• Tidak ada hasil yang ditemukan

PINTU:Pusat Penjaminan Mutu P ISSN Volume 2 No 1, April 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PINTU:Pusat Penjaminan Mutu P ISSN Volume 2 No 1, April 2021"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

39

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

Penjaminan Mutu Pendidikan Bahasa Bali Pada Generasi Digital dan Relevansinya Pada Masa Pandemi Covid-19

Oleh

I Gusti Agung Rai Jayawangsa STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Gunganang@gmail.com

Abstract

The assurance of the quality of Balinese language education in the digital generation and its relevance during the Covid 19 pandemic is that Balinese language education should be adapted to the character of the digital generation. Digital generation has the character of 1) Dependent on Technology, 2) Democratic 3) Creative, 4) Ambitious, 5) Instant. The COVID-19 pandemic is a digital learning milestone in accordance with the characteristics of the digital generation. Efforts to guarantee the quality of Balinese language learning in the digital generation can be done by ensuring teachers have innovative, adaptive and collaborative characters.

Keywords: Quality Assurance, Digital Generation, Covid-19 Pandemic Period

I. PENDAHULUAN

Keberadaan bahasa daerah, khususnya dalam hal ini Bahasa Bali dirasa telah mengalami pergeseran kedudukan dari yang dulunya adalah bahasa Ibu (pertama) menjadi bahasa kedua bahkan mungkin ketiga. Hal ini tentu tidak terlepas dari kuatnya arus perkembangan globalisasi. Gempuran teknologi, lalu lalang antar suku, antar ras yang dibonceng oleh gerbong pariwisata turut andil dalam pergeseran ini.

Penurunan pengguna Bahasa Bali dikalangan muda mengalami penurunan 20% (gatra.com) ini merupakan masalah yang serius. Jika dibiarkan tidak mungkin dari tahun-ketahun prosentase penurunan akan semakin membesar, dan terjadi generasi buta akan Bahasa Bali. Sebagai bentuk antisipatif dari kejadian tersebut, pemerintah Provinsi Bali secara politis membuat aturan untuk penyelamatan Sastra, Aksara dan Bahasa Bali. Hal tersebut tertuang dalam pergub No. 80 Tahun 2018 tentang perlingungan Bahasa Aksara dan Sastra Bali. Lantas apakah pergub tersebut dengan serta merta menyelamatkan generasi muda dalam meninggalkan bahasa ibunya? jawabanya bisa iya bisa tidak.

Sesungguhnya pergub tersebut adalah upaya dini yang dilakukan pemerintah untuk orang menggunakan bahasa bali, semarak bulan bahasa bali, penggunaan aksara bali pada papan-papan nama perusahaan, kantor negeri maupun swasta, penggunaan bahasa bali pada hari kamis dan purnama maupun tilem telah memberi oase yang menyatakan bahasa bali mash eksis, dan pemerintah hadir pada saat itu. Namun Pergub tersebut tetaplah peraturan yang tidak dapat mengatur individu seseorang dalam menggunakan bahasa bali. Mungkin saja pergub dapat mengatur kantor dalam membuat papan nama aksara, mengatur dan menghimbau hari-hari apa saja untuk berbahasa bali, namun penghuni kantor tersebut belum tentu paham beraksara bali, dan mau berbahasa bali. Selain itu lingkaran terkecil interaksi

PINTU:Pusat Penjaminan Mutu

P ISSN 2746-7074 Volume 2 No 1, April 2021

(2)

40

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

social yaitu keluarga tidak dapat disentuh oleh aturan pergub tersebut. Ini menandakan pergub saja tidak cukup untuk membuat bahasa bali tetap ajeg. Maka perlu dilakukan cara-cara yang komperhensif untuk meningkatkan minat generasi muda dalam menggunakan Bahasa Bali. Selain pergub perlindungan Bahasa Bali, upaya yang patut dilakukan dan menyasar langsung generasi muda (pelajar) system pembelajaran siswa pada mata peljaran Bahasa Bali perlu mendapat perhatian khsus. Kompetensi guru diharapkan mengikuti perkembangan zaman seiring dengan timbulnya generasi-generas yang melek akan teknologi. Lebih –lebih pada masa Pandemi Covid-19 seperti saat ini, kompetensi guru diuji dalam melakukan transfer ilmu kepada peserta didiknya yang notabene melakukan pembelajaran via daring.

Semenjak pandemi covid 19 merebak selama satu tahun lebih, proses belajar mengajar secara tatap muka dihenikan oleh pemerintah. Digantikan dengan proses pembelajaran dari rumah sebagai bentuk aplikasi WFH (Work From Home). Tentu saja kegiatan ini adalah ritual baru dalam proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam mengajar menggunakan teknologi diuji. Penjaminan mutu proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran Bahasa Bali perlu difikirkan dan diimplementasikan guna mendapatkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Mau tidak mau guru harus beradaptasi pada perkembangan teknologi dan perkembangan keterampilan generasi milenial.

Membicarakan mengenai generasi, terdapat beberapa pengertian generasi mnurut para ahli. Menurut Manheim (1952) generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis yang sama Manheim menjelaskan bahwa individu yang menjadi bagian dari satu generasi, adalah mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu 20 tahun dan berada dalam dimensi sosial dan dimensi sejarah yang sama. Secara spesifik Ryder (1965) mengembangkan teori tersebut yang mengatakan bahwa generasi adalah agregat dari sekelompok individu yang mengalami peristiwa – peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Berdasarkan pengertian-pengertian generasi tersebut, definisi generasi menjadi berkembang, salah satunya adalah definisi menurut Kupperschmidt’s (2000) yang mengatakan bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian – kejadian dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan dalam fase pertumbuhan mereka.

Neil Howe dan William Strauss pada tahun1991. Howe & Strauss (1991, 2000) rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian – kejadian historis. Pembagian generasi tersebut juga banyak dikemukakan oleh peneliti – peneliti lain dengan label yang berbeda – beda, tetapi secara umum memiliki makna yang sama. Sebagai contoh menurut Martin & Tulgan (2002) Generasi Y adalah generasi yang lahir pada kisaran tahun 1978, sementara menurut Howe & Strauss (2000) generasi Y adalah generasi yang lahir pada tahun 1982, Perbedaan tersebut terjadi dikarenakan peneliti pelakukan penelitian diwilayah yang berbeda dan memiliki latar sejarah yang berbeda pula berikut tabel perbedaan perbedaan generasi tersebut. Dari perngertian tersebut dapat ditarik satu garis lurus bahwa generasi dapat dibedakan menjadi seperti berikut:

(3)

41

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

Berdasarkan table pembagian diatas dapat diambil premis bahwa pembagian generasi terjadi berdasarkan dua factor yaitu factor demografi atau kelahiran dan factor sosiologis atau kejadian-kejadian yang dialami oleh seseorang dalam waktu yang hampir bersamaan. Sebut saja Generasi Baby Boomers (kelahiran 1940an) lahir pada masa – masa perang dunia ke II dimana masa muda pemuda saat itu dinuansai dengan persingan kompetitif pekerja keras. Generasi X (kelahiran tahun 60an-70an) adalah generasi yang memilki sifat mandiri karena ia dibesarkan oleh orang tua generasi baby boomers yang gila kerja. Generasi Y (Kelahiran tahun 80an – 90an) adalah generasi yang telah mengalami perkembangan teknologi yang sangat kuat. Pada generasi inilah internet mulai digunakan untuk kepentingan hidup manusia. Generasi Y sering disebut juga dengan genrasi milenial (kelahiran tahun 80an-90an) adalah generasi yang memanfaatkan teknologi dengan baik, mereka kreatif, disiplin seimbang antara pekerjaan dngan hobinya. Generasi Z (kelahiran tahun 2000) adalah generasi yang bergantungn pada teknologi khususnya internet dan gadget (gawai pintar) mereka cenderung menginginkan hasil yang instan, keras kepala, namun mereka kreatif. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan generasi Y dan Generasi X adalah generasi digital yang dalam kesehariannya memanfaatkan teknologi internet dalam menunjang pekerjaanya.

Mengenai penelitian yang membahas generasi seperti yang disebutkan diatas, peneliti merujuk ada beberpa penelitian yang telah dilakukan diantaranya. Penelitian Yanuar Surya Putra yang diterbitkan pada jurnal Among Makarti dengan judul Theoritical Review :

Teori Perbedaan Generasi. Dalam penelitian tersebut dinyatakan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik yang signifikan antara generasi Z dengan generasi lainnya, salah satu faktor utama yang membedakannya adalah penguasaan informasi dan teknologi. Bagi generasi Z informasi dan teknologi merupakan hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana akses informasi khususnya internet telah menjadi budaya global, sehingga mempengaruhi nilai, pandangan dan tujuan hidup mereka. Munculnya generasi Z juga akan menimbulkan tantangan baru pada praktik manajemen dalam organisasi, terutama untuk praktik manajemen sumber daya manusia.

Sumber Label

Tapscott (1998) - Baby Boom Generation (1946-1964) Generation X (1965-1979) Digital generation (1976-2000) -

Howe & Straus (2000) Silent Generation (1925-1943) Boom Generation (1943-1960) 13th Generation (1961-1981) Milenial Generation (1982-2000) - Lancaster & Stillman (2002) Traditionalist (1900-1945) Baby Boomers (1946-1964) Generation X (1965-1977) Millenials (1978-2000) - Oblinger & Oblinger (2005) Matures (< 1946) Baby Boomers (1974-1964) Generation X (1965-1980) Gen Y/Net Gen (1981-1995) Gen Z (1995-Sekarang)

(4)

42

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

Penelitian kedua adalah penelitian Berta Lubis dan Sunasih Mulyaningsih yang berjudul “Keterkaitan Bonus Demografi dengan Teori Generasi yang diterbitkan oleh Jurnal Registratie. Hasil penelitian tersebut menyatakan Teori generasi Strauss-Howe, memberikan gambaran munculnya generasi Alfa yang akan berdampak luas terhadap kondisi kehidupan manusia pada umumnya. Dengan menggunakan kajian pustaka yang dikumpulkan dari berbagai sumber baik dalam jejaring (online) maupun di luar jejaring (offline), dilengkapi dengan wawancara dan diskusi dengan pihak terkait, diperoleh gambaran yang lebih memadai. Hasilnya menunjukkan bahwa teori gernerasi Strauss-Howe, selama ini dipercaya menjadi acuan bagi munculnya generasi-generasi sesuai rentang waktu yang memberikan ciri-ciri tertentu, semakin hari semakin menunjukkan kemajuan dan perkembangan teknologi yang luar biasa dahsyatnya. Kedua tinjauan pustaka tersebut bertalian dengan karya ilmiah yang penulis ini terutama pada kesamaan teori yang dibahas yaitu teori generasi.

Metode dalam penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan cara kerja yang teratur serta terpikir dengan baik untuk memudahkan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang bersifat kualitatif. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode Study Literature dengan mengumpulkan beberapa sumber dari e-book, artikel, jurnal ilmiah dan sumber lainnya dengan materi yang sama dengan fokus pembahasan yang berbeda. Diharapkan dengan karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran pada proses penjamianan mutu pada pembelajaran Bahasa Bali pada masa pandemic covid 19.

II. PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Generasi Digital

Pada pendahuluan diatas telah dijelaskan bahwasanya generasi digital yang dimaksud adalah generasi Y dan generasi Z. Secara mendalam karakteristik Generasi Y dan Z dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Karakteristik Generasi Y

Generasi Y adalah generasi yang dikenal dengan generasi milenial. Sebab disebut demikian dikarenakan Generasi Y menjadi orang dewasa pada saat pergantian millennium 2000. Generasi ini sering juga isebut dengan “Me Generation” karena mereka memiliki ambisi untuk menguasi semua bidang. Sisi positif dari ambisi tersebut adalah lahirnya inovsi-inovasi dibidang teknologi, sebut saja start up, artivicial intelegent (AI) dan berbagai jenis pekerjan dan gayahidup yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya.

Dikutip dari Kompas.com , Dibandingkan dengan generasi XYZ, generasi Y alias milenial ini memiliki karakteristik khas, seperti: 1) Ketergantungan terhadap teknologi Generasi milenial seperti tidak bisa lepas dari gawai. Mereka nyaris melakukan semua hal secara digital, mulai dari bertukar pesan, bekerja, hingga menjalin hubungan asmara lewat berbagai aplikasi online dating. 2) Lebih terbuka terhadap perubahan Dibanding generasi lainnya, generasi millenial inilah yang paling terbuka dalam pandangan politik dan ekonomi sehingga terlihat reaktif terhadap perubahan. 3) Ambisius Orang-orang generasi milenial memiliki rasa percaya diri yang tinggi, begitu pula dengan ambisi. Tak heran banyak generasi Y yang sudah sukses di usia muda. 4) Skill interpersonal yang terbatas Karena sangat bergantung pada teknologi, generasi Y cenderung memiliki kemampuan interpersonal yang terbatas. Mereka mungkin terlihat ramah dan menyenangkan di media

(5)

43

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

sosial, tapi bisa jadi sebenarnya merupakan sosok yang sulit bergaul. 5) Rentan stres dan depresi Ambisius ditambah skill interpersonal yang kurang adalah kombinasi yang dapat membuat seseorang rentan mengalami stres dan depresi

2. Karakteristik Generasi Z

Generasi Z adalah generasi yang lahir ditahun 1995 – 2012. Berbeda dengan dari Generasi Y yang tumbuh saat teknologi internet baru mengalami kemajuan, Generasi Z adalah generasi yang dibesarkan di lingkungan yang serba canggih dan serba digital sehingga diprediksi akan melahirkan generasi dengan karakteristik yang sangat beragam, baik dari segi akademis maupun hubungan interpersonal. Psikolog Elizabeth T. Santosa dalam bukunya yang berjudul "Raising Children in Digital Era" yang dimuat dalam Kumparan.Com mencatat ada 7 karakteristik generasi yang lahir di era digital ini . 1) Memiliki ambisi untuk sukses. Dengan dibesarkan oleh orang tua dengan Generasi X dan Y, generasi Z cenderung telah hidup pada kondisi lebih mapan dan banyak melihat role model yang sukses. Sehingga mereka memiliki ambisi unuk sukses dalam hidupnya 2) Berprilaku Instant. Generasi Z dibesarkan oleh kemudahan – kemudahan. Mereka lebih suka pada hal-hal praktis dan menghindari sesuatu yang bertele-tele. Sebut saja berkirim pesan, mereka tidak lagi menggunakan surat yang dikirim lewat kantor post, mereka mengirimnya melulai surat elektronik (e-mail). Makananpun disediakan makanan yang instant, mie, kopi, susu dan lain sebagainya. 3) Cinta Kebebasan. Generasi Z suka dengan kebebasan, baik itu kebebasan berpendapat, kebebasan berkreasi, kebebasan berekspresi, dan lain sebagainya. Bagaimana tidak, mereka ini lahir di dunia modern, saat rezim tirani otoriter tidak memiliki kekuasaan lagi untuk mengontrol penduduknya. Dalam peraturan di rumah, anak-anak ini tidak suka diberi perintah tanpa ada penjelasan yang logis. Oleh sebab itu, para orang tua perlu banget memberikan penjelasan logis terhadap peraturan yang berlaku di rumah. 4) Percaya Diri. 5) Menyukai Hal Detil, 6) Keinginan Untuk Mendapatkan Pengakuan, 7) Gandrung pada Hal Digital dan Teknologi Informasi

Sedangan pada Kompas.com, Sejauh ini, karakteristik generasi Z yang diketahui ialah: 1) Melek teknologi Dibanding generasi lainnya, generasi Z akan menjadi orang yang paling melek teknologi sehingga akan dengan mudah menjelajah dunia maya untuk mendapatkan informasi yang diinginkannya. 2) Lebih suka bersosialisasi Meski melek teknologi, generasi Z lebih suka bersosialisasi dibanding generasi milenial. 3) Cepat belajar Terbuka luasnya akses informasi membuat generasi Z lebih cepat belajar dan cerdas di antara generasi lain. 4) Cocok bekerja di perusahaan rintisan Generasi Z paling suka dan cocok bekerja di perusahaan rintisan (start-up) yang masih memiliki ruang bagi mereka untuk berkembang, melakukan banyak pekerjaan sekaligus, membutuhkan kreativitas, dan punya banyak tantangan sebagai ajang pembuktian diri.

Berdasarkan dari kriteria-kriteria Generasi Y dan Z diatas dapat disimpulkan kriteria Generasi Digital adalah 1) Tergantung pada Teknologi, 2) Demokratis 3) Kreatif, 4) Ambisius, 5)Instant. Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan gambaran penting pagi Guru dalam hal ini Guru Bahasa Bali dalam menentukan pembelajaran terhadap anak didik Generasi Digital.

(6)

44

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

2.2 Pembelajaran Bahasa Bali Pada Masa Pandemi Covid 19

Trianto (2010) Pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya, mengarahkan interaksi ssiswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka menacapi tujuan yang diharapkan. Pembelajaran dalam ruang lingkup sekolah, merupakan ruh dari sekolah tu sendiri yang pada prosesnya disetting oleh Guru (Jayawangsa:2020). Khususnya pada mata pelajaran Bahasa Bali, proses pembelajaran perlu medapat perhatian khsus, mengingat pada generasi digital ini keberadaan bahasa balai telah mengalami penurunan peminat seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan diatas. Lebih- lebih pada masa pandemi Covid 19 seperti saat ini, pembatasan sosial, work from home menjadi tantangan tersendiri bagi guru dan siswa yang mengharuskan belajar via internet atau daring.

Sebenarnya apabila dilihat dengan karakteristik Generasi Digital yang gandrung akan penggunaan media digital, Pandemi Covid-19 merupakan momentum pembelajaran digital. Penggunaan platform digital pada proses belajar mengajar daring di sekolah seperti Google Classroom, Whatsaap, Edmodo, Zoom Metting dan lain sebagainya menjadi keniscayaan dalam situasi ini.

Jayawangsa (2020) Secara umum dalam pembelajaran tatap muka dikenal dengan tiga tahap kegiatan yaitu, pembukaan, inti dan penutup. Dalam pelajaran Bahasa Bali secara daring, dapat dilakukan pembelajaran secara efektif.. Adapun proses dari kegiatan pembelajaran agar berjalan efektif yaitu:

1. Pembukaan pelajaran

Tahap pembukaan pelajaran merupakan tahap awal sebelum beranjak pada kegiatan inti atau penyampaian materi. Pada pembelajaran tatap muka, guru biasanya melakukan pemberian salam pembuka, absensi, melakukan apersepsi atau menyampikan tujuan pembelajaran materi yang akan diajarkan, dan melakukan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang menumbuhkan rasa penasaran siswa terhadap materi yang akan diajar, namun pada pembelajaran secara daring cukup dilakukan salam pembukaan misalnya pada pembelajaran daring menggunakan google classroom maupun group WA “Om Swastyastu, punapi gatra alit-alit sinamian? dumogi setata kenak rahayu (Om Swastyastu, apa kabar anak-anak semua? semoga dalam keadaan sehal walafiat)” sapaan tersebut dilakukan agar terjadi interaksi dan dijadikan sebagai abesen kehadiran siswa di kelas daring tersebut.

2. Kegiatan inti

Tahap kegiatan inti, guru mulai memberikan materi pelajaran pada siswa. Pada pembelajaran tatap muka langsung, guru biasanya menggunakan metode-metode mengajar yang dirasa tepat digunakan sehingga guru dapat berinteraksi langsung dengan siswa pada waktu itu juga, namun berbeda pada proses pembelajaran daring, mungkin terjadi hambatan-hamabatan seperti yang telah dijelaskan diatas. Pada kegiatan inti guru meberikan materi yang telah dipersiapan. Adapun materi yang diberikan kepada siswa berupa bahan ajar berupa visual (video, grafis, teks menarik), maupun auditori (suara, pidato, ceramah dengan intonasi menarik. Adapun bahan ajar yang diberikan kepada siswa mengandung empat unsur berikut : Tujuan, pengertian, contoh, dan penugasan/ latihan. Misalnya pada materi Anggah

(7)

45

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

Ungguhing Basa Bali, dijelaskan tujuan memperlajari Anggah Ungguh Basa Bali, kemudian jelaskan pengertian dari Anggah Ungguh Basa Bali tersebut beserta jenis jenisnya, dilanjutkan dengan memberikan contoh-contohnya dan pada penugasan bisa dengan meminta siswa membuat kruna/lengkara (kata/kalimat) bahasa bali alus yang ada disekeliling siswa itu sendiri, dan tugasnya tidk harus dikumpul pada hari itu juga mengingat siswa juga mengikuti pelajaran lain yang tentunya menyita waktu juga. Setelah guru mempersilakan siswa membaca/menonton materi yang telah diberikan, siswa diijinkan untuk bertanya. Apa bila tidak ada pertanyaan lagi dilanjutkan pada tahap penutup pelajaran.

3. Penutup pelajaran

Pada tahap ini ditegaskan lagi untuk memperhatikan materi yang telah dibagikan, apabila ada pertanyaan terkait materi dapat menanyakannya pada jam diluar jam pelajaran. Terakhir kelas ditutup dengan salam penutup.

Bila digambarkan dengan bagan, proses belajar mengajar secara daring dapat digambarkan sebagai berikut:

Untuk mendukung proses pembelajaran efektif, guru patut menyeiapkan bahan ajar yang menarik. Guru mata pelajaran dalam hal ini Guru Bahasa Bali perlu membuat Bahan Ajar yang berbentuk digital, apakah itu dalam format. Pada umumnya gaya belajar siswa dibedakan menjadi tiga menurut media belajarnya Jayawangsa (2020), yang Pertama adalah gaya belajar visual yaitu gaya belajar siswa yang mudah menangkap materi jika media belajarnya berupa video, gambar, grafis, dan teks yang tampilannya menarik. Kedua adalah gaya belajar auditori yaitu gaya belajar siswa yang mudah menangkap materi yang media ajarnya berupa suara seperti cerapa maupun pidato dengan intonasi suara yang menarik. Ketiga adalah gaya belajar kinestetis yaitu gaya belajar siswa yang cepat memahami materi yang disajikan dalam bentuk praktik langsung. Sesuai dengan pernyataan Rose dan Nicholl (2002) yang mengemukakan setiap siswa visual, auditori, dan kinestetik yang berbeda – beda, sehingga hal tersebut akan lebih diterima oleh siswa dari pada materi dalam bentuk dokumen tertulis semata. Pada mata Pelajaran Bahasa Bali materi yang akan diajarkan secara umum dibagi menjadi empat yaitu kewagedan ngawacen (keterampilan membaca), kawagedan nyurat (keteranpilan menulis), kawagedan mirengang (ketermpilan menyimak), dan

(8)

46

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

kawagedan ngaraos (keterampilan berbicara). Bahan ajar yang akan digunakan oleh guru harus disesuaikan dengan materi apa yang akan diajarkan. Berikut ini dapat diberikan gambaran media ajar yang cocok disesuaikan dengan materi yang akan diajarakan.

Keterampilan Contoh Materi Media

Menulis Aksara bali, huruf

latin

Visual, auditori, kinestetis

Membaca Aksara bali, huruf

latin

Visual (text), kinestetis

Menyimak Puisi (moden/klasik),

drama, satua

(dongeng)

Visual, auditori

Berbicara Pidato,

anggah-ungguh basa bali

Kinestetis, Auditori, Visual

2.3 Upaya Penjaminan Mutu Pembelajaran Bahasa Bali Pada

Secara umum ‘mutu’ dapat didefinisikan sebagai “karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh customer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta perbaikan yang berkelanjutan” (Soewarso, 1996: 7). Pendapat ini lebih menekankan kepada pelanggan yaitu, apabila suatu pelanggan mengatakan sesuatu itu bermutu baik, maka barang/jasa tersebut dapat dianggap bermutu. Definisi mutu menurut Field (1993) adalah “sebagai ukuran dari produk atau kinerja pelayanan terhadap satu spesifikasi pada satu titik tertentu”. Pendapat ini lebih menekankan pada “ukuran”. Ukuran di sini, tentunya bergantung pada jenis barang atau jasa yang dihasilkan sebagai hasil kinerja manusia, baik yang berupa benda maupun non-benda, yaitu berupa jasa layanan, seperti halnya dalam bidang pendidikan, yang merupakan salah satu bentuk industri jasa atau pelayanan, yaitu pelayanan akademik.

Sesuai dengan definisi di atas dapat dikatakan bahwa mutu adalah suatu karakter atau batasan tertinggi dari suatu produk atau jasa layanan yang dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya, jasa pelayanan pendidikan harus dapat menghasilkan mutu yang baik, karena dengan mutu yang baik, pendidikan akan mampu merebut pangsa kerja yang semakin sempit dan menantang untuk selalu direbut sekecil apapun peluang tersebut. untuk itu berikut penulis uraian konsep pendidikan yang bermutu. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran maka mutu pembelajaran adalah batasan tertinggi dari suatu jasa pembelajaran. Tentunya untuk mencapa batasan-batasan tertinggi tersebut diperlukan daya dan upaya.

Upaya yang perlu dilakukan untuk menjamin mutu pembelajaran Bahasa Bali pada Generasi Digital adalah dengan menaikan kompetensi guru. Menaikan kompetensi guru yang dimaksud dimulai dari menanamkan karakter Guru Generasi Digital. Sumardianta dan Wahyu (2018) menjelaskan guru memiliki Distruptive Mindset bukan Steady Mindset. Distruptive Mindset adalah sesorang yang memandang kecerdasan sebagai benda mati sehingga merekaa cenderung terikat kuat pada tradisi, merasa terancam dengan keberhasilan orang lain, abai terhadap kritikan, mudah menyerah, menghidari tantangan dan kurang terbuka terhadap perubahan. Smentara Destruptive Mindeset adalah seseorang yang memiliki

(9)

47

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

pandangan kecerdasan sebagai sesuatu yang bisa dikembangakan sehingga merika lebih luwes, mendapatkan pelajaran dari kesuksesan orang lain, belajara dari kritikan, menyukai tantangan, serta ramah terhadap perubahan.

Tyron Ari Widagdo, Pakar software engginering mengidentifikasi lima keterampilan masa depan yang mesti dimiliki oleh seseorang baik guru maupun siswa, agar mampu beradabtasi dengan perkembangan diantranya:

1. Kreatifitas

Berkaitan dengan kemampuan mencampur atau menggabungkan banyak ide dan menghasilkan ide-ide baru. Kemampuan mempelajari hal-hal baru, mengatasi keusangan, dan terus belajar kembali.

2. Kecerdasan Emosional

Kemampuan memahami orang lain dan mengetahui motivasi mereka, Kemampuan menguntegrasikan informasi dan mengkaitkannya dengan kebutuhan orang lain. Berkaitan dengan kesadaran diri sendiri, pengendalian diri, dan empati.

3. Kolaborasi

Kecakapan mengolah sumber daya melimpah dunia digital. Kemampuan menjembatani dunia nyata dan dunia online

4. Penyelesaian masalah kompleks

Berkaitan dengan logika matematik dalam memecahkan persoalan-persoalan. 5. Fleksibilitas kognitif

Keterampilan bekerja secara simultan dengan konsep dan tugas yang berbeda. Kemampuan adaptif di lingkungan dan situasi beragam. Kemampuan mengatasi dan mengontrol kemungkinan terburuk.

Dalam kemajuan teknologi seorang guru khususnya guru Bahasa Bali sudah sepatutnya menjadi peselancar diatas gelombang teknologi tersebut, bukan malah tenggelam dibawahnya. Dikaitkan dengan karakteristik generasi digital dan lima keterampilan masadepan yang patut dimiliki maka, upaya untuk menjamin mutu Pembelajaran Bahasa Bali pada Generasi Digital khususnya pada masa Pandemi Covid-19 dapat dilakaukan sebagai berikut.

1. Inovatif

Pembelajaran Bahasa Bali patut didorong kearah pembelajaran yang modern, Metode pembelajaran konvensional mesti mulai ditingkatkan. Penggunaan media digital dalam penyampaian materi adalah sebuah keniscayaan. Pada masa pandemi Covid-19 apresiasi terhadap Bahasa, Aksara dan Sastra Bali terlihat telah mengalami perkembangan. Panggung-panggung digital bermunculan, karya sastra cerpen, essay, puisi berbahasa bali tidak lagi monotone terbit dalam versi cetak, namun mulai merambah dunia digital, sebut saja Bali Wiki dan Suara Saking Bali adalah media Bahasa Bali yang memuat tulisan-tulisan Bahasa Bali secara digital. Belum lagi pembacaan puisi, cerpen, makekawin/kidung dilakukan secara firtual yang dijembatani oleh berbagai instansi, misalnya STAHN Mpu Kuturan melalui Prodi Pendidikan Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali. Ini menjadi langkah inofatif dalam pembelajaran bahasa bali.

(10)

48

JURNAL

Pusat Penjaminan Mutu, Volume 2, No. 1, April 2021

2. Adaptif

Pemberian materi ajar Bahasa Bali haruslah adaptif terhadap perkembangan zaman. Perkembangan social kebudayaan Bali yang berubah dari pulau agraris ke pulau industry pariwisata membuat penggunaan bahasa bali berubah. Bahasa Bali yang notabene cenderung menggunakan kata-kata, kalimat-kalimat yang mengandung benda agraris perlu untuk ditinjau ulang. Misal saja kata Tenggala (alat bajak sawah), matekap (membacak sawah) semprong (alat tiup tungku api) mungkin saja tidak diketahui oleh anak-anak generasi digital yang tinggal dan berkutat dengan dunia industry. Penggunaan materi yang tidak adaptif akan menyeabkan Bahasa Bali tidak diminati, sehingga mutu pembelajaran Bahasa Bali hanya akan sekedar hafal-hafalan saja.

3. Kolabiratif

Generasi Z dan Y adala orang – orang kolaboratif. Pun seorang Guru Bahasa Bali patut melakukan hal itu. Kolaborasi antar guru Bahsa Bali telah tergabung dalam wadah yang bernama MGMP. MGMP Bahasa Bali keberadaanya sangat penting, guna memetakan materi-materi apa saja yang layak diberikan kepada peserta didiknya. Siswa di daerah Singaraja misalnya tentu pengetahuan Bahasa Balinya berbeda dengan Siswa di Daerah Karangasem.

III. PENUTUP

Penjamian mutu pendidikan Bahasa Bali pada generasi digital dan relevansinya pada masa pandemi covid 19 adalah pendidikan Bahasa Bali seyogyanya disesuaikan dengan karakter generasi digital tersebut. Generasi digital memiliki karakter 1) Tergantung pada Teknologi, 2) Demokratis 3) Kreatif, 4) Ambisius, 5)Instant. Pandemi covid 19 merupakan tonggak pembelajaran digital yang sesuai dengan karakteristik generasi digital. Upaya penjamian mutu pembelajaran bahasa bali pada generasi digital dapat dilakukan dengan memastikan guru memiliki karakter Inofatif, Adaptif, dan Kolaboratif.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma, Yudha Satya, Dkk. 2020. Lontar Taru Premana Warisan Jenius Lokal Bali Kajian Etnopedagogi, Singaraja: Jurnal Subasita: Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali

Jayawangsa, Rai.2020. Adaptasi di Masa Pandemi: Kajian Multidisipliner, Denpasar:Nilacakra,

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/01/11/101112720/mengenal-generasi-xyz-dan-karakteristik-khasnya?page=all

https://kumparan.com/kumparannews/7-karakteristik-generasi-z-yang-perlu-kamu-tahu/full Lubis, Berta Dkk, 2016 Keterkaitan Bonus Demografi dengan Teori Generasi, Jurnal

Registratie

Surya, Putra. 2018. Teoritical Reviw: Teori Erbedaan Generasi. Among Makarti

Rose, C., & Nicholl, M. (2002). Accelerated Learning for the 21 st Century, Editor: Purwanto. Bandung : Vuansa.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Referensi

Dokumen terkait

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing PENDAPATAN (BEBAN) NON

Sebaiknya pengelolah jaringan universitas Bina Darma menggunakan Intrusion Detection System (IDS) untuk lebih meningkatkan keamanan jaringan, baik jaringan internet

Pelaksanaan studi dokumentasi ini didasarkan pada lima alasan, yaitu : (1) sumber-sumber ini tersedia dan mudah diperoleh di lokasi; (2) dokumen dan rekaman merupakan sumber

Menu Perangkingan F_AHP terdiri dari beberapa tab yaitu: tab kriteria berguna untuk pengelolaan proses detail F-AHP untuk kriteria, tab sub kriteria berguna

Pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis enzimatis melalui tahap likuifikasi dan sakarifikasi menggunakan bahan baku tepung ubi jalar ungu mampu menghasilkan sirup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon tanaman kentang pada fase pertumbuhan dan pengumbian secara in vitro akibat perlakuan gula dan asam salisilat, serta

Pada 2016, realisasi kredit perbankan pada sektor Listrik, Gas, dan Air mencapai Rp135 triliun atau mencakup 4 persen dari total kredit.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan