• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

2.1.1 Citra

“Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai (scanner), sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam” (Munir; 2004:2).

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat: 1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi. 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

2.1.2 Digitalisasi Citra

Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital.

(2)

Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (atau lebar x tinggi).

Citra digital yang berukuran N X M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut:

                − − − − ≈ ) 1 ( ), 1 ( ) 1 , 1 ( ) 0 , 1 ( ) , 1 ( ) 1 , 1 ( ) 0 , 1 ( ) , 0 ( ) 1 , 0 ( ) 0 , 0 ( ) , ( M N f N f N f M f f f M f f f y x f       

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image

element, picture element atau piksel atau pel. Jadi, citra yang berukuran N X M

mempunyai NM buah piksel. Sebagai contoh, misalkan sebuah citra berukuran 256 x 256 piksel dan direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 buah baris indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (di-indeks dari 0 sampai 255) seperti contoh berikut:

Piksel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna piksel tersebut hitam, piksel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai intensitas 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya. (Munir, 2004)

(3)

2.1.3 Citra Grayscale

Untuk mendapatkan citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:

I(x,y) = α.R + β.G + γ.B (2.1)

dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total keseluruhan nilainya adalah 1. (Putra, 2009)

2.1.4 Citra Biner

Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar

belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah hitam.

Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra logo instansi (yang hanya terdiri atas warna hitam dan putih), citra kode barang (bar code) yang tertera pada label barang, dan citra hasil pemindaian dokumen teks. (Munir, 2004)

2.1.5 Definisi Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra,

(4)

namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image

compression). Pengubahan kontras citra adalah contoh operasi pengolahan citra.

Contoh pengolahan citra lainnya adalah penghilangan derau (noise).

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:

1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur. 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yag lain. (Munir, 2004)

2.1.6 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), penapisan derau (noise filtering).

2. Pemugaran citra (image restoration)

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu: penghilangan kesamaran (deblurring), dan penghilangan derau (noise).

(5)

3. Pemampatan citra (image compression)

Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.

4. Segmentasi citra (image segmentation)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

5. Analisis citra (image analysis)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekalilingnya. Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek (edge detection), ekstraksi batas (boundary), dan representasi daerah (region).

6. Rekonstrusi citra (image reconstruction)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. (Munir, 2004)

(6)

1 if f(x,y) < T 2.1.7 Pengambangan

Proses pengambangan (thresholding) akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut (Munir, 2004) (Putra, 2009):

g(x,y) = (2.2)

dengan g(x,y) citra biner dari citra grayscale f(x,y), dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar belakang berwarna terang (0 atau putih).

Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu: 1. Pengambangan global (global thresholding)

Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversi menjadi hitam atau putih dengan satu nilai ambang T. Cara yang umum menentukan nilai T adalah dengan membuat histogram citra. Jika citra mengandung satu buah objek dan latar belakang mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra tersebut umumnya mempunyai histogram bimodal (mempunyai dua puncak atau dua buah maksimum lokal) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Nilai T dipilih pada nilai minimum lokal yang terdapat di antara dua puncak. Dengan cara seperti ini, kita tidak hanya mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi sekaligus melakukan segmentasi objek dari latar belakangnya.

(7)

Gambar 2.1 Penentuan Nilai Ambang T

Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif.

2. Pengambangan lokal (locally adaptive thresholding)

Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai

T yang berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap

daerah citra yang berukuran 3 x 3 atau 5 x 5 piksel. Nilai ambangnya ditentukan sebagai fungsi rata-rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi kontras dan ini harus dipertahankan di dalam citra biner.

Dengan pengambangan secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih menyenangkan dan sedikit informasi yang hilang.

T

Kelas 0 P(r)

(8)

2.2 Pengenalan Pola

Pola adalah entitas. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola lainnya. Ciri yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi, sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan keakuratan yang tinggi.

Secara luas, ciri adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh. Ciri juga bisa menggambarkan karakteristik objek yang dipantau. Contoh dari ciri level rendah adalah intensitas sinyal. Ciri bisa berupa simbol, numerik, atau keduanya. Contoh dari ciri simbol adalah warna. Contoh dari ciri numerik adalah berat. Ciri bisa diperoleh dengan mengaplikasikan algoritma ekstraksi ciri pada data masukan. Ciri dapat dinyatakan dengan variabel kontinu, diskret, atau diskret-biner. Ciri biner dapat digunakan untuk menyatakan ada tidaknya suatu ciri tertentu.

Ciri yang baik memiliki syarat berikut: mudah dalam komputasi, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, dan besarnya data dapat diperkecil tanpa menghilangkan informasi penting.

Secara umum, pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi dan diberi nama. Sidik jari adalah suatu contoh pola. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks.

Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Perhatikan bahwa sistem terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan bergantung pada pendekatan yang dilakukan).

(9)

Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem.

Prapengolahan adalah transformasi masukan data mentah untuk memebantu kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi derau. Pada prapengolahan citra (sinyal) yang ditangkap oleh sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang dihasilkan pada proses pemisahan ciri sangat bergantung pada hasil prapengolahan.

Gambar 2.2 Struktur Sistem Pengenalan Pola

Klasifikasi merupakan tahap untuk mengelompokkan masukan data pada satu atau beberapa kelas berdasakan hasil pencarian beberapa ciri yang signifikan dan pemrosesan atau analisis terhadap ciri itu. Setiap kelas terdiri dari sekumpulan objek yang memiliki kedekatan (kemiripan) ciri. (Munir, 2004)(Putra, 2009)

2.3 Verifikasi Tanda Tangan

Verifikasi tanda tangan terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Verifikasi tanda tangan dinamis

Metode verifikasi tanda tangan (signature) dengan akuisisi data secara dinamis disebut juga metode online. Dalam metode ini proses akusisi data dilakukan bersamaan dengan proses penulisan. Data yang diambil pada umumnya bermacam-macam, tidak hanya berupa koordinat posisi

titik-Prapengola han

Ekstraksi

Ciri Algoritma Kalsifikasi

Pengukuran mi

Pola data pi Klasifikasi

(10)

titik penulisan, tetapi juga informasi dinamis lain seperti tekanan, kecepatan, gaya penekanan tangan pada pena dan lain sebagainya. Jenis data yang dapat diambil sangat bergantung pada kemampuan peralatan masukan yang digunakan. Peralatan masukan yang sering digunakan untuk mengakuisisi data secara dinamis ini disebut digitizer.

2. Verifikasi tanda tangan statis

Metode verifikasi dengan akuisisi data secara statis disebut juga dengan metode offline. Berbalikan dengan metode dinamis, metode statis melakukan akuisisi data setelah proses penulisan selesai dilakukan atau bahkan kemungkinan lama setelah proses penulisan dilakukan. Seseorang menuliskan tanda tangannya pada kertas, yang kemudian diubah menjadi citra digital dengan menggunakan scanner. Dari citra inilah selanjutnya diproses untuk menentukan otentik atau tidaknya tanda tangan tersebut. (Putra, 2009)

2.4 Jaringan Saraf Tiruan

2.4.1 Pengertian Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST, adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut.

Selain pengertian di atas, jaringan saraf tiruan dapat diartikan sebagai sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. Jaringan saraf tiruan tercipta sebagai suatu generalisasi model matematis dari jaringan saraf biologi yang didasarkan atas asumsi sebagai berikut (Hermawan, 2006) (Puspitaningrum, 2006) (Siang, 2009):

(11)

1. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui

penghubung-penghubung.

3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

4. Untuk menentukan keluaran, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan masukan yang diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Karakteristik jaringan saraf tiruan ditentuka n oleh tiga hal: 1. Pola hubungan antar-neuron (disebut dengan arsitektur jaringan).

2. Metode penentuan bobot-bobot penghubung disebut metode pelatihan/training/learning/proses belajar jaringan).

3. Fungsi aktivasi.

Adapun cara belajar jaringan saraf tiruan sebagai berikut (Puspitaningrum, 2006):

Ke dalam jaringan saraf tiruan dimasukankan informasi yang sebelumnya telah diketahui hasil keluarannya. Pemasukan informasi ini dilakukan lewat node-node atau unit-unit masukan. Bobot-bobot antarkoneksi dalam suatu arsitektur diberi nilai awal dan kemudian jaringan saraf tiruan dijalankan. Bobot-bobot ini bagi jaringan digunakan untuk belajar dan mengingat suatu informasi. Pengaturan bobot dilakukan secara terus-menerus dan dengan menggunakan kriteria tertentu sampai diperoleh yang diharapkan.

Hal yang ingin dicapai dengan melatih/mengajari jaringan saraf tiruan adalah untuk mencapai keseimbangan antara kemampuan memorisasi dan generalisasi. Yang dimaksud dengan kemampuan memorisasi adalah kemampuan jaringan saraf tiruan untuk memanggil kembali secara sempurna sebuah pola yang telah dipelajari. Kemampuan generalisasi adalah kemampuan jaringan saraf tiruan untuk menghasilkan respon yang bisa diterima terhadap pola-pola masukan yang

(12)

serupa (namun tidak identik) dengan pola-pola yang sebelumnya telah dipelajari. Hal ini sangat bermanfaat bila pada suatu saat ke dalam jaringan saraf tiruan itu dimasukankan informasi baru yang belum pernah dipelajari, maka jaringan saraf tiruan itu masih akan tetap dapat memberikan tanggapan yang baik, memberikan keluaran yang paling mendekati.

2.4.2 Algoritma Umum Jaringan Saraf Tiruan

Algoritma pembelajaran/pelatihan jaringan saraf tiruan:

Dimasukkan n contoh pelatihan ke dalam jaringan saraf tiruan. Lakukan: 1. Inisialisasi bobot-bobot jaringan. Set i=1.

2. Masukkan contoh ke-i (dari sekumpulan contoh pembelajaran yang terdapat dalam set pelatihan) ke dalam jaringan pada lapisan masukan. 3. Cari tingkat aktivasi unit-unit output menggunakan algoritma aplikasi.

If kinerja jaringan memenuhi standar yang ditentukan sebelumnya (memenuhi syarat berhenti)

Then exit.

4. Update bobot-bobot dengan menggunakan aturan pembelajaran jaringan. 5. If i=n, then reset i=1

Else i=i – 1 Ke langkah 2

Algoritma aplikasi/pengujian jaringan saraf tiruan:

Dimasukkan sebuah contoh pelatihan ke dalam jaringan saraf tiruan. Lakukan: 1. Masukkan kasus ke dalam jaringan pada lapisan masukan.

2. Hitung tingkat aktivasi node-node jaringan.

3. Untuk jaringan koneksi umpan maju, jika tingkat aktivasi dari semua unit keluarannya telah dikalkulasi, maka exit. Untuk jaringan koneksi balik, jika tingkat aktivasi dari semua keluaran menjadi konstan atau mendekati konstan, maka exit. Jika tidak, kembali ke langkah 2. Jika jaringannya tidak stabil, maka exit dan fail.

(13)

2.4.3 Model Neuron

Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan saraf tiruan. Neuron terdiri dari tiga elemen pembentuk:

1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tersebut memiliki bobot / kekuatan yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positip akan memperkuat sinyal dan yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model jaringan yang terbentuk).

2. Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan masukan-masukan sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya.

Misalkan x1, x2, … , xm, adalah unit-unit masukan dan wj1, wj2, … , wjm adalah bobot penghubung dari unit-unit tersebut ke unit keluaran yj, maka unit penjumlah akan memberikan keluaran sebesar uj = x1 wj1 + x2 wj2 + … + xm wjm.

3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari masukan neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.

Gambar 2.3 Struktur Unit Jaringan Saraf Tiruan Unit pengolah j ∑ X1 Xj2 Xj1 Xjn X2 Xn

Masukan Kekuatan Keluaran

(14)

Gambar 2.3 menunjukkan contoh suatu neuron atau struktur unit pengolah jaringan saraf tiruan. Pada sisi sebelah kiri terlihat beberapa masukan yang menuju ke unit pengolah yang masing-masing dating dari unit-unit yang berbeda x(n). Setiap sambungan mempunyai kekuatan hubungan terkait (bobot) yang disimbolkan dengan w(n). Unit pengolah akan membentuk penjumlahan berbobot dari tiap masukannya dan menggunakan fungsi ambang non-linier (fungsi aktivasi) untuk menghitung keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirimkan melalui hubungan keluaran seperti tampak pada gambar sisi sebelah kanan. (Hermawan, 2006) (Siang, 2009)

2.4.4 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

Pembagian arsitektur jaringan saraf tiruan dapat dilihat dari kerangka kerja dan skema interkoneksi. Kerangka kerja jaringan saraf tiruan bisa dilihat dari jumlah lapisan (layer) dan jumlah unit sel pada setiap lapisan.

Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Lapisan masukan

unit sel di dalam lapisan masukan disebut unit-unit masukan. Unit-unit masukan menerima masukan dari dunia luar. Masukan yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah.

2. Lapisan tersembunyi

Unit-unit sel di dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi. Keluaran dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati.

3. Lapisan keluaran

Unit-unit sel pada lapisan keluaran disebut unit-unit keluaran. Keluaran dari lapisan ini merupakan keluaran jaringan saraf tiruan terhadap suatu permasalahan. (Puspitaningrum, 2006)

Jaringan saraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh (general rule) dimana seluruh model jaringan memiliki

(15)

konsep dasar yang sama. Arsitektur sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf tiruan antara lain (Hermawan, 2006) (Puspitaningrum, 2006) (Siang, 2009):

1. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer network)

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu buah lapisan bobot koneksi. Jaringan ini hanya menerima masukan dan kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi keluaran tanpa harus melalui lapisan tersembunyi.

Gambar 2.4 Jaringan Lapis Tunggal

2. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer network)

Jaringan dengan banyak lapisan merupakan perluasan dari lapisan tunggal. Jaringan ini memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak di antara lapisan masukan dan lapisan keluaran (sering disebut lapisan tersembunyi). Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan dengan lapisan tunggal, dengan pembelajaran yang lebih rumit.

Wnj W1j Wi1 W11 Wn1 Y1 Yj Ym Wij Wnm Wim W1m X1 Xi Xn

(16)

Gambar 2.5 Jaringan dengan Banyak Lapisan

3. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer network)

Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif.

Gambar 2.6 Jaringan dengan Lapisan Kompetitif

2.4.5 Kelebihan Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan memiliki sejumlah besar kelebihan dibandingkan dengan metode perhitungan lainnya, yaitu (Hermawan, 2006):

1. Kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada gangguan dan ketidakpastian. Hal ini karena jaringan saraf tiruan mampu melakukan generalisasi, abstraksi, dan ekstraksi terhadap properti statistik dari data.

2. Kemampuan merepresentasikan pengetahuan secara fleksibel. Jaringan saraf tiruan dapat menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan diri sendiri atau kemampuan belajar (self organizing).

Vnj V1j Vi1 V11 Vn1 Y1 Yj Ym Vij Vnp Vip V1p X1 Xi Xn Wpk W1k Wj1 W11 Wp1 Y1 Yk Ym Wjk Wpm Wim W1m Z1 Zj Zp -є -є -є -є -є -є 1 1 1 1 A1 Ai Am Aj

(17)

3. Kemampuan untuk memberikan toleransi atas suatu distorsi (error/fault), dimana gangguan kecil pada data dapat dianggap hanya sebagai noise (guncangan) belaka.

4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem paralel, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi lebih singkat.

2.4.6 Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan

Beberapa aplikasi jaringan saraf tiruan adalah sebagai berikut: 1. Pengenalan Pola (Pattern Recognation)

Jaringan saraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali pola (misal huruf, angka, suara, atau tanda tangan) yang sudah sedikit berubah.

2. Signal Processing

Jaringan saraf tiruan (model ADALINE) dapat dipakai untuk menekan

noise dalam saluran telepon.

3. Peramalan

Jaringan saraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang berdasarkan pola kejadian yang ada di masa yang akan datang berdasarkan pada kejadian yang ada di masa lampau. (Siang, 2009)

2.4.7 Fungsi Aktivasi

Dalam jaringan saraf tiruan, fungsi akivasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan dan bobotnya). Jika net = ∑ x i wi, maka fungsi aktivasinya adalah f(net) = f(∑ xi wi).

(18)

Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut (Hermawan, 2006) (Siang, 2009):

1. Fungsi identitas

f(x) = x, untuk semua x (2.3)

Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1].

2. Fungsi threshold (batas ambang)

f(x) = (2.4)

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar).

Jadi,

f(x) = (2.5)

3. Fungsi sigmoid biner

f(x) = (2.6)

Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan mudah.

f’(x) = f(x) (1 – f(x)) (2.7)

4. Fungsi sigmoid bipolar

Bentuk fungsinya mirip dengan fungsi sigmoid biner, tapi dengan range (-1, 1). 1 jika x ≥ 0 1 jika x < 0 1 jika x ≥ 0 -1 jika x < 0 1 1 + e-x

(19)

f(x) = − 1 (2.8) dengan turunan f’(x) = (2.9)

2.4.8 Pelatihan Terawasi dan Tidak Terawasi

Berdasarkan cara memodifikasi bobotnya, ada dua macam pelatihan yang dikenal yaitu pelatihan atau pembelajaran terawasi (supervised learning) dan pelatihan tidak terawasi (unsupervised learning).

Pada pelatihan terawasi, kumpulan masukan yang digunakan, keluaran-keluarannya telah diketahui. Perbedaan antara keluaran-keluaran aktual dengan keluaran-keluaran yang diinginkan digunakan untuk mengoreksi bobot jaringan saraf tiruan agar jaringan saraf tiruan dapat menghasilkan jawaban sedekat (semirip) mungkin dengan jawaban yang benar yang telah diketahui oleh jaringan saraf tiruan.

Pada pelatihan tidak terawasi, atau pelatihan tanpa guru, jaringan saraf tiruan mengorganisasi dirinya sendiri untuk membentuk vektor-vektor masukan yang serupa, tanpa menggunakan data atau contoh-contoh pelatihan. Struktur menggunakan dasar data atau korelasi antara pola-pola data yang dieksplorasi. Paradigma pelatihan ini mengorganisasi pola-pola ke dalam kategori-kategori berdasarkan korelasi yang ada. (Puspitaningrum, 2006)

2.5 Propagasibalik (Backpropagation)

Kelemahan jaringan saraf tiruan terdiri dari layar tunggal membuat perkembangan jaringan saraf tiruan menjadi berhenti pada sekitar tahun 1970-an. Algoritma pelatihan backpropagation atau ada yang menterjemahkannya menjadi propagasibalik pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh

2 1 + e-x

(1 + f(x)) (1 – f(x)) 2

(20)

Rumelhart bersama McClelland untuk dipakai pada jaringan saraf tiruan. Algoritma ini termasuk metoda pelatihan terbimbing (supervised) dan didesain untuk operasi pada jaringan saraf tiruan feed forward lapis jamak (multi-layer).

Jaringan saraf tiruan dengan lapisan tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan menambahkan satu/beberapa lapisan tersembunyi diantara lapisan masukan dan keluaran. Meskipun penggunaan lebih dari satu lapisan tersembunyi memiliki kelebihan manfaat untuk beberapa kasus, tapi pelatihannya memerlukan waktu yang lama. Maka umumnya orang mulai mencoba dengan sebuah lapisan tersembunyi terlebih dahulu.

Penemuan propagasibalik yang terdiri dari beberapa lapisan membuka kembali cakrawala. Terlebih setelah berhasil ditemukannya berbagai aplikasi yang dapat diselesaikan dengan propagasibalik, membuat jaringan saraf tiruan semakin diminati, diantaranya diterapkan di bidang finansial, pengenalan pola tulisan tangan, pengenalan pola suara, sistem kendali, pengolah citra medika dan masih banyak lagi keberhasilan propagasibalik sebagai salah satu metoda komputasi yang handal.

Seperti halnya model jaringan saraf tiruan yang lain, propagasibalik melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. (Siang, 2009)

Istilah “propagasibalik” (atau “penyiaran kembali”) diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa gradient error unit-unit tersembunyi diturunkan dari penyiaran kembali error-error yang diasosiasikan dengan unit-unit keluaran. Hal ini karena nilai target untuk unit-unit tersembunyi tidak diberikan.

(21)

Metode ini menurunkan gradien untuk meminimkan penjumlahan error kuadrat keluaran jaringan. Nama lain dari propagasibalik adalah aturan delta yang digeneralisasi (generalized delta rule). (Puspitaningrum, 2006)

2.5.1 Arsitektur Propagasibalik

Di dalam jaringan propagasibalik, setiap unit yang berada di lapisan masukan terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi. Hal serupa berlaku pula pada lapisan tersembunyi. Setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan keluaran. (Puspitaningrum, 2006)

Jaringan saraf tiruan propagasibalik terdiri dari banyak lapisan (multilayer

neural network):

1. Lapisan masukan (1 buah). Lapisan masukan terdiri dari neuron-neuron atau unit-unit masukan, mulai dari masukan 1 sampai unit masukan n. 2. Lapisan tersembunyi (minimal 1). Lapisan tersembunyi terdiri dari

unit-unit tersembunyi mulai dari unit-unit tersembunyi 1 sampai unit-unit tersembunyi p. 3. Lapisan keluaran (1 buah). Lapisan keluaran terdiri dari unit-unit keluaran

mulai dari unit keluaran 1 sampai unit keluaran m.

n,p,m masing-masing adalah bilangan integer sembarang menurut arsitektur jaringan saraf tiruan yang dirancang.

(22)

Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Propagasibalik

Gambar 2.7 adalah arsitektur propagasibalik dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. Vij marupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit lapisan tersembunyi zj (vj0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit lapisan tersembunyi zj). wkj merupakan bobot dari unit lapisan tersembunyi zj ke unit keluaran yj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di lapisan tersembunyi ke unit keluaran zk).

(23)

2.5.2 Algoritma Propagasibalik

Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8, agar dapat digunakan untuk suatu aplikasi, jaringan saraf tiruan perlu ‘belajar’ terlebih dahulu. Caranya, pada jaringan dimasukkan sekumpulan contoh pelatihan yang disebut set pelatihan. Set pelatihan ini digambarkan dengan sebuah vektor feature yang disebut vektor masukan yang diasosiasikan dengan sebuah keluaran yang menjadi target pelatihannya. Pelatihan kemudian dilangsungkan dengan maksud membuat jaringan saraf tiruan beradaptasi terhadap karakterisik-karakteristik dari contoh-contoh pada set pelatihan dengan cara melakukan pengubahan peng-update-an bobot-bobot yang ada dalam jaringan.

Gambar 2.8 Alur Kerja Jaringan Propagasibalik P E L A T I H A N J A R I N G A N Tahap Pemropagasi- Balikan error Tahap umpan maju Output Aktual

+

Output Target ∑ LAPISAN OUTPUT LAPISAN TERSEMBUNYI LAPISAN INPUT Input Error

(24)

Cara kerja jaringan propagasibalik adalah sebagai berikut:

Mula-mula jaringan diinisialisasi dengan bobot yang diset dengan bilangan acak. Lalu contoh-contoh pelatihan dimasukkan ke dalam jaringan. Contoh pelatihan terdiri dari pasangan vektor masukan dan vektor keluaran target. Keluaran dari jaringan berupa sebuah vektor keluaran aktual. Selanjutnya vektor keluaran aktual jaringan dibandingkan dengan vektor keluaran target untuk mengetahui apakah keluaran jaringan sudah sesuai dengan harapan (keluaran aktual sudah sama dengan keluaran target). Error yang timbul akibat perbedaan antara keluaran aktual dengan keluaran target tersebut kemudian dihitung dan digunakan untuk meng-update bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali

error. Setiap perubahan bobot yang terjadi diharapkan dapat mengurangi besar error. Epoch (siklus setiap pola pelatihan) seperti dilakukan pada semua set

pelatihan sampai unjuk kerja jaringan mencapai tingkat yang diinginkan atau sampai kondisi berhenti terpenuhi. Yang dimaksud kondisi berhenti di sini misalnya: pelatihan akan dihentikan setelah epoch mencapai 1000 kali, atau pelatihan akan dihentikan sampai sebuah nilai ambang yang ditetapkan terlampaui. Setelah proses pelatihan selesai, barulah diterapkan algoritma aplikasi. Biasanya sebelum digunakan untuk aplikasi yang sebenarnya, pengujian unjuk kerja jaringan dilakukan dengan cara memasukkan set pengujian (set tes) ke dalam jaringan. Karena bersifat untuk menguji, set pengujian hanya berupa masukan saja. Dari respon jaringan dapat dinilai kemampuan memorisasi dan generalisasi jaringan dalam menebak keluaran berdasarkan pada apa yang telah dipelajarinya selama ini.

Algoritma propagasibalik dapat dibagi ke dalam dua bagian: 1. Algoritma pelatihan

Algoritma pelatihan terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap propagasi maju, tahap propagasi mundur, dan tahap perubahan bobot.

2. Algoritma aplikasi

Algoritma aplikasi hanya menggunakan tahap umpan maju saja. (Puspitaningrum, 2006)

(25)

Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu lapisan tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut:

Langkah 0: Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

Langkah 1: Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2-9. Langkah 2: Untuk setiap pasangan data pelatihan, lakukan langkah 3-8.

Fase I: Propagasi maju

Langkah 3: Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di atasnya.

Langkah 4: Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p).

= + = n i ji i j j v xv net z 1 0 _ (1) j net z j j e net z f z _ 1 1 ) _ ( + = = (2)

Langkah 5: Hitung semua keluaran jaringan di unit keluaran yk (k=1,2,…,m).

=

+

=

p j kj j k k

v

z

w

net

y

1 0

_

(3) k net y k k e net y f y _ 1 1 ) _ ( + = = (4)

Fase II: Propagasi mundur

Langkah 6: Hitung faktor kesalahan δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit keluaran yk (k=1,2,…,m).

)

1

(

)

(

)

_

(

'

)

(

k k k k k k k k

=

t

y

f

y

net

=

t

y

y

y

δ

(5)

δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan

bobot lapisan di bawahnya (langkah7)

Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot wkj) dengan laju percepatan α.

j k kj

z

w

=

αδ

(k=1,2,…,m;j=0,1,…,p) (6)

Langkah 7: Hitung faktor kesalahan δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p).

(26)

=

=

m k kj k j

w

net

1

_

δ

δ

(7)

Faktor δ unit tersembunyi:

)

1

(

_

)

_

(

'

_

j j j j j

j

=

δ

net

f

z

net

=

δ

net

z

z

δ

(8)

Hitung suku perubahan bobot vij (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot vij) i j ji

x

v

=

αδ

(j=1,2,…,p ; i=0,1,…,n) (9)

Fase III: Perubahan bobot

Langkah 8: Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran:

kj kj

kj

baru

w

lama

w

w

(

)

=

(

)

+

(k=1,2,…,m ; j=0,1,…,p) (10) Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi:

ji ji

ji

baru

v

lama

v

v

(

)

=

(

)

+

(j=1,2,…,p ; i=0,1,…,n) (11)

Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. Hasil pengaktif unit-unit pada lapisan keluaran merupakan keputusan dari jaringan saraf tiruan.

Biasanya pada perangkat lunak yang dibuat, hasil pengaktif unit sebagai keputusan jaringan saraf tiruan ditampilkan dalam skala kebenaran, dipilih nilai skala kebenaran terbesar sebagai keputusan akhir dari jaringan saraf tiruan.

(27)

2.5.3 Paramater Pelatihan

Parameter-parameter yang turut menentukan keberhasilan proses pelatihan pada algoritma propagasibalik:

1. Inisialisasi bobot

Bobot sebagai interkoneksi jaringan saraf tiruan yang akan dilatih biasanya diinisialisasi dengan nilai nyata kecil, bobot dapat diinisialisasi secara acak (random).

Banyak studi empiris membuktikan bahwa meneruskan pelatihan pada saat galat mencapai nilai yang kecil dan stabil atau datar akan menghasilkan nilai-nilai bobot yang tak diinginkan. Hal ini berpengaruh pada peningkatan galat dan kualitas mapping menurun.

Pada banyak penelitian menunjukkan bahwa konvergensi tidak akan dicapai bila bobot kurang bervariasi, juga jika acaknya terlalu kecil. Konvergensi hampir selalu tercapai untuk inisialisasi acak pada -0,5 sampai 0,5 atau -1 sampai 1.

2. Adaptasi bobot

Ada dua jenis adaptasi bobot pada pelatihan jaringan saraf tiruan, yaitu: a. Adaptasi kumulatif (commulative weight adjustment)

Pada adaptasi kumulatif, bobot baru diadaptasi setelah semua bobot yang masuk dilatih.

b. Adaptasi biasa (incremental updating)

Pada adaptasi biasa, bobot diadaptasi pada setiap pola yang masuk.

3. Parameter laju pelatihan (η)

Parameter laju pelatihan (learning rate) sangat berpengaruh pada intensitas proses pelatihan, begitu pula terhadap efektivitas dan kecepatan mencapai konvergensi dari pelatihan.

(28)

Nilai optimum dari laju pelatihan tergantung masalah yang diselesaikan, prinsipnya dipilih sedemikian rupa sehingga tercapai konvergensi yang optimal dalam proses pelatihan.

Nilai laju pelatihan yang cukup kecil menjamin penurunan gradien terlaksana dengan baik, namun ini berakibat bertambahnya jumlah iterasi. Pada umumnya, besarnya nilai laju pelatihan tersebut dipilih mulai 0,001 sampai 1 selama proses pelatihan.

4. Momentum (α)

Disamping koefisien laju pelatihan, pada metoda ini ada koefisien lain yang tujuan penggunaannya untuk mempercepat konvergensi dari algoritma error backpropagation. Prinsip dari metoda ini adalah menambahkan sebagian dari perubahan bobot sebelumnya. Hal ini dapat dirumuskan dengan:

)

(

)

1

(

t

z

w

t

w

kj

+

=

k j

+

kj

αδ

µ

(2.10)

v

ji

(

t

+

1

)

=

αδ

j

x

i

+

µ

v

ji

(

t

)

(2.11) dengan α adalah nilai konstanta momentum yang berupa bilangan positif antara 0,5 sampai dengan 0,9. Penggunaan koefisien momentum ini disarankan apabila konvergensi berlangasung terlalu lama, dan juga untuk mencegah terjadinya optimum lokal (local optimum/minimum).

5. Jumlah lapisan tersembunyi yang digunakan

Satu buah lapisan tersembunyi dapat dikatakan cukup memadai untuk menyelesikan masalah sembarang fungsi pendekatan. Dengan menggunakan lebih dari satu buah lapisan tersembunyi, kadang-kadang suatu masalah lebih mudah untuk diselesaikan. Mengenai banyaknya jumlah lapisan tersembunyi yang dibutuhkan, tidak ada ketentuan khusus. Untuk itu, hanya dibutuhkan sedikit modifikasi terhadap algoritma propagasi. (Purnomo,2006) (Puspitaningrum, 2006)

(29)

2.5.4 Kelemahan Yang Sering Terjadi Pada PropagasiBalik

1. Pada Fase Pelatihan (Training)

Seringnya terjebak pada kondisi yang disebut sebagai kondisi optimum lokal (local minimal), sehingga sulit mencapi konvergen sesuai dengan galat yang diinginkan. Keadaan jaringan saraf tiruan tersebut sulit atau bahkan tidak dapat berkembang menjadi lebih “pintar” lagi, walaupun dilatih berulang-ulang. Hal ini biasanya diatasi dengan menggunakan koefisien momentum.

2. Pada Fase Pengujian (Testing)

Pada fase ini hal tak diinginkan yang sering terjadi adalah kondisi

overfitting/overtraining, yaitu suatu kondisi jaringan saraf tiruan

kehilangan sifat generalitasnya (lost of generalisation). Generalitas adalah kemampuan untuk memberikan jawaban yang benar, untuk suatu masukan yang berbeda namun sejenis dari data-data yang dilatihkan pada jaringan saraf tiruan tersebut. Ketidaksesuaian pada saat pengujian masukan terhadap keluaran yang diinginkan tersebut dapat terjadi karena kesalahan

sampling data atau adanya derau (noise) pada data pelatihan sehingga

target data pelatihan kurang handal.

Bila jaringan saraf tiruan kehilangan sifat tersebut, pada fase pengujian, salah satu ciri yang muncul adalah biasanya jaringan saraf tiruan hanya mengenali bagian akhir dari pasangan data yang dilatihkan pada fase pelatihan. Kondisi tersebut dapat diakibatkan oleh jumlah pelatihan yang berlebihan, sehingga dapat diatasi dengan memberhentikan pelatihan lebih dini. Penambahan bias pada lapisan keluaran ataupun pada masing-masing lapisan struktur jaringan saraf tiruan, juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut. Keandalan untuk memperoleh struktur jaringan saraf tiruan sesuai dengan kapasitas yang diperlukan tersebut sangat erat sekali dengan jumlah unit sel pada lapisan tersembunyi, sekaligus jumlah bobotnya juga ikut menentukan. Sebaliknya

(30)

kondisi undertraining juga dapat terjadi, untuk hal ini biasanya terjadi oleh karena proses pelatihan belum sempurna.

Gambar

Gambar 2.1 Penentuan Nilai Ambang T
Gambar 2.2 Struktur Sistem Pengenalan Pola
Gambar 2.3 Struktur Unit Jaringan Saraf Tiruan Unit pengolah j∑ X1 Xj2 Xj1 Xjn X2 Xn
Gambar 2.4 Jaringan Lapis Tunggal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal yang menjadi risiko pada PT.(persero) Pelayaran Nasional Cabang Tanjung Priok seperti kenyamanan diatas kapal kurang, terminal penumpang kurang memadai,

Dari hasil pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan terdapat perbedaan kemampuan problem solving yang diajarkan dengan model pembelajaran matematika

Berikut contoh pernyataan penelitian yang berhubungan dengan variabel kepuasan kerja guru : “saya puas dengan pekerjaan sebagai guru“, “saya puas dengan pilihan pekerjaan

Penulis berharap dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh konservatisme akuntansi, voluntary disclosure dan ukuran perusahaan terhadap earning response coefficient

Kecerdasan emosional adalah perpaduan antara kemampuan verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi ekspresi, identifikasi, realisasi dan evaluasi diri individu

IMPLEMENTAS1 PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN TUGAS BERBASIS MEDIA VIDEO PlAY 2048 DAN PHY 2049 UNTUK MENINGKATKAN NILAI KARAKTER CERDAS MAHASISWA.. PADA MATA KULIAH BAHASA INGGRIS UNTUK

Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer juga diterapkan dalam proses akuntansi, yang disebut dengan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) berbasis teknologi

C.. 2) Bagaimana pengaruh petani dan pemuda terhadap kemenangan Dollah Mando dan faktor penyebab kekalahan Fatmawati Asis pada Pilkada Kabupaten Sidrap tahun