• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikoterapi Behavior Teknik-teknik Behavior 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Psikoterapi Behavior Teknik-teknik Behavior 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK-TEKNIK PSIKOTERAPI BEHAVIOR

A. TEKNIK-TEKNIK BERDASARKAN PENGONDISIAN KLASIK

1. Desensitisasi Sistematik

 Teknik ini digunakan bilamana asesmen perilaku mengindikasikan bahwa klien memiliki kecemasan atau bidang fobia spesifik tertentu, dan bukan sekedar ketegangan umum.

Teknik ini melibatkan pemasangan ulang objek yang ditakuti dengan sebuah respon baru yang tidak sesuai dengan kecemasannya.

 Desensitisasi sistematis merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif.

Teknik ini melibatkan tiga elemen : (a) Latihan relaksasi otot dalam;

Klien diajari untuk rileks di recliner chair (kursi yang dapat direbahkan) atau di matras, atau paling tidak di kursi tegak dengan sandaran kepala yang nyaman.

 Sejak awal terapis menginfomasikan agar klien melihat relaksasi ini sebagai kegiatan belajar keterampilan untuk mengatasi masalah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari bukan sekedar memperlakukan klien sebagai orang yang pasif.

 Sebelum melakukan relaksasi, terapis dapat menyarankan klien untuk menggunakan pakaian yang nyaman, dan melepas benda-benda seperti kacamata atau sepatu.

(b) Menyusun hierarki stimuli yang membangkitkan kecemasan;

 Hierarki kecemasan adalah daftar stimuli pembangkit kecemasan-kecemasan yang saling berkaitan secara tematik, yang diperingkat menurut banyaknya kecemasan yang dibangkitkan.

 Salah satu cara yang lazim digunakan untuk memeriksa potensi item-item hierarki untuk membangkitkan kecemasan adalah dengan mengatakan bahwa nol (0) adalah sama sekali tidak merasakan kecemasan, dan 100 adalah kemungkinan kecemasan maksimum dalam kaitannya dengan sebuah tema tertentu.

Contoh hierarki kecemasan untuk ketakutan terhadap anjing

Stimulus Tekanan subjektif (0=tdak ada ketakutan; 100= ketekutan

maksimum) 1. Mendengar seekor anjing menyalak di 5

(2)

ruang lain

2. Melihat seekor anjing melalui jendela 15 3. Berdiri dalam jarak 20 kaki dari seekor

anjing yang dipegangi tali kekangnya

25

4. Berdiri dalam jarak kaki 10 kaki dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

35

5. Berdiri dalam jarak kaki 5 kaki dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

45

6. Berdiri dalam jarak sedepa dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

55

7. Membelai anjing selama 1 detik 65 8. Membelai anjing terus menerus selama

10 detik

75

9. Membelai anjing terus menerus selama 1 menit

85

10. Membelai anjing terus menerus selama 3 menit

95

 Penyusunan item-item hierarki dalam skala harus tepat dengan tema dan item-item yang dimunculkan di seputar tema tertentu perlu diurutkan ke dalam hierarki. Hal ini melibatkan merating item-item pada skala dan mengurutkannya.

(c) Meminta klien, setelah rileks, untuk membayangkan item-item dari hierarki stimuli yang membangkitkan kecemasan.

 Sebuah sesi desentisasi dimulai dengan terapis melakukan relaksasi kepada klien secara verbal.

 Saat terapis yakin bahwa klien telah mencapai keadaan relaksasi yang dalam, terapis bisa mulai menyajikan berbagai scenes dengan kalimat “sekarang saya ingin Anda membayangkan bahwa Anda sedang mendengar suara anjing yang menyalak dari ruang sebelah Anda saat ini”.

Terapis mulai dengan scene yang paling tidak membangkitkan kecemasan pada hierarki dan seterusnya.

2. Terapi Paparan

Terapi paparan (exposure), dilakukan dengan cara melakukan konfrontasi terhadap stimulus yang ditakuti dilanjutkan sampai respons yang tidak diinginkan terhadap stimuli menjadi berkurang.

Dalam terapi ini ada prinsip-prinsip kunci tertentu adalah:

 Terapi ini tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang pendek, jadi terapi ini membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang. Karena, ketakutan tidak akan berkurang sampai ketakutan itu dikonfrontasikan selama waktu yang cukup panjang, paparan ke stimulus yang ditakuti harus untuk jangka waktu yang cukup lama.

(3)

Paparan yang lama ke stimulus yang ditakuti akan menghasilkan pengurangan gradual ketakutan seiring waktu.

Di samping itu, paparan yang lama ke stimulus yang ditakuti harus diulang-ulang.

Konfrontasi-konfrontasi berikutnya terhadap stimuli yang ditakuti bisa menghasilkan pengurangan pada ketakutan awal dan pengurangan yang lebih cepat pada respon takurnya.

Klien bisa mendapatkan sesi-sesi tambahan sampai pengurang tingkat ketakutannya dalam maupun antar sesi menjadi cukup besar dan terhabituasi.

 Terapis behavioral mempunyai beberapa pilihan yang dapat diambil ketika melaksanakan terapi paparan. Salah satu hal yang paling relevan melibatkan sifat imajinasi versus stimulus in vivo yang akan dipaparkan kepada klien. Dengan kata lain, klien dapat diminta untuk membayangkan objek-objek yang membangkitkan kecemasan (tanpa pernah dipapari dengan hal nyata) atau dapat dipapari dengan benda atau situasi nyata (in vivo) yang telah menghasilkan ketakutannya.

Pilihan penting tentang terapi paparan melibatkan sejauh mana klien akan dipapari dengan stimulus yang mengiduksi ketakutan: berangsur-angsur atau sekaligus.

Pendekatan yang berangsur-angsur sering disebut paparan bertingkat, dan mengharuskan klien dan terapis untuk menciptakan sebuah hierarki kecemasan secara kolaboratif, yaitu mereka mendaftar 10 stimulus yang mungkin menginduksi ketakutan. Stimulus tersebut biasanya diperingkat oleh klien pada skala 0 sampai 100 dalam kaitannya dengan besarnya tekanan subjektif yang dihasilkan oleh stimulus tersebut dan setelah itu diperingkat dari bawah ke atas. Paparan dimulai dari tingkat terendah dan setelah itu dilanjutkan mengikuti hierarkinya sampai klien mencapai tingkat yang paling tinggi.

Paparan yang terjadi sekaligus dan bukan secara bertingkat biasanya disebut penggenangan atau ledakan. Meskipun paparan sekaligus tidak dapat menghasilkan perubahan cepat dalam waktu singkat. Dalam penggunaanya juga harus dengan hati-hati agar tidak menimbulkan trauma.

 Terapi paparan paling lazim digunakan pada klien-klien yang memiliki fobia dan gangguan kecemasan lainnya.

Terapi paparan dan terapi disensitisasi sistematis, keduanya digunakan untuk menangani kasus fobia dan gangguan kecemasan lainnya. – faktanya, paparan stimulus yang membangkitkan ketakutan adalah salah satu komponen kuncinya.– tetapi, daripada sekadar memutuskan asosiasi antara objek yang ditakuti dan perasaan aversif, desensistisasi sistematis melibatkan

(4)

pemasangan–ulang (atau pengondisian–balik) objek yang ditakuti dengan sebuah respons baru yang tidak sesuai dengan kecemasannya.

Jika terapi paparan bekerja, objek yang ditakuti pada akhirnya akan tidak dipasangkan dengan apa pun (bukan dengan respons ketakutannya), tetapi, jika disensistisasi sistematis berhasil, objek yang ditakuti dipasangkan dengan sebuah respons baru yang menggantikan dan memblokir respons yang ditakuti. Yang paling sering, respons baru yang menggantikan dan memblokir respons takut adalah relaksasi.

 Contoh kasus :

Wayne, memiliki ketakutan terhadap anjing akibat dari sebuah serangan yang pernah dialaminya. Tugas esensial bagi seorang terapis behavior yang menggunakan terapi paparan adalah memapari Wayne dengan stimulus terkait anjing. Berdasarkan serangannya, Wayne telah mengasosiasikan anjing dengan ketakutan, tetapi kebenarannya adalah bahwa untuk sebagian besar anjing, ekspektasi ini sama sekali keliru.

Dalam kasus ini, terapi menggunakan pilihan paparan langsung (in vivo) bertingkat untuk menyelasaikan ketakutan Wayne terhadap anjing.

Contoh hierarki kecemasan untuk ketakutan terhadap anjing

Stimulus Tekanan subjektif (0=tdak ada ketakutan; 100= ketekutan

maksimum) 1. Mendengar seekor anjing menyalak

di ruang lain

5

2. Melihat seekor anjing melalui jendela 15 3. Berdiri dalam jarak 20 kaki dari seekor

anjing yang dipegangi tali kekangnya

25

4. Berdiri dalam jarak kaki 10 kaki dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

35

5. Berdiri dalam jarak kaki 5 kaki dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

45

6. Berdiri dalam jarak sedepa dari seekor anjing yang dipegangi tali kekangnya

55

7. Membelai anjing selama 1 detik 65 8. Membelai anjing terus menerus selama

10 detik

75

9. Membelai anjing terus menerus selama 1 menit

85

10. Membelai anjing terus menerus selama 3 menit

95

3. Latihan Asertif

Perilaku asertif mencakup ekspresi pikiran dan perasaan positif maupun negatif.

Assertive training adalah latihan mempertahankan hak seseorang atau dapat diistilahkan perilaku oposisional.

(5)

 Latihan ini paling cocok bagi orang-orang yang perilaku sosialnya pemalu, aprehensif, atau tidak efektif memiliki dampak negatif pada hidupnya.

 Latihan asertif ini sudah pasti memasukkan elemen-elemen terapi papara, dan ini juga termasuk elemen-elemen desensitisasi sistematis.

Contoh :

Deborah, seorang perempuan 26 tahun terlibat dalam latihan asertif beberapa bulan yang lalu. Ia mendeskripsikan kepada Dr. Paxton, psikolog klinis, bahwa ketika ia mulau melakukan berbagai persiapan untuk pernikahannya – daftar tamu yang akan diundang, menu yang akan dihidangkan, bunga, band, pakaian, dan sebagainya – ia menjadi semakin frustasi dengan orang-orang yang “membuatkan keputusan untuknya”.

Secara spesifik ia mengatakan bahwa ibu dan saudara perempuannya memerintahkan ini dan itu, dan ia mengalami kesulitan untuk meminta mereka tidak turut campur dalam hal ini.

Sebagai contoh, ketika ia ke toko pakaian pengantin. Sebelumnya ia sudah pernah mengunjungi toko tersebut sendirian dan telah memilih sebuah gaun untuk dirinya sendiri. Ketika ia kembali lagi ke toko tersebut untuk mencoba gaun itu di depan ibu dan saudara perempuannya, mereka menekannya agar mencoba gaun-gaun lain dan akhirnya mereka meyakinkan Deborah untuk membeli sebuah gaun yang sama sekali tidak disukainya ketika ia datang ke toko itu untuk pertama kalinya. Deborah berharap ia dapat mengendalikan situasi di toko gaun tersebut, tetapi ternyata tidak bisa. Ia menambahkan bahwa hari ini ia akhiri dengan menangisi pengalaman itu di hadapan tunangannya, namun tunangannya bukannya merespons dengan empati yang dibutuhkannya, justru mengatakan kepadanya bahwa ia harus bersikap tegas kepada ibu dan saudara perempuannya.

Dr. Paxton melakukan latihan asertif kepada Deborah:

1) Ia mengajarkan beberapa frasa tegas tertentu yang harus diucapkan Deborah, seperti misalnya, “terimakasih untuk masukannya, tetapi, inilah keputusanku”. Dan “aku benar-benar menginginkan kalian sebagai bagian dari pernikahan ini, bersamaku, tetapi inilah keputusan final yang kuambil”. 2) Dr. Paxton mengajari Deborah tentang beberapa perilaku spesifik yang

terlibat di dalam respons asertf, seperti kontak mata langsung dan volume serta nada suara yang tepat.

3) Dr. Paxton mencontohkan respon-respons tersebut untuk Deborah. Kemudian Deborah melatih respon-respon ketegasan tersebut, dengan Dr. Paxton memainkan peran sebagai Ibu atau saudara perempuan Deborah. Dr. Paxton menawarkan umpan balik yang sangat membantu, termasuk memuji

(6)

ucapan yang tepat dan memperingatkan untuk membuat kontak mata langsung.

4) Dr. Paxton dan Deborah bersama-sama membuat tugas-tugas pekerjaan rumah yang dapat membantu Deborah untuk “membangun” konfrontasi yang diantisipasinya dengan ibu dan saudara perempuannya. Tugas-tugas pekerjaan rumah tersebut melibatkan mengaskan dirinya sendiri kepada ibu dan saudara perempuannya tentang keputusan-keputusan tidak terlalu signifikan yang akan datang, yang mungkin saja akan menekannya, seperti apa yangs eharusnya dipesannya untuk menu makan siang ketika mereka di luar Sabtu depan. Seiring waktu dan latihan, keterampilan Deborah dalam menegaskan dirinya meningkat, sementara kecemasannya menurun.

B. TEKNIK-TEKNIK BERDASARKAN PENGONDISIAN OPERAN

1. Manajemen Kontingensi

Kontingensi merupakan pernyataan “jika... maka..” .

Menurut terapi behavioral, jika tujuannya adalah untuk mengubah perilaku, maka salah satu cara yang kuat adalah dengan mengubah kontingensi yang mengontrolnya (manajemen kontingensi).

Semua perilaku terjadi karena konsekuensinya, dan jika konsekuensi itu berubah, perilaku secara korespondensif juga berubah.

Teknik dalam manajemen kontingensi Penguatan dan hukuman

Kata-kata yang melengkapi frasa “maka...” di dalam kontingensi dapat dikategorikan sebagai penguatan atau hukuman.

Penguatan didefinisikan sebagai konsekuensi tertentu yang membuat sebuah perilaku lebih berkemungkinan untuk terjadi lagi di masa mendatang

Hukuman didefinisikan sebagai konsekuensi tertentu yang membuat sebuah perilaku kurang berkemungkinan untuk terjadi lagi di masa mendatang.

Penguatan dan hukuman dapat dibagi lagi menjadi dua jenis : positif dan negatif. Di dalam hal ini, positif mengacu pada menambahkan sebuah konsekuensi, sementara negatif mengacu pada menghilangkangkan sebuah konsekuensi.

Penguatan positif berarti mendapatkan sesuatu yang baik (misalnya makanan), penguatan negatif berarti kehilangan sesuatu yang buruk (misalnya rasa sakit).

Perhatikan keduanya akan meningkatkan kemungkinan perilaku target untuk terjadi lagi.

Konsekuens i

(7)

Di sini intervensi reinforcement (penguatan) melibatkan penerapan sistematik reinforcement untuk memperkuat perilaku adaptif dan untuk memperlemah dan mengeliminasi perilaku maladaptif.

Untuk menggunakan reinforcement secara sistematis, perlu menemukan apa yang bersifat memperkuat untuk masing-masing individu.

 Cara terapis menemukan apa yang dianggap memperkuat oleh klien termasuk menanyakan langsung kepada klien, menanyakan kepada orang lain tentang klien, mengamati apa yang dikatakan dan dilakukannya dalam lingkup wawancara, dan meminta klien mengamati dan memonitor dirinya di luar wawancara.

Ada beberapa kuesioner self report untuk mengakses penguat : reinforcement survey schedule atau pleasant events schedule.  Ketika bekerja dengan anak-anak, gambar dapat digunakan

sebagai pengganti kata-kata untuk memerankan penguat.  Hukuman positif berarti “mendapatkan sesuatu yang buruk”.

Hukuman negatif berarti “kehilangan sesuatu yang baik”

Perhatikan bahwa keduanya akan mengurangi kemungkinan perilaku target untuk terjadi lagi.

 Terapis behavioral menggunakan penguatan dan hukuman selama manajemen kontingensi, tetapi kebanyakan situasi klinis, penguatan pada umuumnya lebih disukai.

 Hukuman digunakan, hal itu harus dilakukan secara etis dan paling efektif harus dilakukan dengan segera dan konsisten dan disertai dengan penguatan sebuah respons alternatif yang lebih diinginkan.

Terapi aversif merepresentasikan sebuah contoh penggunaan klinis hukuman, yaitu sebuah perilaku yanng tidak diinginkan (misalnya minum alkohol) menghasilkan sebuah stimulus aversif (mual atau kejutan listrik.  Contoh klinis

tentang penggunaan keempat jenis penguatan (penguatan dan hukuman, masing-masing dalam bentuk positif dan negatif)

Dr. Howard, seorang psikolog klinis

Patty, seorang narapidana berusia 15 tahun di sebuah penjara anak-anak.

Baru-baru ini patty mudah marah meluap-luap dan menyerang ketika diantarkan dari selnya ke sesi-sesi harian di kelas. Sebagian serangan Patty begitu berbahaya hingga membutuhkan penggunaan pengekangan fisik. Konsekuensi untuk ledakan kemarahan Patty adalah absen dari sekolah; ia kembali ke sel, dan menghabiskan waktunya untuk bermalas-malasan sambil melihat-lihat majalah yang disetujui kepemilikannya bagi narapidana.

(8)

Dr. Howard menganalisis perilaku Patty dan membuat hipotesis bahwa kontingensi yang dilakukan oleh staf penjara sebenarnya memperkuat, bukan menghukum respon kemarahannya. Dr. Howard mendiskusikan dengan staf penjara tentang empat kontingensi alternatif, yang masing-masing dapat menghasilkan perilaku yang lebih diinginkan dari Patty. o Penguatan positif : jika Patty mengikuti pelajaran di kelas tanpa

ledakan verbal atau fisik, maka ia menerima majalah baru sesuai pilihannya.

o Penguatan negatif : jika Patty mengikuti pelajaran di kelas tanpa ledakan tertentu, maka kekangan di pergelangan kakinya – yang dibutuhkan sejak ledakan kemarahan itu terjadi – akan dilepas.

o Hukuman positif : jika Patty terlibat dalam ledakan tertentu, maka ia akan ditahan selama 2 jam di sel tanpa majalah,

o Hukuman negatif : jika Patty terlibat dalam ledakan tertentu, maka semua ajalahnya akan disita untuk keesokan harinya.

Ekstingsi

 Ekstingsi adalah pemunahan/peniadaan.

Dalam konteks manajemen kontingensi, ekstingsi mengacu pada penghilangan sebuah penguatan yang diharapkan, yang menghasilkan penurunan di dalam frekuensi sebuah perilaku.

 Contoh :

Wendy, seorang anak kelas dua SD berumur 8 tahun yang orang tuanya membawanya ke Dr. Evans, psikolog klinis dengan orientasi behavioral. Orangtua Wendy menjelaskan bahwa selama dua minggu terakhir, Wendy sangat sulit makan. Ia menangis dan menjerit tentang makanan yang telah disediakan, mengatakan bahwa Ia tidak menyukainya dan makanan itu membuat perutnya sakit. Orang tua Wendy menyatakan kebingungan mereka atas perilakunya, khususnya karena itu adalah makanan yang sama yang telah banyak kali dimakannya sebelumnya, dan mereka telah membawanya ke dokter anak, yang meyakinkan mereka bahwa Wendy tidak memiliki penyakit perut. Ketika Dr. Evans menanyakan kepada orang tua Wendy tentang apa yang terjadi setelah Wendy menangis dan menjerit di waktu makan, mereka menjelaskan bahwa mereka biasanya mengizinkannya untuk makan makanan lain. Ketika Dr. Evans menanyakan lebih jauh, orang tuanya menambahkan bahwa mereka mengizinkan Wendy untuk emmilih makanan apa pun yang di inginkannya, dan Wendy biasanya memilih makanan junk food kesukaannya. Dr. Evans mengembangkan rencana manajemen kontingensi yang didasarkan pada ekstingsi.

Konseptualisasinya adalah bahwa perilaku menangis dan menjerit Wendy diperkuat secara positif oleh junk food yang diterimanya setelah itu. Ia menjelaskan konseptualisasi ini kepada orang tua Wendy dan merekomendasikan agar mereka menghilangkan penguatan positif tersebut

(9)

– dengan kata lain, jangan membiarkan Wendy menggantikan makanan keluarga dnegan junk food. Mereka mematuhi saran itu, dan meskipun perilaku Wendy pada awalnya menjadi lebih buruk, dalam beberapa hari Wendy berhenti menangis dan menjerit di waktu makan dan kembali makan bersama keluarganya seperti sebelumnya.

 Kasus di atas mencontohkan salah satu aspek penting terapi berbasis ekstingsi : ledakan ekstingsi.

Berdasarkan contoh di atas. Maka dapat dijelaskan tentang Ledakan ekstingsi, biasanya, segera setelah penguatan dihilangkan, tangisan dan jeritan Wendy sebenarnya semakin meningkat – ia lebih sering melakukannya dan dengan lebih intens. Hanya setelah orang tuanya “menegaskan sikap” dengan tidak memberikan penguatan, tangisan dan jeritan Wendy berkurang.  Penting bagi terapi behavioral bekerjasama dengan pihak lain untuk

mengantisipasi ledakan ekstingsi yang diprediksi terjadi segera setelah penghilangan penguatan, jika tidak, orang yang mengontrol kontingensi mungkin akan keliru menganggap bahwa strateginya menyerang balik dan mengembalikan penguatannya.

 Berdasarkan contoh kasus di atas, jika orang tua Wendy menyerah pada amukan Wendy di hari-hari pertama proses ekstingsi – mereka akan mengajarkan kepada Wendy bahwa jika ia menaikkan intensitas perilakunya, maka ia masih bisa mendapatkan keinginanya. Ini akan memperkuat, bukan meniadakan perilaku menangis dan menjeritnya.

2. Token Ekonomi

Token ekonomi atau ekonomi token adalah sebuah pengaturan ketika klien mengumpulkan token untuk berpartisipasi di dalam perialku-perilaku target yang telah ditentukan sebelumnya.

 Token dapat ditukarkan untuk sejumlah penguatan, termasuk makanan, permainan, mainan, hak istimewa, waktu untuk mengikuti kegiatan yang sangat diinginkan, atau hal lain yang diharapkan oleh klien.

 Di dalam beberapa token ekonomi, klien juga bisa kehilangan token jika terlibat perilaku yang tidak diharapkan.

Token reinforcement program perlu menetapkan dengan jelas aturan penukaran yang menyebutkan jumlah token yang dibutuhkan untuk mendapatkan back up reinforcer.

 Token ekonomi paling sering digunakan di dalam lingkungan seperti unit rawat inap, lembaga pemasyarakatan, dan tempat-tempat lain yang terus menerus mengawasi perilaku klien. Dan dapat digunakan pada anak-anak sekolah dan anak-anak nakal.

(10)

 Salah satu kekuatan ekonomi token adalah fleksibiltasnya untuk berbagai klien.

 Contoh :

Pada unit rawat inappsikiatri, perilaku-perilaku target yang berbeda mungkin diidentifikasi untuk masing-masing klien. Seorang klien mungkin mendapatkan token untuk merapikan tempat tidur, yang lain untuk mau mandi, dan yang lain untuk berinteraksi dengan kelompokdan tidak menyendiri.

Keberhasilan token ekonomi bergantung pada persepsi tentang nilai penguatan yang dapat ditukar dengan token, jadi terapis behavioral harus berhati-hati dalam memilih penguatan yang akan memotivasi masing-masing klien.

3. Pembentukan

Pembentukan melibatkan penguatan pendekatan perilaku target. Dengan kata lain, pembentukan adalah sebuah “langkah kecil” dari teknik penguatan terapis behavioral ke arah perilaku yang diinginkan.

 Contoh

Dina, seorang klien berumur 59 tahun dengan gejala-gejala depresif serius. Sejak ia mulai merasa depresi sekitar tiga bulan yang lalu. Dina menjadi semakin menarik diri. Ia belum menghubungi seorang pun teman-temannya (padahal ia memiliki banyak teman), dan tidak menjawab banyak telepon dari mereka. Ia menolak ketika suaminya mengajaknya makan malam di luar, dan ia menolak undangan dari putrinya yang sudah dewasa untuk berkunjung ke rumahnya. Dr Stein, psikolog klinis Dina, mengonseptualisasikan masalah Dina dari sudut pandang perilaku. Artinya, Dr. Stein mengidentifikasi perilaku sosial sebagai bidang yang akan diperbaiki dan secara spesifik menentukan bahwa tujuannya adalah interaksi sosial sesering mungkin untuk Dina; selama setiap minggu, tiga panggilan telepon dengan teman-teman, satu kali makan malam di luar bersama suaminya, dan satu kali menghabiskan waktu bersama putrinya. Akan tetapi, Dr. Stein menyadari bahwa pada waktu itu Dina jauh dari tingkat fungsi sosial tersebut. Kalau ia menunggu Dina untuk menyelesaikan seluruh tugas ini dalam minggu tertentu, waktu menunggu itu mungkin terlalu panjang. Jadi Dr. Stein menggunakan sebuah strategi pembentukan.

1. Dr Stein menentukan bersama-sama dengan Dina sebuah penguatan yang bermakna secara pribadi; menyewa sebuah DVD.

2. Setelah itu, Dina menetapkan sebuah kontingensi untuk minggu pertama. Jika Dina menyelesaikan paling sedikit sebuah kegiatan sosial (satu kali menelpon teman, makan di luar bersama suaminya, atau menghabiskan

(11)

waktu bersama putrinya), maka ia dapat menyewa sebuah DVD pilihannya.

3. Minggu berikutnya, Dr. Stein menaikkan tantangannya; paling sedikit dua kegiatan sosial, salah satunya harus dengan bertemu langsung. Dr. Stein terus menaikkan tantangannya setiap minggu sampai Dina menyelesaikan satu rangkaian penuh perilaku selama beberapa minggu berturut-turut.

Salah satu variabel kunci di dalam program pembentukan adalah penambahan di antara setiap pendekatan berurutan.

Terapis behavioral harus berhati-hati, agar tidak membuat langkah-langkah di antara setiap tantangan baru yang terlalu sulit bagi klien.  Disamping itu, langkah-langkahnya seharusnya tidak terlalu kecil sehingga

terapinya tidak harus berlangsung terlalu lama.

 Berdasarkan contoh kasus di atas, Dr. Stein seharusnya menyesuaikan berapa banyaknya peningkatan tantangan jika terbukti bahwa Dina menganggap tugas-tugasnya terlalu mudah atau sulit.

4. Pengkondisian Aversif

 Teknik pengkondisian aversif dilakukan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.  Stimulus dapat berupa sengatan listrik atau ramuan-ramuan yang membuat mual.  Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara

bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

 Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik ini adalah perilaku maladaptif, seperti merokok, obsesi kompulsif, penggunaan zat adiktif.

Perilaku maladaptif tersebut tidak dihentikan secara seketika, tetapi dibiarkan terjadi dan pada waktu bersamaan dikondisikan dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

 Jadi terapi aversi ini, menahan perilaku yang maladaptif dan individu berkesempatan untuk memperoleh perilaku alternatif yang adaptif.

Daftar Pustaka

Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi Klinis: Ilmu Pengetahuan, Praktik, dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

(12)

Nelson, R., dan Jones. (2006). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa pada dalam persidangan hari Senin, 04 Mei 2020, Penggugat dan Tergugat telah hadir, dan Majelis Hakim telah mendamaikan Penggugat dan Tergugat,

Surabaya telah menjadi kota pesisir dan kota dagang yang dianggap sangat strategis karena letaknya yang berada diantara Pulau Jawa dan Madura. Hal ini menjadikan Surabaya

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

Dengan adanya masalah tersebut maka akan dibuat sistem yang dapat dapat memudahkan penyampaian semua informasi produk terbaru kepada customer secara cepat, mempermudah

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

3. As Built Drawing: Klem Atas 26/01/2012 luknanto@ugm.ac.id 28 Kabel suspensi  utama Kabel penggantung  vertikal Penerima  beban dek  jembatan Penerima  beban dek 

Bila file HTML tujuan berada domain name pada yang sama tetapi pada direktori yang tidak sama maka kita bisa menggunakan url relatif, yaitu path name relatif berdasarkan posisi

Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan (pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran