• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa ditandai oleh tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Contohnya, negara Singapura, meskipun tidak memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar dan sumber daya alam yang melimpah, namun karena memiliki SDM yang berkualitas, saat ini menjadi negara yang sangat maju. Singapura menempati peringkat ke-26 dalam hasil survey Human Development Index (HDI) tahun 2011 dan termasuk dalam kategori negara dengan HDI sangat tinggi. Sementara itu peringkat Indonesia sangat jauh di bawah Singapura yaitu pada peringkat ke-124 dari 187 negara, dan masih kalah dari negara-negara tetangga seperti Malaysia (peringkat ke-61) dan Thailand (peringkat ke-103).

Salah satu Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat berperan dalam pembangunan nasional adalah generasi muda. Remaja adalah generasi penerus bangsa yang akan berperan dalam kegiatan pembangunan di masa yang akan datang dan menjadi tumpuan harapan bangsa. Oleh karenanya, remaja Indonesia perlu dibina dan dikembangkan agar menjadi SDM yang berkualitas untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik.

Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character menyatakan bahwa ada sepuluh tanda-tanda kehancuran suatu bangsa yang meliputi meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata kotor, pengaruh kelompok teman sebaya yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, seks bebas dan alkohol, semakin kaburnya pedoman moral antara hal-hal yang baik dan buruk, penurunan etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan warga negara, semakin membudayanya nilai ketidakjujuran, dan semakin meningkatnya rasa kebencian dan saling curiga. Uraian tersebut menunjukkan betapa pentingnya pembentukan karakter remaja untuk mencegah kehancuran bangsa.

Kenyataan yang terjadi di Indonesia saat ini adalah makin seriusnya permasalahan di kalangan remaja khususnya dalam bidang sosial, budaya, dan moral yaitu kenakalan kriminal, asusila, pergaulan bebas, kehilangan identitas diri, terpengaruh budaya barat serta masalah degradasi moral seperti kurang menghormati orang lain, tidak jujur sampai ke usaha menyakiti diri sendiri seperti

(2)

narkoba, mabuk-mabukan, dan bunuh diri (Puspitawati, 2009). Pada dasawarsa terakhir kenakalan remaja yang dilakukan secara berkelompok seperti tawuran telah menjurus kepada tindakan brutal seperti pengrusakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan (Ramayanti, 2000). Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun ini sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Kasus tawuran yang paling menghebohkan terjadi di Jakarta Selatan dan memakan satu korban jiwa. Lalu hanya berselang dua hari, seorang pelajar di Jakarta Timur juga kembali menjadi korban jiwa akibat tawuran.1

Selain kenakalan remaja major atau kriminal, terdapat bentuk lain dari kenakalan remaja yaitu kenakalan yang tidak melanggar hukum atau kenakalan minor. Contoh dari kenakalan yang tidak melanggar hukum diantaranya adalah berbohong, memutarbalikkan fakta dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan, membolos, kabur meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua (Puspitawati, 2006). Perilaku remaja tersebut sudah umum terjadi dan sudah dianggap biasa di kalangan remaja dan dapat digolongkan menjadi dua perilaku yaitu perilaku tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Perilaku tidak jujur misalnya dengan menyontek pada saat ujian dan berbohong kepada orang tua atau guru. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa menyontek adalah fenomena yang umum di sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi (Anderman et al., 2004). Pada tahun 1987, Departemen Pendidikan California menyatakan bahwa menyontek adalah epidemi setelah menemukan bahwa 75 persen siswa sekolah menengah telah melakukan perbuatan menyontek pada suatu waktu di sekolah. Perilaku menyontek lebih sering terjadi di sekolah menengah atas dibandingkan sekolah menengah pertama (Anderman et al., 2004).

Selain ketidakjujuran, sikap tidak bertanggung jawab juga banyak ditemukan pada remaja misalnya dengan membolos sekolah, tidak menepati janji, dan tidak menyelesaikan tugas atau tanggung jawab yang diberikan orang tua atau sekolah. Rasa tanggung jawab adalah produk dari interaksi sosial yang dimulai sejak usia dini dan menjadi kritis pada masa remaja dan selanjutnya makin solid serta terlihat dalam berbagai aspek kehidupan di masa dewasa (Mahmud et al., 2011). Selain kejujuran, tanggung jawab juga merupakan

      

1

http://metro.news.viva.co.id/news/read/354946-sederet-tawuran-pelajar-di-jabodetabek-sejak-awal-2012, diakses 23 Oktober 2012.

(3)

karakter yang pada akhirnya bermuara pada integritas (Peterson & Seligman, 2004) yaitu konsistensi antara perilaku moral dan kehidupan individu (Ianinska, 2006). Agar sikap tidak jujur dan tidak bertanggung jawab tidak terbawa terus oleh remaja sampai ia dewasa maka akan menyebabkan kemerosotan moral dan menghasilkan pribadi yang tidak berintegritas. Lebih lanjut, kondisi ini pada akhirnya dapat menghancurkan karakter bangsa. Oleh karenanya, untuk mencegah hal tersebut terjadi, perlu ditanamkan karakter jujur dan bertanggung jawab pada diri remaja.

Hasil penelitian George Boggs pada tahun 1997 menunjukkan bahwa ada 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja yaitu jujur dan dapat diandalkan; bisa dipercaya dan tepat waktu; bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; bisa bekerja sama dengan atasan; bisa menerima dan menjalankan kewajiban; mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri; berpikir bahwa dirinya berharga; bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif; bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya; mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan); bisa membaca dengan pemahaman memadai; mengerti dasar-dasar matematika (Megawangi, 2009). Dari ketigabelas faktor tersebut sepuluh di antaranya adalah kualitas karakter dan hanya tiga yang merupakan faktor kecerdasan. Jika dirinci lebih jauh, dari kesepuluh kualitas karakter tersebut terlihat bahwa karakter jujur dan tanggung jawab mendominasi. Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya kedua karakter tersebut untuk dimiliki remaja dan dapat menjadi modal untuk keberhasilan dalam dunia kerja.

Faktor penentu yang sangat penting dan kritis bagi keberfungsian masyarakat adalah perkembangan nilai moral anak dan kemampuan anak untuk mengatur pemikiran, emosi, dan perilaku mereka agar sesuai dengan nilai-nilai moral (Steinberg, 1990). Penanaman nilai moral khususnya nilai kejujuran dan tanggung jawab dimulai pertama kali dalam keluarga, yaitu oleh orang tua, dan metode yang digunakan keluarga dalam hal penanaman nilai dan norma disebut metode sosialisasi.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, karakter penting untuk diteliti di usia remaja karena pada masa tersebut anak mengalami banyak perubahan biologis, kognitif maupun sosial, serta merupakan masa perkembangan identitas dan kemandirian (Padilla-Walker, 2007; Barni et.al., 2011). Tingkat pentingnya nilai-nilai moral bagi remaja telah dihubungkan dengan kecenderungan remaja

(4)

terhadap tindakan moral (Bond & Chi, 1997; Hardy & Carlo, 2005; Padilla-Walker & Carlo, 2007) dan terdapat hubungan yang kuat antara proses sosialisasi keluarga dengan konten dari pemikiran moral remaja (White, 2000). Hardy et.al (2008) merekomendasikan pentingnya penelitian untuk menjelaskan peranan pengasuhan dalam hal sosialisasi nilai-nilai moral secara spesifik. Dalam pengasuhan, salah satu faktor yang mempengaruhi karakter anak, termasuk di dalamnya karakter jujur dan bertanggung jawab, adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan digambarkan dalam tiga dimensi disiplin besar (Baumrind, 1967) yaitu authoritarian (otoriter), permissive (permisif), dan authoritative (otoritatif). Gaya pengasuhan otoritatif disimpulkan sebagai gaya pengasuhan yang paling optimal berdasarkan meta analisis Lamborn et. al (1991) dan Steinberg et.al (1994). Ritter (2005) menemukan bahwa gaya pengasuhan otoritatif berhubungan dengan tingkat resiliensi yang tinggi, sedangkan gaya pengasuhan otoriter dan permisif paling sering dihubungkan dengan partisipan yang memiliki tingkat resiliensi rendah. Remaja dari orang tua otoriter cukup berprestasi secara akademik tetapi rendah kepercayaan dirinya (Lamborn et. al, 1991). Selain gaya pengasuhan, sosialisasi nilai juga sangat berperan untuk menentukan ‘buah’ seperti apa yang akan dihasilkan nantinya dari seorang anak. Sosialisasi nilai karakter oleh orang tua terhadap anak (remaja) perlu dilakukan melalui berbagai metode sosialisasi (Berns, 1997) yaitu metode sosialisasi preventif (teladan, penjelasan, penetapan standar, penguatan positif) dan korektif (hukuman). Karakter remaja merupakan hasil dari gaya pengasuhan dan sosialisasi nilai yang dilakukan oleh orang tua baik dilihat secara individual maupun interaksi antar keduanya (Hillaker et.al., 2008).

Berdasarkan pemaparan tersebut maka penelitian ini meneliti mengenai pengaruh gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orang tua terhadap karakter jujur dan tanggung jawab remaja.

Perumusan Masalah

Pembentukan karakter remaja merupakan hal yang sangat penting bagi terciptanya SDM yang berkualitas. Karakter jujur dan tanggung jawab merupakan karakter yang mutlak dimiliki individu agar dapat menjadi pribadi yang memiliki integritas dalam kehidupannya. Sebaliknya, jika individu tidak jujur dan tidak bertanggung jawab maka akan menghasilkan tindakan-tindakan amoral yang

(5)

merugikan diri sendiri dan lingkungan dan dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan kemerosotan moral dan karakter bangsa. Pembentukan karakter dimulai dari keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi anak. Sesuai dengan teori struktural fungsional, keluarga seharusnya memiliki struktur yang kokoh dan setiap anggota keluarga memiliki fungsi masing-masing demi terciptanya suatu keharmonisan. Permasalahan terjadi ketika keluarga mudah goyah dan tidak dapat menjalankan fungsinya. Salah satu akibatnya adalah pembentukan karakter anak tidak berhasil. Oleh karenanya, faktor pengasuhan sangat penting dalam usaha menanamkan nilai dan norma kepada anak termasuk di dalamnya karakter jujur dan tanggung jawab.

Perilaku tidak jujur di kalangan remaja di Indonesia dapat dilihat dari hasil suatu survey dilakukan oleh Litbang Medisa Group pada tanggal 19 April 2007 di enam kota besar Indonesia (Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Medan) melalui wawancara terstruktur melalui telepon terhadap 480 responden dewasa yang dipilih secara acak (Kautsar, 2009). Hasil survey tersebut menyatakan bahwa mayoritas pelajar, baik yang duduk di bangku sekolah ataupun Perguruan Tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk menyontek.

Selain itu, rendahnya karakter kejujuran di Indonesia dapat dilihat dari tingginya tingkat korupsi saat ini. Hal yang sangat menyedihkan dan memalukan adalah Indonesia berada pada peringkat kedua negara terkorup menurut survei Political and Economical Risk Consultancy (PERC) terhadap 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik, dengan skor 9,25 dari nilai 10 dan hanya berbeda 0,02 poin dari Kamboja yang menempati peringkat pertama dengan skor 9,27. Pada tahun 2010, Indonesia adalah negara terkorup menurut survey yang sama dengan skor 9,07.2 Meskipun pada tahun 2011 Indonesia bukan lagi di peringkat pertama namun jika dilihat dari skor survei dengan nilai 10 sebagai nilai tertinggi tingkat korupsi, skor Indonesia di tahun 2011 mengalami kenaikan dari tahun 2010 yang mengindikasikan semakin parahnya tingkat korupsi di Indonesia.3 Budaya korupsi merupakan praktek pelanggaran moral yaitu ketidakjujuran, tidak bertanggung jawab, rendahnya disiplin, dan rendahnya komitmen terhadap nilai-nilai kebaikan (Megawangi, 2009).

      

2

 http://www.asiarisk.com, diakses 9 Februari 2012. 

3

 http://nasional.kompas.com/read/ 2010/03/08/21205485/PERC.Indonesia.Negara. Paling.Korup,

(6)

Perilaku tidak bertanggung jawab remaja dapat dilihat dari berbagai bentuk kenakalan yang dilakukan remaja mulai dari membolos, tidak menaati orang tua dan guru, tidak menepati janji, dan tidak menyelesaikan tugas atau tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

Mengingat pentingnya karakter jujur dan tanggung jawab bagi generasi muda Indonesia maka hal yang pertama harus dilakukan adalah menanamkannya melalui keluarga. Keluarga merupakan tempat yang paling pertama dan utama dalam hal sosialisasi anak sesuai dengan nilai-nilai keluarga dan norma masyarakat yang dianut. Ruhidawati (2005) menjelaskan bahwa keluarga adalah pilar pertama dan utama dalam membentuk manusia yang berkualitas melalui proses pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua. Dalam pengasuhan, salah satu faktor yang mempengaruhi karakter anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan digambarkan dalam tiga dimensi disiplin besar (Baumrind, 1967) yaitu authoritarian (berpusat pada orangtua), permissive (berpusat pada anak) dan authoritative (demokratis). Tipe orang tua otoriter berusaha untuk menentukan, mengontrol, dan menilai tingkah laku dan sikap anak sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Tipe orang tua permisif tidak menghukum dan membolehkan semua perilaku anak tanpa ada kontrol dari orang tua. Sementara itu, tipe orang tua otoritatif mengontrol perilaku anak dengan demokratis namun tegas dan berusaha untuk merangsang tingkah laku yang diinginkan pada anak.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan kajian tentang 1) bagaimana karakteristik remaja khususnya siswa SMA dan karakteristik keluarganya, 2) bagaimana gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orang tua, 3) bagaimana karakter jujur dan bertanggung jawab pada remaja, 4) bagaimana pengaruh gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orang tua terhadap pembentukan karakter jujur dan bertanggung jawab pada remaja.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pengaruh gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orang tua terhadap karakter jujur dan tanggung jawab pada remaja laki-laki dan perempuan yang merupakan siswa-siswi SMA di Kota Bogor.

(7)

Tujuan Khusus:

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi gaya pengasuhan orang tua, metode sosialisasi orang tua, dan karakter jujur dan bertanggung jawab pada remaja.

2. Menganalisis perbedaan karakter remaja laki-laki dan perempuan.

3. Menganalisis hubungan antarvariabel yaitu karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, metode sosialisasi orang tua, dan karakter remaja.

4. Menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orang tua terhadap karakter remaja.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi semua pihak terkait. Bagi keluarga, penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk dapat memperhatikan gaya pengasuhan serta metode sosialisasi nilai moral yang positif bagi remaja. Penelitian juga diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang dapat berperan bagi pembentukan karakter remaja seperti organisasi keagamaan dan komunitas pemuda. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan khususnya dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tampilan menu peta terdapat sub menu navigasi dengan caption cari lokasi yang berisi list atau daftar lokasi-lokasi kuliner yang dapat dipilih pengguna,

Risalah Lelang (Materi Penjelasan, Ketentuan lainnya serta tanya jawab dalam acara penjelasan lelang) merupakan lampiran Berita Acara Penjelasan Lelang. Berita

(AVA) aclalah "alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk mempeljelas materi pelajaran yang clisampaikan kepacla siswa clan mencegah terjaclinya verbalisme pada

Komentar negatif atau body shaming yang muncul di kehidupan sehari-hari yang tercermin pada media sosial sangat berpengaruh dalam membangun citra tubuh para remaja

Empat tahun yang lalu, jumlah umur kakak dan adiknya dalam sebuah keluarga adalah empat kali selisihnya. Maka 10 tahun yang akan dating umur kakak dan adiknya

Pengacuan anaforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain yang mendahuluinya, atau mengacu di anteseden

[r]

Maka dari itu apabila saat pembelajaran drama menggunakan teknik ganti tokoh ini maka harus lebih difokuskan pada aspek pelafalan agar hasil yang diperoleh menunjukkan