• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI NUZUL WAHYUNI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

NUZUL WAHYUNI. D14201005. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Zakiah Wulandari, S. TP., M.Si. Pembimbing II : Ir. Suhut Simamora, MS

Kerabang telur merupakan salah satu hasil ikutan peternakan dan juga limbah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan berbahan baku telur yang cukup potensial untuk diolah. Pengolahan kerabang telur menjadi tepung dapat mempermudah pengaplikasiannya terhadap bahan pangan. Kerabang telur mempunyai kandungan mineral khususnya kalsium yang cukup tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk pangan yang rendah kalsium. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi dengan kadar kalsium rendah adalah madu yaitu sekitar 5mg/ 100g, padahal madu merupakan bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan guna memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk (MB), tepung kerabang telur (KT), sukrosa (S) dan asam sitrat (AS) menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Formulasinya adalah sebagai berikut: (A) 45% MB, 25% S, 17% AS, 13% KT; (B) 50% MB, 25% S, 14% AS, 11% KT dan (C) 55% MB, 25% S, 11% AS, 9% KT. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil uji kimia menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, total asam tertitrasi dan kadar kalsium. Kadar abu dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan formulasi.

(3)

ABSTRACT

Chemical and Organoleptic Characteristics of Honey Powder Instant Beverage which Added Egg Shell Meal as Calcium Source

Wahyuni N., Z. Wulandari, and S. Simamora

(4)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Nuzul Wahyuni D14201005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANO0LEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM

Nama : Nuzul Wahyuni NRP : D.14201005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.) (Ir. Suhut Simamora, MS) NIP 132 206 246 NIP 130 422 708

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak R. Jeki dan Ibu Umi Nafi’ah.

Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Islam Dewi Masyithoh Gondanglegi, Malang hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Islam Salafiyah Khairudin Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke MTs Negeri Malang III, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU negeri I Gondanglegi, Malang.

Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni hingga Juli 2005. Kandungan kalsium yang tinggi pada kerabang telur yaitu sekitar 36% dari berat total dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk bahan pangan. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi tapi kandungan kalsiumnya rendah yaitu madu (sekitar 5mg/100g). Pengeringan madu bubuk dapat memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi, sedangkan penepungan kerabang telur bertujuan untuk mempermudah aplikasi terhadap bahan pangan.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.

Bogor, Oktober 2005

(8)
(9)

Model ... 25

Peubah yang Diukur ... 25

Analisis Data ... 27

Prosedur ... 28

Penelitian Pendahuluan ... 28

Penelitian Utama ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Penelitian Pendahuluan ... 32

Penelitian Utama ... 32

Sifat Kimia ... 32

Kadar Air ... 33

Kadar Abu ... 34

Total Asam Tertitrasi ... 35

Kadar Kalsium ... 35

Sifat Organoleptik ... 36

Warna ... 37

Rasa ... 39

Tekstur ... 40

Penerimaan Umum... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

UCAPAN TERIMA KASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rata-rata dari Madu ... 8

2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 ... 10

3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ... 17

4. Persyaratan Minuman Soda ... 19

5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk ... 25

6. Formulasi Madu Bubuk ... 28

7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk ... 33

(11)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI NUZUL WAHYUNI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

NUZUL WAHYUNI. D14201005. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Zakiah Wulandari, S. TP., M.Si. Pembimbing II : Ir. Suhut Simamora, MS

Kerabang telur merupakan salah satu hasil ikutan peternakan dan juga limbah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan berbahan baku telur yang cukup potensial untuk diolah. Pengolahan kerabang telur menjadi tepung dapat mempermudah pengaplikasiannya terhadap bahan pangan. Kerabang telur mempunyai kandungan mineral khususnya kalsium yang cukup tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk pangan yang rendah kalsium. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi dengan kadar kalsium rendah adalah madu yaitu sekitar 5mg/ 100g, padahal madu merupakan bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan guna memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk (MB), tepung kerabang telur (KT), sukrosa (S) dan asam sitrat (AS) menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Formulasinya adalah sebagai berikut: (A) 45% MB, 25% S, 17% AS, 13% KT; (B) 50% MB, 25% S, 14% AS, 11% KT dan (C) 55% MB, 25% S, 11% AS, 9% KT. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil uji kimia menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, total asam tertitrasi dan kadar kalsium. Kadar abu dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan formulasi.

(13)

ABSTRACT

Chemical and Organoleptic Characteristics of Honey Powder Instant Beverage which Added Egg Shell Meal as Calcium Source

Wahyuni N., Z. Wulandari, and S. Simamora

(14)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Nuzul Wahyuni D14201005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANO0LEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM

Nama : Nuzul Wahyuni NRP : D.14201005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.) (Ir. Suhut Simamora, MS) NIP 132 206 246 NIP 130 422 708

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak R. Jeki dan Ibu Umi Nafi’ah.

Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Islam Dewi Masyithoh Gondanglegi, Malang hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Islam Salafiyah Khairudin Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke MTs Negeri Malang III, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU negeri I Gondanglegi, Malang.

Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni hingga Juli 2005. Kandungan kalsium yang tinggi pada kerabang telur yaitu sekitar 36% dari berat total dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk bahan pangan. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi tapi kandungan kalsiumnya rendah yaitu madu (sekitar 5mg/100g). Pengeringan madu bubuk dapat memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi, sedangkan penepungan kerabang telur bertujuan untuk mempermudah aplikasi terhadap bahan pangan.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.

Bogor, Oktober 2005

(18)
(19)

Model ... 25

Peubah yang Diukur ... 25

Analisis Data ... 27

Prosedur ... 28

Penelitian Pendahuluan ... 28

Penelitian Utama ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Penelitian Pendahuluan ... 32

Penelitian Utama ... 32

Sifat Kimia ... 32

Kadar Air ... 33

Kadar Abu ... 34

Total Asam Tertitrasi ... 35

Kadar Kalsium ... 35

Sifat Organoleptik ... 36

Warna ... 37

Rasa ... 39

Tekstur ... 40

Penerimaan Umum... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

UCAPAN TERIMA KASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rata-rata dari Madu ... 8

2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 ... 10

3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ... 17

4. Persyaratan Minuman Soda ... 19

5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk ... 25

6. Formulasi Madu Bubuk ... 28

7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk ... 33

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penampang Melintang Kerabang Telur ... 3

2. Reaksi Degradasi Heksosa dalam Madu oleh Sel Khamir ... 6

3. Stuktur Gum Arab ... 12

4. Struktur Dekstrin... 13

5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat ... 19

6. Mekanisme Metabolisme Kalsium ... 20

7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) ... 23

8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk ... 30

9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan .... 34

10. Respon Panelis terhadap Warna Larutan Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi ... 38

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Formulir Uji Skoring Minuman Instan Madu Bubuk ... 50 2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air ... 51 3. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu ... 51 4. Hasil Sidik Ragam Uji Total Asam Tertitrasi ... 51 5. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Minuman Instan Madu Bubuk 51 6. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Warna Serbuk Minuman Instan madu Bubuk... 52 7. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Warna Larutan Minuman Instan madu Bubuk ... 52 8. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Rasa Sparkle Minuman Instan madu Bubuk... 52 9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Rasa Asam Minuman Instan madu Bubuk ... 53 10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Tekstur Minuman Instan Madu Bubuk ... 53 11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerabang telur merupakan salah satu limbah peternakan yang menjadi masalah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan yang berbahan baku telur. Tidak ada data yang memuat angka pasti jumlah kerabang telur yang dihasilkan per tahun di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari jumlahnya industri pengolahan pangan yang berbahan baku telur maka dapat dipastikan jumlah limbah kerabang telur juga akan cukup besar. Produksi yang cukup besar menimbulkan usaha-usaha yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah ini agar lebih berdaya guna. Selama ini kerabang telur lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan campuran pakan ternak. Padahal kandungan kalsium kerabang telur yang tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total kerabang telur dapat digunakan juga sebagai bahan penambah nilai gizi suatu bahan pangan.

Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium dalam darah jumlahnya relatif konstan. Kalsium diperlukan tubuh untuk berbagai fungsi seperti pembekuan darah, penyusun tulang dan gigi, kontraksi otot dan sebagainya.

Madu merupakan bahan pangan bersumber energi tinggi karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat segera dimanfaatkan oleh tubuh.. Sifat madu yang higroskopis menyebabkan kadar air madu mudah mengalami peningkatan pada suhu ruang sehingga dapat menyebabkan terjadinya fermentasi. Madu sebagai larutan gula memiliki sifat sangat jenuh dan tidak stabil sehingga di bawah kondisi tertentu dapat mengalami kristalisasi. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif cara untuk mengurangi tingkat kerusakan madu yaitu dengan mengolah madu menjadi bentuk bubuk (powder).

(24)

Perumusan Masalah

Kerabang telur merupakan hasil ikutan dari produk peternakan yang masih dapat ditingkatkan keoptimalan penggunaannya. Mengingat kandungan kalsiumnya yang begitu tinggi (sekitar 36% dari berat total kerabang telur) dan kebutuhan manusia akan kalsium yang begitu tinggi pula (sekitar 500-600mg/hari), maka kerabang telur dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar kalsium suatu bahan pangan.

Penggunaan kalsium dapat dikombinasikan dengan madu bubuk yang mempunyai potensi sebagai makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan kalsium dari tepung kerabang telur diharapkan mampu meningkatkan kadar kalsium dalam madu, sehingga terbentuk produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber kalsium.

Tujuan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerabang Telur

Hasil Ikutan Ternak (animal by-product) merupakan hasil samping dari pemotongan ternak yang dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan menimbulkan masalah bagi industri dan lingkungan. Usaha pemanfaatan hasil ikutan dan limbah dari pemotongan ternak telah banyak dilakukan, baik untuk kepentingan manusia, untuk pakan ternak maupun untuk keperluan industri (Hardianto, 2002). Sebanyak 45.400.000 Kg (100.000.000 pounds) limbah kerabang telur diproduksi tiap tahun oleh egg breaking plants di Amerika. Kebanyakan limbah ini dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut (Walton et al., 1973). Sekitar 0,5Kg limbah kerabang telur dihasilkan oleh pedagang nasi goreng atau martabak di seputar wilayah Kampus Dalam Darmaga Bogor setiap harinya.

Sebutir telur ayam kurang lebih terdiri dari 11 % kerabang telur, 31 % kuning telur dan 58 % putih telur (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966). Kerabang telur yang membungkus telur tersebut beratnya 9-12 % dari berat telur total, dan mengandung 94 % kalsium karbonat, 1 % kalium phosphat, 1 % magnesium karbonat dan 4 % bahan organik (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966; Stadelman dan Cotteril, 1972). Berikut disajikan gambar melintang lapisan kerabang telur:

(26)

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa kerabang telur terdiri dari beberapa lapis. Lapisan tersebut berturut-turut adalah membran sel ( membaran pembatas, dalam dan luar), lapisan inti (kerucut, palisade dan kristal permukaan) dan kutikula.

Kerabang telur mengandung 1,6% air dan 98,4% bagian padat. Bagian padat ini terdiri 3,3% protein, 0,03% lemak dan 95,1% mineral. Jumlah mineral di dalam kerabang telur beratnya 2,25 gram yang terdiri dari 2,21 gram kalsium, 0,02 gram magnesium, 0,02 gram phosphor serta sedikit besi dan sulfur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur kaya akan kalsium dan mangandung juga protein yang berasal dari sisa-sisa albumin, selaput kerabang telur dan “matriks” kerabang telur (Meyer et al., 1973; Vandepopuliere et al., 1975 ; Christmas dan Harms, 1976). Menurut Daengprok et al. (2003) Tepung kerabang telur telah direkomen-dasikan sebagai sumber kalsium yang atraktif untuk kesehatan manusia guna meningkatkan kepadatan mineral tulang bagi yang mengalami osteoporosis. Saat ini telah dikembangkan riset guna meningkatkan nilai tambah kerabang telur sebagai bahan pangan (Daengprok et al., 2003).

Mountney (1966) menyatakan bahwa kerabang telur sebanyak 0,4% ditambahkan pada puding bakar, es krim, kue dasar, muffin, yeast roll, popovers dan mayonaise guna meningkatkan kandungan kalsiumnya. Penambahan itu tidak mampengaruhi kualitas palatabilitas dan pemasakan pangan-pangan tersebut (Mountney, 1966).

Madu

Madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari sumber nektar (SNI 01-3504-2004). Menurut Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1999), madu adalah cairan yang banyak mengandung zat gula yang terdapat pada sarang lebah atau bunga (rasanya manis).

(27)

Karakteristik Madu

Karakteristik madu yang bisa diamati adalah aroma, rasa dan warna. Karakteristik tersebut berbeda-beda tergantung dari sumber nektarnya. Aroma madu ditentukan oleh komponen volatile yang terdiri dari grup karbonil seperti formaldehyde, propionaldehide, aseton, metal etil keton dan metakrom (White, 1979). Aroma madu juga dipengaruhi oleh asam lemak atsiri dan senyawa lain dalam nektar (Sukartiko, 1986).

Flavor madu ditentukan oleh variasi gula, asam amino dan asam-asam lain, tannin dan senyawa non volatile (White, 1992). Aroma dan rasa madu mudah hilang oleh pemanasan dan penyimpanan yang kurang sempurna (Sukartiko, 1986). Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), warna madu dipengaruhi oleh tingkat pemanasan karena pemanasan yang lama akan mengubah warna madu menjadi lebih gelap.

Warna, aroma dan flavor madu pada derajat tertentu masih berhubungan. Warna dapat diukur secara objektif sedangkan aroma dan flavor masih menggunakan pengujian subjektif. Ketiga karakteristik tersebut sangat penting bagi konsumen (Gojmerac, 1983).

Sifat-Sifat Fisik madu

Densitas atau Berat Jenis. Densitas madu adalah berat madu persatuan volume, bila densitas suatu bahan dibandingkan dengan berat air pada volume sama pada suatu temperatur tertentu disebut berat jenis. Sifat ini dipengaruhi oleh temperatur pengukuran dan kandungan air madu. Semakin tinggi kadar air dalam madu maka berat jenis madu semakin rendah (White, 1992).

(28)

Sifat Higroskopis. Sukartiko (1986) menyatakan bahwa madu bersifat higroskopis atau menyerap air. Madu matang yang sudah dikeluarkan dari selnya akan segera menyerap air dari udara sekelilingnya sampai mencapai keseimbangan. Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan sangat jenuh dan tidak stabil (Gojmerac, 1983).

Madu yang berkadar air 17,4% memiliki keseimbangan uap air 58%, ini menunjukkkan bahwa kadar air madu dipengaruhi oleh RH udara (Gojmerac, 1983. White (1992) menunjukkan bagaimana pengaruh kelembaban udara terhadap kandungan air madu. Kelebihan dari air madu dapat dikurangi dengan mengekspos madu pada ruangan dengan RH lebih rendah daripada nilai keseimbangannya (White, 1992). Kadar air yang lebih tinggi dapat menyebabkan madu mengalami fermentasi oleh mikroorganisme (Winarno, 1982).

Kristalisasi. Menurut Krell (1996), kristalisasi terbentuk dari kristal glukosa monohidrat yang bervariasi dalam jumlah, dimensi maupun ukurannya. Proses ini dipicu oleh komposisi madu yang memiliki kadar air yang rendah dan kadar glukosa yang tinggi. Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980) bahwa jika kadar glukosa tinggi, kadar air rendah dan temperatur rendah maka kristalisasi akan berjalan cepat. Kristalisasi optimal terjadi pada temperatur penyimpanan 14° C.

Fermentasi. Menurut Tjokroadikoesomo (1986), fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba, sehingga fermentasi dapat berlangsung. Lebih lanjut Achmadi (1991) menambahkan, bahwa fermentasi merupakan proses biokimia yang umum terjadi pada madu yang disimpan. Penyebabnya adalah sejenis khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dan berkembang dalam madu. Menurut Fardiaz (1989), sel khamir akan mendegradasi hexosa dalam madu menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida. Reaksinya adalah sebagai berikut: Khamir

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

(29)

Hidroksimetilfurfural. Menurut Baum (1970), apabila monosakarida berada dalam kondisi asam maka monosakarida tersebut merupakan pentosa, maka akan terbentuk furfural, sedangkan apabila monosakarida tersebut merupakan heksosa maka akan terbentuk hidroksimetilfurfural (HMF). Achmadi (1991) menambahkan bahwa HMF merupakan hasil dekomposisis glukosa, fruktosa dan monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan panas. Reaksi selanjutnya menghasilkan asam format dan levulinat. Adanya HMF menunjukkan bahwa madu telah mengalami proses pemanasan dan penambahan gula (White, 1979).

Komposisi Kimia Madu

Komposisi kimia madu dipengaruhi oleh dua hal, yakni komposisi nektar yang dihasilkan dan yang berhasil dikumpulkan oleh lebah serta faktor eksternal, seperti cuaca dan iklim. Selain itu banyak tidak bunga, derajat kematangan madu serta cara ekstraksi juga turut mempengaruhi komposisinya (White, 1979).

Komposisi madu terutama terdiri dari air dan karbohidrat. Selain itu, madu juga mengandung komponen lain seperti asam, mineral dan enzim dalam jumlah sedikit (White,1992).

Air. Air yang terkandung dalam sisiran madu berasal dari nektar yang telah dimatangkan oleh lebah. Konsentrasinya tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pematangan madu antara lain kondisi cuaca, kadar air awal nektar serta kekuatan koloni (White, 1992).

Febrinda (1993) mengungkapkan secara alami kadar air madu Indonesia cukup tinggi yakni sekitar 22,9%. Kadar air yang tinggi ini disebabkan oleh kelembaban relatif udara di Indonesia yang tinggi sekitar 80%.

(30)

Bahan-Bahan Lain. Komponen lain dalam madu adalah asam, mineral, enzim, protein dan vitamin. Berikut disajikan tabel komposisi kimia rata-rata madu yang direkomendasikan oleh instansi atau perorangan berdasarkan hasil penelitian.

Tabel 1. Komposisi Kimia Rata-Rata dari Madu Komposisi

Rata-Rata

1 2 3 4 5 Kadar air(%) 17.20 20.00 23.00 17.20 17.10

Fruktosa(%) 38.20 - - - 38.50

Dekstrosa(%) 31.30 - - - 31.00

Sukrosa(%) 1.30 - - - 1.50

Maltosa(%) 7.30 - - - 7.20

Oligosakarida(%) 1.50 - - - -

Karbohidrat(%) 79.60 79.50 76.00 82.30 82.40

Asam bebas(%) 0.43 - - - -

Glukonolaktone(%) 0.14 - - - -

Total asam(%) 0.57 - - - -

Nitrogen(%) 0.04 0.30 0.30 0.30 0.04

pH 3.90 - - - 3.90

Nilai diastase 20.80 - - - -

Kadar abu(%) 0.17 0.22 - 0.20 -

Fosfor(mg) - 16.00 - 6.00 1.9-6.3

Natrium(mg) - - - 5.00 0-7.60

Kalium(mg) - - - 51.00 13.2-168

Kalsium(mg) - 5.00 5.00 5.00 4.4-9.2

Vitamin A(mg) - - Trace - -

Vitamin C(mg) - 4.00 - - 2.2-2.4

Thiamin(mg) - - 0.05 - <0.006

Riboflavin(mg) - - 0.02 0.04 <0.06

Niacin(mg) - - - 0.30 <0.36

Sumber : 1. Bernice dan Annabel ( 1975) 2. White et al. (1979)

3. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) 4. Suharjo et al. (1985)

(31)

Berdasarkan tabel di atas, secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan adanya variasi yang besar dari beberapa jenis madu. Asam yang terutama adalah asam glukonat, meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat mempengaruhi cita rasa, aroma, dan kestabilan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980 ; Sihombing, 1997). Madu memiliki kadar abu yang berkisar antara 0,2% sampai 1%. Mineral yang dominan terdapat dalam madu adalah fosfor, kalium, kalsium, besi dan natrium (Suharjo et al., 1985).

Secara keseluruhan madu mempunyai macam-macam enzim yaitu amilase, glukooksidase, katalase, invertase, diastase, peroksidase, fosfatase dan enzim-enzim proteolitik (Lineback dan Inlett, 1982). Semua enzim ini berasal dari nektar, serbuk sari dan sekresi saliva lebah (White, 1992).

Root (1980) menyatakan bahwa sejumlah kecil nitrogen terdapat dalam madu yakni berjumlah sekitar 0,04% hingga 0,23%, dalam bentuk protein, nilai protein terdapat sekitar 0,25% sampai 0,8%. Madu juga mengandung asam amino yang berasal dari pemecahan rantai protein. Sekitar 11 sampai 12 asam amino terdapat dalam madu, antara lain prolin, tyrosin, leusin, asam glutamat, alanin, fenilalanin, dan isoleusin.

Unsur penting lainnya pada madu adalah vitamin, terutama adalah thiamin, riboflavin, biotin, asam askorbat, piridoksin, niacin dan asam panthotenat yang jumlahnya masing-masing tergantung pada jenis madunya (White, 1979). Menurut Winarno (1982) kandungan thiamin adalah 0,1 mg/100 g madu, sedangkan riboflavin 0,02 mg/100 g madu.

Kegunaan Madu

(32)

Di dalam industri pangan, madu memegang peranan penting seperti sebagai penyerta dalam pembuatan beberapa macam kue dan roti. Disamping itu juga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik.

Standar Mutu Madu di Indonesia

Di Indonesia persyaratan mutu madu di atur oleh Dewan Standarisasi Nasional dengan SNI 01-3545-2004 mengenai mutu dan cara uji madu. Berikut disajikan tabel tentang beberapa persyaratan madu yang terdapat dalam peraturan tersebut :

Tabel 2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 Bau, rasa dan warna Normal

Aktifitas diastase Minimal 3DN

HMF Maksimal 50 mg/Kg

Air Maksimal 22%

Gula pereduksi Minimal 65%

Sukrosa Maksimal 5%

Keasaman Maksimal 50 mek/Kg

Padatan tak terlarut Maksimal 0,5%

Abu Maksimal 0,5%

Asam benzoat Tak boleh ada Logam berbahaya Negatif Sumber: SNI 01-3545-2004

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar air yang disyaratkan oleh Dewan Standarisasi Nasional untuk madu di Indonesia adalah maksimal 22%, kadar abu maksimal 0,5% dan keasaman maksimal 50mek/Kg. Zat asam yang tidak boleh ada pada madu adalah asam benzoat.

Madu Bubuk

(33)

golongan pemanis (High Fructose Corn Syrup, maltodekstrin dan sirup gula) dan bahan anti cacking (kalsium stearat, dekstrin, tepung pati) (NHB, 2004 b). Warna madu kering bervariasi dari warna terang sampai coklat. Hal ini tergantung dari warna asal, proses pengeringan yang digunakan dan jumlah bahan pengisi (NHB, 2004 b).

National Honey Board (2004 b) menambahkan bahwa produk madu bubuk memiliki kelebihan antara lain kadar airnya rendah (2-3,5%), tekstur, flavor dan warna lebih konsisten, bobot yang lebih ringan, mengurangi ruang penyimpanan dan mudah dibersihkan. Akan tetapi karena penggunaan dalam industri masih sangat terbatas maka sejauh ini belum ada standar USDA untuk madu bubuk. Madu bubuk dengan formulasi 38% madu, 6% gum arab dan 56% dekstrin yang dihasilkan dengan metode pengeringan semprot dengan pemanasan 180° C tidak mengalami kerusakan nutrisi, terutama kadar fruktosa dan glukosa (Kumalasari, 2001). Meskipun terjadi peningkatan kadar HMF madu bubuk yaitu sekitar 24,2 mg/Kg-26,3 mg/Kg dari 14,15 mg/Kg (madu segar), akan tetapi masih memenuhi standar kadar HMF yang ditentukan (Chasanah, 2001).

Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan. Kandungan total padatan berpengaruh terhadap lama proses pengeringan semprot dan rendemen (Master, 1979). Menurut Crane (1979), pembuatan madu yang dikeringkan dapat menggunakan kurang lebih 55 % pati sebagai bahan pengisi supaya dicapai hasil yang maksimal.

Gum Arab

Gum arab dikenal juga dengan sebutan gum akasia yang merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum ini merupakan hasil sekresi bagian kulit atau batang tanaman (plant exudation) dari spesies tertentu pohon akasia yang berupa cairan kental dan akan jadi padat bila dibiarkan dingian. Spesies Acasia banyak yang ditemukan namun hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu A. senegal, A. seyal dan A. laeta (Klose dan Glicksman,1968).

(34)

L-ramnosa (11,4%), D-galaktosa (36,8) dan D-asam glukoronat (13,8%) serta mengandung ion kalsium, magnesium, dan kalium. Gum arab merupakan bahan pengisi yang aman digunakan atau Generally Recognize as Safe (GRAS), tidak beracun dan tidak bahaya untuk dikonsumsi manusia (Lewis, 1989).

Fungsi gum arab adalah untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma dari bahan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot karena gum arab dapat melindungi senyawa aroma dari pengaruh oksidasi, evaporasi dan absorbsi dari udara terbuka terutama untuk produk-produk yang higroskopis (Glicksman dan Sachachat, 1959). Gum arab memiliki sifat mudah larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang kurang kental, sehingga gum arab cocok digunakan sebagai bahan pengisi untuk bahan pangan yang dikeringkan dengan pengering semprot (Glicksman dan Sachachat, 1959). Berikut disajikan gambar struktur gum arab:

GALP GALP

ARAF ARAF

ARAF ARAF

GALP --- GALP --- GALP --- GALP RHAP --- GALP RHAP ---- GALP GA GA

ARAF ARAF

Keterangan : ARAF = L-arabofuranosa RHAP = L-ramnopyranosa GALP = D-galactopyranosa GA = D-glucorome acid

Gambar 3. Stuktur Gum Arab (Glicksman dan Schachat, 1959)

(35)

Dekstrin

Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisa pati secara tidak sempurna. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaandekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback dan Inlett, 1982).

Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan pada alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan alpha 1,6-glukosidik. Perubahan ini menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada pati (Satterwaite dan Iwinski, 1973).

Menurut Lewis (1989), dekstrin merupakan bahan yang aman untuk digunakan (Generally Recognize as Safe), tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Dekstrin dipakai untuk campuran serbuk minuman, pembuatan gula-gula dan bermacam-macam kue.

(36)

Asam Sitrat

Asidulan merupakan senyawa kimia bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan atau minuman dengan berbagai tujuan seperti pemberi rasa, penegas rasa dan warna, pengawet. Selain itu dapat juga digunakan untuk menyelubungi after taste yang tidak disukai (Rohdiana, 2003).

Asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan) yang dapat digunakan sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai (Winarno, 1992). Asam sitrat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dan mudah didapatkan dalam bentuk granular (Rohdiana, 2003).

Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2-hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau dari cara fermentasi. Asam sitrat merupakan asam organik yang pertama kali diisolasi dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk kemudian diproduksi secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Rosniawati, 2002).

Asam sitrat juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalent seperti Mn, Mg dan Fe. Logam-logam ini sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Asam sitrat sebagai chelating agent juga dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur (Kharisma, 2002).

Sukrosa

(37)

bahan pemanis umumnya adalah untuk memperbaiki flavour (rasa dan bau) bahan makanan, sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan, kegunaannya yang lain yaitu dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya dengan peningkatan kekentalan, menambah ’bobot rasa’ (body), meningkatkan mouth feel dan sebagainya.

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Secara komersial gula pasir dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi (Almatsier, 2001). Kemanisan sukrosa sama dengan 1,00. Industri-industri makanan biasa menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 1992).

Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa biasanya terletak pada karbon anomerik, sedangkan pada fruktosa hidroksil reaktifnya terletak pada atom karbon nomor 2, sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat (Winarno, 1992).

Pangan Fungsional

Menurut The International Food Information Council (IFIC), pangan fungsional adalah pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar (IFIC Foundation, 1998). Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, pangan fungsional adalah pangan yang berdasarkan pengetahuan antara pangan atau komponen pangan dan kesehatan, diharapkan memiliki keuntungan dalam kesehatan dan telah dinyatakan bahwa orang yang menggunakan produk tersebut untuk kesehatan akan memperoleh kesehatan (Fardiaz, 2003).

(38)

Menurut Ichikawa (1994) suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) dapat digunakan sebagai makanan dan memilki fungsi untuk kesehatan, (2) manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data ilmiah, (3) jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi, (4) aman dalam diet yang seimbang, (5) memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisis yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan, (6) tidak mengurangi nilai gizi pangan, (7) dikonsumsi dengan cara yang wajar, (8) tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul ataupun serbuk dan (9) berasal dari bahan-bahan alami.

Menurut Woodroof dan Philips (1974), minuman secara umum memiliki fungsi kesehatan karena mengandung senyawa gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang dapat langsung dirubah menjadi energi, mengandung air yang sangat penting bagi tubuh (pencernaan, mengendalikan suhu tubuh, melumasi sendi, membuang sisa pencernaan, menyerap O2 dan membuang CO2 di jantung). Minuman kesehatan

diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stres, menurunkan kandungan kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, disamping memiliki rasa dan aroma yang enak (Sampoerna dan Fardiaz, 2001).

Minuman Instan

Produk pangan instan menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) didefinisikan sebagai produk dalam bentuk konsentrat atau terpekatkan dengan penghilangan air sehingga mudah ditambah air (dingin/panas), mudah larut dan siap disantap. Proses instan berjalan ideal apabila bubuk yang terkena media air menjadi basah dalam beberapa saat lalu tenggelam dan segera larut atau terdispersi secara merata dalam mediumnya (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

(39)

dan volume yang rendah, memiliki kualitas dan stabilitas produk yang baik, memudahkan dalam transportasi, cocok untuk konsumsi skala besar serta cocok sebagai pembawa zat gizi seperti vitamin dan mineral yang lebih mudah mengalami kerusakan jika dalam minuman bentuk cair.

Proses pembuatan serbuk instan dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern, tergantung pada teknologi yang dipakai. Secara tradisional, serbuk instan dapat diperoleh dari pengeringan sederhana dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan pemasakan larutan bahan yang disertai dengan pengadukan sampai diperoleh serbuk kering. Serbuk instan dengan pengolahan modern diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan pengering semprot, pengering beku dll (Glicksman, 1986). Berikut persyaratan untuk minuman serbuk:

(40)

Kalsium

Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan dapat menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Menurut Cameron (1985), mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak.

Osteoporosis merupakan masalah umum yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Sebuah penelitian oleh D. M. Hegsted di tahun 1973 menyebutkan bahwa di Amerika terdapat 14 juta wanita dan lebih sedikit pria yang menderita efek cacat akibat osteoporosis. Selain itu, pertumbuhan gigi dan kemampuan pembekuan darah dapat melambat akibat kekurangan kalsium. Bahkan, penelitian oleh dr. Susan Thys-jacob dan rekan-rekannya di New York, menyebutkan gejala premenstruasi sindrom (PMS) dapat dikurangi 48 % pada wanita yang mengonsumsi kalsium tiga siklus haid sebelumnya (Surono, 1999).

Kandungan kalsium dalam makanan dapat diperoleh langsung dari alam contohnya bayam, daun talas, daun melinjo, kacang-kacangan dan ikan-ikan laut ataupun dari produk pangan miskin kalsium yang telah direkayasa dengan menambahkan kalsium ke dalamnya (Surono, 1999). Terdapat pula dalam susu, daging dan telur (Cameron, 1985).

Menurut Soekirman (1999), Angka Kecukupan Gizi rata-rata untuk kalsium bagi pria umur 20-45 tahun adalah 500 mg/ hari, sedangkan untuk wanita 600 mg/hari. Sedangkan menurut Miller (1996) kebutuhan pria dan wanita umur 11-24 th serta ibu hamil dan menyusui adalah 1200 mg/ hari, sedangkan pria dan wanita umur 24-50 th adalah 800 mg/hari.

Manfaat kalsium diantaranya adalah untuk menjaga kelangsingan tubuh, mengurangi PMS, membantu otot-otot jantung bekerja dengan baik, mengurangi resiko kanker kolon (Tim Penulis Nirmala, 2003). Jika dari makanan sehari-hari asupan kalsium kurang, suplemen sangat membantu. Asupan kalsium bisa ditoleransi oleh tubuh dengan baik pada dosis 2000 – 2500 mg (Surono, 1999). Konsumsi suplemen kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat meningkatkan resiko terkena batu ginjal dan kanker prostat (Tim Penulis Nirmala, 2003).

(41)

banyak digunakan dalam suplemen karena jenis ini yang paling baik dicerna bila disertai makanan. Bila konsumsi kalsium tidak disertakan dalam makanan, maka bentuk kalsium yang paling cepat dicerna. Bagi penderita achlorhydria (tidak mempunyai asam pencernaan), kalsium sitrat lebih efektif penggunaannya (Surono, 1999).

Asam sitrat akan membentuk kalsium sitrat jika ditambahkan pada kalsium karbonat, karena Ca dari kalsium karbonat akan bereaksi dengan sitrat membentuk Ca3(C6H5O7). Karbondioksida yang dihasilkan akan memberikan efek sparkle (rasa

seperti soda). Reaksi ini dikehendaki terjadi secara spontan ketika dilarutkan dalam air yang reaksinya adalah sebagai berikut :

2 H3C6H5O7.H2O + 3 CaCO3 Ca3(C6H5O7)2 + 5 H2O + 3 CO2

Asam sitrat Ca-karbonat Ca-sitrat Air Karbondioksida

Gambar 5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat

Berikut persyaratan minuman soda berdasarkan SNI 01-3708-1995:

Tabel 4. Persyaratan Minuman Soda Berdasarkan SNI 01-3708-1995

Kriteria Satuan Persyaratan

Staphylococcus aureus Vibrio species

Clostridium Perfringens Kapang dan Khamir

(42)

Penyerapan Kalsium dalam Tubuh

Menurut Winarno (1992), penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Usia anak-anak atau usia pertumbuhan sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap, tetapi waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap. Selain itu garam kalsium lebih larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme Metabolisme Kalsium (Horst, 1986)

(43)

kemudian mengontrol pengaktifan vitamin D menjadi bentuk hormonnya dan kedua hormon berinteraksi dengan peningkatan kalsium darah. Melalui vitamin D aktif, PTH meningkatkan resorpsi tulang dan retensi kalsium oleh tubulu ginjal, ini juga merangsang penyerapan kalsium makanan dalam usus halus. Sekresi kalsitonin tiroid cenderung menurunkan konsentrasi kalsium darah dengan jalan kebalikan dari pengaruh aliran kalsium tulang dan menyebabkan peningkatan deposito mineral tulang secara keseluruhan (Linder, 1992). Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6.

Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut tidak dapat digunakan karena ada dan tingginya kadar oksalat. Oksalat dalam makanan dapat menurunkan ketersediaan magnesium dan besi makanan. Asam oksalat dan fitat menyebabkan mineral-mineral tersebut tidak dapat digunakan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut (Linder, 1992).

Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari bahan makanan. Kalsium-urin yang hilang ditingkatkan oleh asidosis dan tingginya konsumsi protein. Kalsium yang keluar melalui sekresi dan yang masuk ke dalam saluran pencernaan diperkirakan sama dan hanya sedikit yang dapat diserap kembali. Kalsium yang hilang melalui keringat jumlahnya sekitar 20-350 mg, sedangkan selama kehamilan sekitar 300 mg dan pada saat menyusui sekitar 15-20 mg (Linder, 1992).

Pengeringan Semprot (Spray Drying)

(44)

cairan, puree atau pasta dengan viskositas rendah. Penggunaan pengering semprot ini terutama untuk produk-produk yang sensitif panas.

Pengering semprot dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi, terutama untuk bahan-bahan sensitif terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh proses atomisasi yang menggunakan sejumlah udara dengan suhu sekitar 204ºC (400ºF) dan partikel yang keluar setelah dikeringkan mempunyai suhu sekitar 82ºC (180ºF) (Potter, 1980).

Menurut Master (1979), pengeringan semprot adalah proses perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas. Sedangkan menurut Greenwald dan King (1981), produk kering yang dihasilkan dapat berupa tepung, butiran atau gumpalan, tergantung sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan.

Waktu kontak antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya beberapa detik, sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Master, 1979). Sedangkan Kjaergaard (1974) menyatakan bahwa produk mengalami pengeringan tanpa persinggungan dengan logam panas, suhu produk relatif cukup tinggi. Penguapan berlangsung sangat cepat, karena luasnya permukaan bahan.

Larutan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot harus mempunyai konesntrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil pengeringan (Master, 1979).

Ada tiga elemen yang sangat penting pada pengering semprot, yaitu atomizer, ruang pengering dan sistem pengumpul partikel-partikel yang telah kering. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan (Harper, 1976). Pengeringan semprot terdiri dari empat proses, yaitu: (1) atomisasi bahan, sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya.

(45)

menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan produk semakin lama (Suratmi, 1993). Kadar air bahan hasil pengeringan dengan alat pengering semprot ini berkisar antara 3-5% (Taib et al., 1988). Berikut disajikan gambar mini spray dryer beserta bagian-bagiannya:

Keterangan: 1. Nozzle

2. Ruang pengeringan 3. Pengontrol aliran bahan

4. Tombol pengontrol tekanan bahan 5. Selang pemasukan bahan

6. Tempat bahan

7. Tombol penunjuk dan pengontrol pengeringan

8. Tombol pengontrol aspirator 9. Penunjuk digital suhu inlet 10. Penunjuk digital suhu outlet

11. Soket penghubung pencatatan labora-torium

12. Cyclone

13. Kotak pengumpul hasil pengeringan

Gambar 7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) Sumber: Mini Spray Dryer Buchi 190; Operating Instruction

(46)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant SEAFAST yang ada di Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan madu bubuk, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk proses formulasi dan uji organoleptik serta Laboratorium Balai Penelitian Pasca Panen, Cimanggu, Bogor untuk pengukuran peubah yang diamati.

Materi

Bahan

Bahan yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah kerabang telur yang berwarna coklat sekitar 1Kg, madu karet yang berasal dari PUSBAHNAS sekitar 2,5Kg, sukrosa dan asam sitrat. Bahan kimia yang digunakan adalah asam nitrat, toluene, asam sulfat pekat, asam perklorat, asam klorida, NaOH dan fenolftalein. Bahan lain yang juga digunakan adalah gum arab, dekstrin dan aqua destilata yang didapat dari toko kimia.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah blender kering, saringan 18 dan 100 mesh, timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 g (AND-HL 100), spray dryer merek Buchi tipe B-190, homogenizer, kompor, panci, alat AAS model 170-30, oven dan tanur. selain itu, diperlukan juga tabung beserta alat sentrifusi, cawan porselin dan buret.

Rancangan Percobaan

Perlakuan

(47)

Tabel 5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk

Perlakuan Sukrosa Tepung madu Tepung kerabang telur Asam sitrat

……….%...

Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan/peubah dari formulasi ke-i dan ulangan ke-j

μ = nilai tengah

Kadar Air (AOAC, 1995). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 1050C. Sampel seberat tiga gram dimasukkan ke cawan alumunium yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam hingga beratnya konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air sampel dihitung sebagai berikut :

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar Air (%) = X 100% Bobot sampel awal

(48)

dikeluarkan dan dimasukkan ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar abu = × 100 % Bobot sampel awal

Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1995). Sebanyak 10 gram produk dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator phenolphtalein. Titik akhir titrasi tercapai ketika warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda. Total asam tertitrasi dapat dihitung dengan rumus:

(100/10) × N NaOH × ml NaOH

TAT = x 100% gram contoh

Kandungan Kalsium (AOAC, 1995). Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi, dengan ditambahkan 10 ml asam campur (HClO4 pekat : HNO3 pekat

: H2SO4 pekat = 6:6:1). Labu dipanaskan secara bertahap dalam alat destruksi sampai

larutan tinggal 3/4 dan larutan berwarna bening (± 1 jam), setelah itu diangkat dan setelah dingin ditepatkan volumenya dengan H2O sampai 25 ml. Larutan dianalisa

dengan alat spektrofotometri penyerapan atom (AAS) model 170-30 dengan panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium. Kalibrasi alat dan penetapan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut, (2) diukur larutan standar kalsium (1000mg/L) dan blanko, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan) dan (4) dibuat kurva standar (nilai absorpsi vs konsentrasi kalsium dalam mg/L). Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

a x 100 x FP Kadar logam (mg/L) =

W Keterangan:

a = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar (mg/L) FP = faktor pengenceran

(49)

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Sifat organoleptik dari produk minuman instan madu bubuk dianalisa dengan menggunakan uji skoring (Lampiran 1). Panelis menilai sifat-sifat spesifik minuman instan madu bubuk yang meliputi warna serbuk dan tekstur sebelum dilarutkan dalam air dingin dan warna larutan, rasa asam, rasa sparkle dan penerimaan umum setelah dilarutkan dalam air dingin dengan perbandingan 1g serbuk:4ml air. Nilai skoring berkisar dari satu sampai lima untuk masing-masing jenis penilaian. Panelis yang digunakan dalam analisa ini adalah panelis agak terlatih sebanyak 25 orang. Jumlah panelis ini sudah memenuhi kriteria jumlah panelis untuk uji skoring yang disarankan oleh Rahayu (1998) yaitu sebanyak 15-25 orang panelis agak terlatih.

Analisis Data

Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dianalisa dengan menggunakan sidik ragam. Jika perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1995).

Data kuantitatif hasil pengujian organoleptik dianalisa secara statistika non parametrik dengan uji Kruskall Wallis (Steel and Torrie, 1995), dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparison rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Persamaan statistika non parametrik uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut:

12 Ri2

H = x ∑ − 3(n+1) N(n+1) ni

Keterangan:

Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i

ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i

n = Jumlah total pengamatan

(50)

Ri-Rj < Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5

Keterangan:

Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i

Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j

Zα = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (α=0,05 dan α=0,01) Ν = Jumlah total pengamatan (jumlah panelis x jumlah sampel)

K = Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2 dan 3)

Jika nilai Ri-Rj > Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5 , maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan

berbeda nyata pada taraf α.

Prosedur

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan madu bubuk dari madu karet berkadar air ± 17%. Metode pembuatan menggunakan spray drying, suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit (Kumalasari, 2001). Formulasi yang digunakan ada 2 yaitu A dan B, formulasi A mengacu pada hasil terbaik penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalasari (2001). Formulasinya tersaji pada Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Formulasi Madu Bubuk

Perlakuan Madu karet Dekstrin Gum arab

……….(%)... A

B

38 34

56 60

6 6

(51)

Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari 4 tahap yaitu:

Pembuatan Madu Bubuk. Tahap pertama merupakan tahap pembuatan madu bubuk. Metode pembuatan menggunakan spray drying dengan formulasi madu dan bahan pengisi mengacu pada hasil dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit.

Madu yang telah dicampur dengan bahan pengisi sesuai perbandingan di atas diencerkan dengan pengenceran optimum satu bagian bahan dalam satu bagian aqua destilata. Setelah diaduk dalam homogenizer kurang lebih selama 15 menit, larutan dikeringsemprotkan pada suhu optimum. Madu bubuk siap digunakan.

Pembuatan Tepung Kerabang Telur. Tahap ini merupakan persiapan bahan berupa pembuatan tepung kerabang telur. Pembuatan kerabang telur dimulai dengan pencucian kerabang dari kotoran-kotoran dan selaput telur yang melekat, selanjutnya direbus pada suhu 100ºC selama 15 menit dan dikeringoven pada suhu 60ºC selama 2 jam. Setelah itu diblender dan diayak dengan ukuran 100 mesh.

Pembuatan Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk. Tahap tiga merupakan tahap pencampuran keempat bahan utama, madu bubuk, tepung kerabang telur, sukrosa dan asam sitrat. Penentuan kadar bahan-bahan tersebut didapatkan dari pemisahan satu takaran per satu kali minum yang biasa dijual di pasaran yaitu 25 gram.

Kadar kalsium didalamnya harus memenuhi AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan1200 mg. Oleh karena itu, dalam 25 g minuman madu bubuk instan maksimal harus mengandung 3,2 g tepung kerabang telur, atau sama dengan 13 % dari total campuran.

Perbandingan asam sitrat dan kerabang telur yang digunakan adalah 17 : 13 karena didasarkan pada reaksi kimia sebagaimana tertuang pada Gambar 5.

Konsentrasi madu bubuk didapatkan dari rumus berikut :

% madu bubuk = % campuran – (%kerabang telur + %asam sitrat)

(52)

Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk (Kumalasari, 2001) dan (Simamora dan Wahyuni,2004) (Modifikasi) Ditambahkan 1000Cselama 15 menit

Pengovenan kerabang selama 2 jam pada suhu

(53)
(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan menghasilkan bahwa formulasi yang terbaik guna menghasilkan madu bubuk dari bahan dasar madu karet berkadar air ± 17% adalah formulasi B yaitu terdiri dari 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin. Madu bubuk yang dihasilkan dari formulasi A (38% madu karet, 6% gum arab dan 56% dekstrin) cenderung lebih lengket dan agak keras, sehingga bentuknya tidak dapat disebut bubuk. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin ternyata dapat memperbaiki tekstur dari madu bubuk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena dekstrin mempunyai kemampuan untuk mempermudah proses pengeringan.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi pembuatan madu bubuk, formulasi minuman instan madu bubuk dan pengukuran peubah yang diamati. Pembuatan madu bubuk mengacu pada metode pembuatan madu bubuk dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu menggunakan perbandingan pengenceran adonan dengan aquades sebesar 1:1, menggunakan suhu inlet 1800 C dan outlet 92-930 C serta formulasi yang digunakan yaitu 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin.

Formulasi yang digunakan dalam pembuatan minuman instan madu bubuk adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4. Formulasi didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi rata-rata orang dewasa akan kalsium yang terwakili oleh konsentrasi tepung kerabang telur, sedangkan konsentrasi bahan lain mengikuti berdasarkan reaksi kimia.

Sifat Kimia

(55)

Tabel 7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat

Kadar Air. Kadar air minuman instan madu bubuk merupakan faktor yang penting guna menentukan daya simpan, cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian produk tersebut. Semakin rendah kadar air produk maka waktu simpan produk tersebut akan semakin lama, demikian juga dengan cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian akan lebih mudah.

Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan tersebut. Kadar air minuman instan madu bubuk berkisar antara 4,42% - 4,75% (Tabel 7).

Hasil analisis ragam kadar air minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar air antar formulasi (Lampiran 2). Rataan kadar air pada minuman instan madu bubuk adalah sekitar 4,59%. Menurut Winarno (1992) jika kadar air bahan berkisar antara 3-4% maka akan tercapai kestabilan yang optimum pada bahan makanan tersebut. Menurut SNI 01-4320-1996 maksimal kadar air untuk minuman serbuk adalah 3%. Berdasarkan penentuan tersebut, maka kadar air dari minuman instan madu bubuk pada penelitian ini masih relatif tinggi dan masih agak rawan terhadap kerusakan.

(56)

seperti asam sitrat dan sukrosa. Penanganan dan penyimpanan asam sitrat memerlukan perhatian khusus karena bersifat sangat higroskopis (Martindale, 1989). Demikian juga dengan sukrosa yang mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air (Pulungan et al., 2004). Kadar air kerabang telur sekitar 1,6% (Romanoff dan Romanoff, 1963) dan tidak bersifat higroskopis sehingga diduga tidak akan mengalami peningkatan kadar air setelah pengolahan.

Kadar Abu. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kadar mineral yang dikandungnya. Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral yang terkandung.

Kadar abu minuman instan madu bubuk berkisar antara 5,4%-7,6% (Tabel 7). Tingkat kadar abu yang paling rendah adalah formulasi C yaitu 5,4% dan yang paling tinggi adalah formulasi A yaitu 7,6%. Perlakuan dengan konsentrasi tepung kerabang telur yang semakin besar akan meningkatkan kadar abu.

Gambar 9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan Keterangan: A= 25% sukrosa, 45% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 50% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 55% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat

(57)

Hasil analisis kadar abu minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01) terhadap kadar abu minuman instan madu bubuk yang dihasilkan (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar abu minuman instan madu bubuk formulasi A dan B tidak berbeda, akan tetapi kedua formulasi tersebut berbeda dengan formulasi C. Hal ini dikarenakan kadar mineral tiap kerabang telur berbeda jumlahnya.

Total Asam Tertitrasi. Nilai total asam tertitrasi menunjukkan banyaknya ml NaOH 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi atau menetralkan asam yang terkandung dalam minuman instan madu bubuk. Semakin tinggi nilai keasaman mengindikasikan semakin besarnya total asam yang terkandung dalam minuman instan madu bubuk.

Total asam minuman instan madu bubuk berkisar antara 13 ml NaOH 0,1 N/g sampai 21 ml NaOH 0,1 N/g (Tabel 7). Nilai rataan total asam tertitrasi adalah 16 ml NaOH 0,1N/g.

Hasil analisis ragam total asam minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan total asam (Lampiran 4). Total asam minuman instan madu bubuk relatif tinggi untuk suatu bahan pangan, akan tetapi tidak ada batasan untuk total keasaman dalam SNI-01-3708-1995 tentang air soda.

Total asam minuman instan madu bubuk yang relatif tinggi dikarenakan tingginya persentase asam sitrat dan adanya zat asam yang terdapat dalam madu. Asam yang terutama adalah asam glukonat, meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat mempengaruhi cita rasa, aroma, dan kestabilan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980 ; Sihombing, 1997).

(58)

memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, mengaktifkan reaksi enzim dan sekresi hormon (Suhardjo dan Kusharto, 1988).

Kadar kalsium penting untuk diketahui karena merupakan faktor yang sangat menentukan apakah penambahan tepung kerabang telur ke dalam minuman instan madu bubuk dapat meningkatkan kandungan kalsiumnya secara signifikan. Kadar kalsium minuman instan madu bubuk pada penelitian ini berkisar antara 0,173% sampai 0,272% atau sekitar 173mg/100g sampai 272mg/100g (Tabel 7). Kadar kalsium tersebut tidak memenuhi hipotesa dari penelitian ini yang mengharapkan kadar kalsiumnya sekitar 3200-4800mg/100g. Akan tetapi kadar kalsium minuman instan madu bubuk dalam penelitian ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kandungan kalsium yang terdapat dalam madu yaitu sekitar 5mg/100 g (Sihombing, 1997).

Kadar kalsium dalam minuman instan madu bubuk formulasi A secara perhitungan nilai gizi dapat digunakan untuk mensuplai kebutuhan kalsium tubuh manusia dewasa yang rata-rata 800mg/hari (Soekirman, 1999), selain kalsium dari makanan lain. Sediaan kalsium yang terdapat dalam minuman instan madu bubuk berupa kalsium sitrat yang merupakan hasil reaksi antara kalsium karbonat dengan asam sitrat berdasarkan reaksi kimia yang tersaji pada Gambar 5. Kalsium sitrat merupakan bentuk sediaan kalsium yang paling cepat dicerna jika tidak disertakan dalam makanan dan lebih efektif penggunaannya bagi penderita achlorhydria (tidak mempunyai asam pencernaan) (Surono, 1999).

Hasil sidik ragam (lampiran 5) menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar kalsium minuman instan madu bubuk yang dihasilkan antar tiap formulasinya. Hal ini dikarenakan peningkatan persentase tepung kerabang telur tiap formulasi tidak terlalu signifikan. Selain itu bisa juga dikarenakan perbedan kadar kalsium tiap kerabang telur yang digunakan. Kadar kalsium dalam suatu kerabang telur sangat dipengaruhi oleh kadar kalsium dalam pakan yang diberikan.

Sifat Organoleptik

(59)

penambahan tepung kerabang telur. Pengujian skoring terhadap produk minuman instan madu bubuk bertujuan untuk mengetahui karakteristik yang spesifik dalam suatu jenjang mutu yang dihasilkan berdasarkan penilaian skor. Hasil uji organoleptik tersaji pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8. Nilai Skoring Uji Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk Parameter

A B C Rataan Rataan Modus Rataan Modus Rataan Modus WS Keterangan:Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)

A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat

Warna. Menurut Soekarto (1990), warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan dan hasil-hasil pertanian lainnya. Warna adalah kriteria penting karena dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk, selain itu warna merupakan unsur yang pertama kali dinilai oleh konsumen sebelum unsur lain seperti rasa, tekstur, aroma dan beberapa sifat fisik lain.

1). Warna Serbuk. Warna serbuk dinilai sebelum serbuk minuman instan madu bubuk dilarutkan dalam air. Nilai rataan skoring terhadap warna serbuk minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8.

(60)

yang tertinggi adalah 3 untuk formulasi A. Nilai rataan menunjukkan bahwa respon panelis terhadap warna serbuk cenderung gelap (2,8) (Tabel 8). Hal ini dikarenakan madu bubuk memiliki warna yang gelap akibat proses karamelisasi oleh pemanasan pada suhu tinggi (1800C) pada saat proses spray drying. Sedangkan warna-warna terang dari bahan-bahan lain seperti tepung kerabang telur, asam sitrat dan sukrosa tidak dapat menutupi warna gelap madu bubuk.

Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna serbuk minuman instan madu bubuk (Lampiran 6). Hal ini dikarenakan persentase madu bubuk yang besar pada tiap formulasinya sehingga mendominasi warna dari bahan lain yang peningkatannya tidak terlalu besar. Rata-rata panelis memberikan respon warna agak gelap untuk serbuk minuman instan madu bubuk formulasi A dan respon gelap untuk formulasi B dan C.

2). Warna Larutan. Nilai rataan skoring terhadap warna larutan minuman instan madu bubuk disajikan pada Tabel 8. Berikut disajikan histogram warna larutan:

2.04

Gambar 9. Respon Panelis terhadap Warna Larutan Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi

Keterangan: A= 25% sukrosa, 45% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 50% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 55% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat

Gambar

Gambar 1. Penampang Melintang Kerabang Telur (Walton et al., 1973)
Tabel 1. Komposisi Kimia Rata-Rata dari Madu
Tabel 2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004
Gambar 3. Stuktur Gum Arab (Glicksman dan Schachat, 1959)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat enam institusionalisasi, di antaranya: (1) Pembentukan kementrian atau departemen khusus terpisah yang bertanggung jawab untuk menangani urusan internasional

motivasi kepada para santri agar mereka rajin mengaji, rajin setoran, sehingga mereka menghafal atas kesadaran sendiri.16 7 Meskipun memiliki berbagai kesibukan, kiai selalu

Sudah menjadi suatu keharusan bagi industri galangan kapal kayu tradisional di Batulicin untuk menerapkan standarisasi dalam perencanaan dan pemasangan instalasi

Pakan yang memiliki kandungan nutrisi kurang baik atau tidak lengkap dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, sistem saraf, pembentukan tulang dan gigi, kemampuan

tanezumi yang beraktivitas di loteng atau atap rumah (bersifat arboreal). argentiventer efektif sebagai host Leptospira sp. karena mudah terinfeksi Leptospira sp. tetapi

dan TELKOMSEL pernah berhasil menjadi sebuah operator seluler pertama yang. menawarkan layanan prabayar GSM di Asia pada

Eko tidak mungkin memiliki perasaan yang sama denganku, karena memang Eko nggak tahu kalau dialah yang membuatku tidak pernah absen ke sekolah.. Sekalipun aku sakit, aku selalu

QUANTITIES REPRESENT ACTUAL REPORTED WEIGHT, NOT ESTIMATED FROM THE NUMBER OF PACKAGES. 4) SALES HELD DURING A WEEK OVERLAPPING THE END OF THE MONTH ARE ATTRIBUTED WHOLLY TO THE