• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SURFAKTAN

Surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agent, didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka (interface) larutan untuk menurunkan tegangan permukaan atau antarmuka sistem [12]. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air).Sifat surfaktan inilah, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri (personal careproduct) [1].

Gambar 2.1 Diagram Skematik dari Sebuah Molekul Surfaktan [12]

Surfaktan klasik diproduksi dari bahan baku petrokimia. Untuk ke depannya, bahan baku fosil akan berkurang dan produk dengan bahan baku yang terbarukan akan menjadi lebih penting. Pertumbuhan konsumen berdampak pada penelitian untuk menghasilkan surfaktan baru dari bahan baku yang terbarukan [5].

Surfaktan alami adalah jenis surfaktan yang disintesis dari bahan alami. Sumbernya dapat berasal dari tanaman atau hewan dan produknya didapat melalui beberapa proses pemisahan, seperti: ekstraksi, presipitasi, atau distilasi. Surfaktan dimana salah satu struktur utamanya, bagian kepala ataupun ekor hidrofobik, didapat dari bahan alami biasanya disebut surfaktan alami. Sebagai contoh alkil glukosida yang dibuat dari gula (alami) dan fatty alcohol (non-alami) yang biasanya disebut sebagai surfaktan alami [13].

(2)

6 2.2 SIFAT-SIFAT SURFAKTAN 2.2.1 Kestabilan dalam Emulsi

Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fasa terdisfersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdisfersi dalam sistem dan bersifat stabil. Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan [14]. Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi, semakin rendah laju rata-ratapengendapan yang terjadi, sehingga mengakibatkan kestabilan semakin tinggi.Emulsi denganglobula berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yangglobulanya tidak seragam[3].

2.2.2 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan yang berbeda fase. Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada antarmuka antara kedua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain surfaktan dapat membentuk film pada bagian antarmuka dua cairan yang berbeda fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antarmuka. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer metode Du Nuoy yang dinyatakan dalam dyne/cm atau mN/m [1].

2.2.3 Nilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB)

Keseimbangan antara jumlah molekul hidrofilik dan hidrofobik dihitung dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Hal ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas surfaktan berdasarkan data emulsi. HLB dapat menunjukkan tipe aplikasi surfaktan tergantung nilai interval HLB [1].

(3)

7

Gambar 2.2 Kegunaan dari Suatu Produk Dilihat dari Nilai HLB-nya [15] Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus hidrofil lipofil yang derivatnya dapat dilihat pada tabel2.1 berikut :

Tabel 2.2 Harga HLB [15]

Gugus Hidrofil Harga HLB

-SO4Na+ 37,8

-COONa+ 19,1

N (amida tersier) 9,4

Ester (cincin sorbitan) 6,8

Ester (bebas) 2,4

Hidroksil (bebas) 1,9

Hidroksil (cincin sorbitan) 0,5

Gugus Lipofil -CH- 0,475 -CH2- 0,475 =CH- 0,475 Kelompok Turunan -(CH2-CH2-O)- 0,33 -(CH2-CH2-CH2-O)- 0,15

Berdasarkan harga yang terdapat di pada tabel di atas dapat ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB = (gugus hidrofil) – (gugus lipofil) + 7

HLB

0 20

15-18 Pelarut

13-15 Detergen 8-18 Emulsifier tipe O/W

7-9 Pembasah

3-7 Emulsifier tipe W/O

1-3 Antibusa 0 10 15 5 Kegunaan [15]

(4)

8

Harga HLB dapat ditentukan dari harga Critical Micelle Concentration (CMC).Harga CMC diperoleh dengan menggunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB.

HLB= 7-0,36 ln �Co Cw� Dimana : Cw = Harga CMC

Co = 100 – Cw

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB= 20 �1 −S A� Dimana : S = Bilangan penyabunan

A = Bilangan asam

2.3 ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)

Alkil poliglikosida adalah surfaktan kelas nonionik yang telah menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Surfaktan ini diproduksi dari bahan terbarukan seperti gula dan minyak nabati [16]. Digunakan secara luas sebagai deterjen, agen pembersih, produk kosmetik, dan formula pestisida karena sangat baik digunakan untuk antarmuka [17].

Alkil glikosida pertama kali disintesis dan diidentifikasi di laboratorium oleh Emil Fischer lebih dari 100 tahun yang lalu. Penggunaan paten pertama yang menjelaskan pemakaian alkil glikosida dalam deterjen telah diajukan di Jerman sekitar 40 tahun kemudian. Setelah itu banyak peneliti tertarik meneliti tentang alkil glikosida dan telah mengembangkan proses-proses teknis untuk memproduksi alkil poliglikosida berdasarkan sintesis Fischer.

Selama pengembangan ini, selain dilakukan penelitian awal Fischer yaitu mereaksikan glukosa dengan alkohol yang bersifat hidrofilik seperti metanol, etanol, gliserol, dan lain-lain, juga diteliti reaksi dengan alkohol yang bersifat hidrofobik dengan rantai alkil dari oktil (C8) hingga heksadecil (C16) yang

merupakan sifat dari alkohol lemak. Hasil sintesis yang diperoleh bukan alkil monoglikosida murni, namun campuran kompleks dari alkil mono-, di-, tri, dan oligoglikosida. Karena itu, produknya disebut alkil poliglikosida. Produk alkil

[15]

(5)

9

poliglikosida dapat dicirikan dengan panjang rantai alkil dan derajat polimerisasi [18].

Ikatan kimia antara gugus hidrofobik dan hidrofilik merupakan peran penting dalam karakteristik dari surfaktan alami. Biasanya ikatannya diinginkan untuk stabil selama hidrolisis untuk aplikasinya, tetapi tetap bisa diuraikan secara alami. Ikatan ini juga harus memiliki derajat kebebasan terhadap rotasi sehingga dapat dikemas secara efisien [19].

Sintesis surfaktan APG memiliki gugus yang sama dalam berbagai metodologi. Prosesnya secara umum adalah reaksi antara gugus hidroksil glukosa dengan fatty

alcohol, terjadi kondensasi pada gugus OH dan membentuk ikatan eter yang khas

(C-O-C) [20].

Alkil poliglikosida dengan panjang rantai alkil C8, C10, C12, dan C14 larut dalam

air. Sementara bila memiliki lebih dari 16 atom karbon pada rantai alkil, tidak larut dalam air [21].

Gambar 2.3 Struktur Molekul dari Alkil Poliglikosida [18]

Proses produksi alkil poliglikosida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa (gula turunan pati) dan alkohol lemak (fatty alcohol) dan (2) dengan cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol lemak (fatty alcohol). Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh surfaktan alkil poliglikosida [1].

R = (fatty) grup alkil

DP = Jumlah rata-rata unit glukosa/rantai alkil (R) (Derajat Polimerisasi)

(6)

10 Pati atau sirup

dekstrosa Netralisasi Butanolisis Transasetilasi Butanol Fatty Alcohol Butanol/Air Air Fatty Alcohol Fatty Alcohol

Glukosa Anhidrat atau Glukosa Monohidrat (Dekstrosa) Asetalisasi Distilasi Pelarutan Pemucatan Air Alkil Poliglikosida (1) (2)

Gambar 2.4 Diagram Balok Produksi Alkil Poliglikosida dengan Berbagai Sumber Karbohidrat [18]

Adapun beberapa bahan baku utama yang perlu diperhatikan dalam sintesis Alkil Poliglikosida adalah:

2.3.1 Fatty Alcohol

Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang

pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty

alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan

baik dan ketersediaannya dari bahan terbarukan [22].

Fatty alcoholdigunakan dalam sintesis alkil poliglikosida untuk membentuk

bagian hidrofobik dari molekulnya. Fatty alcohol alami didapat dari transesterifikasi dan fraksinasi dari lemak dan minyak (trigliserida), menghasilkan fatty acid methyl

ester dan selanjutnya dihidrogenasi. Berdasarkan panjang rantai alkil dari fatty alcohol yang diinginkan, bahan baku utama adalah lemak dan minyak dengan

komposisi: minyak kelapa/inti kelapa sawit untuk range C12/14 dan lemak sapi,

(7)

11

Esterifikasi

Transesterifikasi Hidrolisis

Lemak atau Minyak

Gliserin Asam Lemak Mentah

Hidrogenasi Fraksinasi Distilasi Pra-pemurnian Hidrogenasi Hidrogenasi Fraksinasi Distilasi Fraksinasi Distilasi Gliserin

Metil Ester Mentah

Fatty Alcohol

Gambar 2.5 Rute Produksi Fatty Alcohol dari Lemak dan Minyak Alami [22]

Fatty alcoholrantai panjang yang diperkenankan dalam sintesis alkil

poliglikosida adalah dengan panjang rantai atom C8-C22, namun lebih baik lagi jika

menggunakan panjang rantai fatty alcoholC8-C18 [1].

2.3.2 Sumber Karbohidrat

Struktur hidrofilik dari molekul alkil poliglikosida didapat dari karbohidrat. Baik karbohidrat polimerik maupun monomerik cocok sebagai bahan baku untuk produksi alkil poliglikosida. Karbohidrat polimerik, contohnya, pati (dari jagung, gandum, atau kentang) atau sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang rendah. Sementara karbohidrat monomerik dapat dari berbagai bentuk dimana glukosa tersedia, seperti glukosa bebas air, glukosa monohidrat (dekstrosa) atau bahkan sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang tinggi [21].

(8)

12 Pati Sirup Dekstrosa

Rendah DE

Sirup Dekstrosa Tinggi DE

Glukosa

Monohidrat Glukosa

Proses dua tahap: 1. Butanolisis

Pati atau sirup/Butanol 2. Transasetilasi

Butil glikosida/Fatty alcohol

Proses satu tahap: Asetilasi

Glukosa/Fatty Alcohol

Alkil Poliglikosida

Gambar 2.6 Sumber Karbohidrat untuk Sintesis Alkil Poliglikosida Skala Pabrik [21] Glukosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan terdiri dari enam karbon. Glukosa mempunyai suatu gugus aldehid pada karbon ke-1 dan gugus hidroksil pada karbon ke-4 dan ke-5. Suatu reaksi umum antara alkohol dengan aldehid adalah pembentukan hemiasetal [10].

Gambar 2.7 Rantai Glukosa dalam Bentuk Linier Maupun Cincin [10]

2.3.3 Katalis

Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida meliputi :

Ket:

(9)

13

• Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll.

• Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosukinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll.

• Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosukinat, alkil naphthalena sulfonat, dll [1].

2.4 REAKSI ASETILASI

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer. Reaksinya adalah asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Alkohol merupakan nukleofil lemah oksigen, alkohol mampu mengadisi ikatan C=O (Aldehid/ keton), gugus OR akan melekat pada karbon dan proton akan melekat pada oksigen. Aldehid dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiasetal.Sedangkan Keton dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiketal. Reaksi adisi ini bersifat dapat balik[10]

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Hemiasetal dan Hemiketal [10]

Mekanisme pembentukan hemiasetal/hemiketal melibatkan tiga langkah. Pertama oksigen karbonil (C=O) diprotonasi oleh katalis asam, kemudian oksigen alkohol menyerang karbon karbonil, dan proton dilepaskan dari oksigen positif yang dihasilkan.

Dengan kehadiran alkohol berlebih, hemiasetal/hemiketal bereaksi lebih lanjut membentuk asetal/ketal. Dimana gugus hidroksil (OH) dari hemiasetal digantikan oleh gugus alkoksil (OR). Asetal memiliki dua fungsi eter (COR) pada atom karbon yang sama. Reaksi pembentukan asetal terjadi karena salah satu dari kedua oksigen

(10)

14

hemiasetal dapat diprotonasi. Bila oksigen hidroksil diprotonasi, lepasnya air menghasilkan karbokation resonansi. Reaksi karbokation ini bereaksi dengan alkohol yang biasa sebagai pelarut dan berada dalam keadaaan berlebih menghasilkan asetal (sesudah proton lepas) [10].

Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Asetal [12]

Mc Curry Jr. dan Pickens. (1990) menyebutkan bila glukosa yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, suhu reaksi berkisar antara 85-120 oC, namun disarankan berkisar antara 95-110 ̊̊C. Bila suhu secara signifikan lebih besar dari 120 oC, akan terjadi reaksi samping yang lebih cepat dari reaksi utamanya. Ketika glukosa digunakan, pembentukan polidekstrosa dan zat warna yang tidak diinginkan akan meningkat. Sementara suhu juga tidak boleh di bawah 85 oC karena akan menyebabkan penurunan laju reaksi yang tidak dapat diterima [9].

Menurut Buchanan dan Wood (2000) rasio molar katalis dengan monosakarida yang efektif berkisar antara 0,001:1 sampai 0,5:1. Rasio molar yang lebih disarankan berkisar antara 0,006:1 sampai 0,2:1. Namun yang paling disarankan berkisar antara 0,008:1 sampai 0,018:1 [23].

(11)

15

Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan Alkil Poliglikosida Satu Tahap [18] 2.5 PROSES PENCOKLATAN

Proses karamelisasi yang terjadi pada proses sintesis APG merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan [7]. Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua hingga warna gelap selama peningkatan suhu [24].

Proses dehidrasi pelepasan H2O pada gula heksosa membentuk turunan-turunan

furfuraldehida, misalnya hidroksil metil furfural (HMF) [7]. Menurut Aida et al. (2007), pembentukan furfural dari D-glukosa diawali dengan pembentukan 1,2 enediol, kemudian terbentuk D-Fruktosa dan dilanjutkan pembentukan 3-Ketose. Setelah itu terbentuk arabinosa yang terdehidrasi mengeluarkan H2O hingga menjadi

furfural [25].Adapun skema proses perubahan glukosa menjadi furfural dapat dilihat pada Gambar 2.11.

(12)

16

Gambar 2.11 Proses perubahan D-Glukosa menjadi HMF [25]

2.6 ADSORPSI

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu adsorbat pada permukaan adsorben. Adsorbat adalah zat (molekul, atom, atau ion) yang diserap sedangkan adsorben adalah zat yang menyerap [26]. Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.Bahan yang banyak digunakan sebagaiadsorben adalah karbon aktif, molecularsieves dan silika gel [27].

(13)

17 2.7 KARBON AKTIF

Karbon aktif adalah bahan yang mengandung karbon yang telah ditingkatkan kadar adsorpsinya. Aktivasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan fisik pada permukaan karbon melalui penghilangan hidrokarbon, gas-gas dan air dari permukaan tersebut sehingga permukaan karbon semakin luas dan berpori [28], sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna [7].

Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching

clay [29].

Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140 oC dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 % dari massa larutan [8].

Penggunaan karbon aktif sebaiknya yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula, namun penggunaan karbon aktif serbuk dapat menyisakan partikel-partikelnya pada produk yang dihasilkan [10].

Pada penelitian ini akan digunakan karbon aktif MERCK dengan CAS Number: 7440-44-0. Adapun spesifikasinya sebagai berikut:

• Massa molekul : 12,01 gr/mol • Titik leleh : 3550 oC • Densitas curah : 150-440 kg/m3

• Ukuran partikel : 90% (< 100 µm) [30].

2.8 ANALISIS EKONOMI

Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang

pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty

alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan

(14)

18

yang diperkenankan dalam sintesis alkil poliglikosida (APG) adalah dengan panjang rantai atom C8-C22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai fatty alcoholC8-C18 [1]. Karena itu dalam sintesis APG digunakan dekanol (fatty alcohol

C10).

D-Glukosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan APG. Penggunaan D-Glukosa dalam pembuatan APG dapat mengurangi investasi awal karena peralatan yang diperlukan lebih sedikit.

Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5].

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi APG dari dekanoldan D-glukosa dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben untuk meningkatkan kecerahan APG. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual APG.

Dibutuhkan 1 Ldekanol, 180 gramD-glukosa dan 29,4 gramkarbon aktif untuk menghasilkan 409,2 gramAPG dengan % transmisi 44,90. Dekanol yang digunakan sebagai bahan baku dapat digunakan kembali setelah melalui proses distilasi sehingga menghemat biaya produksi. Sehingga diperkirakan biaya produksi APG adalah sebagai berikut:

 Biaya bahan baku :

• Biaya pembeliandekanol = 1 L = Rp 19.148/L [31] • Biaya pembelian D-glukosa = Rp 665.000/kg [32]

= 0,18 kg x Rp 665.000/kg = Rp 119.700

• Biaya pembelian karbon aktif = Rp 1.905.000 /kg [32] = 0,0294 kg x Rp 1.905.000 /kg = Rp 56.007

• Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kWh x Rp 1.352 kWh x 2 jam

= Rp 1.352 [33]

(15)

19

 Harga jual APG = Rp 239.187/kg x 0,4092 kg [34] = Rp 97.875

Dapat dilihat bahwa harga bahan baku pembuatan APG dengan menggunakan dekanol dan D-glukosa serta menggunakan karbon aktif untuk meningkatkan kecerahan, jauh berbeda dengan harga bahan jual APG secara komersil. Hal ini disebabkan karena pembuatan APG ini masih dalam skala kecil, sumber karbohidrat yang digunakan D-glukosa, dekanolyang digunakan tidak dilakukan recycle, serta penggunaan karbon aktif p.a. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan APG. Namun dari segi produksi, peningkatkan kecerahan dengan menggunakan karbon aktifdinilai ekonomis karena dapat mengurangi penggunaan

Gambar

Gambar 2.2 Kegunaan dari Suatu Produk Dilihat dari Nilai HLB-nya [15]
Gambar 2.4 Diagram Balok Produksi Alkil Poliglikosida dengan Berbagai Sumber  Karbohidrat [18]
Gambar 2.5 Rute Produksi Fatty Alcohol dari Lemak dan Minyak Alami [22]
Gambar 2.7 Rantai Glukosa dalam Bentuk Linier Maupun Cincin [10]
+5

Referensi

Dokumen terkait

“Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk

Adonan dibagi dua, yaitu pembuatan meringue dengan cara mengocok putih telur, gula, dan cream of tartar, serta adonan kedua adalah tepung dicampur dengan bahan lain

Adonan dibagi dua, yaitu pembuatan meringue dengan cara mengocok putih telur, gula, dan cream of tartar, serta adonan kedua adalah tepung dicampur dengan bahan lain

Jika perusahaan menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok produksinya, full cost merupakan total biaya produksi (biaya bahan baku  biaya tenaga kerja langsung

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses sterilisasi bahan-bahan baku untuk produksi PDO ini adalah proses sterilisasi bahan baku gliserol dan proses sterilisasi

 Menerima surat permintaan bahan baku dari bagian produksi. Lembar ke-1 dikirim ke bagian produksi beserta bahan baku yang diminta dan lembar ke-2

Kertas industri merupakan kelompok jenis kertas yang berhubungan dengan proses produksi di berbagai industri, baik yang dipergunakan sebagai salah satu bahan baku

Metode full costing adalah sutu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk dengan memperhitungkan semua biaya produksi, seperti biaya bahan baku langsung, tenaga kerja