• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEPIAN PADA LANSIA DI ACEH THE DESCRIPTION OF FACTORS INFLUENCING LONELY OF ELDERLY IN ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEPIAN PADA LANSIA DI ACEH THE DESCRIPTION OF FACTORS INFLUENCING LONELY OF ELDERLY IN ACEH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEPIAN

PADA LANSIA DI ACEH

THE DESCRIPTION OF FACTORS INFLUENCING LONELY OF ELDERLY IN

ACEH

Andi Mulyadi1, Juanita2

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2 Bagian Keilmuan Keperawatan Gerontik Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

E-mail: Andimulyadi194@gmail.com, Tatapsik.nad@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada lansia yaitu kesepian. Kesepian merupakan perasaan tersisihkan dari orang lain, kelompoknya, merasa tidak diperhatikanoleh orang-orang disekitarnya. Hal tersebut dipengaruhi karena adanya perasaan rendah diri, tidak diperdulikan oleh keluarga dan rendahnya spiritualitas lansia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor psikologis, faktor kebudayaan dan faktor spiritual yang mempengaruhi kesepian pada lansia. Jenis penelitian ini deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh lansia yang tinggal di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh berjumlah 65 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling berjumlah 41 responden. Alat pengukuran data berupa kuesioner dengan 15 item pernyataan dalam bentuk skala likert dengan menggunakan metode wawancara terpimpin. Hasil analisis data penelitian dapat diketahui bahwa: sebagian besar lansia memiliki faktor psikologis yang baik (78,0%), memiliki faktor kebudayaan dan situasional yang baik (51,2%), dan sebagian besar memiliki faktor spiritual yang baik (97,6%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor psikologis, kebudayaan dan situasional serta spiritual tidak berpengaruh terhadap kesepian pada lansia.Oleh karena itu diharapkan kepada keluarga lansia agar lebih memperhatikan lansia dan meningkatkan dukungan keluarga (family support) selama lansia tinggal dipanti.

Kata kunci : Lansia, kesepian, faktor yang mempengaruhi ABSTRACT

One of physiological problems faced by the elderly is loneliness. Loneliness is a feeling of being ignored or isolated from the others because being away of the group, having insufficient attention from surrounding people. It is influenced by having unconfident, being neglected by family, and having low quality of spiritual. Therefore, this study aims to determine the description of the psychological factors influencing loneliness in the elderly. It is a descriptive study. The population were all aged-people who are living in the Technical Implementation Unit (UPTD) Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh which were about 65 people. The sampling technique used in this study was purposive sampling and there were 41 selected respondents as the sample. The research instrument used was questionnaire consisting 15 questions with Likert Scale. The data collection technique used in this research was guided interview. Based on the data analysis, it was found that most of physiological factors of the elderly are in good category (78.0%), and most of them are in good category in cultural and situational factors (51.2%), and spiritual factors are also in good category (97.6%). The results show that the physiological, cultural, and situational factors does not affect the loneliness experienced by the elderly. Therefore, it is suggested that family provide support to the elderly as long as they are being treated at the nursing home.

(2)

2 PENDAHULUAN

Di dunia, peningkatan persentase lansia akan meningkat setiap tahunnya dan angka beban tanggungan juga semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah populasi lansia. Pada tahun 2013 sekitar 13,4%, tahun 2050 diprediksikan akan meningkat menjadi 25,3% dan tahun 2100 yang akan datang menjadi 35,1% (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data kementrian kesehatan Republik Indonesia (2015), jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 12.740.265 jiwa, jumlah ini tergolong besar dan membuktian bahwa angka harapan hidup lansia di Indonesia semakin tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh tahun (2015), jumlah lansia saat ini dengan rentang usia lebih dari 65 tahun mencapai 188.100 jiwa dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya, hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah lansia pada tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2010-2014.

Proses penuaan merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah, proses tersebut akan memberi dampak pada kemunduran fisik dan psikologis (Azizah, 2011). Perubahan psikologis dan psikososial yang terjadi pada lansia meliputi mental dan emosional, dimana sering muncul perasaan pesimis, timbul perasaan tidakaman, cemas dan kesepian (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2011, p.153). Sejak awal kehidupan sampai lanjut usia setiap orang memiliki kebutuhan akan psikologis. Kebutuhan tersebut diantaranya lansia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tergantung pada lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia (Setiati, 2005, p.132).

Pada umumnya masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah

kesepian. Dengan seiring meningkatnya jumlah lansia maka angka kesepian pun semakin besar, diperkirakan 50% lansia kini menderita kesepian (Rahmi, 2015, p.258). Kesepian merupakan perasaan tersisihkan, terpencil dari orang lain karena merasa berbeda dengan orang lain, tersisih dari kelompoknya, merasa tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, terisolasi dari lingkungan serta tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan pengalaman (Sampao, 2005).

Fenomena kesepian pada lanjut usia yang merupakan masalah psikologis dapat dilihat dari: Sudah berkurangnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak, berkurangnya teman atau relasi akibat kurangnya aktifitas diluar rumah, kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak, meninggalnya pasangan hidup, ditinggalkan anak-anak karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi diluar kota atau meninggalkan rumah untuk bekerja, anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri (Septiningsih, 2012).

Secara umum terdapat tiga faktor penyebab kesepian, diantaranya faktor psikologis yaitu harga diri rendah pada lansia disertai dengan munculnya perasaan-perasaan negatif seperti perasaan takut, mengasihani diri sendiri dan berpusat pada diri sendiri. Faktor kebudayaan dan faktor situasional yaitu terjadinya perubahan dalam tata cara hidup dan kultur budaya dimana keluarga yang menjadi basis perawatan bagi lansia kini banyak yang lebih menitipkan lansia ke panti dengan alasan kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia serta faktor spiritual yaitu agama seseorang dapat menghilangkan kecemasan seseorang dan kekosongan spiritual seringkali berakibat kesepian (Mubarok,2006). Selain ketiga faktor di atas ada faktor pendukung lain (Mariani & Kadir, 2007), yang secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya kesepian pada lansia yaitu sarana prasarana atau fasilitas yang disediakan oleh panti, berbagai aktivitas dari mulai aktivitas yang

(3)

3 berhubungan dengan kebutuhan dasar

maupun bimbingan-bimbingan terapi dari perawat atau pekerja sosial itu sendiri sebagai orang yang berperan memberikan perawatan selama lansia tinggal di panti.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kesepian pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh”. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh berjumlah 65 orang yang berusia 56 – 89 tahun. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan criteria sampel dalam penelitian ini adalah: Lansia yang

berumur

55 tahun keatas, dapat

berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden, tidak mengalami gangguan kognitif berat, mengalami kesepian rendah, sedang dan berat, berada ditempat pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan criteria sampel dari 65 orang lansia, 14 mengalami kerusakan kognitif berat dan 10 tidak mengalami kesepian sehingga jumlah sampel menjadi 41 orang lansia.

HASIL

Data yang diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 41 responden adalah sebagai berikut:

Berdasarkan table 1, didapatkan jumlah sampel data bahwa sebagian besar responden berada pada umur lansia lanjut (>65) tahun (85,4%). Jenis kelamin lebih banyak perempuan (65,9%), dengan status perkawinan adalah janda (65,9%). Dan sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (46,3%).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Demografi Lansia (N=41) N o Data Demografi Frekuens i Persentas e 1. Usia a. Lanjut usia (55-64 tahun) b. Lanjut usia (>65 tahun) 6 35 14,6 85,4 2. JenJenis Kelamin a. Laki-laki b. PerempuanP 14 27 34,1 65,9 3. Status Perkawinan a. Janda b. Duda 27 14 65,9 34,1 4. . Pendidikan Terakhir a. Tidak Sekolah b. SD/MI Sederajat c. SLTP Sederajat d. Perguruan Tinggi 10 19 11 1 24,4 46,3 26,8 2,4 Total 41 100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Gambaran Fungsi Kognitif pada Lansia (N=41)

Berdasarkan tabel 2, jumlah kerusakan kognitif lansia terbanyak dominan pada rentang kerusakan kognitif sedang (36,6%). No Kategori Kognitif Frekuensi Persentase 1. Kerusakan kognitif utuh 13 31,7 2. 3. Kerusakan kognitif ringan Kerusakan kognitif sedang 13 15 31,7 36,6 Total 41 100

(4)

4 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran

Tingkat Kesepian pada Lansia (N=41) No Kategori Tingkat Kesepian Frekuensi Persentase 1. 2. 3. Kesepian ringan Kesepian sedang Kesepian berat 23 11 7 56,1 26,8 17,1 Total 41 100

Berdasarkan tabel 3, di atas menunjukkan bahwa, tingkat kesepian pada lansia terbanyak dominan pada kesepian ringan yaitu 23 dengan persentase (56,1%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Gambaran Faktor Psikologis pada Lansia (N=41)

No Kategori Faktor Psikologis Frekuensi Persentase 1. Baik 31 78,0 2. Kurang 10 22,0 Total 41 100 Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa, sebagian besar lansia memiliki faktor psikologis baik (78,0%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Gambaran Faktor Kebudayaan dan Situasional (N=41)

No Kategori Kebudayaan & Situasional Frekuensi Persent ase 1. Baik 21 51,2 2. Kurang 20 48,8 Total 41 100

Berdasarkan tabel 5, di atas menunjukkan bahwa, lansia memiliki faktor kebudayaan dan situasional baik (51,2%). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Gambaran Faktor Spiritual pada Lansia (N=41)

No Kategori Frekuensi Persentase

1. Baik 40 97,6

2. Kurang 1 2,4

Total 41 100

Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa, sebagian besar lansia memiliki faktor spiritual baik (90,2%).

PEMBAHASAN

Gambaran Faktor Psikologis Pada Lansia Hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa mayoritas responden berada pada kategori baik untuk faktor psikologis yaitu 32 responden (78,0%). Sehingga faktor psikologis tidak berpengaruh terhadap kesepian yang terjadi pada lansia. Menurut Christie, 2007 dalam (Juniartidkk, 2008) faktor psikologis bisa terjadi karena merasa takut untuk membangun persahabatan atau membangun hubungan dengan orang lain dan yang kedua adanya perasaan sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena merasa segan, takut tidak pernah cocok dan jika merasa cocok harus dalam waktu yang lama. Penelitian ini didukung oleh Amalia, (2013) kemukakan, bahwa kesepian berhubungan dengan masalah psikologis, ketidakpuasan dengan keluarga dan hubungan sosial. Sebagai manusia yang tumbuh kian menua, kurang akan hubungan dengan orang lain dapat mengakibatkan kesepian. Banyak orang beranggapan bahwa kesepian adalah sebagai akibat dari hidup sendiri, kurangnya hubungan dengan keluarga, teman dan kerabat dekat atau ketidakmampuan untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas komunitas lokal. Ketika ini terjadi dengan kombinasi dengan ketidakmampuan fisik maka kesepian ini biasanya muncul.

Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Jurniati dkk, (2008) dapatkan bahwa salah satu faktor psikologis yang menyebabkan kesepian adalah karena sebagian lansia hanya berinteraksi dengan sesama lansia yang tinggal satu wisma saja dan sebagian lansia kurang menyukai berinteraksi dengan penghuni wisma lain dengan alasan ketakutan akan terjadinya konflik dengan sesama lansia dan sulitnya

(5)

5 untuk menciptakan kecocokan dengan lansia

yang lain yang tinggal di panti namun berbeda wisma. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa 69,5%, lansia mengalami kesepian ringan. Dan untuk jenis kesepian maka didapatkan hasil bahwa sebagian besar lansia mengalami kesepian emosional yaitu dengan Persentase 49,4%.

Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Septiningsih, (2012) dimana faktor kesepian emosional lansia disebabkan oleh kehilangan integrasi sosial baik tidak adanya teman berkomunikasi, maupun adanya keengganan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lake (1986) dalam Septiningsih, (2012), menyatakan bahwa kesepian timbul karena hilangnya kontak atau komunikasi dengan orang lain terutama orang yang dicintai, juga tidak terpenuhinya kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain karena berbagai alasan. Penelitian ini juga menemukan terdapatnya kesepian sosial yang ditunjukkan dengan menarik diri (tidak berhubungan sosial dengan dunia luar). Hal itu menunjukkan rendahnya kualitas diri seperti yang memiliki kualitas negatif atau memberikan penilaian negatif terhadap dirinya sendiri.Individu yang memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri cenderung mempunyai sifat pemalu, rendah diri, canggung, tidak menarik, tidak diinginkan, perasaan terasing, kurang percaya diri, ketakutan dan merasa bersalah.

Hal tersebut, terjadi karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kesepian pada lansia diantaranya (Mariani & Kadir, 2007) kurangnya sarana dan prasarana atau fasilitas yang disediakan dipanti tidak sesuai dengan kebutuhan lansia sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan hal yang bermanfaat seperti belajar anyaman bagi lansia perempuan atau bercocok tanam bagi lansia laki-laki. Selain itu, kurangnya aktivitas atau bimbingan-bimbingan terapi seperti senam lansia maupun terapi lain juga mempengaruhi kesepian pada lansia.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa, lansia merasa kesepian di UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh bukan karena faktor psikologis, melainkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kesepian pada lansia seperti sarana dan prasana ataupun aktivitas-aktivitas terapi senam lansia yang kurang berfungsi secara rutin.

Gambaran Faktor Kebudayaan Dan Situasional Pada Lansia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sebagian responden berada pada kategori baik (51,2%). Keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai misalnya anak, teman sebaya, kehilangan pasangan hidup lansia yang meninggal dunia dan kondisi yang diharuskan tinggal di Panti Werdha dikarenakan keluarga tidak mampu untuk merawat lansia. Secara bertahap penyesuaian keadaan ini dapat menambah perasaan kesepian yang merekaalami (Gunarsa, 2009).

Hal ini dapat disebabkan karena status pernikahan lansia dimana sebanyak 65,9% lansia berstatus janda dan 34,1% lansia berstatus duda. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Septiningsih, (2012) dimana faktor yang memunculkan kesepian pada lansia karena hilangnya figur kasih sayang yang diterima dari seorang suami, istri ataupun anaknya, sehingga lansia merasa tidak tempat untuk berbagi rasa dan pengalaman. Hal lain juga dikemukakan oleh Septiningsih, (2012) perubahan situasi seperti meninggalnya suami atau istri dan hidup dipanti seorang diri tanpa adanya keluarga bisa juga merupakan faktor terjadinya kesepian

Dukungan sosial keluarga juga mempengaruhi kesepian.Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional,

(6)

6 seperti anggota keluarga dan kerabat dekat

(Gunarsa, 2009).

Selain itu, tempat bisa juga mempengaruhi kesepian pada lansia. Hal inimenjadikan Panti werdha merupakan alternative terakhir yang dipilih oleh lansia sebagai tempat tinggal, diketahui lansia seharusnya berkumpul dengan keluarganya tetapi ditempatkan di panti werdha dan terdapat pula yang menginginkan untuk tinggal karena tidak mempunyai tempat tinggal dan keluarga, perasaan jauh dari keluarga dan rasa terbuang dari orang-orang yang disayangi akan membuat lansia merasa tersisih atau kesepian (Rosita, 2012). Sementara, penempatan di panti werdha memicu munculnya kesepian sekalipun mereka hidup bersama sejumlah penghunilainnya (Gunarsa, 2009)

Hasil ini sesuai dengan penelitian Damayanti Y, (2015), Hasil penelitian didapatkan tingkat kesepian lansia dari 30 lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya terdapat 8 responden (26,7%) tidak kesepian, 13 responden (43,3%) kesepian rendah, 6 responden (20%) kesepian sedang, dan 3 responden (10%) kesepian berat. Sedangkan, hasil penelitian didapatkan hasil tingkat kesepian lansia dari 38 lansia di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik terdapat 22 responden (57,9%) tidak kesepian, 11 responden (28,9%) kesepian rendah, 5 responden (13,2%) kesepian sedang dan tidak ada responden (0%) kesepian berat. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga (Damayanti, 2012).

Lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya rata - rata mengalami tingkat kesepian rendah berjumlah 13 orang (43,3%). Lansia yang mengalami kesepian rendah di panti werdha dikarenakan lansia tersebut rata - rata memiliki konflik hubungan yang kurang baik dengan keluarga mereka, awalnya mereka tinggal di panti

rata-rata bukan karena keinginan lansia sendiri, tetapi karena permintaan anak - anaknya dan cucunya dikarenakan anak dan cucunya tidak mampu merawat lansia yang tidak lain adalah orang tua dan neneknya sendiri. Lansia merasa ditinggalkan dan terasing dari keluarga mereka, terkadang mereka merindukan keluarga mereka dan ingin tinggal di rumah yang dulu, di sisi itu keinginan tinggal dengan anaknya ada tapi dia berusaha mandiri dengan tidak ingin menjadi beban keluarga jika lansia tinggal dengan keluarganya (Damayanti, 2012). Gambaran Faktor Spiritual Pada Lansia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa faktor spiritual merupakan bukan penyebab terjadinya kesepian akan tetapi, justru faktor spiritual merupakan terapi untuk menghilangkan rasa kesepian. hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan, hampir semua responden di UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh berada pada kategori baik untuk faktor spiritual. Coping yang paling menonjol untuk mengatasi kesepian pada lansia adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah, misalnya mengikuti pengajian.

Hal itu didukung oleh Koening 1998 dalam Septiningsih, (2012) yaitu orang berusia lanjut lebih tertarik pada aktivitas yang berhubungan dengan sosial keagamaan. Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, bagi usia lanjut yang diteliti dengan mendekatkan diri kepada Allah, hatimenjaditentram. Hal ini didukung oleh hasil studi dari Seybold &Papalia, (2008) dalam Septiningsih, (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara religius atau spiritual dengan well being, kepuasaan pernikahan dan keberfungsian psikologis yang baik.

Ditinjau dari segi budaya, Penduduk asli Aceh yang berdomisili di Aceh masih 100% beragama Islam. Banyak masyarakat yang masih mengklaim bahwa Aceh

(7)

7 samadengan Islam, disini maksudnya adalah

masyarakatnya yang sangat tinggi menganut nilai-nilai syariat islam (Amiruddin, 2006).

Pengaruh agama Islam yang kuat menyebabkan pola pikir, sikap dan perilaku masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari sedapat mungkin disesuaikan dengan kaidah-kaidah Islam. Hal ini terlibat dalam kehidupan sosial budaya Aceh yang tercakup berbagai unsurnya telah diwarnai dengan ajaran Islam mulai dari berbagai permasalahan duniawi semuanya dikembalikan kepada sang pencipta karena segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah yang mana hak dan batil (Sufi &Wibowo, 2004). Oleh karena itu masyarakat aceh khususnya lansia jarang mengalami kesepian yang berdampak pada kesehatan fisik yang serius karena mekanisme coping spiritual sangat tinggi.

Ditinjau dari segi umur lansia yang rata-rata tinggal di UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh berada di atas 65 tahun sebanyak (85,4%). Hal ini Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso, (2011), pertumbuhan usia tingkat spiritual lansia semakin matur, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari lansia. Walaupun demikian, lansia masih juga mengalami kesepian dikarenakan kurangnya dukungan dari keluarga.

Spiritualitas sebagai energi yang menghubungkan masa lanjut usia untuk mengenal dirinya lebih dalam dan merasa terhubung dengan Tuhan dan alam semesta sehingga memunculkan perasaan damai dan bahagia pada diri lansia. Sejalan dengan teori Lubis, (2002) yang menyatakan bahwa agama mempunyai makna yang penting bagi manusia karena iman dapat berfungsi sebagai penghibur dikala duka menjadi sumber kekuatan batin pada saat menghadapi kesulitan, pemicu semangat dan harapan berkatdoa yang dipanjatkan, pemberi sarana aman karena merasa selalu berada dalam lindunganNya, penghalau rasa takut karena merasa selalu dalam pengawasanNya, tegar menghadapi masalah karena selalu ada

petunjuk melalui firman-firman-Nya, menjaga kemuliaan moral dan berprilaku baik terhadap lingkungan sebagaimana dicontohkan pararasul-Nya. Dengan tetap terjaga hubungan baik antara makhluk dan Pencipta-nya, diharapkan adanya keseimbangan sikap realistis terhadap dunia dan kebutuhan spiritual, sehingga perasaan negatif yang sering muncul pada lansia seperti kesepian dapat dihindari.

Berdasarkan hasil penelitian di UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang Banda Aceh sebagian besar lansia hanya mengalami kesepian ringan (56,1%), hasil penelitian ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Septiningsih, (2012) bahwakesepian dapat diatasi dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian lain Herliawati dkk, (2012) tentang pengaruh pendekatan spiritual terhadap tingkat kesepian pada lanjut usia dipanti sosial tresna werdha waratama kelurahan timbangan kecamatan indralaya utara dengan hasil penelitian didapatkan bahwa Berdasarkan analisis menggunakan uji Marginal Homogeneity dengan tingkat kemaknaan α=0,05 diperolehnilai p sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa p value (probabilitas) ≤0,05 yang berarti terdapat perbedaan tingkat kesepian sebelum dan setelah pendekatan spiritual dan ini menunjukkan adanya pengaruh pendekatan spiritual terhadap tingkat kesepian. Hasil penelitian sebelum dilakukan pendekatan spiritual menunjukkan bahwa dari 19 orang responden terdapat 4 orang (21,1%) dengan tingkat kesepian ringan, 9 orang (47,4%) dengan tingkat kesepian sedang dan 6 orang (31,6%) dengan tingkat kesepian berat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di panti werdha mengalami kesepian.Sejalan dengan yang diungkapkan Gunarsa bahwa masalah kesepian sering terjadi pada lansia yang tinggal di PantiWerdha. Hal tersebut dapat terlihat saat dilakukannya wawancara dan hasil penelitian setelah dilakukan pendekatan spiritual menunjukkan bahwa

(8)

8 dari 19 orang responden terdapat 1 orang

(5,3%) dengan tingkat kesepian sedang, 15 orang (78,9%) dengan tingkat kesepian ringan, dan 3 orang (15,8%) yang tidak kesepian. Tidak didapatkan responden dengan tingkat kesepian berat.Hal ini menunjukkan terjadi perubahan tingkat kesepian sebelum dan setelah diberikan pendekatan spiritual.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa, faktor spiritual bukan penyebab terjadinya kesepian akan tetapi, justru faktor spiritual merupakan terapi untuk menghilangkan rasa kesepian.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tingkat faktor psikologis, kebudayaan dan situasional serta spiritual lansia yang kesepian sebagian baik. Sehingga faktor tersebut bukan menjadi penyebab terjadinya kesepian pada lansia. Diharapkan kepada keluarga lansia untuk lebih memperhatikan keadaan lansia dan memberikan dukungan selama lansia.

REFERENSI

Amalia, A. D. (2013). Kesepian dan

isolasi social yang dialami lanjut

usia : Tinjauan dari perspektif

sosiologi.Pusat Penelitian dan

Pengembangan

Kesejahteraan

Sosial Kementerian Sosial RI,

18(2), 204-205.

Amiruddin, M. H. (2006). Aceh dan

Serambi Makkah. Yayasan PeNA:

Banda Aceh

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Badan Pusat Statistik. (2015). Aceh dalam

angka 2015 : Aceh in figure. BPS Provinsi Aceh

Damayanti, Y. (2015). Perbedaan

tingkat kesepian lansia yang

tinggal di Panti Werdha dan di

rumah

bersama

keluarga.

STIKES Hang Tuang Surabaya

Gunarsa, S.D. (2009).Dari anak sampai

usia lanjut: Bunga rampai

pikolog I perkembangan. Jakarta:

BPK Gunung Mulia

Herliawati, Maryatun, S., & Herawati, D.

(2012). Pengaruh pendekatan

spiritual terhadap tingkat kesepian

pada lanjut usia dipanti sosial

tresna

werdha

warga

tama

kelurahan timbangan kecamatan

indralaya utara. Dikutip pada tgl

31 Maret 2016

Juniarti, dkk. (2008). Gambaran Jenis

dan Tingkat Kesepian Pada

Lansia Di Balai Panti Sosial

Tresna

Wedha

Pakutandang

Ciparay Bandung. Dikutip pada

tgl 23 November 2015 dari

:http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/

Kadir & Mariani. (2007). Panti werdha

sebuah pilihan. Dikutip pada tgl 3

Desember

2015

dari

:http://subhankadir.wordpress.co

m

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta :Kementrian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. (2014).

Situasi dan analisis lanjut usia.

Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI 2014

(9)

9

fakultas kedokteran. Universitas

Indonesia

Mubarak, W.I., Chayati, N., &Santoso,

B.A. (2011). Ilmu keperawatan

komunitas :konsep dan aplikasi.

Jakarta: Salem baMedika

Mubarok.(2006).

Faktor

psikososial

dalam kejiwaan. Jakarta: Ikatan

Ahli Indonesia

Rahmi.(2015).

Gambaran

tingkat

kesepian pada lansia di panti

tresna werdha pandaan. Seminar

psikologi & kemanusian,

978-979-796-324-8, 257-259

Rosita. (2012),Stressor Sosial Biologi

Lansia Panti Werdha Usia dan

Lansia

Tinggal

Bersama

Keluarga. Jurnal Bio Kultur, Vol

1 No. 1 Hal 43-52

Sampao, Pornpen. (2005). Relationship

of health status, family relations

and loneliness to depression in

older adult. Thesis. Psychiatric

and Mental Health Nursing:

Mahidol University

Septiningsih, D. S., & Nai’mah, T.

(2012) Kesepian pada lanjut usia :

Studi tentang bentuk, faktor

pencetus dan strategi koping.

Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Purwokerto

SetiatiSiti,

(2005).

Genartri

dan

permasalahannya, dikutip dari

http://www.kompas.com

Gambar

Tabel  2.  Distribusi  Frekuensi  Gambaran   Fungsi Kognitif pada Lansia (N=41)
Tabel  5.  Distribusi  Frekuensi  Gambaran  Faktor Kebudayaan dan Situasional (N=41)

Referensi

Dokumen terkait

Peserta yang mengikuti Ujian Ulang (Ujian Tulis Lokal, Ujian Tulis Nasional ) dan wajib hadir tepat waktu & membawa Format A1 dan wajib hadir tepat waktu.. Peserta Ujian Ulang

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

“Segolongan dari ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri dan mereka tidak menyadarinya.” (Ali ‘Imran: 69)

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen yaitu frekuensi apat komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite audit, frekuensi rapat komite

Analisis usaha yang dilakukan pada usaha budidaya ikan mas di Desa Sumur Gintung dilakukan dalam kurun waktu satu tahun untuk jenis usaha pembenihan, pendederan

Diatas telah diutarakan, bahwa Kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia dan sebagai kerajaan Hindu. Dengan pesatnya perkembangan Islam di Gowa, Tallo dan terutama Sombaopu, maka