• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI DALAM TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI (TIPOLOGI COMPLIANCE GAINING DALAM PENERAPAN BUDAYA G-VALUES PADA KARYAWAN PT PEGADAIAN PERSERO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNIKASI DALAM TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI (TIPOLOGI COMPLIANCE GAINING DALAM PENERAPAN BUDAYA G-VALUES PADA KARYAWAN PT PEGADAIAN PERSERO)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI DALAM TRANSFORMASI BUDAYA

ORGANISASI (TIPOLOGI

COMPLIANCE GAINING

DALAM PENERAPAN BUDAYA

G-VALUES

PADA

KARYAWAN PT PEGADAIAN PERSERO)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh: Silmy Harashta

106116014

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN DIPLOMASI

UNIVERSITAS PERTAMINA

(2)

Universitas Pertamina – ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Komunikasi dalam Transformasi Budaya

Organisasi (Tipologi Compliance Gaining

dalam Penerapan Budaya G-Values pada

Karyawan PT Pegadaian Persero)

Nama Mahasiswa : Silmy Harashta

Nomor Induk Mahasiswa : 106116014

Program Studi : Komunikasi

Fakultas : Komunikasi dan Diplomasi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 8 September 2020

Jakarta, 17 September 2020

MENGESAHKAN, Pembimbing

Dr. Wahyuni Choiriyati, M.Si NIP. 119011

MENGETAHUI, Ketua Program Studi

Dr. Adde Oriza Rio NIP. 116122

(3)

Universitas Pertamina – iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Komunikasi dalam

Transformasi Budaya Organisasi (Tipologi Compliance Gaining dalam Penerapan Budaya G-Values pada Karyawan PT Pegadaian Persero) ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive

royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan,

mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database),

merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 5 September 2020 Yang membuat pernyataan,

(4)

Universitas Pertamina – iv

ABSTRAK

Silmy Harashta. 106116014. Komunikasi dalam Transformasi Budaya

Organisasi (Tipologi Compliance Gaining dalam Penerapan Budaya G-Values

pada Karyawan PT Pegadaian Persero).

Penelitian ini membahas mengenai perubahan nilai-nilai budaya PT Pegadaian

(Persero) dari sebelumnya INTAN menjadi G-Values yang dilakukan akibat

dorongan perubahan lingkungan bisnis yang semakin kompetitif agar perusahaan dapat tetap bersaing dalam lingkungan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui strategi compliance gaining secara verbal maupun nonverbal

dalam penerapan budaya G-Values sebagai nilai budaya baru pada karyawan PT

Pegadaian (Persero). Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa strategi reward, punishment, expertise, impersonal

commitment, dan personal commitment dianggap mampu menciptakan kepatuhan

dalam mengarahkan perubahan mindset dan perilaku karyawan yang sesuai

dengan nilai budaya G-Values. Salah satu wujud penerapan budaya G-values

tercermin dari hasil kinerja perusahaan yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

(5)

Universitas Pertamina – v

ABSTRACT

Silmy Harashta. 106116014. Communication in the Corporate Culture Transformation (The Typology of Compliance Gaining within G-Values Culture Implementation on PT Pegadaian Persero Employees).

This research discusses PT Pegadaian (Persero) cultural values transformation from INTAN to G-Values which was occurred due to the external environment changes that encouraged the company to be able to compete in this increasingly competitive business. The research objective is to determine the compliance gaining strategies both verbally and nonverbally within G-Values culture implementation on PT Pegadaian (Persero) employees as a new corporate culture. This qualitative research uses a case study approach with data collections through observation, interviews, and documentation. The results show that reward, punishment, expertise, impersonal commitment, and personal commitment strategies were considered capable to obtain employees compliance in directing their mindset and behavior changes that appropriate with G-Values corporate culture. One of the manifestations implementing G-Values culture is reflected in the company’s performance results improved from the previous years. Keywords: Organizational Communication, Corporate Culture, Compliance Gaining

(6)

Universitas Pertamina – vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan hasil laporan Tugas Akhir ini sebagai salah satu wujud perolehan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Pertamina. Peneliti juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Allah SWT yang telah memudahkan segala kesulitan yang saya hadapi,

melancarkan segala hambatan yang saya temui, mendengarkan segala permintaan dan keluhan yang saya sampaikan, menguatkan perjuangan saya hingga dapat berada di titik ini.

2. Keluarga – Ainun Jariah, Nandar Ayi Yusamsi, Farizi Syaukani yang telah

memberikan segala bentuk dukungan dengan keunikannya tersendiri.

3. Bapak Dr. Adde Oriza Rio selaku Kepala Prodi Komunikasi Universitas

Pertamina sekaligus dosen yang senang memberikan cerita/sejarah

menarik dan insight baru dengan pemikirannya yang kritis saat

menyampaikan materi perkuliahan.

4. Seluruh dosen Prodi Komunikasi Universitas Pertamina yang telah

mengajar saya selama ini dengan metode-metode unik dan tidak monoton sehingga saya dapat bertumbuh dan berkembang seperti sekarang.

5. Ibu Dr. Wahyuni Choriyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

sabar membimbing dan rela meluangkan waktunya selama proses pengerjaan laporan Tugas Akhir.

6. Pak Widi, Pak Wahyu, Mbak Anisa, Mas Ari, Mas Dimas, Mbak Koya,

Kak Earline, Tim HI/OHC, dan rekan-rekan Pegadaian lainnya yang terbuka untuk membantu dan mendukung proses penelitian ini.

7. Teman-teman Penjual Parfum, Pandjer Berkah, English Please, Tanam,

Keluarga Ceramah, Pencari Calon Imam, MIRAI UP, Komunikasi 2016, serta keluarga besar Universitas Pertamina.

8. Jasmine Rahma Amalia selaku buddy yang siap mengulurkan tangan untuk

membantu dan menyapa dalam doa.

9. Silmy Harashta yang telah berjuang jatuh bangun di tengah pandemi dan

telah berusaha untuk memberikan hasil maksimal menurut versinya.

10.Rekan-rekan lainnya yang pernah bertemu dan membersamai di mana pun

kalian berada.

Peneliti telah berusaha dengan maksimal untuk memberikan hasil terbaik pada laporan Tugas Akhir ini. Sebagai manusia yang terus belajar dan tidak lepas dari kesalahan, penulis menerima dengan senang hati masukan dari pembaca sehingga mampu menjadikan hasil laporan ini lebih baik lagi ke depannya. Peneliti juga berharap laporan ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

(7)

Universitas Pertamina – vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 7 1.3. Tujuan Penelitian ... 8 1.4. Manfaat Penelitian ... 8 1.5. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Komunikasi ... 12

2.3. Komunikasi Organisasi ... 15

2.4. Budaya Organisasi ... 18

2.5. Teori Memperoleh Kepatuhan (Compliance Gaining) ... 21

2.6. Kerangka Berpikir... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 24

3.1. Strategi Penelitian ... 24

3.2. Sumber Data ... 25

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4. Metode Analisis dan Interpretasi Data... 27

3.5. Metode Pengujian Kualitas Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI ... 31

4.1. Penjelasan Singkat Budaya G-Values PT Pegadaian (Persero) ... 31

(8)

Universitas Pertamina – viii 4.3. Hasil Temuan ... 33 4.3.1. Komunikasi Organisasi ... 33 4.3.2. Budaya Organisasi ... 37 4.3.3. Compliance Gaining ... 41 4.4. Diskusi ... 44 4.4.1. Komunikasi Organisasi ... 45 4.4.2. Budaya Organisasi ... 47 4.4.3. Compliance Gaining ... 50 BAB V PENUTUP ... 54 5.1. Kesimpulan ... 54 5.2. Keterbatasan Penelitian... 54 5.3. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 61

(9)

Universitas Pertamina – ix DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perbedaan Nilai Budaya INTAN dan G-Values ... 6

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu... 11

Tabel 4.1. Nilai Budaya G-Values ... 31

(10)

Universitas Pertamina – x DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peringkat BUMN Pemberi Dividen Terbesar 2018 ... 4

Gambar 2.1. Model Komunikasi Schramm ... 12

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir ... 22

Gambar 4.1. Hubungan antar Karyawan di Luar Kantor ... 33

Gambar 4.2. Kegiatan Morning Briefing... 34

Gambar 4.3. Kegiatan HC Talk ... 34

Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Kinerja Perusahaan ... 37

Gambar 4.5. Grafik Penilaian Kualitas Penerapan GCG... 38

Gambar 4.6. Program CSR The Gade Clean & Gold ... 39

(11)

Universitas Pertamina – 1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Saat ini, Industri 4.0 mendorong perubahan besar pada seluruh roda

kehidupan manusia, termasuk di dunia industri. Dilansir dari

towardsdatascience.com (2020), Industri 4.0 merevolusi manusia dari berbagai aspek kehidupan, seperti cara hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dengan lingkungan, berinteraksi satu sama lain, serta mengubah lanskap bisnis untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Cooper & James (2009:320) menyebutkan

dalam Challenges for Database Management in the Internet of Things, Industri

4.0 merupakan era automasi dan digitalisasi yang terjadi berdasarkan komunikasi berkelanjutan berbasis internet sehingga menciptakan interaksi dan pertukaran informasi secara terus-menerus, tidak hanya antara manusia dengan manusia ataupun manusia dengan mesin, tetapi juga antara mesin dengan mesin.

Perkembangan teknologi yang semakin masif pada Industri 4.0 sangat memengaruhi perkembangan bisnis di dalam masyarakat yang dapat memberikan peluang dan tantangan tersendiri. Hal tersebut didukung oleh pendapat seorang Pengusaha sekaligus Direktur Utama CT Corp, Chairul Tanjung yang mengungkapkan dalam ugm.ac.id bahwa tren perkembangan teknologi telah bergeser sehingga perusahaan berbasis teknologi digital menguasai ekonomi dunia. Dahulu, nilai perusahaan ditentukan secara fisik, seperti tanah dan bangunan. Saat ini, data menjadi aset berharga bagi perusahaan (ugm.ac.id, 2018). Di samping itu, persaingan bisnis pun semakin ketat di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang ini. Berbagai industri harus bersiap dan beradaptasi dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi apabila bisnisnya tidak ingin tertinggal, tergilas, maupun merugi (Purwandini, 2018:54).

Untuk beradaptasi dengan dinamika lingkungan bisnis seperti saat ini,

perusahaan tidak selalu harus mengadopsi diri menjadi sebuah e-commerce. Pada

(12)

Universitas Pertamina – 2 dan kebutuhan organisasi. Transformasi juga melibatkan tindakan yang saling berhubungan dan berkaitan dengan sistem sosial budaya perusahaan secara keseluruhan. Christensen & Overdorf (dalam Shockley-Zalabak, 2015:321) mengidentifikasikan tiga faktor yang menentukan perubahan organisasi, yaitu sumber daya – manusia, uang, informasi, teknologi; proses – pola interaksi, koordinasi, komunikasi, pengambilan keputusan; dan nilai-nilai yang mengacu pada budaya dan prinsip perusahaan.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa alasan yang paling sering dikutip mengenai kegagalan dalam perubahan organisasi adalah karena mengabaikan perubahan budaya organisasi (Caldwell, Gross, et al., Kotter & Heskett dalam Cameron & Quinn, 2011:1-2). Perubahan budaya organisasi sebagian besar memfasilitasi budaya yang mengarah pada pemberdayaan, pembelajaran, partisipasi, komunikasi yang lebih terbuka untuk mendorong produktivitas organisasi yang lebih tinggi dan kepuasan karyawan yang lebih besar (Oden, 1999:175). Oleh sebab itu, adanya perubahan budaya menjadi salah satu upaya perusahaan untuk membangun budaya adaptif terhadap lingkungan yang mampu mengembangkan kualitas kinerja sumber daya manusia agar dapat berhasil terhadap perubahan zaman.

Organisasi merupakan sistem sosial yang memelihara dan

mengembangkan budaya. Setiap organisasi memiliki budaya sendiri yang didasarkan pada berbagai interaksi yang terjadi. Sebagai suatu sistem yang kompleks dan dinamis, organisasi berada dalam suatu lingkungan yang mengendalikannya sehingga jenis budaya kerja tergantung pada lingkungan organisasi dan berbagai interaksi antar subsistem dalam organisasi (Harris &

Nelson, 2008:32). Dalam jurnal Administrative Reform, Irawan (2018)

mengategorikan organisasi menjadi organisasi informal dan formal. Organisasi informal terbentuk di antara individu yang memiliki afiliasi atau minat yang sama dan berkembang secara spontan. Sementara itu, organisasi formal memiliki penetapan aturan, struktur, pembagian tugas, dan tujuan yang jelas, salah satu contohnya adalah BUMN.

(13)

Universitas Pertamina – 3 BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Kementerian BUMN, 2003). Ekonom Senior CORE Indonesia, Hendri Saparini mengatakan dalam wartaekonomi.co.id, BUMN sebagai entitas bisnis harus meningkatkan performanya, baik dari sisi keuangan, pengelolaan, dan transformasi dengan lingkungan baru. Dengan harapan, mendorong BUMN agar mampu berkompetisi dengan perusahaan-perusaahan pada era kompetisi terbuka (Wartaekonomi.co.id, 2019).

PT Pegadaian (Persero) merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di sektor keuangan Indonesia, seperti pembiayaan, emas, dan aneka jasa. Pertama kali berdiri di Sukabumi, Jawa Barat sejak 01 April 1901. Kehadiran Pegadaian sebagai lembaga penyedia pinjaman mikro dan menengah adalah untuk mencegah praktik ijon, rentenir, dan pinjaman tidak wajar lainnya. Dari segi jangkauannya, layanan Pegadaian telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah sekitar 4.300 outlet yang terdiri dari outlet konvensional dan outlet syariah. Sepanjang tahun 2017, jumlah nasabah Pegadaian tercatat telah mencapai 9,5 juta orang (Tirto.id, 2018). Hal tersebut menunjukkan bahwa layanan Pegadaian masih diminati oleh masyarakat sebagai alternatif ketika membutuhkan dana yang mendesak karena persyaratan mudah, proses pencairan uang cepat, dan resiko ringan.

Hubungan antara perusahaan dengan stakeholder memainkan peran

penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, salah satunya dalam memenuhi harapan pelanggan secara berkelanjutan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh jitunews.com (2019) dengan salah seorang nasabah Pegadaian Cabang Senen, Ibu Esti menyatakan dirinya merasa puas dengan pengalaman menjadi nasabah Pegadaian selama lebih dari sepuluh tahun karena pelayanan dan kemudahan yang didapatkan ketika ia memerlukan uang secara mendadak. Ibu

(14)

Universitas Pertamina – 4 Esti juga menceritakan pengalamannya mengikuti program Bank Sampah jadi Emas di Pegadaian, yaitu program menukarkan sampah jadi tabungan emas. Ia dan kelompoknya ('Bank Sampah Hijau Selaras Mandiri' yang berada di daerah Kebon Kosong, Jakarta Pusat) aktif menjadi pengurus Bank Sampah dan menabung emas dari hasil Bank Sampah.

Peran BUMN untuk Indonesia adalah dalam bentuk pemberian sumbangan pajak dan dividen kepada negara guna mendukung perekonomian nasional. PT Pegadaian (Persero) memberikan kontribusi cukup besar bagi negara karena ia termasuk ke dalam sepuluh BUMN pemberi dividen terbesar. Dilansir dari katadata.co.id (2019), pada tahun 2018, terdapat beberapa BUMN memberikan dividen terbesarnya yang berasal dari berbagai sektor, seperti telekomunikasi, perbankan, energi, konstruksi, dan pertambangan. PT Pegadaian Persero menduduki posisi ketujuh pada peringkat BUMN yang memberikan dividen terbesar tahun 2018, yaitu senilai Rp 1,39 triliun (Gambar 1.1). Hal tersebut tidak

terlepas dari input, salah satunya adalah budaya organisasi yang memengaruhi

output dari suatu perusahaan.

Gambar 1.1. Peringkat BUMN Pemberi Dividen Terbesar 2018

(Sumber: https://katadata.co.id/grafik/2019/06/04/10-bumn-pemberi-dividen-terbesar diakses pada 15 April 2020 pukul 10:03 WIB)

(15)

Universitas Pertamina – 5 Konsep transformasi itu sendiri merujuk pada perubahan dengan tidak menghilangkan unsur lamanya. Dalam kasus ini, Pegadaian akan tetap fokus

menumbuhkan bisnis gadainya sebagai core product. Di samping itu juga,

Pegadaian akan terus melakukan inovasi produk dan mengembangkan bisnis baru. Direktur utama PT Pegadaian (Persero), Sunarso mengatakan dalam rmco.id,

transformasi perusahaan akan diterapkan melalui strategi G-5tar, yaitu: (1) grow

core – fokus menumbuhkan bisnis utama sebagai pemain industri gadai; (2) grab

new – mengembangkan bisnis baru karena di masa depan Pegadaian is not just

pawnshop, but a fully financial company; (3) groom talent – meningkatkan

kualitas sumber daya manusia; (4) gen z technology – penggunaan teknologi atau

aplikasi sebagai layanan digital, dan (5) great culture – penerapan budaya kerja

yang mendasari semua elemen di atas agar dapat berdiri kokoh (rmco.id, 2018). Kini, Pegadaian bukanlah lembaga monopoli yang bergerak di bidang

pemberian jasa gadai. Lembaga-lembaga lainnya, seperti koperasi,

perorangan/swasta, perbankan, dan maraknya pinjaman online juga melakukan

kegiatan yang sama, bahkan beberapa di antaranya tidak mensyaratkan barang jaminan. Pemerintah telah membuka regulasi dalam Peraturan OJK yang memperkenankan lembaga-lembaga lainnya untuk memberikan pinjaman berupa jasa gadai sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan wawancara oleh Kepala Departemen Pengembangan Inovasi Korporasi PT Pegadaian (Persero), hal tersebut mendasari perubahan budaya di Pegadaian dengan anggapan bahwa kompetitor di sekeliling perusahaan semakin banyak. Ia juga mengatakan perilaku karyawan tidak boleh lagi hanya duduk manis di kantor dan menganggap Pegadaian masih menjadi pemain tunggal dalam bisnis gadai.

Budaya diyakini sebagai nilai-nilai pedoman bagi seluruh anggota organisasi dalam beraktivitas dan berperilaku, seperti bagaimana karyawan dan manajer dalam menghadapi masalah, melayani pelanggan, berhubungan dengan pemasok, berhadapan dengan pesaing, dan melakukan berbagai aktivitas lainnya untuk mencapai tujuan. PT Pegadaian (Persero) memiliki nilai budaya INTAN (Inovatif, Nilai moral tinggi, Terampil, Adi layanan, Nuansa citra) yang telah terbentuk sebelumnya. Pada tanggal 11 Desember 2018, berdasarkan Peraturan

(16)

Universitas Pertamina – 6 Direksi No.114/DIR IV/2018 tentang Budaya Perusahaan telah menetapkan nilai

budaya G-Values (Integrity, Professional, Mutual Trust, Customer Focus, Social

Values) sebagai pedoman bagi seluruh insan Pegadaian yang harus dipelajari, dipahami, dihayati, dan diaktualisasikan untuk mendukung terwujudnya visi dan misi perusahaan (Tabel 1.1).

DULU SEKARANG

Visi:

Sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia serta menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah.

Visi:

Menjadi The Most Valuable Financial

Company di Indonesia dan agen inklusi

keuangan nasional pilihan utama

masyarakat.

Nilai Budaya (INTAN):

 Inovatif

 Nilai moral tinggi

 Terampil

 Adi layanan

 Nuansa citra

Nilai Budaya (G-Values):

 Integrity

 Professional

 Mutual Trust

 Customer Focus

 Social Values

Tabel 1.1. Perbedaan Nilai Budaya INTAN dan G-Values (Sumber: Annual Report PT Pegadaian Persero, 2018)

Perlu disadari, melakukan transformasi budaya pada suatu organisasi hingga benar-benar melekat pada setiap anggota organisasi bukanlah suatu proses yang singkat dan mudah. Di dalam sebuah organisasi, pasti sudah ada nilai-nilai

budaya sebelumnya yang membentuk perilaku dan kebiasaan organisasi. Senior

Vice President of Strategic Human Capital PT Pegadaian (Persero), Anung Anindita mengatakan dalam upperline.id bahwa tantangan terbesar proses

transformasi dari sisi budaya adalah bagaimana mengubah mindset karyawan dari

nilai yang sebelumnya INTAN menjadi G-Values. Menurutnya, Pegadaian sudah

berusia 118 tahun, tidak semudah membalikkan telapak tangan ketika menginternalisasi nilai-nilai baru. Bahkan, sering karyawan masih teringat dengan

(17)

Universitas Pertamina – 7 Mengenai hal tersebut, komunikasi memainkan peranan penting dalam mempengaruhi dan mengubah perilaku orang lain. Pengaruh adalah proses mendasar yang diperlukan untuk membuat dan mengubah peristiwa organisasi

(Shockley-Zalabak, 2015:41). Compliance gaining atau memperoleh kepatuhan

orang lain merupakan salah satu tujuan komunikasi yang paling umum. Compliance gaining biasanya dipandang sebagai bagian dari persuasi yang pada gilirannya untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain. Definisi compliance gaining mengacu pada interaksi interpersonal dimana seorang individu berusaha untuk membuat orang lain melakukan perilaku yang diinginkan melalui penggunaan simbol (Wilson, 2015:1).

Secara garis besar, ketika berada dalam suatu organisasi, individu akan berbagi makna yang dimilikinya dengan orang lain hingga membentuk kesamaan umum atau realitas bersama melalui proses komunikasi. Namun, realitas-realitas bersama yang telah terbentuk sebelumnya, secara konstan dapat berubah ketika anggota organisasi bereaksi terhadap informasi dan keadaan baru. Dalam hal ini, interaksi antar individu di dalam perusahaan berperan penting dalam mempengaruhi individu lain agar perilakunya dapat sesuai dengan nilai-nilai budaya baru perusahaan. Begitupun, individu dapat menerapkan nilai-nilai budaya baru dalam kegiatan perusahaan sehari-hari. Dengan demikian, penjelasan tersebut menjadi dasar penelitian ini untuk menelaah lebih lanjut mengenai

bagaimana strategi compliance gaining dalam penerapan budaya G-Values di PT

Pegadaian (Persero).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapat

rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana strategi compliance gaining dalam

(18)

Universitas Pertamina – 8 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari rumusan masalah di atas adalah untuk

mengetahui strategi compliance gaining dalam penerapan budaya G-Values pada

karyawan PT Pegadaian (Persero).

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan bidang Ilmu Komunikasi sekaligus dapat menjadi sumber acuan untuk meneliti lebih lanjut topik yang serupa dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu PT Pegadaian (Persero) dalam

mengembangkan komunikasi organisasi terhadap nilai-nilai budaya G-Values

untuk mencapai visinya menjadi The Most Valuable Financial Company di

Indonesia dan agen inklusi keuangan pilihan utama masyarakat.

3. Manfaat Sosial

Dapat digunakan sebagai rujukan informasi mengenai komunikasi organisasi dalam menerapkan nilai-nilai budaya baru bagi masyarakat atau pelaku-pelaku bisnis yang sedang melakukan transformasi budaya organisasi.

1.5. Sistematika Penulisan

(19)

Universitas Pertamina – 9 BAB I PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang latar belakang dari permasalahan yang diangkat menjadi topik penelitian. Kemudian, dalam bab ini menjelaskan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II LANDASAN KONSEPTUAL

Bab II akan menguraikan definisi konsep dan teori terkait penelitian ini. Uraian tersebut terdiri atas definisi komunikasi,

komunikasi organisasi, budaya organisasi, dan compliance gaining

theory. Selain itu, dalam bab ini terdapat penelitian terdahulu dan kerangka berpikir berupa skema yang mengaitkan konsep-konsep dan teori.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III berisi tentang strategi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis dan interpretasi data, serta metode pengujian kualitas data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV menjelaskan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari informan penelitian dan pembahasan penelitian yang dianalisis menggunakan konsep dan teori yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

BAB V PENUTUP

Bab V berisi kesimpulan yang menjelaskan secara ringkas keseluruhan hasil penelitian serta keterbatasan penelitian meliputi konsep, teori, dan metode yang digunakan terhadap topik permasalahan dalam penelitian. Selain itu, terdapat saran yang diberikan oleh peneliti terkait hasil penelitian yang bersifat akademis, praktis, dan sosial.

(20)

Universitas Pertamina – 10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilandasi oleh beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan acuan atau referensi untuk memperkaya konsep dan teori terkait dengan judul penelitian ini. Berikut beberapa hasil pencarian penelitian terdahulu yang ditemukan (Tabel 2.1):

NO PENELITI

(TAHUN)

JUDUL METODE TEORI HASIL

1 Virgia Aida Handini, Wahyuni Choriyati, Pranoto Mufti Ali (2019) Model Compliance Gaining dalam Komunikasi Pilpres 2019 bagi Milenial di Media Sosial Kualitatif Compliance Gaining Theory Taktik compliance gaining dianggap berhasil dalam memperoleh kepatuhan partisipasi politik kaum milenial yang

terlihat dari interaksi follow, share,

komentar di media sosial dan hasil wawancara dengan tim medsos Capres-Cawapres 2 Fajar Apriyadi, Wahyuni Choiriyati (2020) Budaya Compliance Gaining dalam Industri Kreatif Kualitatif Compliance Gaining Theory Proses compliance gaining melalui strategi nonverbal dianggap efektif untuk mendapatkan kepatuhan karyawan, mempengaruhi

(21)

Universitas Pertamina – 11 karyawan tanpa paksaan dan tanpa mereka sadari 3 Melani Rahmadanty, Ernita Arif, Aidinil Zetra (2019) Compliance Gaining dalam Persuasi Komunikasi dan Kebijakan Publik Pemerintah Kota Bukittinggi terkait Pembangunan Pasar Atas Kualitatif Compliance Gaining Theory Compliance gaining yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi dalam menetapkan kebijakan publik terkait pembangunan kembali Pasar Atas dianggap cukup berhasil untuk menghadapi pro-kontra para

pedagang Pasar Atas Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

(Sumber: Olahan Peneliti, 2020)

Secara umum, penelitian ini dengan ketiga penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan. Peneliti menemukan persamaan dengan penelitian

terdahulu yang mengangkat tema besar tentang compliance gaining. Studi

mengenai compliance gaining telah diterapkan dalam pemasaran, hubungan

masyarakat, manajemen sumber daya manusia, kampanye politik, dan lain sebagainya. Kemudian, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang terletak pada fokus penelitian. Penelitian ini akan lebih membahas

mengenai strategi compliance gaining dalam konteks komunikasi organisasi,

khususnya pada penerapan G-Values sebagai nilai-nilai budaya kerja yang baru

(22)

Universitas Pertamina – 12 2.2. Komunikasi

Komunikasi merupakan kebutuhan fundamental bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk membangun interaksi dan hubungan dengan manusia lainnya. Ruben & Stewart (2006:55) menyebutkan komunikasi adalah kegiatan yang mendasar bagi kehidupan individu, hubungan, kelompok, budaya, organisasi, dan masyarakat. Selain itu, komunikasi merupakan cara untuk melakukan kegiatan bersama, berinteraksi satu sama lain, dan berbagi ide melalui proses pertukaran informasi (Ruben & Stewart, 2006:15). Definisi lainnya menyebutkan bahwa komunikasi merupakan proses dimana individu secara aktif menciptakan situasi dan hubungan dengan lingkungan, serta mengoordinasikan tindakannya dengan orang lain (Ruben & Stewart, 2006:17).

Secara etimologis, Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communis yang

memiliki arti sama atau bersama. Schramm (dalam Ruben & Stewart, 2006:41) menyatakan komunikasi sebagai sebuah upaya untuk membangun kesamaan antara sumber dan penerima pesan. Schramm (dalam Littlejohn & Foss, 2009:176) menggambarkan pengirim dan penerima pesan berperan sebagai interpreter yang secara simultan mentransmisikan kode (encoding) dan

menerjemahkan kode (decoding). Model komunikasi Schramm menggambarkan

komunikasi sebagai proses interaktif, seperti yang terdapat pada gambar 2.1:

Gambar 2.1. Model Komunikasi Schramm Sumber: Saleh et al. (2015:3)

Dalam mentransfer informasi, individu membawa pengalaman mereka masing-masing dengan menggunakan berbagai simbol untuk menciptakan makna

(23)

Universitas Pertamina – 13 bersama. Pertukaran informasi yang individu lakukan merupakan contoh perilaku komunikasi untuk membangun hubungan dan peristiwa melalui proses yang bergantung secara budaya dalam memberi makna pada simbol. Shockley-Zalabak (2015:11-14) mengemukakan sembilan elemen dalam proses kompleks komunikasi manusia, yaitu:

1) Source/Receiver

Setiap individu yang terlibat dalam komunikasi berperan sebagai sumber pesan dan penerima pesan. Individu mengirim pesan sembari memantau dengan cermat reaksi nonverbal individu penerima pesan. Begitupun juga, individu penerima pesan mendengarkan dan menentukan respon pada pengirim pesan. Proses pengiriman dan penerimaan pesan seringkali terjadi begitu cepat sehingga tampak secara simultan.

2) Encoding/Decoding

Encoding adalah proses merumuskan pesan, memilih konten dan

simbol untuk menyampaikan makna. Decoding adalah proses

penafsiran makna dalam menerima simbol pesan yang dihasilkan oleh

sumber pesan. Encoding dan decoding dipengaruhi oleh kompetensi

komunikatif, identitas personal, intensi khusus, pengalaman masa lalu, persepsi tentang kompetensi orang lain, dan konteks komunikasi.

3) Message

Pesan merupakan upaya simbolis untuk mentransfer makna, atau dapat diartikan pula sebagai sinyal yang berfungsi untuk menstimulus penerima. Sumber pesan memiliki intensi untuk menciptakan makna, tetapi pesan itu sendiri tidak membawa makna. Makna terbentuk ketika penerima menginterpretasi dan menerjemahkan pesan. Untuk memahami suatu pesan, diperlukan pemahaman tentang sistem simbol, seperti bahasa dan tindakan dalam situasi tertentu.

(24)

Universitas Pertamina – 14

4) Channel

Saluran (channel) adalah media atau alat komunikasi yang melalui

mana pesan akan dikirimkan. Saluran meliputi panca indera dan segala sarana teknologi yang digunakan untuk mentransmisi pesan, seperti verbal, nonverbal, lisan, tulisan, tatap muka, dan telemediasi. Pemilihan saluran bergantung pada konteks situasi dan kondisi, serta karakteristik penerima pesan yang ingin dituju. Saluran itu sendiri bersifat mampu mengubah pesan secara teknologi maupun dalam penerimaan sensorik.

5) Noise

Noise adalah distorsi atau ganguan yang berkontribusi terhadap perbedaan antara makna yang dimaksud oleh sumber dan makna yang

ditangkap oleh penerima. Noise dapat berupa apapun, seperti gangguan

fisik, gangguan saluran, kompetensi komunikatif, kredibilitas sumber, konteks komunikasi, ataupun kecenderungan psikologis.

6) Competence

Setiap individu membawa pengetahuan, kepekaan, keterampilan, dan nilai-nilai ke dalam interaksi komunikasi. Kompetensi komunikasi meliputi kemampuan individu untuk memahami perilaku yang sesuai, intensi khusus, keinginan untuk terlibat dalam interaksi komunikasi, dan kemampuan untuk menciptakan realitas bersama. Pandangan terhadap kompetensi diri dan kompetensi orang lain berperan dalam encoding dan decoding pesan. Pada akhirnya, kompetensi berkontribusi terhadap efek atau hasil komunikasi, serta dapat menjadi cara untuk mengevaluasi efektivitas interaksi.

7) Field of Experience

Semua pihak yang terlibat dalam interaksi komunikasi membawa serangkaian pengalaman dan latar belakang masing-masing. Secara umum, semakin mirip pengalaman yang terdapat di antara individu

(25)

Universitas Pertamina – 15 dalam berkomunikasi, semakin mudah bagi mereka untuk berbagi makna dan membangun realitas bersama.

8) Communication Context

Konteks komunikasi merupakan lingkungan dimana interaksi komunikasi berlangsung. Konteks tidak hanya meliputi waktu dan tempat interaksi, tetapi juga meliputi peran, hubungan, status partisipan dalam komunikasi. Interaksi sebelumnya yang terjadi antara pasrtisipan komunikasi berperan dalam pembentukan konteks saat ini. Cara individu mengekspresikan dirinya juga mencerminkan harapan budaya atau lingkungan tertentu dimana komunikasi berlangsung. Oleh maka itu, budaya memengaruhi konteks dalam proses komunikasi sehingga persepsi tentang konteks dapat berbeda antara satu sama lain.

9) Realities and Effects

Realitas dan efek merupakan hasil atau konsekuensi dari pertukaran komunikasi. Efek komunikasi dapat diamati secara langsung dan tidak langsung, tergantung pada waktu dan konteksnya. Selain dilihat dari segi hasil, etika dan efektivitas komunikasi memengaruhi persepsi tentang keinginan untuk melakukan komunikasi kembali di masa yang akan datang.

2.3. Komunikasi Organisasi

Secara sederhana, komunikasi organisasi adalah komunikasi manusia yang terjadi di dalam ruang lingkup organisasi. Littlejohn & Foss (2011:324) menyatakan komunikasi dalam suatu organisasi, baik interaksi antara individu maupun kelompok, merupakan bagian penting dari proses pengorganisasian yang berkelanjutan. Organisasi adalah kerja sama yang dicapai secara simbolis, dan komunikasi organisasi adalah disiplin yang mempelajari bagaimana kerja sama itu dicapai dan bagaimana organisasi dibentuk (Littlejohn & Foss, 2011:293). Dengan kata lain, kehidupan di dalam organisasi dipenuhi oleh tanggung jawab

(26)

Universitas Pertamina – 16 tugas dan pekerjaan bersama yang membutuhkan pemrosesan pesan, kolaborasi, dan koordinasi kerja untuk mendorong kegiatan organisasi mampu mencapai tujuannya.

Harris & Nelson (2008:33) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dan organisasi sebagai sistem berasal dari fondasi yang sama, yaitu berfokus pada proses, bukan prosedur. Komunikasi adalah proses koaktif yang berkelanjutan antara individu, kelompok, dan sistem. Organisasi adalah sistem perilaku yang saling berkaitan dan saling bergantung. Melalui komunikasi, anggota organisasi mampu menetapkan arah dan tujuan organisasi, memetakan peran dan tanggung jawab anggota, mengoordinasikan dan mengendalikan operasional, membangun jaringan, serta mengembangkan budaya dan iklim organisasi. Semua komponen tersebut bertujuan untuk memandu perilaku anggota organisasi (Ruben & Stewart, 2006:296).

Shockley-Zalabak (2015:17-19) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai interaksi yang kompleks dari segi proses, manusia, pesan, makna, serta menggambarkan komunikasi organisasi sebagai konstitutif organisasi hingga membentuk realitas bersama dan peristiwa organisasi. Berikut ini penjelasan pokok pemikiran Shockley-Zalabak mengenai definisi komunikasi organisasi:

1) Organizational Communication as Process

Komunikasi organisasi dipahami sebagai proses yang

berkelanjutan. Proses ini mencakup pola interaksi yang berkembang di antara anggota organisasi, baik internal maupun eksternal sehingga dari interaksi tersebut dapat membentuk organisasi. Selain itu, proses pembuatan, pengiriman, dan pertukaran pesan memiliki sifat selalu berubah untuk menghasilkan realitas baru seiring perubahan zaman yang mendorong penciptaan dan pembentukan peristiwa organisasi baru, namun tidak terlepas dari hasil pertukaran pesan yang terjadi sebelumnya.

Kemudian, proses komunikasi organisasi terjadi dalam

(27)

Universitas Pertamina – 17 melaksanakan pekerjaan organisasi, dan bersosialisasi. Proses komunikasi organisasi juga terjadi saat menghadapi krisis tak terduga, perubahan lingkungan eksternal, bersaing dengan kompetitor, serta termasuk sejumlah pesan kepada pekerja, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya.

2) Organizational Communication as People

Individu membawa serangkaian karakteristik dan perspektif budaya berbeda-beda ke dalam organisasi yang memengaruhi cara pemrosesan informasi. Komunikasi organisasi berperan dalam menciptakan hubungan antara individu dan organisasi serta membantu mereka dalam mencapai tujuan yang beragam. Sebagai contoh, komunikasi organisasi dapat terjadi di antara individu yang berbagi pekerjaan dan melakukan hubungan interpersonal. Selain itu, komunikasi organisasi juga dapat terjadi pada jaringan orang yang terpisah secara geografis yang berupaya memperoleh berbagai tujuan yang memerlukan interaksi komunikasi.

3) Organizational Communication as Messages

Komunikasi organisasi adalah penciptaan dan pertukaran pesan yang meliputi transmisi perilaku verbal, nonverbal, dan berbagi informasi di seluruh anggota organisasi. Pesan dijelaskan dengan istilah seperti frekuensi, jumlah, dan jenisnya. Saat ini, pesan organisasi semakin banyak menggunakan saluran teknologi kompleks atau telemediasi sehingga memperluas jangkauan penyebaran pesan secara geografis, mengubah gagasan tentang batasan ruang dan waktu, dan mengubah siapa yang dapat berpartisipasi dalam proses komunikasi organisasi.

4) Organizational Communication as Meaning

Komunikasi organisasi adalah perilaku simbolis individu dan organisasi yang mana ketika ditafsirkan memengaruhi penciptaan dan

(28)

Universitas Pertamina – 18 pembentukan peristiwa organisasi. Komunikasi organisasi tidak hanya menciptakan satu set makna tunggal pada anggota dan organisasi. Interaksi perilaku dalam konteks organisasi yang selalu berubah seringkali menciptakan banyak persepsi tentang peristiwa dan berbagai realitas yang menjadi proses melalui mana makna organisasi dihasilkan.

5) Organizational Communication as Constitutive of Organizations

Komunikasi organisasi merupakan proses yang lebih kompleks dan komprehensif dari pertukaran pesan secara interpersonal dan kelompok. Komunikasi organisasi adalah proses pengorganisasian, pengambilan keputusan, perencanaan, pengendalian, dan koordinasi yang menjelaskan cara kerja organisasi. Stanley Deetz (dalam Shockley-Zalabak, 2015:18) memberikan pandangannya tentang komunikasi organisasi, yaitu proses komunikasi organisasi adalah pusat bagaimana persepsi, makna, identitas, dan rutinitas diadakan bersama. Hal tersebut merupakan proses dimana individu dan organisasi berusaha membentuk perilaku yang berorientasi pada tujuan mereka.

2.4. Budaya Organisasi

Pada hakikatnya, budaya bukanlah suatu objek yang dapat disentuh secara fisik. Budaya adalah sistem pengetahuan yang digunakan oleh sekelompok orang. Robbins & Judge (2013:512) menyatakan bahwa budaya mengacu pada sistem makna bersama yang dipegang oleh setiap anggotanya, pada gilirannya, budaya organisasi mendefinisikan ciri yang membedakan identitas organisasi satu dari organisasi lain. Dengan penggunaan dan penguatan makna bersama secara berkelanjutan, akan membentuk lingkungan budaya yang diterima begitu saja dan tidak dapat dinegosiasikan, serta mengarahkan tujuan hidup kita (Ruben & Stewart, 2014:94).

(29)

Universitas Pertamina – 19 Edgar H. Schein (2004:17) mendefinisikan budaya sebagai pola asumsi dasar tersirat yang dipelajari dan dikembangkan bersama oleh suatu kelompok atau organisasi untuk memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan baik dan dianggap valid sehingga harus dibagikan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk berpikir, memahami, dan merasakan kaitannya terhadap masalah-masalah tersebut. Selanjutnya, Goffee & Jones (dalam Harris & Nelson, 2008:82) menyimpulkan

bahwa budaya adalah the way we do things around here atau ‘cara kita melakukan

sesuatu di sekitar sini’.

Budaya sebagai nilai-nilai bersama memengaruhi perilaku sehari-hari organisasi dan menetapkan kondisi untuk mendorong efektivitas internal. Menurut Lewin (dalam Burnes, 2009:334) perilaku organisasi adalah serangkaian interaksi simbolik yang rumit dan memiliki kekuatan yang tidak hanya memengaruhi struktur kelompok, tetapi juga memodifikasi perilaku individu. Jika dianalogikan budaya organisasi ini mirip dengan kepribadian individu, yaitu memiliki pokok pemikiran yang tidak berwujud namun selalu hadir memberikan makna, arah, dan dasar dalam bertindak (Oden, 1999:68).

Untuk memahami manifestasi budaya lebih lanjut, Edgar Schein (2004:25-32) mengklasifikasikan budaya ke dalam tiga tingkatan yang berbeda. Tingkatan tersebut mulai dari yang terlihat kasat mata hingga yang tersembunyi, sebagaimana penjelasan berikut ini:

1) Artifacts

Artefak merupakan tingkatan budaya yang berada di permukaan dan dapat diamati. Hal tersebut mencakup semua fenomena yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ketika berada dalam suatu kelompok atau organisasi dengan budaya yang tidak dikenali sebelumnya. Elemen-elemen artefak ini meliputi arsitektur bangunan, tata ruang kantor, lingkungan sosial, iklim, perilaku anggota, tata krama, bahasa, teknologi dan produk, cara kerja, pakaian, ritual atau upacara, mitos atau cerita tentang organisasi, dan seterusnya.

(30)

Universitas Pertamina – 20

2) Espoused Values

Tingkatan budaya selanjutnya adalah nilai-nilai yang dianut, yang memberikan fungsi normatif atau moral sebagai prinsip operasi sehari-hari untuk memandu organisasi dan anggotanya dalam menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh, ketika menghadapi tugas atau masalah, solusi pertama adalah mengusulkan asumsi apa yang akan berhasil ataupun tidak. Jika solusi berhasil dan kelompok memiliki persepsi yang sama tentang keberhasilan tersebut, maka akan menjadi nilai atau keyakinan bersama.

Semua pembelajaran kelompok atau organisasi mencerminkan keyakinan dan nilai-nilai tentang konsep apa yang seharusnya terjadi, berbeda dari apa yang ada (sebenarnya terjadi). Kemudian, terdapat validasi sosial untuk mengonfirmasi nilai-nilai tertentu berdasarkan oleh pengalaman sosial bersama dari suatu kelompok. Pada akhirnya, selama masih diyakini, nilai-nilai ini akan ada bersama organisasi selama bertahun-tahun dan tercermin dalam pernyataan.

3) Basic Assumptions

Asumsi dasar adalah tingkatan budaya yang paling dalam dan tidak dapat diamati. Pada dasarnya, asumsi dasar sama seperti teori yang digunakan, hal yang sebenarnya memandu perilaku dan memberi tahu anggota organisasi cara memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai hal (Argyris et al. dalam Schein, 2004:31). Asumsi-asumsi ini

cenderung bersifat nonconfrontable dan nondebatable sehingga sulit

untuk berubah. Ketika solusi terhadap suatu masalah bekerja berulang kali, maka masalah itu akan cenderung diterima begitu saja, dan secara bertahap datang untuk diperlakukan sebagai kenyataan. Pada tingkat konsensus yang demikian, merupakan hasil dari keberhasilan berulang dalam menerapkan keyakinan dan nilai-nilai tertentu berkenaan dengan masalah yang dihadapi.

(31)

Universitas Pertamina – 21 2.5. Teori Memperoleh Kepatuhan (Compliance Gaining)

Teori compliance gaining pertama kali dikembangkan sebagai bidang

studi oleh Gerald Marwell dan David Schmitt pada pertengahan tahun 1960. Mereka menggunakan pendekatan teori pertukaran sosial sebagai dasar untuk teori compliance gaining. Teori ini telah banyak digunakan oleh peneliti ilmu sosial, khususnya di bidang manajemen ekonomi, hukum, politik, psikologi, sosiologi, dan komunikasi.

Compliance gaining merupakan bentuk persuasi yang pada gilirannya bertujuan untuk memengaruhi keyakinan, sikap, niat, ataupun perilaku orang lain. Penekanannya lebih kepada konformitas atau perubahan perilaku daripada perubahan sikap (Littlejohn & Foss, 2009:155). Selain itu, studi tentang compliance gaining menitikberatkan pada pilihan pesan dan mengeksplorasi bagaimana individu memutuskan apa yang harus dikatakan untuk memperoleh kepatuhan saat melakukan percakapan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja

(Wilson, 2015:1-2). Sebagai halnya, penelitian tentang compliance gaining

meneliti berbagai strategi verbal dan nonverbal untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh kepatuhan, keterikatan, atau komitmen dari orang lain.

Littlejohn & Foss (2009:157) menyebutkan beberapa strategi verbal dan

nonverbal dalam compliance gaining. Strategi verbal terbagi menjadi dua: (1)

Foot-in-the-door (FITD), yaitu seorang komunikator membuat permintaan awal yang kecil kepada orang lain untuk permintaan tindak lanjut yang lebih besar. Ketika seseorang melakukan perbuatan baik yang kecil, mengaktifkan kesadaran diri bahwa ia adalah seorang penolong dan mampu meningkatkan kepatuhan pada permintaan selanjutnya dibandingkan tanpa permintaan awal sama sekali; (2) Door-in-the-face (DITF), yaitu membuat permintaan awal yang besar dengan

asumsi permintaan tersebut akan ditolak. Kemudian, komunikator

menindaklanjuti permintaan kedua yang lebih masuk akal. Rasa bersalah ketika menolak permintaan pertama akan membuat seseorang lebih mudah unuk menerima permintaan kedua.

(32)

Universitas Pertamina – 22 Berikutnya, terdapat sejumlah strategi nonverbal untuk memperoleh kepatuhan. Dalam Littlejohn & Foss (2009:158-159), beberapa di antaranya berdasarkan pada perilaku kesegeraan, seperti kontak mata, senyuman, dan sentuhan. Perilaku kesegeraan memberikan kesan hangat yang lebih disukai oleh penerima sehingga mengarah pada kepatuhan yang lebih besar. Selain itu, penampilan juga sebagai faktor kredibilitas dan status yang menjadi daya tarik orang lain terhadap komunikator dalam peningkatan kepatuhan.

Marwell dan Schmitt (dalam Littlejohn & Foss, 2011:155)

mengidentifikasi 16 strategi untuk memperoleh kepatuhan yang disederhanakan

menjadi lima strategi umum, yaitu rewarding (penghargaan, seperti pernyataan

yang menjanjikan, jaminan, atau hadiah), punishing (hukuman, misalnya dengan

pernyataan atau tindakan yang mengancam), expertise (menampilkan pengetahuan

atau keahlian seseorang), impersonal commitments (daya tarik moral yang

melibatkan perasaan audiens tentang apa yang baik dan tepat, misalnya seseorang akan merasa buruk ketika ia tidak mematuhi dan merasa baik ketika ia mematuhi), personal commitments (seperti utang budi kepada orang lain).

Dalam kasus perubahan budaya organisasi, kepatuhan mempertimbangkan

elemen perilaku manusia. Compliance gaining menjadi salah satu strategi persuasi

secara verbal maupun nonverbal yang bertujuan untuk melakukan perubahan perilaku individu secara jangka panjang. Alsher (2013) mengategorikan perubahan yang didorong oleh kepatuhan sebagai ‘pendekatan palu’ karena manajemen harus mendorong perubahan dan mewujudkannya. Perubahan juga didorong oleh kebutuhan, bukan pilihan. Berdasarkan penjelasan Alsher (2013),

penerapan budaya G-Values dengan sudut pandang kepatuhan mengarah pada

perubahan perilaku karyawan PT Pegadaian (Persero) secara jangka panjang dan mengajak partisipasi karyawan dalam mendukung upaya perubahan perusahaan.

(33)

Universitas Pertamina – 23 2.6. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir (Sumber: Olahan Peneliti, 2020)

Untuk beradaptasi dengan lingkungan bisnis saat ini, perusahaan berupaya

untuk melakukan perubahan budaya organisasi yang sesuai dengan perubahan

situasi dan kondisi bisnis di lingkungan eksternal. Nilai-nilai budaya baru akan membentuk proses komunikasi organisasi yang berbeda dengan nilai-nilai budaya sebelumnya. Hal tersebut menjadi suatu dorongan untuk mengarahkan perubahan

perilaku anggota organisasi atau karyawan. Dalam upaya memperoleh perubahan

perilaku karyawan yang sesuai dengan nilai budaya baru, pemimpin atau atasan

akan melakukan berbagai strategi compliance gaining, seperti reward,

punishment, expertise, impersonal commitments, dan personal commitments. Dengan demikian, karyawan dapat menerapkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai budaya baru dalam melakukan kegiatan atau aktivitas di dalam perusahaan. (Lihat Gambar 2.2) Penerapan G-Values Lingkungan Eksternal Organisasi Budaya Organisasi Komunikasi Organisasi Strategi Compliance Gaining

Reward Punishment Expertise Impersonal commitments

Personal commitments

(34)

Universitas Pertamina – 24 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Strategi Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, strategi penelitian akan menggunakan metode kualitatif dengan paradigma konstruktivis dan pendekatan studi kasus. Dalam Neuman (2014:177), penelitian kualitatif menekankan pada konteks sosial dimana makna dari peristiwa atau tindakan sosial tergantung pada konteks yang muncul. Aktivitas dan perilaku sosial yang sama mungkin memiliki konsekuensi yang berbeda jika makna kontekstualnya berbeda. Penelitian kualitatif didasarkan pula pada asumsi bahwa realitas sosial bersifat cair dan sudut pandang individu dianggap bernilai sehingga fakta yang didapatkan oleh penelitian kualitatif bersifat subjektif (Neuman, 2014:177). Maka dari itu, penelitian kualitatif ini ingin mendeskripsikan suatu peristiwa atau permasalahan sosial secara menyeluruh berdasarkan konteks yang ada di dalamnya dan melibatkan pemahaman yang subjektif.

Studi kasus adalah salah satu bentuk pendekatan dalam penelitian kualitatif. Pendekatan studi kasus merupakan pendekatan penelitian yang mendasari beberapa studi penelitian tentang suatu komunitas, sekolah, keluarga, organisasi, dan peristiwa tunggal (Bryman, 2012:66). Pendekatan penelitian dengan menggunakan studi kasus karena penelitian ini ingin menelaah

permasalahan utama yang diangkat, yaitu mengenai strategi compliance gaining

dalam penerapan budaya G-Values pada konteks transformasi budaya organisasi

di PT Pegadaian (Persero) secara detil, spesifik, dan mendalam. Creswell (2007:73) menjelaskan bahwa pada penelitian dengan pendekatan studi kasus, peneliti menyelidiki suatu kasus melalui pengumpulan data yang terperinci dengan meliputi lebih dari satu sumber informasi, seperti observasi, wawancara, materi audiovisual, dokumen, dan laporan agar sejalan dengan tujuan penelitian studi kasus, yaitu memberikan penjelasan mendalam mengenai suatu kasus.

(35)

Universitas Pertamina – 25 3.2. Sumber Data

Sumber data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder (Suryana, 2010:38). Pengambilan data pada penilitian ini akan melalui wawancara dengan informan, yaitu karyawan PT Pegadaian (Persero) sebagai data utama yang digunakan untuk menjadi unit analisis penelitian. Kemudian, data pendukung pada penelitian ini diperoleh melalui observasi dan dokumen, seperti laporan, berita di media, catatan peneliti, foto, video, dan lain sebagainya untuk melengkapi dan memperkuat temuan yang diperoleh dari lapangan.

Pemilihan sampel informan penelitian menggunakan teknik purposive

sampling dengan menentukan beberapa kriteria informan yang menurut peneliti relevan dan cocok dengan pertanyaan yang akan diajukan. Beberapa kriteria tersebut ialah:

1) Usia > 25 Tahun

2) Masa kerja > 4 Tahun

3) Minimal pendidikan Diploma Tiga (D3)

4) Memiliki pengalaman budaya perusahaan berbeda yang ditandai

dengan adanya pergantian pemimpin, perubahan struktur, lingkungan, dan perubahan-perubahan lainnya

5) Bersedia menjadi informan untuk diwawancara

Penelitian ini akan berfokus pada kantor pusat PT Pegadaian (Persero) yang berlokasi di Jakarta karena mengingat kantor pusat merupakan fungsi terpenting dalam mengelola suatu organisasi atau bisnis. Maka, peneliti berasumsi

bahwa kantor pusat telah lebih dahulu menerapkan nilai-nilai budaya G-Values

sebelum menerapkannya ke kantor Pegadaian di wilayah lain. Dalam hal ini, informan penelitian akan berjumlah lima orang, yaitu dua orang di divisi Budaya

Kerja, dua orang di divisi Operational Human Capital, dan satu orang di divisi

(36)

Universitas Pertamina – 26 3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kunci dari setiap proses penelitian. Metode pengumpulan data penelitian kualitatif yang tercakup dalam Neuman (2014:51) terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu penelitian lapangan – etnografi, observasi partisipan, wawancara terbuka, dokumen; dan penelitian komparatif historis. Penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data penelitian lapangan, di antaranya:

1) Wawancara

Dalam rangka pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara terbuka secara tatap muka atau melalui telepon kepada informan, yaitu karyawan PT Pegadaian (Persero) yang menjadi bagian dari transformasi budaya organisasi untuk mendapatkan keterangan-keterangan secara mendalam. Peneliti menyiapkan poin-poin penting yang akan ditanyakan terkait topik penelitian dalam panduan wawancara. Setiap poin yang ditanyakan masih dapat dimodifikasi dan tidak harus ditanyakan secara berurutan untuk menggali lebih dalam jawaban informan.

2) Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung dengan objek penelitian, yaitu kegiatan dan perilaku karyawan di Kantor Pusat PT Pegadaian (Persero) untuk memahami suatu fenomena atau kondisi yang sebenarnya dengan mencatat unsur-unsur, gejala-gejala, dan tingkah laku secara nyata pada objek yang akan diteliti.

3) Dokumen

Gottschalk (dalam Nilamsari, 2014:178) menyatakan bahwa dokumen merupakan proses pengumpulan data yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik tulisan, lisan, gambar, atau arkeologis. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan dokumen berupa laporan tahunan PT Pegadaian (Persero) dan jenis publikasi lainnya yang terdapat di internet sebagai pendukung dan pelengkap data primer yang telah diperoleh.

(37)

Universitas Pertamina – 27 3.4. Metode Analisis dan Interpretasi Data

Setelah peneliti memperoleh data penelitian, tahap selanjutnya untuk melakukan analisis data penelitian. Stake (dalam Creswell 2007:163) menganjurkan empat bentuk analisis dan interpretasi data pada studi kasus yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Categorical Data Collection

Data yang telah terkumpul masih bersifat mentah. Para peneliti studi kualitatif mengelola data ke dalam kategori berdasarkan tema umum, konsep, atau fitur yang serupa (Neuman, 2014:480). Dalam hal ini, peneliti akan menuliskan terlebih dahulu data hasil wawancara ke dalam transkrip yang berisi pertanyaan wawancara beserta jawaban yang diperoleh dari informan untuk menemukan makna yang relevan dengan kemungkinan kategori yang akan muncul. Kemudian, mengelompokkan jawaban-jawaban dari informan berdasarkan tema-tema umum.

2) Direct Interpretation

Setelah data terhimpun dalam kategori atau tema-tema umum, peneliti akan mengekstraksi dan menyederhanakan data menjadi beberapa bagian. Kemudian, peneliti akan memberi kode pada tiap bagian untuk membedakan isi atau gambaran fakta antar transkrip. Kode-kode tersebut akan digunakan dalam analisis dan interpretasi penelitian. Neuman (2014:483) menyebutkan sistem pengkodean dilakukan untuk mengkode pemilihan data mentah dan menawarkan sistem analisis yang menyediakan interpretasi data secara terstruktur. Pada waktu yang bersamaan, peneliti juga dapat mengembangkan dan memeriksa hubungan antar konsep penelitian.

3) Establish Pattern

Penyajian data bertujuan untuk menunjukkan pola hubungan atau korespondensi antara kategori-kategori yang ada. Pada penelitian ini,

(38)

Universitas Pertamina – 28 penyajian data akan berupa deskripsi atau uraian dengan beberapa gambar pendukung yang menjelaskan hasil temuan penelitian. Setelah mengidentifikasi pola, peneliti perlu menafsirkannya dalam teori sosial yang memungkinkan untuk beralih dari deskripsi khusus tentang peristiwa sosial kepada penafsiran yang lebih umum (Neuman, 2014:487).

4) Develop Naturalistic Generalization

Generalisasi bertujuan untuk membentuk kesimpulan umum secara teoretis. Penelitian kualitatif sering melibatkan penggunaan ide-ide umum, tema, atau konsep sebagai alat untuk membuat generalisasi (Neuman, 2014:480). Selain itu, peneliti dapat mengembangkan

generalisasi terhadap temuan pada penelitian ini dengan

membandingkannya literatur lain yang membahas tentang hal serupa dan dengan kelompok yang sebanding. Dalam hal ini, yaitu mengenai komunikasi dalam transformasi budaya organisasi.

3.5. Metode Pengujian Kualitas Data

Pengujian kualitas data dilakukan untuk membuktikan derajat ilmiah dan meningkatkan kepercayaan dari suatu penelitian kualitatif. Guba & Lincoln (dalam Bryman, 2012:390) menyebutkan empat kriteria yang perlu diperhatikan

dalam menguji kualitas penelitian kualitatif, yaitu credibility, transferability,

dependability, dan confirmability.

1) Credibility

Uji kredibilitas merupakan kriteria pertama untuk membuktikan derajat ilmiah pada penelitian kualitatif. Salah satu teknik dalam menguji kredibilitas temuan data-data penelitian adalah dengan

menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi mensyaratkan

penggunaan lebih dari satu metode atau sumber data dalam melakukan studi fenomena sosial (Bryman, 2012:392). Dengan menggunakan

(39)

Universitas Pertamina – 29 teknik triangulasi, peneliti akan membandingkan hasil perolehan data dan memeriksa kesesuaian data antara hasil wawancara dan hasil observasi sehingga data dapat memenuhi kriteria kredibel dan menghasilkan kepercayaan yang lebih besar.

2) Transferability

Uji transferabilitas mengacu pada sejauh mana hasil penelitian kualitatif dapat digeneralisasi atau diterapkan pada konteks berbeda atau konteks yang sama di waktu yang berbeda (Bryman, 2012:392). Transferabilitas merupakan tanggung jawab individu yang melakukan generalisasi. Dalam hal ini, peneliti akan memberikan deskripsi temuan atau informasi secara padat dan berisi guna memberikan pemahaman pembaca terhadap proses dan keadaan selama penelitian ini berlangsung, serta membantu pembaca membangun kejadian yang mengelilingi penelitian. Pada akhirnya, deskripsi yang padat dan berisi menjadi basis data untuk yang memungkinkan peneliti maupun pembaca membuat penilaian transferabilitas temuan ke dalam konteks yang berbeda.

3) Dependability

Uji dependabilitas mengadopsi pendekatan audit dengan

memeriksa dan memastikan kelengkapan catatan dari seluruh proses penelitian, seperti rumusan masalah, sumber data, transkrip wawancara, analisis data, dan lain sebagainya. Subjek yang bertindak sebagai auditor pada penelitian ini adalah dosen pembimbing Dr. Wahyuni Choiriyati, S.Sos, M.Si dan rekan-rekan yang bersedia mengaudit. Dalam hal ini, peran auditor akan menentukan seberapa jauh prosedur yang tepat telah diterapkan dan menilai sejauh mana kesimpulan teoretis dapat dibenarkan (Bryman, 2012:392).

(40)

Universitas Pertamina – 30 4) Confirmability

Uji konfirmabilitas berkaitan dengan uji objektivitas penelitian. Meskipun dalam penelitian kualitatif tidak dapat memastikan objektivitas secara lengkap, peneliti berusaha untuk melakukan penelitian dengan itikad baik. Dengan kata lain, peneliti tidak secara terbuka membiarkan nilai-nilai pribadi memengaruhi kegiatan dan temuan-temuan dari penelitian. Lincoln & Guba (dalam Bryman, 2012:393) mengatakan bahwa membangun konformabilitas harus menjadi salah satu tujuan auditor. Oleh sebab itu, auditor dan peneliti perlu menyepakati bersama bahwa proses dan hasil penelitian dapat memenuhi standar konfirmabilitas.

(41)

Universitas Pertamina – 31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI 4.1. Penjelasan Singkat Budaya G-Values PT Pegadaian (Persero)

Untuk mendukung terwujudnya visi dan misi perusahaan, pada tahun

2018, telah ditetapkan Budaya Perusahaan baru, yaitu G-Values berdasarkan

Peraturan Direksi No. 114/DIR IV/2018 tentang Budaya Perusahaan. Nilai-nilai

budaya G-Values ini harus selalu dipelajari, dipahami, dihayati, dan dilaksanakan

oleh seluruh karyawan atau disebut Insan Pegadaian. Budaya perusahaan yang

tercermin dalam G-Values dijabarkan sebagai berikut (Tabel 4.1):

NILAI PERILAKU UTAMA KATA KUNCI

Integrity Memiliki prinsip moral yang kuat, jujur, tulus, objektif serta terdapat kesesuaian antara pikiran, ucapan, dan tindakan.

 Jujur

 Tulus

 Konsisten

 Objektif

Professional Selalu mengembangkan diri dan meningkatkan keahlian dengan komitmen tinggi untuk melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien.

 Inisiatif  Gesit/adaptif  Inovatif  Entrepreneurship  Global mindset  Comply  Commitment  Excellent Mutual Trust

Menciptakan keyakinan bersama secara terbuka, transparan, kolaboratif, dan tidak sungkan memberikan atau menerima

masukan, serta memelihara budaya saling menghargai di antara

karyawan untuk mencapai tujuan

 Terbuka  Transparan  Keyakinan bersama  Kolaboratif  Saling menghargai  Tidak sungkan

(42)

Universitas Pertamina – 32 perusahaan.

Customer Focus

Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan (internal, eksternal) dan menjadikan

kebutuhan serta harapan pelanggan sebagai fokus utama.

 Memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan  Memberikan solusi Social Value

Bertindak berlandaskan manfaat untuk peduli dan memberi nilai tambah bagi lingkungan serta nama baik perusahaan.

 Peduli

 Bermanfaat bagi

lingkungan dan masyarakat Tabel 4.1. Nilai Budaya G-Values

(Sumber: Annual Report PT Pegadaian Persero, 2018)

4.2. Profil Informan

Informan berperan dalam memberikan informasi mengenai keadaan atau kondisi yang terjadi pada objek penelitian selama proses pengambilan data. Dalam penelitian ini, terdapat lima karyawan PT Pegadaian (Persero) yang bertindak sebagai informan. Adapun rincian profil informan tersebut akan disajikan dalam tabel berikut ini (Tabel 4.2):

KET Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5

Nama WS AS AA DHW SR

Gender Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Usia 50 Tahun 33 Tahun 27 Tahun 30 Tahun 32 Tahun Mulai Kerja 1990 2007 2016 2016 2010 Grade 13 10 7 7 5 Jabatan Kepala Departemen Junior Manager I Assistant Manager II Assistant Manager II Staf Administrasi III

(43)

Universitas Pertamina – 33 Departe men Pengemban gan Inovasi Korporasi (div. Budaya Kerja) Pengemban gan Inovasi Korporasi (div. Budaya Kerja) Compensati on & Benefit (div. SHC) Hubungan Industrial (div. OHC) Kesejahteraa n Karyawan (div. OHC)

Tabel 4.2. Profil Informan (Sumber: Olahan Peneliti, 2020)

4.3. Hasil Temuan

Pada tahap ini, peneliti akan memaparkan hasil temuan penelitian terkait

dengan penerapan budaya G-Values pada karyawan PT Pegadaian (Persero). Hasil

temuan penelitian berupa deskripsi dari data-data yang diperoleh melalui proses wawancara, dokumentasi, dan observasi. Temuan penelitian tersebut akan dikelompokkan ke dalam tema besar berdasarkan konsep-konsep yang digunakan di dalam penelitian, yaitu komunikasi organisasi, budaya organisasi, dan compliance gaining.

4.3.1. Komunikasi Organisasi

Penerapan nilai budaya G-Values memfasilitasi keterbukaan komunikasi

antara atasan dengan bawahan di kantor pusat PT Pegadaian (Persero). Namun, hal tersebut bergantung pada sifat atasan masing-masing. Terdapat atasan yang melakukan keterbukaan komunikasi dengan bawahan tanpa harus melalui hirarki organisasi dan terdapat pula atasan yang memberi jarak atau batasan terhadap bawahan dalam berkomunikasi.

Menurut AA, atasannya sangat mudah untuk bertemu, berdiskusi, dan sharing terkait pekerjaan dengan atasan. ”Oh sangat mudah nemuin atasan. Apalagi di kondisi saat ini ya sangat mudah banget dibanding dulu. Jadi lebih mudah untuk bertemu, diskusi, sharing terkait dengan pekerjaan”, ujarnya. DHW juga menambahkan bahwa atasan di kantor pusat PT Pegadaian (Persero) lebih terbuka

Gambar

Gambar 1.1. Peringkat BUMN Pemberi Dividen Terbesar 2018
Tabel 1.1. Perbedaan Nilai Budaya INTAN dan G-Values
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
+6

Referensi

Dokumen terkait

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dalam menambah ilmu

The number of people travelling to the region from Finland can also be considered exceptional in the sense that jihadist activism has been very modest in every measure in this

Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki oleh bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai oleh bank dan setiap waktu dapat diuangkan, menyatakan jenis sumber dana bank

Sweller mengungkapkan, ³ Cognitive Load Theory (CLT) began as instructional theory based on our knowledge of human cognitive architecture (Plass, dkk, 2010:29). Cognitive

Tingkat pengetahuan tentang imunisasi dasar pada ibu yang datang untuk mengimunisasikan anaknya pada saat dilakukan penelitian di Puskesmas Umbulhardjo 1 sebagian

"Sebenarnya soal pembuktian itu termasuk hukum acara (pro- cesrecht) dan tidak pada tempatnya dimasukkan dalam B.W,, yang pada azasnya hanya mengatur hal-hal yang termasuk

Ibu Nurzahri menambahkan saya selalu mengizinkan ketika dia pergi bermain game online namanya juga masih anak-anak saya turuti saja karena teman-temannya banyak

Berdasarkan penelitian yang di- lakukan diperoleh simpulan pada kelas eksperimen strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang 97% mem- pengaruhi motivasi belajar