• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1. Hakikat Aktivitas Belajar 2.1.1 Pengertian Aktivitas Belajar

Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan. Artinya bahwa belajar tidak pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila aktivitas belajar itu berhubungan dengan menulis, memandang, membaca, mengingat, berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.

Sardiman (2008: 102) mengemukakan aktivitas belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan dan apresiasi. Sedangkan pengalaman itu sendiri dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sementara itu, Rohani (2004: 6) mengemukakan belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupin psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja. Sedangkan aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam proses belajar. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, dan sebagainya.

(2)

Mengkaji pemaparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang melibatkan kegiatan fisik dan mentalnya untuk mencapai tujuan belajar.

2.1.2 Karakteristik Aktivitas Belajar

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat materi pelajaran. Paul B. Diedrich (Sardiman, 2008: 101) beberapa macam kegiatan siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain (2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi (3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket (5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, beternak (7) Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan (8) Emotional activities, misalnya minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.

Aktivitas-aktivitas tersebut tidaklah terpisah satu sama lain. Misalnya dalam setiap aktivitas motoris terkandung aktivitas mental disertai oleh perasaan tertentu dan seterusnya.Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau

(3)

berbagai macam aktivitas tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar.

Dalam proses pembelajaran modern sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan siswa atau peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri. Menurut Uno (2008: 49) ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa, antara lain: (1) siswa aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan (2) adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan siswa (3) adanya kesempatan bagi siswa untuk menilai hasil karyanya sendiri (4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal.

Adapun ciri-ciri siswa yang aktif (Uno, 2008: 51) antara lain adalah: (1) siswa akan terbiasa belajar teratur walaupun tidak ada ulangan (2) siswa mahir memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada (3) siswa terbiasa melakukan sendiri kegiatan belajar seperti di laboratorium, bengkel dan lain-lain, dibawah bimbingan guru (4) siswa mengerti bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar.

Jika konsep ini diterapkan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan siswa tersebut dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: (1) siswa dapat mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif dan psikomotor) (2) adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari (3) tercapainya tujuan belajar minimal 80%.

(4)

Dari pemaparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa hendaknya dapat membuat siswa aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Proses belajar yang dimaksud yaitu siswa dapat mencari, mengolah dan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya dalam kegiatan belajar.

Aktivitas belajar menurut Djamarah (2008: 38) ada sebelas kegiatan, yaitu (1) mendengarkan, (2) memandang, (3) meraba, membau dan mencicipi/mengecap, (4) menulis atau mencatat, (5) membaca, (6) membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, (7) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, (8) menyusun paper atau tugas kerja, (9) mengingat, (10) berpikir, (11) latihan atau praktek. Kesebelas aktivitas belajar ini diuraikan sebagai berikut

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan mendengar apa yang guru sampaikan. Di sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal-hal yang dianggap penting. Diakui memang bahwa aktivitas mendengarkan bukan satu-satunya aktivitas belajar. Hal ini disebabkan karena ada orang tuna rungu yang belajar tidak mempergunakan aktivitas mendengarkan, tetapi haya melalui visual (penglihatan). Mereka belajar hanya melalui gerakan-gerakan tangan dengan menggunakan simbol tertentu yang telah dibakukan.

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Tanpa mata tidak mungkin aktivitas

(5)

memandang dapat dilakukan. Dalam pendidikan, aktivitas memandang termasuk dalam kategori aktivitas belajar. Di kelas, seorang siswa memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang baru saja ditulis guru. Tulisan yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan selanjutnya tersimpan dalam otak. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.

Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indera manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Namun, tidak semua kegiatan mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menjiplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta

(6)

menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekedar mencatat, tetapi mencacat yang dapat menunjang pencapaian tujuan belajar. Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca disini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca koran, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi. Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca.

Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Sementara membaca pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila diperlukan.

Dalam buku ataupun pada sumber lain sering dijumpai tabel-tabel, diagram, ataupun bagan. Materi non verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar, peta

(7)

dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal.

Semua tabel, diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas penjelasan yang penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat. Tabel, diagram, atau bagan biasanya diletakkan tidak jauh dari tulisan yang dibuat oleh penulis buku.

Menyusun paper atau tugas kerja adalah kegiatan belajar yang berhubungan erat dengan masalah tulis menulis. Penulisan yang baik sesuai dengan prosedur ilmiah dituntut dalam penulisan paper ini. Penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat menghasilkan karya tulis yang bermutu tinggi.

Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya. Ingatan itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat kembali ke alam sadar.

Mengingat adalah salah satu aktivitas belajar. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah mengingat dalam belajar. Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat ketika seseorang sedang menghafal bahan pelajaran, berupa dalil, kaidah, pengertian, rumus, dan sebagainya.

(8)

Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, sehingga orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi.

Latihan atau praktek merupakan perwujudan aktivitas belajar learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk cara yag baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, siswa yang mempelajari rumus fisika. Kemungkinan besar rumus-rumus itu akan mudah terlupakan bila tidak di dukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.

Sesuai dengan beberapa uraian tentang aktivitas belajar diatas, peneliti berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksud di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Aktivitas-akivitas yang akan diamati dalam penelitian ini, yaitu : (1) Visual activities (aktivitas pandang) yaitu membaca, memperhatikan gambar yang dilukis/ditampilkan guru (2) Oral activities (aktivitas lisan) yaitu bertanya, menjawab pertanyaan, diskusi, mempresentasikan hasil kerja (3) Listening activities (aktivitas dengar) yaitu mendengarkan penjelasan/uraian guru (4) Writing activities (aktivitas menulis) yaitu mencatat penjelasan/uraian guru (5)

(9)

Drawing activities (aktivitas menggambar) yaitu mencatat gambar yang dilukis/ditampilkan guru (6) Motor activities (aktivitas gerak) yaitu praktikum/melakukan percobaan (7) Mental activities (aktivitas mental) yaitu menanggapi (7) Emotional activities (aktivitas mental) yaitu merasa bosan dan bersemangat.

2.2 Peranan Aktivitas dalam Proses Belajar Siswa

Mengapa di dalam belajar diperlukan aktivitas? sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Montessori (Sardiman, 2008: 94) bahwa peserta didik memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh peserta didik. Dalam hal kegiatan belajar ini, Rousseau memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri dan dengan bekerja sendiri. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

(10)

2.2.1 Manfaat Aktivitas dalam Pembelajaran

Penggunanaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain: (1) siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri (2) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa (3) memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok (4) siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual (5) memupuk disiplin belajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

2.3 Metode Diskusi

Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Sagala (2006: 208) mengemukakan bahwa diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis, pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran.

Manfaat diskusi antara lain sebagai berikut: (1) peserta didik memperoleh kesempatan untuk berpikir (2) peserta didik mendapat pelatihan mengeluarkan pendapat, sikap, dan aspirasinya secara bebas (3) peserta didik belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya (4) diskusi dapat menumbuhkan partisipasi aktif

(11)

dikalangan peserta didik (5) diskusi dapat mengembangkan sikap demokratif, dapat menghargai pendapat orang lain.

Disamping manfaat menggunakan metode diskusi, tentu terdapat kelemahan-kelemahannya. Adapun kelemahan-kelemahannya itu antara lain sebagai berikut: (1) diskusi terlampau menyerap waktu. Kadang-kadang diskusi larut dengan keasikannya dan dapat mengganggu pelajaran lain (2) pada umumnya peserta didik tidak terlatih untuk melakukan diskusi dan menggunakan waktu diskusi dengan baik, maka kecenderungannya mereka tidak sanggup berdiskusi (3) kadang-kadang guru tidak memahami cara-cara melaksanakan diskusi, maka kecenderungannya diskusi menjadi tanya jawab. Kelemahan ini menunjukkan bersumber dari guru yang kurang menguasai metode diskusi dalam membahas materi pelajaran. Kelemahan juga datang dari peserta didik yang kurang mampu melaksanakan diskusi dengan baik, sehingga makna diskusi sebagai suatu teknik untuk memahami materi pelajaran tidak terpenuhi dengan baik.

Usaha yang dapat dilakukan oleh guru agar diskusi berhasil dan berjalan dengan baik, antara lain: (1) masalahnya harus kontroversial, artinya mengandung pertanyaan dari peserta didik. Masalah itu menarik perhatian mereka karena bertalian erat dengan pengalaman mereka (2) guru harus menempatkan dirinya sebagai pemimpin diskusi. Ia harus membagi-bagi pertanyaan dan memberi petunjuk tentang jalannya diskusi (3) guru hendaknya memperhatikan pembicaraan agar fungsi guru sebagai pemimpin diskusi dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

(12)

2.4 Metode Ceramah

Metode pembelajaran akan berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai. Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dengan tujuan agar siswanya mendapatkan suatu pengetahuan yang bersifat kognitif, akan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dengan orang lain atau dirinya sendiri ketika mengajar mata pelajaran yang bertujuan agar siswanya mampu mengubah sikap tertentu.

Berdasarkan pada kenyataan seperti diatas, maka ketika seorang guru akan menggunakan metode ceramah, dia harus dapat mencapai tujuan yang telah dibuat sebelumnya. Cranton (Zaini, 2005: 93) mengemukakan bahwa metode ceramah identik dengan apa yang dikenal Instructor-Centered Method. Hal ini terjadi karena pengajar atau guru adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadap penyampaian materi kepada siswa, sehingga arah komunikasi cenderung hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa. Berkaitan dengan ini, Bligh (Zaini, 2005: 9) berpendapat bahwa sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, metode ceramah adalah metode yang tetap baik digunakan. Selanjutnya dia berpendapat: (1) Metode ceramah sama baiknya dengan metode yang lain, khususnya jika itu digunakan untuk menyampaikan informasi, akan tetapi tidak lebih baik (2) Pada umumnya, metode ceramah tidak seefektif metode diskusi, jika digunakan untuk menggugah pendapat siswa (3) Jika tujuan pembelajaran adalah mengubah sikap, maka sebaiknya tidak menggunakan metode ceramah (4) Ceramah tidak efektif jika digunakan untuk mengajar keterampilan.

(13)

Sagala (2006: 201) mengemukakan bahwa ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskann uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar dan audio visual lainnya. Metode ceramah ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) metode ceramah tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah sehingga proses menyerap pengetahuannya kurang tajam (2) metode ceramah kurang memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk mengembangkan keberanian mengemukakan pendapatnya (3) pertanyaan lisan dalam ceramah kurang dapat ditangkap oleh pendengaran, apalagi jika menggunakan kata-kata asing.

Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa metode ceramah ialah suatu cara pemberian pelajaran dengan melalui penuturan secara lisan oleh guru dalam kelas, yang bertujuan untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan luas.

Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, metode ceramah paling populer dikalangan guru. Metode ceramah tidak harus dihilangkan sama sekali, melainkan bagaimana menggunakan metode ceramah yang efektif dan efisien. Menurut Sagala (2006: 202) agar metode ceramah berjalan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) metode ceramah digunakan jika jumlah peserta didik cukup banyak (2) metode ceramah dipakai jika guru akan memperkenalkan materi pelajaran baru (3) sebaiknya metode ceramah diselingi oleh penjelasan melalui gambar dan alat-alat visual lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun metode yang digunakan dalam pelatihan ini berpolakan button-up dengan melalui metode: (1) Ceramah dan tanya jawab untuk menyampaikan materi dasar

Berdasarkan telaah kerangka pemikiran diatas penulis berasumsi bahwa radikalisme yang berujung pada kekerasan yang terjadi diakibatkan oleh ketidakadilan dan

Bidan yang menjalankan praktek harus mempunyai peralatan minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harus tersedia di tempat prakteknyai. Peralatan yang wajib dimiliki

Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Metadhos”. Kata ini berasal dari dua suku kata yaitu metha yang berarti melalui dan hodhos berarti jalan atau cara.

Dalam grafik tersebut terlihat bahwa minat masyarakat Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk untuk melakukan olahraga bersepeda di masa pandemi Covid-19 ada pada

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUANI. PROLAPS UTERI

Komponen-komponen ilmu di atas dipelajari agar mahasiswa mampu memahami, menganalisa, menginterpretasi dan menentukan diagnosa, prognosa serta rencana perawatan