasarkan kepentingan masing-masing dan belum ada kerjasama permanen dan konsisten, dengan melepas ‘dikotomi’ think tank dan advokasi.
3. Jaringan: Organisasi Masyarakat Sipil di daerah tidak merasa
terintegrasi, tersosialisasi dan kurang mengetahui perkembangan isu maupun advokasi di level nasional. Perlu ada kerjasama
dengan Organisasi daerah yang bergerak di luar isu RSK.
4. Image: Konsolidasi internal RSK guna menunjukkan kemampuan
sebagai alat kontrol yang efektif, sembari menghapus ‘image
sebagai agen kepentingan asing’ dan kecenderungan Pemerintah memilih lembaga yang dianggap ‘pro’ kebijakan.
` Pernyataan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) tentang kemunduran Pemahaman
dan Penghayatan sebagian masyarakat terhadap ideologi Pancasila karena adanya upaya kelompok-kelompok tertentu yang ingin memaksakan ideologi selain
Pancasila, yang aktivitasnya meningkat seiring bergulirnya reformasi:
Kelompok Radikal Kiri, terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok sosial
demokratik dan komunis marxist. Aktivitas mereka antara lain pemutarbalikan fakta tentang komunis di Indonesia, rekonsiliasi dan konsolidasi organisasi, pembentukan opini dengan penerbitan buku-buku, pembuatan dan pemutaran film, serta
penyusupan kader, simpatisan maupun pendukungnya ke legislatif. Salah satu tujuan kelompok mereka adalah dicabutnya TAP XXV/MPRS/1966 sebagai kondisi awal
untuk merubah ideologi negara Pancasila dan membangkitkan kembali komunis di Indonesia.
Kelompok Radikal Kanan, aktif melakukan penyusupan ke berbagai organisasi politik dalam upaya menerapkan syariat Islam dengan melaksanakan dakwah dan jihad.
Mereka juga melakukan unjuk rasa untuk mendapat simpati/dukungan umat
muslim. Organisasi yang digunakan bersifat tertutup dan link up dengan Jema’ah Islamiyah dan Negara Islam Berdaulat (NIB). Terpilihnya beberapa tokoh yang mempunyai kedekatan dan latar belakang radikal kanan pada jabatan eksekutif, legislatif dan yudikatif merupakan strategi untuk mempengaruhi dan menekan berbagai kebijakan pemerintah di masa datang.
Kelompok Radikal Lain, terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kelompok yang tidak puas dengan pemerintah seperti Imparsial, Kontras dan
Elsham. Mereka mendapat bantuan dari pihak asing dan aktif memberikan dukungan secara politik, finansial dan advokasi kepada gerakan sparatis di tanah air. Selain itu mereka senantiasa menyerang setiap kebijakan pemerintah secara tidak proporsional dengan mengangkat isu-isu global.
` Sepanjang 1999-2007 bermunculan advokasi-advokasi strategis
terkait dengan rancangan legislasi, perumusan kebijakan dan pencabutan legislasi dan kebijakan yang bertentangan dengan
demokrasi, nilai-nilai HAM dan good governance yang dikeluarkan kalangan Masyarakat Sipil.
` Terjadi persinggungan kerja antar aktor-aktor masyarakat sipil dan
perubahan secara bertahap dalam relasi advokasi RSK menjadi kian konstruktif.
` Munculnya keterbukaan negara terhadap aspirasi publik dan adanya
ruang ekspresi yang cukup memadai mempengaruhi
berkembangnya corak advokasi RSK yang elegan, melalui
rekomendasi, usulan rancangan undang-undang dan kebijakan, audiensi dengan DPR, Departemen pertahanan, Markas Besar TNI dan Polri, gugatan class action atau judicial review atas satu
kebijakan yang dianggap mengancam demokrasi, sampai dengan debat publik tentang konsep dan persepsi RSK kalangan masyarakat sipil vis a vis pemerintah dan aktor keamanan.