• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENILAIAN SENSORI MINUMAN COKELAT FUNGSIONAL DAN PENGAWETANNYA DENGAN TEKNIK KEJUT LISTRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENILAIAN SENSORI MINUMAN COKELAT FUNGSIONAL DAN PENGAWETANNYA DENGAN TEKNIK KEJUT LISTRIK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN SENSORI MINUMAN COKELAT FUNGSIONAL DAN

PENGAWETANNYA DENGAN TEKNIK KEJUT LISTRIK

Tamrin1a, Hermanto1, , RH. Fitri Faradilla1, Sri Rejeki1

1Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari atamrinkendari@yahoo.co.id

Muhammad Al AzisBachrun2

2Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kendari Anugrah Hidayat3

3Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Agribisnis Universitas Halu Oleo Kendari

ABSTRACT

Cocoa beans can be processed into a healthy functional chocolate drink. Currently, ready-to-serve chocolate drinks in bottles from various brands have been available in the market. However, the variance, especially in taste and functionality, of the products is still limited. This study was aimed to develop chocolate drinks with addition of ginger, lemongrass, and longjack, which gave unique flavors and potential health benefits. The researchwascarriedout in twostages, which are the developmentof a functional chocolate drink formula and the preservation using electricpulses. The results showed that the chocolate drink formula with 25% cocoa powder was the most preferred by the panelists. The chocolate drink with the addition of 10% ginger or 10-20% lemongrass was liked by the panelists, and the addition of 5-10 % of longjack was somewhat liked by the panelists. Furthermore, preservation of chocolate drinks using electricpulses with anexposure timeof 4 minut escan reducethe total microbes (14.4%).

Keywords: cocoa, chocolate drinks, antioxidants, ginger, lemongrass, longjack, electricpulses ABSTRAK

Pengolahan biji kakao menjadi minuman cokelat dengan nilai fungsional untuk kesehatan potensial untuk dikembangkan. Saat ini minuman cokelat siap saji dalam kemasan botol telah dijumpai dalam beberapa merk produk di pasaran. Namun pengembangan dalam banyak varian rasa dan nilai fusngsional masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan minuman cokelat dengan varian rasa jahe, serai dan pasak bumi dengan untuk meningkatkan nilai manfaatnya bagi kesehatan. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengembangan formula minuman cokelat fungsional dan yang kedua pengawetannya menggunakan kejut listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula minuman cokelat dengan kakao bubuk 25% disukai oleh panelis. Minuman cokelat dengan penambahan jahe 10 %, serai 10-20% % disukai oleh panelis, dan kayu pasak bumi 5-10%% agak disukai oleh panelis. Selanjutnya pengawetan minuman cokelat menggunakan kejut listrik dengan waktu paparan 4 menit dapat menurunkan total mikroba (14,4%).

(2)

PENDAHULUAN

Biji kakao banyak mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa polifenol yang paling banyak terdapat dalam kakao adalah katekin/epikatekin yang juga menjadi penyusun procyanidin (Whiting, 2001; Fraga, 2005). Biji kakao yang belum diproses mengandung polifenol sekitar 15% dari berat kering, dan sekitar 60% dari polifenol tersebut terdapat dalam bentuk procyanidins (Hannum dan Erdman, 2004). Namun selama pengolahan menjadi bubuk telah terjadi penurunan katekin sehingga yang tersisa pada kakao bubuk hanya sekitar 1-2 % saja (Hannum dan Erdman, 2004). Tamrin et al., (2012a) menjelaskan bahwa dengan teknologi vacuum roasting, katekin pada kakao bubuk masih dapat dipertahankan sampai kadar 5.10 %.

Katekin adalah suatu senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan, antibakteri, memperbaiki fungsi endothelial, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensivitas insulin dan memperbaiki fungsi platelet (Othman et al., 2010; Afoakwa, 2008; Miller, 2006; Zhu et al., 2005), peningkatan fungsi kardiovaskuler (Corti et al., 2009; Rawel dan Kulling, 2007), penurunan risiko penyakit jantung koroner, stroke (Kenny et al., 2004; Erdman, 2007). Kakao juga telah digunakan untuk mengobati anemia, kelelahan mental, TBC, demam, encok, batu ginjal, dan bahkan turunnya nafsu seksual (Corti et al., 2009). Adanhya senyawa fungsional tersebut merupakan peluang pengembangan minuman cokelat untuk kesehatan tubuh.

Pengembangan kakao sebagai produk minuman telah banyak ditemukan dipasaran, namun sebagian besar dalam bentuk bubuk dengan berbagai merk dan varian rasa. Adapun dalam bentuk minuman cokelat siap saji (dalam kemasan botol) masih jarang ditemui. Beberapa merk minuman cokelat yang dapat

dijumpai di pasaran saat ini antara lain Tango, Chocolatos, dan Milo, yang sebagian besar adalah minuman cokelat susu. Minuman cokelat yang dipadukan dengan rempah-rempah ataupun bahan lain yang menjadi kekayaan alam Indonesia seperti jahe, serai dan pasak bumi (tongkat ali) untuk menambah cita rasa dan manfaat kesehatan sangat sedikit dijumpai di pasaran. Namun Yeni et al., (2016) telah mengembangkan minuman cokelat kemasan siap saji menggunakan pemanis gula kelapa butiran. Sari et al., (2015) menjelaskan bahwa penambahan serai, jahe dan kayu secang dalam formula minuman cokelat berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas antioksidan. Peningkatan aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan yang ditambahkah dalam formula minuman cokelat tersebut.

Selain komposisi bahan dalam minuman cokelat, suhu pemanasan juga sangat menentukan aktivitas antioksidan. Hii et al., (2009a) melaporkan bahwa suhu pemanasan biji kakao berpengaruh terhadap kandungan katekin. Pemanasan pada suhu 60oC-70oC menyebabkan total polifenol dan epikatekin mengalami peningkatan. Namun pada suhu 80oC jumlah epikatekin mengalami penurunan. Sedangkan katekin mengalami peningkatan pada suhu 60oC kemudian turun pada suhu 70oC. Untuk itu maka penerapan suhu dalam proses pengolahan dan pengawetan minuman harus dipertimbangkan. Katekin (dalam kakao bubuk ) dapat terdegradasi oleh panas atau mengalami oksidasi (Wang dan Zhou, 2004). Oksidasi tersebut akan merubah struktur katekin menjadi kuinon yang menyebabkan kadarnya menurun (Janeiro et al., 2004). Dengan demikian penerapan suhu yang tinggi dalam proses pengolahan maupun pengawetan produk minuman cokelat dalam kemasan botol sebaiknya dihindari. Untuk itu perlu dikembangkan teknik pengawetan tanpa penerapan panas sehingga antioksidan maupun

(3)

senyawa penting lain yang peka dengan panas dapat terjaga.

Salah satu metode pengawetan tanpa panas yang mulai dikembangkan oleh beberapa peneliti antara lain teknik kejut listrik . Teknik kejut listrik memanfaatkan perbedaan kejutan listrik tegangan tinggi yang dihasilkan oleh dua elektroda untuk menginaktivasi mikroorganisme. Oleh karena proses ini tidak menghasilkan panas, zat gizi dan komponen fungsional lainnya pada suatu bahan tidak mengalami kerusakan yang signifikan (Jayaram, 2000). Dengan kejut listrik bahan pangan dijaga pada suhu yang relative rendah sehingga kerusakan komponen-komponen bahan pangan dapat diminimalisir. Perubahan sifat sensori dan fisik dari produk pangan juga dapat dicegah dengan metode ini (Barba et al., 2015).

Kejut listrik adalah suatu teknik pengawetan menggunakan kejutan listrik tegangan tinggi (Pulsed Electric Field/PEF), tidak melibatkan suhu tinggi sehingga dapat mempertahankan warna, flavor dan nutrisi serta mampu menginaktivasi mikroba (Mercado et. al., 1997; Shamsi, 2008; Andriawan dan Bambang, 2015; Choiron dan Sudarminto, 2018). Teknik kejut listrik merupakan metode non thermal menggunakan kejutan listrik tegangan tinggi (Pulse Electric Field/PEF). Prinsip kerja didasarkan pada denyut pendek tegangan tinggi (20-80 kV/cm). Penerapan teknik kejut listrik dapat meningkatkan jumlah kematian mikroba pada susu sapi, sari buah apel dan sari tebu hijau, tanpa terjadi perubahan karakteristik fisik dan kimia yang signifikan. Kematian mikroba tersebut diduga karena pecahnya dinding sel sehingga terjadi kerusakan jaringan sel (Hawa et al., 2011; Hawa dan Putri, 2011; dan Indriani et al., 2017). Namun dari telaah belum dijumpai penerapan kejut listrik untuk pengawetan minuman cokelat.

Efektivitas teknik kejut listrik sangat bergantung pada jenis bahan, waktu perlakuan, dan besarnya tegangan (Choiet al., 2010). Waktu perlakuan dan tegangan yang terlalu rendah menurunkan efektifitas kematian mikroorganisme. Sebaliknya, jika kejut listrik yang diberikan terlalu lama dan dengan tegangan yang terlalu besar, kemungkinan akan terjadi penurunan kualitas produk dari segi nutrisi dan antioksidan serta organoleptiknya. Oleh karena itu, kondisi perlakuan terbaik penting untuk ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang aman, memiliki nilai fungsional, dan diterima secara sensori.

Tujuan dari penilitian ini adalah: (1) Mempelajari formula minuman cokelat dengan penambahan jahe, serai, dan pasak bumi terhadap karakteristik organoleptik, (2) Mempelajari waktu paparan kejut listrik terhadap karakteristik organoleptik, penurunan jumlah mikroba dan aktivitas antioksidan minuman cokelat..

METODE PENELITIAN Bahan dan alat

Biji kakao kering diambil dari perkebunan rakyat di Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Gula pasir, krimer dan rempah-rempah (jahe dan serai) yang ditambahkan pada minuman cokelat diperoleh dari pasar Mandonga Kota Kendari. Adapun kayu pasak bumi dipesan dari Martapura Kalimantan Selatan. Bahan kimia yang digunakan meliputi: ethanol, aquades, dan bahan-bahan untuk analisis total plate count (TPC).

Alat untuk memproduksi kakao bubuk sebagai bahan utama minuman cokelat antara lain Roaster, stone mill, ball mill, press hidrolik, pemecah dan penghalus bungkil kakao. Alat kejut listrik untuk perlakuan pengawetan minuman cokelat dipesan melalui PT. Inovasi Anak Negeri (INAGIRI) Malang - Jawa Timur. Alat kejut listrik selanjutnya dilakukan sedikit modifikasi untuk sistem kemasan aseptik (suhu dingin) oleh Tim Peneliti di Kendari. Alat

(4)

yang digunakan u n t u k e k s t r a k s i meliputi Erlenmeyer, shaker waterbath. Evaporator yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak cair berupa rotary evaporator HEIDOLPH tipe Laborota 4000. Spektrofotometer digunakan untuk analisis aktivitas antioksidan dan autoclave serta laminar flow diperlukan untuk analisis TPC.

Tahap-tahap penelitian

Kegiatan ini terdiri dari dua tahap, pertama dilakukan formulasi terhadap kakao bubuk, jahe, serai dan serbuk kayu pasak bumi. Uji organoleptik dilakukan untuk mengidentifikasi formula minuman terbaik yang paling disukai oleh panelis. Tahap kedua yaitu formula terbaik kemudian diberi perlakuan kejut listrik dengan variable perlakuan waktu paparan. Perlakuan ini dimaksudkan untuk melihat kondisi perlakuan yang menghasilkan minuman dengan jumlah koloni mikroba terendah.

Metode Analisis Data

Data pengembangan minuman cokelat fungsional diperoleh menggunakan panelis sebanyak 30 orang untuk menentukan tingkat kesukaan terhadap produk. Hasil uji organoleptik dianalisis dengan One-Way ANOVA dan uji lanjut Tukey’s pada tingkat kepercayaan 95%. Software yang digunakan yaitu Minitab® 16.2.0.

Adapun data kandungan mikroba diperoleh menggunakan uji TPC (total plate count). Prinsip kerja analisis TPC adalah pertumbuhan mikroorganisme setelah diinkubasi dalam media agar pada suhu 350C, 48 jam, maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Proses penghitungan ALT/TPC dilakukan berdasarkan BSN (2006) yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑛 = ∑ 𝐶 𝑁 × 𝑑

Keterangan:

n : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml

∑ 𝐶 : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

N : Jumlah cawan d : Pengenceran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan Formula Minuman Cokelat Fungsional

Pengembangan formula minuman cokelat fungsional dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah Formulasi Minuman Cokelat dengan kadar kakao bubuk 25-40%, tahap II adalah Formulasi Minuman Cokelat dengan kadar kakao bubuk 25-50%. Dengan pengembangan dua formulasi akan diperoleh data persentase kadar kakao bubuk tertinggi yang masih dapat diterima oleh konsumen. Hal ini karena tingginya kadar kakao bubuk dalam minuman cokelat sangat terkait dengan nilai fungsionalnya. Kakao bubuk mengandung senyawa antioksidan, sehingga makin tinggi kadarnya dalam minuman cokelat maka diduga kuat akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Dari dua formulasi tersebut, diperoleh penilaian sensorik sebagaimana di tampilkan pada Tabel 1 dan 2.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa penambahan kakao bubuk 25-35% disukai oleh panelis. Penambahan kakao bubuk sebanyak 40% tingkat kesukaan panelis berada pada kategori agak suka, atau dapat dikatakan nilai rata-rata skor cenderung menurun seiring peningkatan kadar kakao bubuk . Namun secara statistik menunjukkan perbedaannya tidak nyata (p>0,05). Kondisi ini menggambarkan panelis masih agak suka minuman cokelat dengan kadar kakao bubuk 40%, walaupun secara deskriptif pada kadar ini sudah termasuk kategori pahit. Berdasarkan data uji sensori deskriptif pada Tabel 2, tingkat kepahitan dari minuman cokelat secara konsisten meningkat dengan peningkatan kadar kakao bubuk dan penurunan jumlah gula. Atas dasar ini maka dilakukan peningkatan kadar kakao bubuk sampai 50% untuk mengetahui batas toleransi panelis terhadap citarasa pahit dari minuman cokelat seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

(5)

Tabel 1. Formulasi Minuman Cokelat dengan kadar kakao bubuk 25-40%

Sampel Rasa Tingkat Kepahitan

Skor* Kategori Skor* Kategori

Kakao bubuk 25%, Gula 55% 4,2a±0,8 Suka 2,0b±1,0 Tidak Pahit Kakao bubuk 30%, Gula 50% 3,6a±1,1 Suka 3,0ab±0,7 Tidak Pahit Kakao bubuk 35%, Gula 45% 3,8a±0,8 Suka 3,4a±0,5 Tidak Pahit Kakao bubuk 40%, Gula 40% 2,8a±1,1 Agak Suka 3,6a±0,5 Pahit

Ket. *(p>0,05)

Tabel 2. Formulasi Minuman Cokelat dengan kadar kakao bubuk 25-50%

Sampel

Rasa

Tingkat Kepahitan

Skor*

Kategori

Skor*

Kategori

Kakao bubuk 25%, Gula 55% 3,8a±0,4 Suka 1,6b±0,5 Tidak Pahit Kakao bubuk 30%, Gula 50% 3,4a±0,5 Agak Suka 2,0ab±0,7 Tidak Pahit Kakao bubuk 35%, Gula 45% 3,6a±0,5 Suka 2,6ab±0,9 Agak Pahit Kakao bubuk 40%, Gula 40% 3,2a±0,4 Agak Suka 2,0ab±0,7 Tidak Pahit Kakao bubuk 45%, Gula 35% 2,8ab±1,1 Agak Suka 3,2a±0,4 Agak Pahit Kakao bubuk 50%, Gula 30% 1,8b±0,8 Tidak Suka 2,6ab±0,9 Agak Pahit

Ket. *(p>0,05)

Tabel 2 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tertinggi masih konsisten pada kadar 25% kakao bubuk. Tingkat kesukaaan panelis cenderung menurun dengan penambahan kakao bubuk. Penurunan tingkat kesukaan disebabkan oleh peningkatan rasa pahit akibat bertambahnya kadar kakao bubuk. McShea et al., (2008), rasa pahit tersebut disebabkan oleh senyawa flavonol yang terkandung dalam biji kakao. Senyawa ini memberikan cita rasa pahit dan astringent. Namun dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa penambahan sampai 45% kakao bubuk masih agak disukai oleh panelis. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa penambahan kakao bubuk 45% merupakan batas toleransi kesukaan panelis terhadap citarasa minuman cokelat, karena pada penambahan kakao bubuk 50% panelis menyatakan tidak suka dengan skor penilaian yang sangat rendah yaitu 1,8. Data tersebut menunjukkan bahwa panelis sudah dapat menerima minuman cokelat yang dapat dimasukan dalam kategori dark chocolate. Salah satu syarat penting untuk produk yang masuk kategori dark chocolate adalah kandungan kakaonya ≥ 35% (BPOM, 2017). Dengan demikian maka berdasarkan Tabel 2 minuman cokelat untuk kesehatan berpeluang dikembangkan dengan penambahan kakao bubuk pada kisaran 35 – 45%. Kadar kakao

bubuk dengan kisaran tersebut merupakan kategori dark chocolate. Sebutan Dark chocolate menjadi gambaran cokelat untuk kesehatan karena tingginya kadar kakao bubuk dalam produk cokelat, baik dalam bentuk batang maupun minuman instan. Semakin tinggi kadar kakao bubuk dalam minuman cokelat diduga kuat akan semakin tinggi kadar antioksidannya. Haritha et al., (2014) menjelaskan bahwa dark chocolate sangat bermanfaat untuk pencegahan penyakit kardiovaskular, peningkatan fungsi endotel dan vaskular serta sensivitas insulin. Kerimi dan Williamson (2015) menambahkan bahwa manfaat dark chocolate diperoleh dari komponen biologis aktif seperti katekin, prosiandin dan teobromin yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi sistem kardiovaskular dalam berbagai mekanisme. Pengawetan dengan Kejut Listrik

Analisis Mikroba

Sampel minuman cokelat yang paling disukai panelis (kadar kakao bubuk 25%) yang diberi perlakuan kejut listrik dan tanpa kejut disimpan sampai hari ke 10 pada suhu 5oC. Secara organoleptik, pada penyimpanan selama 10 hari tersebut tidak terjadi perubahan citarasa, aroma dan warna. Namun kondisi organoleptik tersebut belum bisa memberi

(6)

jaminan bahwa produk tersebut masih layak dikonsumsi. Jaminan kelayakan produk untuk bisa dikonsumsi sangat ditentukan oleh batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan pangan menurut Badan Standar Nasional. Oleh karena itu kedua produk tersebut selanjutnya dianalisis kandungan mikrobanya menggunakan metode pengujian Total Plate Count atau Angka Lempeng Total (ALT). Data yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa angka lempeng total minuman cokelat tanpa perlakuan kejut listrik (kontrol) setelah disimpan pada suhu 5oC selama 10 hari yaitu 1,18 x 104 koloni/mL. Terjadi penurunan sekitar satu log mikroorganisme ketika minuman cokelat diberi perlakuan kejut listrik selama 4 menit. Angka lempeng total minuman cokelat setelah diberi perlakuan kejut listrik dan disimpan dengan cara yang sama dengan kontrol adalah 1,70 x 103.

Bila mengacu pada SNI 7388 tahun 2009 tentang batas cemaran mikroba pada bahan pangan diketahui bahwa untuk produk kakao bubuk, batas maksimum cemaran mikroba menurut ALT (suhu 30oC, 72 jam) adalah 3 x 104 koloni/g, dan 1 x 104 koloni/g untuk produk cokelat. Berdasarkan standar tersebut dapat dikatakan bahwa perlakuan kejut listrik dapat menurunkan kandungan mikroba pada minuman cokelat sehingga berada dibawah batas cemaran maksimal. Dengan demikian, minuman cokelat yang dikembangkan dengan perlakuan kejut listrik dapat dinyatakan aman dan layak untuk dikonsumsi.

Pengujian jumlah total mikroorganisme sebelum kejut listrik diperoleh total mikroba 1,18 x 104 cfu/mL, sedangkan setelah perlakuan kejut listrik diperoleh total mikroba

1,70 x 103 cfu/mL, sehingga terjadi penurunan total mikroba sebesar 14,4 %. Penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan yang terjadi dari protein dan fosfolipid yang berfungsi dalam sintesa dinding sel. Menurut Holley et al. (2003), inaktivasi mikroorganisme oleh kejut listrik terkait pada ketidakstabilan elektro mekanis membran sel. Membran sel

yang melindungi mikroba dari kondisi

lingkungan sekitarnya.

Dugaan mekanisme terjadinya inaktivasi mikroorganisme dengan sistem kejut listrik dapat dijelaskan dengan teori electrical breakdown dan teori electroporation. Teori Electrical Breakdown menjelaskan mekanisme inaktivasi mikroorganisme yang disebabkan oleh pengaruh medan listrik yaitu membran sel dapat dianggap sebagai kapasitor yang terisi oleh larutan dielektrikum yang akan mengalami beda potensial akibat pengaruh medan listrik yang terus bertambah yang mengakibatkan ketebalan dinding sel mengalami penurunan sampai akhirnya menjadi rusak secara permanen (mengalami kebocoron). Adapun teori electroporation menjelaskan bahwa pengaruh medan pulsa tegangan listrik sesaat mengakibatkan destabilisasi membran sel yang selanjutnya dapat menginduksi munculnya pori-pori mikroskopik (electropores), terjadinya permeabilitas dan penggelembungan dinding sel serta kerapuhan membran (Zimmermann, 1986; Muchtadi dan Sugiyono, 2014).

Proses Kejut Listrik tidak dapat mematikan mikroba 100 %, hal ini disebabkan karena alat ini hanya dapat mematikan mikroba vegetatif saja, oleh karenanya itu tetap diperlukan bantuan energi panas untuk dapat mematikan bakteri yang berbentuk spora. Tabel 3. Analisis Mikroba (TPC) Minuman Cokelat Perlakuan Kejut Listrik pada Penyimpanan

hari ke-10 (suhu 5oC)

Jumlah Mikroba Perlakuan

Tanpa Kejut Listrik Kejut Listrik

Ulangan 1 89×102 (koloni/mL) 17×102 (koloni/mL)

Ulangan 2 145×102 (koloni/mL) 22×102 (koloni/mL)

Ulangan 3 121×102 (koloni/mL) 12×102 (koloni/mL)

Rata-rata 118,33 x 10

2 (koloni/mL) 17 x 102 (koloni/mL) 1,18 x 104 (koloni/mL) 1,70 x 103 (koloni/mL)

(7)

coklat dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah mikroorganisme tanpa adanya efek panas. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas metabolisme yang terlalu tajam sehingga menggangu kerja dan fungsi fisiologis mikroba. Kematian mikroba akibat kejutan listrik diduga dipengaruhi oleh kerusakan struktur sel, seperti rusaknya membran sitoplasma sel. Meskipun secara alamiah membran sitoplasma mampu disintesa kembali tetapi dengan kejut listrik, kerusakan berbentuk lubang pada membran luar dari sel tidak mampu diperbaiki lagi, sehingga memungkinkan terjadinya mobilisasi senyawa makromolekul dari sel yang menyebabkan kematian. (Alberts et al., 1994).

Proses kejutan listrik diduga menyebabkan terjadinya ionisasi beberapa garam-garam seperti Mg2+ dan Ca2+ yang terikat pada dinding sel ataupun yang membentuk bufer phosphat dimana tingkat sensitivitas terhadap kejut listrik lebih besar. Adanya garam-garam bebas ini menyebabkan konduktivitas listrik meningkat sehingga kekuatan energi listrik akan semakin besar. Pernyataan ini sesuai dengan keterangan Speer (1998), bahwa kondukitvitas listrik akan meningkat dengan peningkatan jumlah ion natrium dan Kalsium.

Pengaliran listrik dengan media yang kaya akan nutrisi atau protein menyebabkan terjadinya penurunan nilai efektivitas kematian dari mikroba yang terkandung yang ditandai dengan terjadinya koagulasi protein pada elektroda dengan semakin lama kejutan listrik. Semakin tinggi tingkat koagulasi akan sebanding dengan tingkat kematian dari mikroba. (Gould et al., 1995). Pada pengujian kejut listrik, tidak terjadi koagulasi dan gelembung seperti yang dijelaskan oleh dalam Gould (1995). Fakta ini kemungkinan disebabkan karena proses yang digunakan pada perancangan Kejut Listrik mengunakan wadah perlakuan kontinyu (bahan mengalir). Selain itu waktu kontak bahan dengan Kejut Listrik sangat singkat sehingga tidak terjadi koagulasi.

PENUTUP

disukai oleh panelis dan formula minuman cokelat yang ditambahkan pasak bumi dengan penilaian sensori agak disukai. Selanjutnya, pengawetan minuman cokelat dengan waktu paparan kejut listrik selama empat menit mampu menurunkan jumlah mikroba.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangda) Provinsi Sulawesi Tenggara, yang telah berkenan membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Afoakwa E.O., 2008. Cocoa and Chocolate Consuption (Are there aphrodisiac and other benefit for human health?). S.Afr. J. Clin Nutr. : 21 (3): pp.107-112.

Barba, F.J., Parniakov, O., Pereira, S.A., Wiktor, A., Grimi, N., Boussetta, N., Saraiva, J.A., Raso, J., Martin-Belloso, O., Witrowa-Rajchert, D. and Lebovka, N., 2015. Current applications and new opportunities for the use of pulse delectric fields in foodscience and industry. Food Research International, 77, pp.773-798.

Belitz H.D., and W. Grosch, 1987. Food Chemistry. Translation from the second German Edition by D. Hadziyev. Springer-Verlag Berlin. Heidelberg, Germany. p.703-711 Choi, M.S., Cheigh, C.I., Jeong, E.A., Shin, J.K. and

Chung, M.S., 2010. Nonthermal sterilization of Listeria monocytogenes in infant foods by intense pulsed-light treatment. Journal of Food Engineering, 97(4), pp.504-509.

Corti, R., A. J. Flammer, N. K. Hollenberg, T. F. Lüscher, 2009. Cocoa and Cardiovascular Health. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine. American Heart Association, Inc. AHA Journal Circulation 119: pp. 1433-1441

DeBrito,E.S.,Garcia,N.H.P.Galla˜o,M.I.Cortelazzo,A.L 2000. Structural and chemical change in cocoa (TheobromacacaoL.) during fermentation, drying and roasting. J. Sci.FoodAgric. Vol.81: pp.281–288.

(8)

Goenadi D.H., J.B.Baon., Herman, A. Purwoto. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Balitbangtan-Deptan. Bogor.

Hannum S.M., and J.W. Erdman, 2004. Emerging Health Benefit from Cocoa and Chocolate. Journal of Medicine Food, Vol. 3(2): pp.73-75.

Haritha K. L. Kalyani and A. Lakshmana Rao, 2014. Health Benefits of Dark Chocolate. Review Article. Journal of Advanced Drug Delivery, 1(4); 184-195

Janeiro, P., A.M.O. Brett, 2004. Catechin Electrochemical Oxidation Mechanisms. J. Analytica Chimica Acta 518: pp.109-115.

Jayaram, S.H., 2000. Sterilization of liquid foods by pulsed electric fields. IEEE Electrical Insulation Magazine. 16(6): pp.17-25.

Kerimi A. And G. Williamson, 2015. The cardiovascular benefits of dark chocolate. Vascular Pharmacology, Vol. 71, August, P. 70-78

Misnawi and W. Teguh, 2008. Potentials Uses of Cocoa Bean Infested by Conopomorpha cramerella for Polyphenol Extraction. ASEAN Food Journal 15 (12): pp. 27-34

Miller, K. B., Hurst, W. J., Payne, M. J., Stuart, D. A., Apgar, J., Sweigart, D. S., Ou, B. 2008. Impact of alkalization on the antioxidant and flavanol content of commercial cocoa powders., J. Agric. Food and Chem. 8527-8533.

Mohamed, M.E. and Eissa, A.H.A., 2012. Pulsed electric fields for food processing technology. Structure and function of food engineering, 11, pp.275-306. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 2014. Prinsip

Proses & Teknologi Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Oliviero T., E. Capuano, B. Cammerer, and V. Fogliano, 2009. Influence of Roasting on the Antioxidant Activity and HMF Formation of Cocoa Bean Model

System. J. Agric. Food Chem. 57: pp. 147-152.

Raharjo, S., 2004. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Jogyakarta.

Rawel H.M., and S.E.Kulling, 2007. Nutritional contribution of coffee, cacao and teaphenolics to human health. Journal of Consumer Protection and Food Safety. J.Verbr.Lebensm. Germany, Vol.2: pp.399–406.

Scapagnini, G., Davinelli, S., Di Renzo, L., De Lorenzo, A., Olarte, H.H., Micali, G., Cicero, A.F. and Gonzalez, S., 2014. Cocoa bioactive compounds: significance and potential for the maintenance of skin health. Nutrients, 6(8), pp.3202-3213. Wang, R. and W. Zhou, 2004. Stability of Tea

Catechin in Bread Making Process. J. Agric.Food Chem. 52: pp. 8224-8229. Zimmermann U. 1986. Electrical breakdown,

electropermeabilization and electrofusion. Rev Physiol Biochem Pharmacol., 105:175- 256.

Gambar

Tabel 1. Formulasi Minuman Cokelat dengan kadar kakao bubuk  25-40%
Tabel 3. Analisis Mikroba (TPC) Minuman Cokelat Perlakuan Kejut Listrik pada Penyimpanan  hari ke-10 (suhu 5 o C)

Referensi

Dokumen terkait

Kadar kalsium untuk minuman instan madu bubuk ini masih relatif rendah jika dibandingkan produk-produk kaya kalsium lain, bisa disiasati dengan memperbaiki prosedur

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan penerimaan citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing dengan menentukan jumlah kombinasi ekstrak jeruk x,

Berdasarkan hasil uji kadar air, kadar abu, waktu larut dan uji angka lempeng total minuman serbuk instan kulit buah manggis yang paling baik dan disukai panelis adalah

Pemberian minuman fungsional torbangun ( Coleus amboinicus Lour) dengan kandungan sebesar 12,3% sebanyak 362 ml per hari dapat menurunkan kadar prostaglandin dan tingkat

14 Substitusi sari srikaya dan penambahan karagenan pada minuman fungsional jelly yoghurt srikaya meningkatkan kadar fenol total, aktivitas antioksidan dan tingkat

Spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) dengan teknik zero-crossing telah dikembangkan untuk analisis simultan kadar senyawa-senyawa tersebut dalam minuman berenergi

Hal ini menunjukkan bahwa metode SDUV dengan teknik zero-crossing dapat digunakan untuk analisis simultan kadar kafein dan B 6 dalam minuman berenergi tanpa. adanya

Substitusi sari srikaya dan penambahan karagenan pada minuman fungsional jelly yoghurt srikaya meningkatkan kadar fenol total, aktivitas antioksidan dan tingkat