• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Kurikulum 2013 (K-13) SMP/MTs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Kurikulum 2013 (K-13) SMP/MTs"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kurikulum 2013 (K-13) SMP/MTs

Tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor tahun 2003 (2013) disebutkan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Berpijak dari tujuan tersebut selanjutnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional disebutkan pula: “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Sesuai dengan perkembangan jaman di setiap periode, kurikulum selalu mengalami perubahan dalam rangka penyempurnaan dan penyesuaian. Oleh karena itu kurikulum di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan dan pergantian.

Tahun 1947 kurikulum yang dipakai adalah dengan sebutan Rencana Pelajaran atau Leer Plan meskipun masih terpengaruh oleh politik penjajah tetapi berlangsung hingga tahun 1952. Mulai tahun

(2)

1952 pula kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum Rencana Pelajaran Terurai yang artinya mengutamakan silabus yang terurai di setiap mata pelajaran. Hamalik dalam Simanjuntak (2013) menyebutkan bahwa tahun 1964, kurikulum Rentjana Pendidikan dengan penekanan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan dan jasmani atau Pancawardhana. Tahun 1968-1975 digunakan Kurikulum 1968 sebagai penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dengan mengutamakan pembinaan jiwa Pancasila. Tahun 1975 Kurikulum 1975 dengan nama PSSI atau Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional. Kurikulum 1984 menggantikan kurikulum 1975 dengan penekanan Skill Approach (Pendekatan Keahlian) dan model CBSA atau Cara Belajar Siswa Aktif atau Student Active Learning (SAL). Tahun 1994 dan 1999 dengan nama Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 dengan adanya perpaduan antara kurikulum sebelumnya dengan materi penonjolan pada muatan lokal disesuaikan dengan daerah masing-masing. Tahun 2004, dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan berlandaskan kompetensi/kemampuan yang harus dicapai siswa. Tahun 2006 dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hingga sekarang masih berlaku seiring munculnya Kurikulum 2013 yang diberlakukan bagi sekolah-sekolah piloting.

Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) maka Kurikulum 2013 mengalami perubahan di beberapa elemen yaitu: (1) elemen kompetensi lulusan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara berimbang; (2) elemen materi/ isi yaitu adanya keseimbangan antara materi untuk mendukung kemampuan sikap,

(3)

keterampilan, dan pengetahuan dan semua konten mendukung ketiga kompetisi diatas secara berimbang; (3) pendekatan untuk IPS dan IPA adalah pembelajaran terpadu; (4) proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, dan mencipta yang dikenal dengan pendekatan saintifik; belajar tidak hanya terjadi diruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, guru bukan satu-satunya sumber belajar, sikap tidak hanya diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan; (5) penilaian hasil belajar penilaian berbasis kompetensi, pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja) menuju penilaian otentik (mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil), penilaian tidak hanya level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL, mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian dan penilaian mandiri oleh siswa.

Organisasi kompetensi, tujuan satuan Pendidikan, dan struktur kurikulum merupakan komponen yang sangat penting dalam kurikulum 2013. Organisasi Kompetensi Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari Kompetensi Dasar. Untuk kurikulum SMP/MTs, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan keterkaitan antarkelas dan keharmonisan antarmata pelajaran yang diikat dengan Kompetensi Inti. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi re-organisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran sehingga Struktur Kurikulum SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran dan jumlah materi berkurang. Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah

(4)

diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Sedangkan Prakarya merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Tujuan Satuan Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, dan berkepribadian luhur;

b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

Struktur kurikulum dan beban belajar juga merupakan komponen yang terdapat dalam kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013). Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam 4ember belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam 4ember pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam 4ember belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah 4ember semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam 4ember pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester. Struktur

(5)

kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum 5ember kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur Kurikulum SMP/MTs dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut (Kemendikbud, 2013).

Gambar 2.1. Struktur Kurikulum SMP/MTs (Kemendikbud, 2013)

Keterangan:

a. Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah. b. Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam

struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.

(6)

c. Kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka (terutama), Unit Kesehatan Sekolah, Palang Merah Remaja, dan yang lainnya adalah dalam rangka mendukung pembentukan kompetensi sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli. Disamping itu juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam penguatan pembelajaran berbasis pengamatan maupun dalam usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dirancang sebagai pendukung kegiatan kurikuler.

d. Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

e. Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.

f. Sebagai pembelajaran tematik terpadu, angka jumlah jam pelajaran per minggu untuk tiap mata pelajaran adalah relatif. Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan.

(7)

g. Jumlah alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

h. Khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama di Madrasah Tsanawiyah dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemendikbud, 2013).

B. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh Kurikulum 2013. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik merupakan bentuk adaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala,

(8)

memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik terkenal dengan lima langkah yakni mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Mengamati merupakan metode yang mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.

Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber.

(9)

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/ eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetesi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

C. Pembelajaran Matematika dalam Kurikulum 2013

Menurut Retnawati (2015), secara teoretis pembelajaran matematika pada Kurikulum 2013 sejalan dengan pembelajaran matematika yang ditetapkan National Council of Teachers of Matematics (NCTM). Pembelajaran matematika yang sesuai dengan

(10)

apa yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Matematics (2000) mengharuskan peserta didik mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Lebih lanjut lagi menurut NCTM terdapat lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) belajar untuk memecahkan suatu permasalahan; (2) belajar untuk bernalar dan mencari pembuktian; (3) belajar untuk berkomunikasi; (4) belajar untuk mengaitkan ide; dan (5) belajar untuk mempresentasikan. Dalam kurikulum 2013, aspek yang dikembangkan dalam pendidikan terdiri dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendidikan sesuai dengan Kurikulum 2013 tidak cukup hanya dengan memantapkan pengetahuan dan keterampilan saja, namun juga aspek sikap. Menurut Udi dan Cheng (2015) dalam pembelajaran matematika itu sendiri, keterampilan yang dilihat adalah keterampilan berfikir tingkat tinggi yang secara langsung berpengaruh pada kemampuan siswa dalam berfikir kritis.

Menurut Becmann (2009), Scientific Mathematic merupakan proyek Eropa yang melibatkkan kerjasama interdisiplinary antara matematika dan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran ke arah belajar yang komprehensif dan multidimensional mengenai isi dan konsep matematika. Ide dasarnya adalah untuk mendorong pembelajaran matematika dalam konteks ilmiah dan kegiatan siswa. Pendekatan ini mengaitkan antara matematika dengan ilmu pengetahuan, sehingga siswa akan mempelajari matematika dengan cara yang menarik. Belajar dengan berkegiatan akan berkontribusi terhadap pemahaman intuitif

(11)

matematika siswa. Dengan kata lain, belajar matematika yang baik adalah mengalami atau berkegiatan.

Tahap-tahap pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika yaitu 1) pengumpulan data dari percobaan; 2) pengembangan dan penyelidikan suatu model matematika dalam bentuk representasi yang berbeda; 3) refleksi. Tahap-tahap tersebut kemudian diterapkan pada kurikulum 2013 di Indonesia dan dijabarkan menjadi lima, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Kemudian kelima tahapan ini diterapkan pada proses pembelajaran semua mata pelajaran termasuk didalamnya pada proses pembelajaran matematika dasar dan menengah.

Berdasarkan pemaparan tentang matematika dalam kurikulum 2013, dapat disimpulkan beberapa hal. Dalam pembelajaran matematika kurikulum 2013 peserta didik diharapkan aktif dan dituntut untuk dapat berpikir kritis membangun ide dari konsep matematika yang telah didapatkan sebelumnya. Oleh karena itu guru mata pelajaran matematika juga dituntut untuk dapat memfasilitasi siswa untuk termotivasi dalam berpikir kritis dan aktif, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.

D. Standar Kompetensi Lulusan, Isi, Proses dan Penilaian

Pelaksanaan implementasi kurikulum 2013 tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak ada rambu-rambu dalam pelaksanaannya. Rambu-rambu yang dimaksud adalah standar yang dipakai dalam implementasi kurikulum 2013. Dalam pelaksanaan pendidikan dan kurikulum 2013 di Indonesia ada delapan standar penting yang menjadi patokan yaitu 1) Standar Kompetensi

(12)

Lulusan; 2) Standar Isi; 3) Standar Proses; 4) Standar Penilaian Pendidikan; 5) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 6) Standar Sarana dan Prasarana; 7) Standar Pengelolaan; 8) Standar Pembiayaan. Empat standar diantaranya adalah sangat penting dalam implementasi kurikulum 2013, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian pendidikan.

Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan (Kemendikbud, 2013). Selanjutnya berdasarkan peraturan dari kemendikbud (2013), ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik yang harus dipenuhi atau dicapai pada suatu satuan pendidikan dalam jenjang dan jenis pendidikan tertentu dirumuskan dalam Standar Isi untuk setiap mata pelajaran. Sehingga materi dan target yang harus dipenuhi pada setiap jenjang pendidikan dan mata pelajaran menjadi jelas.

Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

(13)

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Standar yang tidak kalah pentingnya dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 adalah standar penilaian pendidikan. Standar penilaian pendidikan diatur dalam Peraturan Kementerian dan Kebudayaan nomor 23 tahun 2016. Dalam standar penilaian pendidikan ada ketentuan umum yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pendidikan semua jenjang dan satuan pendidikan, sebagai berikut :

1. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

2. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

3. Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

(14)

4. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.

5. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

6. Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan.

E. Jenis-Jenis Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi dimana suatu tujuan telah dicapai (Sukardi, 2008). Menurut Thoha (2003) Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengikuti keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan mencakup dua sasaran pokok yaitu evaluasi makro (program) dan evaluasi mikro (kelas). Secara umum, evaluasi terbagi dalam tiga tahap sesuai proses belajar mengajar yakni dimulai dari evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi output (Arikunto, 1993). Evaluasi input mencakup fungsi kesiapan penempatan dan seleksi. Evaluasi proses mencakup formatif diagnostic dan monitoring, sedangkan evaluasi output mencakup sumatif. Evaluasi program adalah proses untuk

(15)

mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan menggunakan kriteria tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan keputusan atau kebijakan yang lebih baik. Beberapa model evaluasi telah dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya model evaluasi formatif-sumatif oleh Scriven, model bebas tujuan oleh Scriven, model evaluasi CIPP oleh Stufflebeam, model evaluasi countenance Stake, model responsive oleh Stake, model pencapaian tujuan dari Tyler, model kesenjangan oleh Provus, model CSE-UCLA. Kaufman & Thomas (1980) dalam Suharsimi Arikunto & Cepi Syafruddin (2004) membedakan model evaluasi sebagai berikut: 1. Goal oriented evaluation model oleh Tyler

Model evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan, dengan melihat sejauh mana tujuan sebuah program tercapai. Tujuan program telah ditetapkan sebelum program dimulai. Evaluator melihat perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta program sebelum dan setelah pelaksanaan program.

2. Goal free evaluation model oleh Scriven (Model evaluasi ini bebas dari tujuan).

3. Formatif-summatif evaluation model yang di kembangkan oleh Michael Scriven. Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki program yang dilakukan dengan mengidentifikasi hambatan. Pelaksanaanevaluasi ketika program masih berlangsung. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan untuk mengukur ketercapaian program.

4. Model Evaluasi Countenance Stake. Model evaluasi ini menekankan pada 2 matriks utama dalam penggambarannya yaitu deskripsi (desriptions) dan pertimbangan (judgments).

(16)

Penggambaran dilakukan pada masing-masing tahap antecedent (pendahuluan yaitu kondisi awal yang mungkin berdampak pada hasil), transaction (proses), dan outcomes (hasil). Data hasil deskripsi dibandingkan dengan standar untuk melihat kesesuaian lalu diberikan pertimbangan.

5. Responsive evaluation model yang di kembangkan oleh Stake 6. CSE-UCLA evaluation model yang menekankan pada “ kapan”

evaluasi dilakukan. Model ini memiliki 5 tahapan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak.

7. CIPP evaluation model yaang di kembangkan oleh Stufflebeam. Model evaluasi CIPP meliputi Context, Input, Process, dan Product. Evaluasi konteks membantu dalam mengembangkan tujuan sebuah program berdasarkan kebutuhan. Evaluasi Input membantu dalam menyiapkan program. Evaluasi Proses menunjukkan pelaksanaan program. Evaluasi Produk untuk mengevaluasi output/hasil/keluaran. Model evaluasi ini bersifat menyeluruh.

8. Discrepansi model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini menekankan adanya kesenjangan dalam melaksanakan program. Evaluasi dilakukan dengan mengukur adanya perbedaan antara kondisi yang seharusnya dicapai dengan kondisi nyata yang telah tercapai. Hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan kebijakan.

F. Evaluasi Model Countenance Stake

Evaluasi countenance merupakan jenis evaluasi program yang dianggap cukup memadai dalam menilai pembelajaran secara

(17)

kompleks. Model ini dikembangkan oleh Stake. Kata countenance berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang berarti menyetujui atau persetujuan. Secara istilah, evaluasi countenance berarti evaluasi yang menekankan pelaksanaan deskripsi dan pertimbangan. Kaitan arti dengan asal katanya adalah pada pertimbangan yang diperoleh dari evaluator sehingga menimbulkan keputusan atau persetujuan tentang suatu hal. Menurut Yusuf (Widiyoko, 2009) evaluasi ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok: deskripsi dan pertimbangan, serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi, yaitu; Anteceden (konteks awal), Transaksi (proses), dan Hasil (outcome). Model countenance adalah salah satu model evaluasi yang memiliki komponen hasil. Evaluasi hasil didasarkan pada kategori hasil belajar. Kategori hasil belajar yang umumnya digunakan adalah hasil kerja Benjamin Bloom dan kawan-kawannya yang dikenal dengan nama taxonomy Bloom, yang membagi hasil belajar atas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Model evaluasi countenance yang diajukan Stake memiliki dua komponen penting, yaitu deskripsi dan pertimbangan yang masing-masing terdiri dari dua kategori. Penerapan evaluasi model countenance dalam proses belajar mengajar dilaksanakan dengan berdasarkan dua komponen penting tersebut, serta masing-masing kategorinya. Kategori pertama dari deskripsi adalah sesuatu yang direncanakan (intent) oleh pengembang program. Sebagai contoh program adalah silabus yang dikembangkan oleh guru dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Seorang guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan yang diinginkannya untuk suatu kegiatan di kelas tertentu. Lebih lanjut,

(18)

guru merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi di kelas, dan kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi berlangsung.

Kategori kedua dari deskripsi adalah observasi yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi sebagai implementasi dari rencana di kategori pertama. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data) mengenai konteks awal, proses dan hasil. Evaluator harus memahami apa yang direncanakan sebelumnya, menentukan data yang diperlukan dan mengembangkan prosedur atau alat untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dua kategori dari pertimbangan adalah standar dan pertimbangan yang tetap fokus pada konteks awal, proses dan hasil. Standar yang dimaksud adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang dijadikan evaluan. Contoh dalam proses belajar mengajar adalah evaluator dapat mengambil standar yang telah ditentukan sekolah untuk mengevaluasi. Kategori kedua adalah pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori-kategori sebelumya. Evaluator harus mengumpulkan data mengenai pertimbangan tersebut dari orang yang dianggap memiliki kualifikasi untuk memberikan pertimbangan tersebut.

1. Pelaksanaan Evaluasi Countenance

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan evaluasi countenance tercakup dalam empat langkah pasti berdasarkan empat matriks yang ada.

a. Evaluator dapat melakukan studi dokumen atau wawancara kepada pengembang program, baik berhubungan dengan

(19)

persyaratan awal, proses, serta hasil. Pembelajaran dapat dilakukan dengan mempersiapkan rencana yang dituangkan dalam silabus dan RPP.

b. Sehubungan dengan kategori observasi, evaluator harus mengadakan analisis kongruen, yaitu menganalisa implementasi dari rencana. Apakah sesuai atau tejadi penyimpangan. Jika terjadi penyimpangan, faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya.

c. Tugas evaluator berikutnya adalah memberikan pertimbangan mengenai program yang sedang dikaji, oleh karenanya perlu standar yang dapat diperoleh dari sekolah.

d. Memberi pertimbangan terhadap hasil analisis ketiga langkah sebelumnya. Pertimbangan dapat diperoleh dengan mengumpulkan data orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan pertimbangan.

2. Manfaat Evaluasi Model Countenance

Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan evaluasi model countenance adalah :

a. Memberikan gambaran yang sangat detail terhadap suatu program, mulai dari konteks awal hingga hasil yang dicapai. b. Lebih lengkap dalam menyaring informasi.

c. Adanya pertimbangan terhadap standar, evaluasi tidak hanya mengukur keterlaksanaan program sesuai rencana, akan tetapi juga dapat mengetahui ketercapaian standar yang telah ditentukan.

(20)

d. Adanya pertimbangan sehingga evaluator dapat mengetahui hambatan atau faktor-faktor yang mempengaruhi ketercapaian program.

3. Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Model Countenance

Evaluasi model countenance stake dipilih dalam penelitian tentunya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Kelebihan dari evaluasi model countenance antara lain :

a. Memiliki pendekatan yang holistic dalam evaluasi yang bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail atau luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses penerapannya.

b. Lebih komprehensif atau lebih lengkap menyaring informasi. c. Mampu memberikan dasar yang baik dalam mengambil

keputusan dan kebijakan maupun penyusunan program selanjutnya.

d. Dengan adanya pertimbangan evaluasi dapat mengetahui ketercapaian standar yang telah ditentukan serta dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat ataupun mendukung keberhasilan program.

Terlepas dari kelebihan yang dimiliki model evaluasi countenance, terdapat juga kekurangan dari model evaluasi ini. Kekurangan dari evaluasi model countenance adalah :

a. Terlalu mementingkan dimana proses seharusnya dari pada kenyataan dilapangan.

b. Cenderung fokus pada rational management dari pada mengakui kompleksitas realitas empiris.

(21)

c. Penerapan dalam bidang pembelajaran di kelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan tentang evaluasi implementasi kurikulum 2013 kelas I & IV SD dilakukan oleh Noviatmi (2015) di Kabupaten Magelang menggunakan Model Evaluasi Countenance dari Stake (Stake’s Countenance Models). Penggunaan model evaluasi jenis ini didasarkan pada pembuatan penilaian tentang program yang dievaluasi serta kemudahan untuk mengkategorisasikan data berdasarkan 3 tahapan antecedent, transaction, dan outcomes. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan data di lapangan dengan standar sehingga diperoleh gambaran yang menunjukkan keadaan sebenarnya dibandingkan standar. Model evaluasi ini juga memungkinkan peneliti untuk bisa memberikan pertimbangan tanpa harus melakukan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan bisa dilakukan oleh pihak lain. Pertimbangan/rekomendasi digunakan sebagai bahan rujukan terhadap perbaikan implementasi Kurikulum 2013 kelas I & IV SD di Kabupaten Magelang tahun pelajaran 2014/2015.

Penelitian lainnya tentang adalah penelitian yang dilakukan oleh Nasoetion dkk (2008), yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif Berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda Pada Sebuah SMK di Kota Makassar”. Hasil Penelitian di deskripsikan berdasarkan tiga rumusan masalah sesuai dengan model evaluasi countenance stake. Masukan (antecedents)

(22)

Hasil-hasil analisis evaluatif selanjutnya menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi masukan terdapat 6 aspek dan 12 sub aspek, yang telah memenuhi standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub aspek, 1 sub aspek dan 1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu pembiayaan, 1 sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes wawancara dan keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.Proses (antecedents) Hasil-hasil analisis evaluatif selanjutnya menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi proses, 7 aspek dan 30 sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub aspek yang memenuhi standar objektif, 1 aspek yang tidak terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu penyusunan naskah kerjasama dengan industri (institusi pasangan) dan penilaian praktek kerja siswa. Hasil (outcomes) Hasil-hasil analisis evaluatif selanjutnya menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi hasil, terdapat 30 aspek telah memenuhi standar objektif, 1 aspek yang dapat ditolerir yaitu keterserapan tamatan di dunia kerja.

Sedangkan penelitian tentang kurikulum 2013 lainnya dilakukan oleh Wasino (2015). Penelitian yang dilakukan oleh Wasino berjudul “Evaluasi Kurikulum 2013 di Kalangan Guru SMP di Cluster 2 Kabupaten Boyolali Tahun 2015 (Analisis RPP dan Pelaksanaan Pembelajaran)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kurikulum 2013 khususnya penyusunan RPP dan pelaksanaan pembelajaran serta apa yang menjadi hambatannya. Penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut; (1) pelaksanaan kurikulum 2013 dalam hal penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sudah berjalan dengan baik meskipun belum

(23)

maksimal, dengan catatan semua komponen masih ada kesenjangan terutama pada komponen pemilihan sumber belajar, media dan penilaian. (2) pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam hal pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik meskipun belum maksimal, dengan catatan pelaksanaan komponen penilaian, pemanfaatan media dan penguasaan materi masih harus mendapat perhatian lebih. (3) hambatan dalam penyusunan RPP dan pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 terletak pada kekurangpahaman guru terhadap regulasi yang harus diikuti terutama pelaksanaan penilaian yang komplek dan belum terdukung penguasaan teknologi informasi yang memadai, selain itu padatnya jam mengajar sehingga kurang maksimal dalam penyusunan perencanaan mengajar.

Selanjutnya penelitian lainnya dilakukan oleh Setiono (2013) yaitu penelitian evaluasi terhadap implementasi kurikulum program studi listrik industri SMK teknik berstandar internasional. Model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model countenance Stake. Lokasi penelitian di SMK N 4 Semarang. Responden kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dansiswa di prodi listrik industri. 8 komponen penelitian yang diteliti yaitu kondisi siswa, kondisi guru, kondisi sarana prasarana, pemahaman kurikulum, proses pembelajaran, penggunaan sarana prasarana, institusi pasangan, dan kondisi lulusan. Hasil penelitian menunjukkan semua komponen belum memenuhi standar 100% namun sudah terlihat baik dengan rincian kondisi siswa 91,8%, kondisi guru 100%, kondisi sarana prasarana 88,9%, pemahaman kurikulum 80%, proses pembelajaran 100%, penggunaan sarana prasarana 88,9%, institusi pasangan 80%, dan kondisi lulusan 80%. Rekomendasi

(24)

yang diberikan oleh peneliti yaitu (1) saat pendaftaran siswa baru, agar seleksi penguasaan bahasa inggris secara lisan lebih intensif, (2) saat penerimaan guru dibuat jalur khusus untuk SMK RSBI dengan jalur seleksi lebih ketat termasuk penguasaan teknologi dan bahasa Inggris, (3) pemilihan kepala sekolah dibuka pendaftaran terbuka guna memberikan kesempatan para ahli untuk bisa menjadi kepala sekolah, (4) adanya sertifikasi untuk tenaga pendidikan lainnya, (5) perlu adanya teaching factory, (6) sekolah mempunyai institusi pasangan di luar negeri, (7) ada uji kompetensi di luar negeri bagi lulusan.

Penelitian lainnya yang menggunakan evaluasi model countenance stake yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nurmin & Kartowagiran (2013). Penelitian ini mengevaluasi kemampuan guru dalam mengimplementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar (SD) di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah terkait dengan kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran tematik, pelaksanaan pembelajaran tematik, dan penilaian pembelajaran tematik. Evaluasi menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kuantitatif serta menggunakan model evaluasi Countenance Stake. Hasil evaluasi menunjukan: (1) Sebagian besar (91,2%) guru SD di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah menyatakan perencanaan pembelajaran tematik dengan kategori cukup baik. (2) Sebagian besar (76,5%) guru SD di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah melaksanakan proses pembelajaran tematik dengan kategori cukup baik. (3) Sebagian besar (91,2%) guru SD di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah mampu melaksanakan penilaian pembelajaran tematik dengan kategori cukup baik.

(25)

Berdasarkan pemaparan tentang penelitian relevan diatas, maka terdapat perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan yang saat ini dilaksanakan oleh peneliti. Pada penelitian terdahulu terdapat beberapa penelitian evaluasi program yang juga mengevaluasi kurikulum 2013 sama seperti penelitian yang saat ini dilaksanakan, namun terdapat perbedaan pada jenjang dan satuan pendidikan yang dievaluasi. Penelitian terdahulu sebagian besar mengevaluasi implementasi kurikulum 2013 pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah kejuruan (pada program pendidikan tertentu). Beberapa penelitian terdahulu juga menggunakan model evaluasi countenance stake dalam proses evaluasi program yang berbeda, yaitu program dalam pendidikan selain kurikulum 2013.

H. Kerangka Pikir

Pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam implementasinya berpedoman pada peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pedoman tersebut bertujuan agar pelaksanaan Kurikulum 2013 sesuai dengan tujuannya. Ada empat standar dari permendikbud yang berkaitan erat dengan proses pembelajaran, yaitu 1) Standar Kompetensi Lulusan; 2) Standar Isi; 3) Standar Proses dan 4) Standar Penilaian Pendidikan. Standar-standar yang telah ditetapkan oleh kemendikbud ini juga menjadi patokan dalam pelaksanaan implementasi kurikulum 2013, sehingga dapat digunakan dalam evaluasi implementasi kurikulum 2013. Adanya standar pendidikan dan perubahan kurikulum bertujuan untuk memajukan pendidikan Indonesia dalam berbagai bidang pembelajaran, tidak terkecuali dalam pembelajaran matematika. Mata pelajaran matematika

(26)

merupakan salah satu mata pelajaran penting untuk diajarkan di sekolah.

SMP Negeri 7 merupakan salah satu sekolah yang mengimplementasikan kurikulum 2013 pada pembelajaran di sekolah. Adapun dalam implementasi kurikulum 2013, sekolah masih menghadapi beberapa kendala. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum 2013 di SMP Negeri 7 Salatiga mengindikasikan bahwa ada kesenjangan dalam pelaksanaannya, dan masih terdapat kemungkinan ada kendala atau kesenjangan lainnya. Adanya kendala di beberapa bagian memerlukan perhatian khusus dan tindak lanjut yang intensif. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui implementasi kurikulum 2013 di SMP Negeri 7 Salatiga.

Bagaimana implementasi Kurikulum 2013 di SMP Negeri 7 Salatiga dapat diketahui, yaitu dengan mengadakan evaluasi implementasi Kurikulum 2013. Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 memiliki prosedur yang cukup kompleks, karena itu diperlukan suatu model evaluasi yang dapat memberikan deskripsi hasil yang menyeluruh. Asumsi peneliti bahwa dengan menggunakan model evaluasi countenance stake, implementasi dapat diketahui secara kompleks atau menyeluruh, dengan maksud hasil evaluasi dapat menjadi pertimbangan untuk keberlanjutan pelaksanaan Kurikulum 2013 disekolah. Logika konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

(27)

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Kurikulum SMP/MTs (Kemendikbud, 2013)
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

rekaan, vibranium dimaknai secara metafora sebagai sumber kehidupan di Wakanda. Kehebatannya bahkan menjadi incaran penjahat kelas internasional yang ingin menjualnya

(a) Satu bentang tergantung dengan ge!agar pengaku berupa rangka pada dua sendi!. (b) "iga bentang dengan masing'masing ge!agar berupa rangka

sportmanship akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi. 7) Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan stabilitas

MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik (AC) dengan frekuensi

Penurunan moralitas seperti penyalahgunaan narkotika, kekerasan antar pelajar, bentrok antar suporter, pergaulan bebas, lunturnya tata krama, dan lain sebagainya merupakan

Tujuannya adalah untuk mengetahui perbedaan atau hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan hasil kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan

Hasil pengujian keawetan dari rayap tanah Coptotermes curvignatus menunjukkan bahwa kayu ganitri dan kayu sengon memiliki nilai keawetan yang tidak jauh berbeda dikarenakan kayu

Hasil analisis of variance (ANOVA) dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk daun masing-masing memberikan pengaruh berbeda nyata