1
A. Latar Belakang
Tuhan memberikan sumber daya alam yang melimpah bagi kelangsungan hidup manusia yaitu bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang memiliki arti penting bagi kelangsungan kehidupan manusia untuk mempertahankan hidupnya dan memanfaatkan semuanya secara arif dan bijaksana.Kegiatan hidup manusia terhadap alamnya semakin hari semakin berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kegiatan manusia pada masa kini terkadang dilakukan terlalu berlebihan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas. Sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan primer bagi manusia dalam kehidupannya. Kebutuhan akan papan dapat diartikan sebagai kebutuhan manusia untuk memiliki tempat tinggal yang dapat digunakan sebagai tempat berteduh dan membangun keluarga.
Indonesia menjamin hak warganya untuk kebutuhan tempat tinggal seperti yang tercantum dalam Undang-undangDasar 1945
(selanjutnyadisebut UUD 1945), yaitu1:
1
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Tanah merupakan hal terpenting bagi hidup dan kehidupan manusia. Manusia dapat mencari nafkah seperti bertani, berkebun, dan berternak diatas tanah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempatbernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya
untuk perkantoran dan sebagainya.2Tanah mempunyai arti penting dalam
kehidupan manusia yaitu sebagai sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan dan sebagai
faktor modal dalam pembangunan.3
Tanah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional karena setiap kegiatan
pembangunan baik yang dilakukan pemerintah, Badan Usaha Milik Negara atau swasta maupun masyarakat tidak lepas dari kebutuhan akan tanah sebagai wadah kegiatannya. Untuk memajukan kesejahteraan
umum sebagaimana dimuat dalam UUD 1945 dilaksanakan
pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan seluruh masyarakat
2
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 45 .
3
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang: Bayumedia, 2007, Hlm.1.
Indonesia yang menekankan pada keseimbangan, kemakmuran, dan
kesejahteraan.4
Pesatnya pembangunan di negara Indonesia disamping
membawa dampak positif yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga membawa dampak negatif yaitu timbulnya berbagai masalah
pembangunan misalnya dibidang pertanahan.Perumahan dan
permukimanmerupakan kebutuhan yang sangat mendukung dan menunjang akan aspek kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya manusia dimanapun manusia melangsungkan kehidupannya baik di kota maupun di desa. Perumahan dan permukiman bukan hanya sekedar kebutuhan untuk tinggal tetapi merupakan kebutuhan hidup yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukkan watak dan jati diri untuk kegiatan bermasyarakat dalam kehidupannya.
Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan
problematika bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Jumlah penduduk yang meningkat sangat pesat dan berkurangnya ketersediaan lahan untuk perumahan dan permukiman di wilayah Indonesia adalah faktor terbesar yang menyebabkan semakin
sulitnya memenuhi kebutuhan akan perumahan dan
permukiman.Kebutuhan masyarakat akan perumahan dan permukiman yang jumlahnya sangat besar ternyata tidak seimbang dengan
4
Ida Nurlinda, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria Perspektif Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm. 66.
kemampuan untuk membangun yang disebabkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih berpenghasilan relatif rendah. Pemerintah mempunyai cara yaitu dengan melakukan pembangunan perumahan secara massal dengan cara membuat Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (selanjutnya disebut PERUM PERUMNAS).
PERUM PERUMNAS didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1988 dan diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004. PERUM PERUMNAS adalah Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (selanjutnya disebut PERUM) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah dan didirikan sebagai solusi pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat menengah ke
bawah.5PERUMNAS Cabang Bandung sebagai pemegang Hak
Pengelolaandan pengembang yang membangun perumahan di Kota Bandung. Umumnya perumahan massal dibangun di atas tanah dengan
status Hak Guna Bangunan (selanjutnyadisebutHGB) termasuk
pembangunan perumahan yang dilakukan oleh PERUM PERUMNAS salah satunya di kawasan Antapani Kota Bandung. Perumahan di bawah pengelolaan PERUM PERUMNAS diberikan dengan HGB diatas Hak Pengelolaan. Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut
5
UUPA) menyebutkan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Pada kegiatan jual beli perumahan terdapat hubungan hukum antara pengembang perumahan dengan hak atas tanah yang di atasnya akan dibangun perumahan serta hubungan hukum antara pengembang dan pembeli saat dilakukan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (selanjutnya disebut PPAT).6Kegiatan jual beli rumah harus
memenuhi beberapa syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
PERUM PERUMNAS dalam kegiatan jual beli terlebih dahulu memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembeli yang dituangkan dalam suatu akta perjanjian. Perjanjian yang dilakukan oleh PERUM PERUMNAS dengan pembeli harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang tersebut di atas. Menurut perjanjian, disebutkan bahwa pihak pembeli tidak boleh menggadaikan atau menjual, mengalihkan hak atas tanah baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain kecuali dengan seizin PERUM PERUMNAS. Tanah dan bangunan yang berada
6
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta: Kompas, 2007, hlm. 129
diatas Hak Pengelolaan PERUM PERUMNAS memiliki status HGB namun banyak pula yang sudah ditingkatkan menjadi Hak Milik.
Pemilik tanah dan bangunan yang berstatus HGB juga mempunyai Hak Penguasaan Atas Tanah yaitu hak-hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang, kewajiban, dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah
yang dihaki.7 Salah satu kewenangan yang dapat dilakukan oleh
pemegang Hak adalah menjadikan tanah dan bangunan tersebut sebagai jaminan. Pasal 39 UUPA menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam
masyarakat.8 Jaminan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda yang
bersangkutan.9 Perjanjian jaminan ialah perjanjian accesoiryaitu perjanjian
yang bersifat tambahan yang dikaitkan dengan perjanjian pokok.10
7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 262
8
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014, hlm.22
9
Idem, hlm.23
10
Pada kenyataannya salah satu rumah yang berstatus HGB di atas Hak Pengelolaan PERUM PERUMNAS yang terletak di Jalan Banjarmasin Antapani Kota Bandung atas nama Zulferdian Mempei tersebut dijadikan sebagai objek jaminan utang piutang oleh pemilik rumah tersebut tanpa persetujuan dari PERUM PERUMNAS sebagai pemegang Hak Pengelolaan. Zulferdian Mempei selaku pemegang HGB dan pemilik rumah tersebut tidak sanggup membayar utang-utangnya dalam perjanjian pinjam meminjam uang dan penyertaan modal terhadap Hariyadi sebagai kreditur.Permasalahan muncul ketika jangka waktu HGB di atas Hak Pengelolaan atas tanah dan bangunan tersebut telah berakhir dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang tidak bisa melaksanakan eksekusi lelang karena rumah tersebut sudah bukan HGB karena rumah tersebut telah kembali Haknya kepada pemegang Hak Pengelolaan yaitu PERUM PERUMNAS. Selain itu, Hariyadi sebagai kreditur tidak mendaftarkan tanah dan bangunan tersebut sebagai objek jaminan di Kantor Pertanahan setempat yang menyebabkan ketidak jelasan mengenai eksekusi terhadap tanah dan bangunan tersebut.
Sebelum penelitian yang penulis lakukan, telah ada penelitian terkait yang membahas mengenai Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan , diantaranya sebagai berikut:
1. Hadiat Sondara, Tahun 2008, Fakultas Hukum UNPAD, berbentuk tesis dengan judul “PEMBERIAN HAK GUNA
BANGUNAN DI ATAS HAK PENGELOAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL”;
2. Indri Sri Mulyati, Tahun 2011, Fakultas Hukum UNPAD, berbentuk tesis dengan judul “PENGALIHAN HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH PENGELOLAAN TANPA IZIN DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH” 3. Salman Farizi, Tahun 2013, Fakultas Hukum UNPAD,
berbentuk Legal Memorandum dengan judul “LEGAL MEMORANDUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TANAH WARGA PERUMAHAN KOTA KEMBANG PERMAI
KOTA BANDUNG DARI PT.AGRONESIA YANG
MENGKLAIM STATUS TANAH TERSEBUT DENGAN STATUS TANAH HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN DITINJAU DARI KUH PERDATA”
Setelah peneliti mencermati penelitian di atas, terdapat perbedaan pokok permasalahan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut terletak pada penelitian yang peneliti lakukan yang terkait dengan eksekusi jaminan tanah Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan yang telah berkahir haknya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi kajian yang dituangkan
TANAHHAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN PERUM PERUMNASYANG TELAH BERAKHIR HAKNYA DITINJAU
DARIUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dalam penulisan ini permasalahan pokok yang akan menjadi kajian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah akibat hukum bagikreditur terhadap objek jaminan tanah dan bangunan dengan status HGB diatas hak pengelolaan PERUM PERUMNAS yang telah berakhir haknya yang tidak didaftarkan sebagai hak tanggungan di Kantor Pertanahan ditinjau dari UUPA dan KUH Perdata?
2. Bagaimanakah eksekusi objek jaminan berupa tanah HGB di atas Hak Pengelolaan PERUM PERUMNAS yang telah berakhir haknya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami dan mengetahui akibat hukum bagi kreditur terhadap objek jaminan tanah dan bangunan dengan status hak
guna bangunan diatas hak pengelolaan yang telah berakhir haknya yang tidak didaftarkan sebagai Hak Tanggungan.
2. Untuk memahami dan mengetahui eksekusi objek jaminan berupa tanah HGB di atas Hak Pengelolaan PERUM PERUMNAS yang telah berakhir haknya.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya bagi hukum agraria terutama tentang eksekusi Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan yang telah berakhir haknya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
kepustakaan yang telah ada dan menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
2. Kegunaan Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan kaidah hukum bagi para praktisi hukum, terutama mengenai eksekusi tanah Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan yang telah berakhir haknya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dinas terkait dalam upaya mengatasi masalah lelang dan eksekusi terkait hak atas tanah terutama Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dalam praktik.
E. Kerangka Pemikiran
Pada Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat disebutkan cita-cita bangsa Indonesia antara lain berbunyi:
“untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menertibkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”
Negara sebagai organisasi kekuasaaan seluruh rakyat
mempunyai hak untuk menguasai tanah sebagaimana tercermin dalam ketentuan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yaitu:
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Bagi bangsa Indonesia, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mencapai kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Tujuan dari Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 adalah untuk mencapai tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia dalam penyelenggaraannya
diupayakan untuk mensejahterakan masyarakat dan tidak sampai merusak lingkungan.
Rencana Pembangunan JangkaPanjangNasionalTahun 2000-2025 menyatakan :
“Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya
pembangunanyang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangikemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.”
Negara untuk meningkatkan dan mencapai tujuan kesejahteraan rakyat mempunyai hak terhadap tanah di wilayah Republik Indonesia yaitu Hak Menguasai Negara yang diatur dalam Pasal 2 UUPA. Hak Menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan Bangsa Indonesia yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak danpengemban amanat tersebut, pada
tingkatan tertinggi dikuasakan kepada negara Republik Indonesia sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.11
Penguasaan Negara atas tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia bersumber pula pada Hak Bangsa Indonesia yang meliputi
kewenangan negara, yaitu12:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan hak menguasai dari Negara yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA tersebut diatas terdapat macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik individu maupun bersama-sama dengan orang lain dan badan-badan hukum untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan termasuk tanah, air dan ruang yang berada diatasnya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan oleh Negara disebutkan pada Pasal 16 Ayat (1) UUPA, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
11
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 117.
12
Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, dan Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Pasal 2 Ayat (4) UUPA menyebutkan13:
“Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swantantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah”
Selain kepada pemerintah daerah dan masyarakat-masyarakat hokum adat, pelimpahan pelaksanaan sebagai kewenangan Negara tersebut dapat juga dilakukan kepada apa yang disebut badan-badan otorita, perusahaan-perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan apa yang dikenal dengan sebutan hak
pengelolaan.14
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas
13
Penjelasan Pasal 2 Ayat (4) UUPA 14
bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang dimaksud
dengan Hak Pengelolaan adalah15:
“Hak pengelolaan, yang berisi wewenang untuk merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan,
menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya, menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.”
Secara lebih lengkap pengertian Hak Pengelolaan dimuat dalam undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian, Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak
ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga16.
15
Pengertian Pasal 1Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya
16
Pengertian Pasal 2 Ayat (3) undang No. 20 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo. Pasal 1
Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga yang berasal dari Hak Pengelolaan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 jo. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 tentang pedoman Penetapan Uang Pemasukan dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara adalah Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.17Pihak ketiga yang ingin
memperoleh Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah antara pihak ketiga dengan pemegang Hak Pengelolaan. Dibuatnya perjanjian penggunaan tanah tersebut, maka telah lahir hubungan hukum antara
pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga.18
Perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, yaitu:
“Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan.”
PERUM PERUMNAS merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang penataan perumahan dan permukiman bagi masayrakat yang memegang Hak Pengelolaan.
HGB yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 40
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
17
Urip Santoso, Op.cit, hlm.131 18
Tahun 1996 yaitu untuk Hak Guna Bangunan berjangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 30 (tiga puluh) tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan dapat diperbaharui haknya untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
Hak penguasaan atas tanah selain hak menguasai dari Negara
terdapat juga hak-hak perorangan yang terdiri atas19:
1. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, yang disebutkan dalam Pasal 16 dan 53 UUPA;
2. Wakaf, yaitu pemisahan atau menyerahkan sebagian harta benda milik seseorang baik benda bergerak maupun tidak
bergerak untuk keperluan ibadah atau kesejahteraan
umumyang diatur dalam Pasal 49 UUPA dan diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf; 3. Hak Jaminan atas tanah yang disebut “Hak Tanggungan’ dalam
Pasal 25, 33, 39, dan 51 UUPA.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut
UUHT) menyebutkan bahwa hak tanggungan adalah20:
“ Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut
19
Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 24 20
Penjelasan Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”
Boedi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah21 :
“penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya”
Ada lima jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara, dan Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan
dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.22
Hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan harus memenuhi dua syarat yang ditentukan UUHT yaitu hak atas tanah tersebut menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan hak atas tanah tersebut menurut sifatnya dapat
dipindah tangankan.23
Hak Tanggungan muncul ketika diadakannya perjanjian jaminan antara para pihak yang bersangkutan yaitu debitur dan kreditur. Perjanjian
21
H. Salim HS,Op.Cit , hlm. 97 22
Idem, hlm. 105
jaminan merupakan perjanjian asesor (accesoir) yaitu perjanjian yang melekat pada perjanjian pokok dan perjanjian jaminan timbul dan
hapusnya bergantung kepada perjanjian pokoknya.24
Perjanjian jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur
melakukan cidera janji atau ingkar janji.25 Perjanjian jaminan kebendaan
selalu terdapat atau disediakan suatu benda tertentu sebagai objek jaminan, sehingga apabila terjadi ingkar janji atau kredit macet, maka
benda tersebut telah tersedia untuk sewaktu waktu dapat dicairkan.26
Benda yang menjadi objek jaminan dapat dieksekusi ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajiban dan janji-janjinya terhadap kreditur.
Eksekusi benda objek jaminan adalah pelaksanan hak kreditur pemegang hak jaminan terhadap objek jaminan apabila terjadi perbuatan ingkar janji oleh debitur dengan cara penjualan benda objek jaminan untuk
melunasi piutangnya.27
F. Metode Penelitian
Metode penelitian memiliki peran yang penting untuk
mendapatkan data-data yang akurat. Oleh karena itu metode-metode penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :
24
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Jakarta: Nuansa
Madani, 2011, hlm. 180 25 Idem, hlm. 181 26 Idem, hlm. 225 27 Idem, hlm. 247
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh penulis dilakukan secara deskriptif analitis yaitu dengan cara menggambarkan,
menelaah dan menganalisis ketentuan-ketentuan dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan teori-teori hukum dalam pelaksanaan yang menyangkut permasalahan yang diteliti.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap asas-asas hukum dan data sekunder
atau kepustakaan melalui inventarisasi hukum positif.28 Metode
yuridis normatif yang akan dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian inventarisasi hukum positif, penelitian asas-asas hukum, dan penelitian hukum yang mengkaji sistematika
peraturan perundang-undangan.29
3. Tahap Penelitian
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
1) Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan, antara lain:
28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 62.
29
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hlm 120-128.
a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
b) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
c) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional;
g) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara;
h) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis bahan-bahan hukum primer, seperti :
a) Buku-buku literatur dan artikel-artikel ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.
b) Hasil penelitian berupa skripsi. c) Makalah seminar-seminar hukum.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang
memberikan informasi tentang bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (field research)
Untuk melengkapi data sekunder serta membandingkan antara teori-teori yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dengan telaah data yang didapat dari penelitian lapangan di instansi pemerintah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah melalui studi kepustakaan yang bertujuan antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian,
dan Wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
berkenaan dengan penelitian.30
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan jalan meneliti data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hal ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis dan informasi dalam bentuk ketentuan formal.
b. Wawancara
Wawancara yaitu mengadakan tanya-jawab untuk
memperoleh data primer secara langsung kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan penelitian ini untuk mendukung data sekunder.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis kualitatif, yaitu dengan menganalisis data-data sekunder secara kuantitatif dari sudut pandang ilmu
hukum sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan31. Kemudian
data-data hasil penelitian dikumpulkan dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis yang dalam penarikan kesimpulan tidak digunakan rumusan-rumusan matematis.
30
Soerjono Soekanto, Idem, hlm.12. 31
6. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis dalam pembuatan skripsi ini, diataranya :
a. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Jalan Imam Bonjol Nomor 21 Bandung;
b. Pusat Sumber Daya Informasi Ilmiah dan Perpustakaan Universitas Padjadjaran (CISRAL) Jalan Dipati Ukur Nomor 46 Bandung;
c. Kantor Pertanahan Kota Bandung Jalan Soekarno Hatta Nomor 586 Bandung;
d. Kantor PERUM PERUMNAS Regional IV Jalan Surapati Nomor 120 Bandung;
e. Kantor PERUM PERUMNAS Cabang Bandung Jalan Bayangkara Ruko Bumi Parahiangan Kencana Blok N1 Nomor 4-5 Soreang Bandung.