• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A44070020

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Identifikasi Eco-Aesthetic Lanskap Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan” ini merupakan karya saya dengan bimbingan dosen pembimbing skripsi saya dan belum diajukan dalam bentuk apa pun dan kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber yang diambil dari berbagai informasi telah dicantumkan pada halaman Daftar Pustaka skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Fyna Noviana Hendriawati A44070020

(3)

FYNA NOVIANA HENDRIAWATI. Identifikasi Eco-Aesthetic Lanskap Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh Andi Gunawan.

Perdesaan merupakan wilayah yang kegiatan utamanya adalah pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Adat istiadat dan sosial budaya yang ada masih diakui dan dihormati oleh masyarakat setempat. Dalam mensejahterakan masyarakat desa banyak kegiatan-kegiatan yang terkadang kurang memperhatikan fungsi-fungsi ekologi dan estetiknya. Salah satunya yaitu Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, merupakan salah satu desa di Indonesia yang memiliki kegiatan utamanya pertanian dengan potensi keindahan yang baik.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi suatu lanskap visual Desa Ancaran yang ditinjau dari sudut pandang eco-aesthetic. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan dengan tiga tahapan yaitu studi pustaka, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis. Analisis yang digunakan yaitu analisis scenic beauty estimation (SBE) untuk mengetahui nilai keindahan, analisis semantic differential (SD) untuk mengetahui persepsi ekologi, dan analisis regresi multilinear. Penilaian dalam perhitungan SBE dan SD dilakukan oleh 30 responden. Hasil dari perhitungan SBE dikelompokkan menjadi lanskap kualitas estetik tinggi, lanskap kualitas estetik sedang, dan lanskap kualitas estetik rendah. Kemudian dianalisis hubungan kualitas estetik dan kualitas ekologinya dengan menggunakan metode SD. Analisis regresi multilinear digunakan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh nyata pada suatu nilai keindahan yang ada. Data yang digunakan merupakan data yang dianggap memiliki kondisi lanskap yang teratur.

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai SBE yang dimiliki Desa Ancaran berkisar -67 sampai 120. Nilai keindahan tertinggi sebesar 120 pada lanskap Nomor 28 dan lanskap dengan nilai keindahan terendah sebesar -67 pada lanskap Nomor 6. Lanskap yang memiliki nilai SBE tinggi merupakan lanskap pertanian yang merupakan lanskap paling disukai dan indah, sedangkan lanskap dengan

(4)

persentase luasan sekitar 30,79%, lanskap kualitas sedang memiliki persentase luasan sekitar 51,02%, dan lanskap kualitas estetik rendah memiliki persentase luasan sekitar 18,19%.

Lanskap kualitas estetik tinggi memiliki jumlah vegetasi yang dominan serta memiliki keteraturan dan keharmonisan antarelemen yang ada sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai estetiknya. Lanskap kualitas sedang cenderung memiliki jumlah elemen pembentuk lanskap yang seimbang. Walaupun terdapat bangunan dan perkerasaan, adanya vegetasi yang mendukung mampu meningkatkan kualitas estetiknya. Lanskap kualitas rendah lebih didominasi oleh bangunan dan perkerasaan. Lanskap tersebut cenderung dalam kondisi yang tidak rapi dan tidak bersih sehingga mempengaruhi nilai estetiknya.

Lanskap yang didominasi oleh vegetasi cenderung meningkatkan kualitas nilai estetik, sedangkan bangunan dan perkerasan cenderung menurunkan kualitas nilai estetik pada tapak. Hal tersebut dikarenakan pada setiap lanskap yang ada memiliki tipe lanskap yang berbeda. Tipe lanskap desa yang sering ditemui adalah pertanian, perkebunan, perumahan, permukiman padat, perkantoran, pasar, dan sarana pendidikan.

Berdasarkan hasil dari hubungan kualitas estetik dengan kualitas ekologi, didapat bahwa lanskap kualitas estetik tinggi memiliki kelembaban cukup tinggi, intensitas cahaya cukup tinggi, kerapatan vegetasi cukup tinggi, dan keragaman vegetasi cukup tinggi. Lanskap yang memiliki kualitas sedang memiliki kelembaban cukup tinggi, intensitas cahaya cukup tinggi, keragaman vegetasi yang cukup rendah, dan kerapatan vegetasi cukup rendah. Lanskap yang memiliki kualitas rendah memiliki intensitas cahaya tinggi, keragaman vegetasi rendah, dan kerapatan vegetasi rendah.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan analisis statistik regresi multilinear diperoleh persamaan SBE = 75,9 + 0,1 v – 1,9 b – 1,1 p, dengan v = vegetasi, b = bangunan, dan p = perkerasan. Persamaan tersebut digunakan untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi nilai keindahan. Elemen lanskap yang dijadikan sebagai variabel adalah vegetasi, bangunan, dan perkerasan. Variabel

(5)

adalah variabel bangunan dengan tingkat kepercayaan 95%.

Lanskap Desa Ancaran terdiri dari 12 unit lanskap, yaitu lanskap pertanian, lanskap kebun campuran, lahan tidak terpakai, lanskap perumahan, lanskap permukiman padat, lanskap sekolah, lanskap perkantoran, lanskap rumah dekat sawah, lanskap rumah dekat pertokoan, lanskap kuburan, lanskap lapangan, dan lanskap pasar. Unit lanskap yang paling dominan adalah unit lanskap pertanian, yaitu sekitar 37%. Kualitas estetik lanskap Desa Ancaran secara umum memiliki kualitas estetik sedang. Secara perseptual, lanskap yang memiliki nilai kualitas estetik tinggi dinilai cenderung memperlihatkan kualitas ekologi yang tinggi. Lanskap yang memiliki nilai kualitas estetik sedang dinilai cenderung memperlihatkan kualitas ekologi yang sedang pula, dan lanskap yang memiliki nilai kualitas estetik rendah cenderung memperlihatkan kualitas ekologi yang rendah.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian

kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA

ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN

FYNA NOVIANA HENDRIAWATI A44070020

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(8)

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr. Sc NIP. 196208011987031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 194809121974122001

Tanggal disetujui :

Judul : IDENTIFIKASI ECO-AESTHETIC LANSKAP DESA

ANCARAN, KABUPATEN KUNINGAN

Nama : FYNA NOVIANA HENDRIAWATI

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Kuningan pada tanggal 2 November 1988, putri dari pasangan Bapak Wawan Hendriawan dan Ibu Yuli Yuliana. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menjalani pendidikan di TK Bhayangkari, Indramayu, pada tahun 1994-1995 dan pendidikan SD Paoman XI, Indramayu, pada tahun 1995-2001. Kemudian penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 2 Sindang, Indramayu, pada tahun 2001-2004. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sindang, Indramayu, pada tahun 2004-2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK sebagai mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan menjadi mahasiswi Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, pada tahun 2008. Selama penulis mengikuti studi di IPB, penulis mengikuti kegiatan di luar akademik, di antaranya, menjadi anggota HIMASKAP pada Divisi Informasi dan Kesekretariatan (INFOS), aktifis UKM Panahan, dan Seroja Putih IPB. Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan oleh IPB.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipersembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Identifikasi Eco-Aesthetic Lanskap Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan”. Penulisan skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pegawai kelurahan dan masyarakat Desa Ancaran dalam melindungi lingkungan desa dan memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak berikut yang telah membantu kegiatan penelitian ini:

1. orang tua, Bapak dan Ibu tercinta atas segala doa, cinta, dukungan, perhatian, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini, serta orang-orang terdekat yang selalu memberikan semangatnya;

2. Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr,Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang atas bimbingan, dorongan, masukan, perhatian dan kesabarannya dari awal penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

3. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, MAgr dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam memperbaiki skripsi ini;

4. staf kelurahan Desa Ancaran yang telah memberikan bantuan dan infomasinya bagi penulis.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna di masa yang akan datang.

Bogor, Desember 2011

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR...vii

DARTAR LAMPIRAN...viii

PENDAHULUAN ...1 Latar belakang ...1 Tujuan ...2 Manfaat...2 Kerangka Pikir ...3 TINJAUAN PUSTAKA...4 Estetika ...4 Ekologi Lanskap ...5 Lanskap Perdesaan...6 Karakter Lanskap...7

Kualitas Estetik Lanskap ...8

Persepsi dan Preferensi Manusia ...10

METODOLOGI...12

Waktu dan Tempat Penelitian...12

Metode Penelitian ...12

HASIL DAN PEMBAHASAN...19

Deskripsi Umum ...19

Evaluasi Kualitas Estetik...19

Evaluasi Kualitas Ekologi ...30

Hubungan Elemen Pembentuk Lanskap dengan Kualitas Estetik...37

KESIMPULAN DAN SARAN...39

DAFTAR PUSTAKA...41

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir...3

2. Lokasi Penelitian ...12

3. Karakter Lanskap Desa Ancaran Sebelum Turun Lapang...14

4. Karakter Lanskap Desa Ancaran Setelah Turun Lapang...15

5. Persentase Luas Area Berdasarkan Kualitas Estetika...21

6. Nilai SBE Desa Ancaran...22

7. Gambar Lanskap Visual Kualitas Estetik Tinggi ...25

8. Gambar Lanskap Visual Kualitas Estetik Sedang ...27

9. Gambar Lanskap Visual Kualitas Estetik Rendah...30

10. Hubungan Kualitas Estetik dan Kualitas Ekologi

...

33

11. Contoh Foto Kualitas Estetik Tinggi dengan Tingkat Intensitas Cahaya Tinggi dan Tingkat Kelembaban Rendah...34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Scenic Beauty Estimation...46

2. Kuisioner Semantic Differential...47

3. Lanskap Kualitas Tinggi ...48

4. Lanskap Kualitas Sedang ...49

5. Lanskap Kualitas Rendah...52

6. Hasil Analisis Regresi Multilinear dengan Minitab ...53

7. Grafik Analisis Regresi Multilinear dengan Minitab ...54

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya masyarakat desa masih mempertahankan kondisi adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat. Budaya menentukan struktur masyarakat dengan mempengaruhi pembangunan lokasi jalan dan pusat-pusat desa. Budaya juga dapat mempengaruhi kegiatan mereka. Budaya kelompok telah berinteraksi dengan lingkungan alam, memanipulasi dan mungkin mengubah dan kadang-kadang memodifikasi tradisi mereka dalam menanggapi hal tersebut. Kegiatan tersebut tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, yang pada umumnya dengan memberdayakan masyarakat desa setempat.

Kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan mempertahankan potensi desa yang ada, misalnya dengan mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. Kesejahteraan masyarakan dapat dilihat dari pendapatan desa. Pendapatan asli yang dihasilkan dapat berasal dari hasil usaha desa, kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan desa yang sah (PP No.72/2005/Pasal 68). Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan perdesaan yang mengikutsertakan masyarakat desa (PP No.72/2005/Pasal 88).

Pembangunan perdesaan merupakan proses meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Pembangunan yang dilakukan harus memikirkan asas seperti keadilan, keberlanjutan, dan berwawasan lingkungan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Pembangunan desa yang berkelanjutan merupakan pembangunan desa yang tidak merusak lingkungan. Pembangunan desa yang berkelanjutan bukan

(16)

berpijak kepada konsep model produksi kapitalis dengan desa hanya sebagai ajang pasarnya alat-alat pertanian yang diproduksi oleh industri alat pertanian yang membebani masyarakat. Pembangunan yang terjadi saat ini seringkali menimbulkan dampak yang tidak diinginkan sehingga alam dan seisinya semakin lama semakin berkurang daya dukungnya. Eksploitasi lingkungan yang didasarkan pada kepentingan ekonomi semata suatu saat akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologis.

Pembangunan yang tidak didasarkan atau tidak memperhatikan fungsi-fungsi ekologi akan berdampak pada kerusakan lingkungan, karakter desa akan berubah menjadi karakter kota atau suburban, alih fungsi pertanian menjadi perumahan, perdagangan, atau industri non-pertanian. Oleh karena itu pembangunan desa harus mempertahankan karakter utama desa. Pembangunan desa yang demikian akan memperkuat kualitas ekologi dan estetik kawasan. Disisi lain, penelitian berkaitan dengan kualitas ekologi dan estetik desa masih sangat langka, sekalipun pada tahap identifikasi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab penelitian-penelitian lanjutan berkaitan dengan kualitas ekologi dan estetik (eco-aesthetic).

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi lanskap visual Desa Ancaran ditinjau dari sudut pandang eco-aesthetic.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi acuan untuk pihak-pihak terkait dan masyarakat baik masyarakat Desa Ancaran maupun lainnya dalam perencanaan pembangunan desa selanjutnya untuk perbaikan lingkungan.

(17)

Kerangka Pikir

Desa merupakan unit pemerintahan terkecil di Indonesia. Lanskap desa terdiri dari unit-unit lanskap yang memiliki karakter khusus, dan dapat berbeda dari satu desa ke desa lainnya. Karakter tersebut dapat dipertimbangkan dari sudut pandang estetik dan ekologi. Pertimbangan keduanya yang harmonis dapat menghasilkan konsep eco-aesthetic lanskap desa (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Pikir

Lanskap Desa Karakter Unit Lanskap Pertimbangan Estetik Pertimbangan Ekologi (perseptual) Eco-Aesthetic Lanskap Desa

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan pengidentifikasian dan pemahaman faktor yang memberikan kontribusi pada persepsi suatu obyek atau proses yang dianggap indah atau yang memberikan pengalaman yang bersifat menyenangkan. Secara etimologi, kata tersebut berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan persepsi. Estetik berkaitan erat dengan penilaian secara visual terhadap penampilan suatu objek (Simonds, 1983; dan Nassar, 1988).

Menurut Heath (1988), manusia pada umumnya menyukai keindahan, masyarakat yang menilai lingkungannya indah akan menjaga kesinambungan lingkungannya atas inisiatif setiap individu. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan kualitas lingkungan. Adanya sikap protektif tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat sangat membutuhkan kehadiran lingkungan yang indah di sekitarnya karena menimbulkan perasaan nyaman dan menyenangkan bagi manusia (Sekuler dan Blake, 1994).

Menurut Nassar (1988), kualitas estetik suatu lanskap dapat memberikan suatu kepuasan tersendiri kepada individu dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku manusia. Perilaku individu yang tercipta dapat meningkatkan suatu kualitas perdesaan, tentunya dengan mengajak individu-individu lain untuk ikut serta dalam peningkatan kualitas estetik. Estetik sering dikaitkan dengan keindahan, sedangkan indah adalah sesuatu yang dirasakan mempunyai hubungan harmonis dari semua bagian yang ditinjau dari suatu objek, ruang, dan kegiatan (Simonds, 1983). Lanskap dengan kualitas visual yang baik dipengaruhi oleh komposisi antara elemen keras dan elemen lunak yang harmonis sebagai elemen utama pembentuk lanskapnya (Suryandari, 2000).

Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang sesuai dalam pengamatan lanskap alami dan nonalami. Meskipun merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, kualitas estetik dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan

(19)

puncak dari kebutuhan manusia karena pada dasarnya manusia tidak hanya membutuhkan kepuasan secara fisik, tetapi yang utama adalah kepuasan terhadap jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penelitiannya sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; dan Foster, 1982). Menurut Daniel dan Boster (1976), estetika merupakan definisi parsial oleh karakter dan kebergantungan pada lingkungan yang merupakan bagian terbesar dari pertimbangan manusia.

Ekologi Lanskap

Lanskap merupakan konfigurasi partikel topografi, tanaman penutup, permukaan lahan, pola kolonisasi yang tidak terbatas, beberapa koherensi dari kealamian, proses kultural, dan aktivitas. Ekologinya sendiri merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup atau suatu ilmu yang menghubungkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya tempat mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada di sini. Ekologi lanskap memberikan suatu konsep, teori, dan metode baru dalam memahami interaksi yang dinamis dalam ekosistem berdasarkan pola ruang. Menurut Thompson dan Stainer (1997), karakter kualitas ekologi berupa variabel-variabel ekologi, meliputi keanekaragaman hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, kesuburan tanah, kepekaan terhadap erosi, tingkat kelembaban, dan intensitas cahaya.

Dalam setiap pembangunan yang ada sekarang terdapat banyak pengaruh terhadap sistem ruang dan sistem ekologinya. Pengaruh tersebut mengakibatkan perubahan yang dapat bersifat positif atau negatif, dampak positif dapat berupa lingkungan yang seimbang dan lestari. Dampak negatif berupa kerusakan lingkungan (Merriam, 1994; Turner, Gardner, dan O’neil, 2001). Dampak negatif tersebut dapat merugikan lingkungan sekitar terutama pada aspek ekologinya. Prinsip utama ekologi lanskap adalah integrasi ruang dan proses ekologi di dalamnya. Ekologi lanskap yang ada di setiap tempat dapat memberikan sebuah inspirasi untuk memahami hubungan ekosistem dan lingkungannya. Pemahaman tersebut dapat membantu pihak berwenang untuk melakukan pembangunan

(20)

perdesaan dengan benar tanpa adanya kesalahan yang dapat berdampak buruk. Pemahaman proses ekologi di dalam tapak juga dapat membantu pengambilan keputusan pembangunan yang tepat. Dengan demikian, hasil yang diharapkan dari kegiatan pembangunan berupa hasil yang positif (Thorne dan Huang, 1990; Merriam, 1994; dan Turner et al, 2001).

Lanskap Perdesaan

Perdesaan merupakan tapak yang masih memiliki kekayaan alam yang cukup banyak. Kekayaan tersebut banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk dijadikan lahan pertanian. Lanskap perdesaan berpotensi untuk dikelola dengan maksimum tanpa harus merusak kesuburannya. Lanskap ini merupakan gabungan antara lanskap yang dikelola dan lanskap alami yang ada. Lanskap tersebut tidak hanya menggambarkan bagian dari muka bumi yang tidak hanya dihuni untuk permukiman, tetapi juga mampu mempreservasi lingkungan yang alami. Sumber daya alami, makanan, dan habitat satwa liar mampu disediakan oleh lanskap ini yang memungkinkan manusia untuk hidup di lingkungan ekologi yang sangat beragam (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

Lanskap perdesaan yang dimanfaatkan harus bersifat berkelanjutan dengan masyarakat perdesaan yang ada dapat mengintegrasi kelestarian lingkungan sosial dengan cara hidup yang berdampak rendah. Terbentuknya suatu desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara naluriah ingin hidup bersama keluarga, yang kemudian memilih suatu kediaman bersama. Lahan perdesaan yang ada saat ini pada umumnya digunakan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas, seperti kegiatan pertanian, pertambangan, peternakan, rekreasi, kegiatan sosial, perdagangan, atau industri yang secara keseluruhan memberikan nilai lebih terhadap lanskapnya. Penggunaan lahan yang berkelanjutan dapat memberikan suatu pemahaman umum tentang bagaimana orang berinteraksi dengan lingkungan mereka.

Fasilitas alam seperti pegunungan, padang rumput, sungai, danau, dan hutan dapat mempengaruhi baik lokasi maupun organisasi masyarakat perdesaan. Awal permukiman sering bergantung pada sumber daya alam yang tersedia, seperti air untuk transportasi, irigasi, atau tenaga mesin. Tersedianya bahan seperti

(21)

kayu atau batu dapat mempengaruhi pembangunan rumah, gudang, pagar, jembatan, jalan, dan bangunan masyarakat. Pola tata ruang dalam skala besar bergantung pada hubungan antarkomponen utama fisik, bentukan lahan, dan fasilitas alami. Perkembangan teknologi, politik, ekonomi, serta lingkungan alam mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pola permukiman, antara lain agar dekat dengan pasar dan ketersediaan transportasi.

Berbagai jenis vegetasi berhubungan langsung dengan terbentuknya suatu pola pembangunan lahan. Vegetasi tersebut meliputi pohon, semak, dan tanaman hias, yang kebanyakan digunakan untuk keperluan pertanian. Fasilitas yang ada di perdesaan banyak yang berubah dari waktu ke waktu. Vegetasi merupakan fasilitas alam yang dinamis. Vegetasi tumbuh dan berubah sesuai dengan waktu. Setiap spesies vegetasi memiliki pola pertumbuhan dan cara hidup yang berbeda-beda dan unik.

Berbagai jenis bangunan yang ada berguna untuk melayani kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pekerjaan dan penggunaan lahan. Bangunan dirancang untuk melindungi aktivitas manusia termasuk tempat tinggal, sekolah, gereja, gudang, toko, dan ruang aktivitas lainnya. Perdesaan dan struktur bangunannya sering menunjukkan pola desain vernakular yang biasanya digunakan oleh mereka.

Elemen yang ada di perdesaan membentuk suatu karakteristik perdesaan tersebut. Elemen tersebut dapat berupa hard material dan soft material. Elemen yang sudah ada memiliki nilai tersendiri bila masyarakat dapat bekerja sama dalam memelihara dan mengelolanya. Pada lanskap desa biasanya banyak sekali ditemukan lanskap pertanian, tetapi tidak menutup kemungkinan pada lanskap desa terdapat bangunan di dalamnya. Adanya bangunan-bangunan pada suatu lanskap dapat mempengaruhi pemandangan, membentuk ruang terbuka, memodifikasi iklim mikro, dan menambah nilai fungsional pada tapak (Booth, 1983).

Karakter Lanskap

Karakter lanskap diidentifikasikan sebagai kunci dalam menganalisis karakter visual suatu lanskap. Karakter lanskap ini meliputi penutupan lahan, tata

(22)

guna lahan, dan bentukan lahan. Karakteristik bentukan lahan diperoleh melalui interpretasi data survei tanah, sedangkan penutupan lahan dan tata guna lahan diperoleh melalui perkiraan foto udara, peta topografi, peta geologi, dan peta permukaan air. Bentuk, garis, warna, dan tekstur merupakan elemen dasar yang sering digunakan untuk menentukan respons visual pada karakteristik lanskap (Stone, 1978). Karakteristik lanskap yang memiliki kualitas estetik tinggi di antaranya adalah dominasi vegetasi, keteraturan, dan tidak adanya dominasi bangunan (Meliawati, 2003). Karakter lanskap merupakan suatu area yang memiliki keharmonisan atau kesatuan antarelemen lanskap di dalamnya (Simonds, 1983). Karakteristik bangunan seperti tekstur, detil, dan proporsi dapat menentukan kualitas lingkungan tempat bangunan tersebut berada (Booth, 1983). Meliawati (2003) menyatakan bahwa karakteristik lanskap dengan bangunan yang cukup padat dan kurang tertata dengan baik memiliki kualitas keindahan rendah. Gunawan dan Yoshida (1994) menyatakan bahwa bangunan pertokoan dianggap tidak indah dan tidak nyaman karena cenderung terlalu padat.

Kualitas Estetik Lanskap

Menurut Simonds (1983), lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia dengan karakter yang menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini manusia memegang peranan penting dalam merasakan lanskap dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu lanskap.

Kualitas estetik lanskap dapat dinilai dari respons pengamat setelah melihat penampilan dari suatu objek yang akan menimbulkan persepsi dari pengamat. Menurut Nassar (1988), estetika secara terapan berkaitan dengan psikologi lingkungan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup manusia. Sesuatu yang secara visual dinilai indah sebagai reaksi adalah yang mempunyai keharmonisan di antara seluruh bagian-bagiannya (Simonds, 1983). Penilaian kualitas visual lanskap minimum dapat menentukan secara visual lanskap mana yang lebih baik atau unggul daripada yang lain.

Menurut Kumurur (2003), estetika lingkungan adalah hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungan. Menurutnya estetika lingkungan terwujud

(23)

dalam bentuk (1) terjaganya arsitektural bangunan serta kesesuaian dengan lingkungan sekitar atau bentang alam serta ketinggian bangunan, (2) terbinanya landscaping dengan adanya pepohonan di setiap lingkungan perumahan dan kawasan kegiatan sesuai dengan ekosistem wilayah, (3) lingkungan permukiman yang bebas dari gangguan bau, (4) lingkungan permukiman yang bebas dari gangguan kebisingan, (5) lingkungan permukiman yang bebas dari gangguan getaran, dan (6) lingkungan permukiman yang bebas dari gangguan radiasi.

Menurut Nassar (1988), kualitas estetik adalah sebuah pemahaman psikologis yang melibatkan penilaian subjektif. Kualitas estetik suatu lanskap tidak hanya bergantung pada karakteristik fisik lanskap, tetapi juga pada penilaian subjektif dari individu pengamat yang melihat lanskap tersebut. Kualitas estetik juga merupakan properti dari suatu lanskap dan dapat dinyatakan secara objektif.

Kualitas estetik sangat berperan dalam membentuk suatu kerakter dan identitas suatu tempat (Heath, 1988). Tempat yang memiliki nilai estetik tinggi biasanya menjadi pusat perhatian masyarakat sekitar. Komponen dari suatu objek dalam menentukan estetik ditentukan oleh dua macam penilaian estetik, yaitu estetik formal dan estetik simbolik. Estetik formal menilai suatu objek berdasarkan bentuk, ukuran, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu objek, sedangkan estetik simbolik menilai suatu objek berdasarkan pada makna konotatif dari objek tersebut setelah dialami oleh pengamat (Nassar, 1988).

Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam pengamatan ekologi, dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan gundul yang tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran, atau penciuman (Foster, 1982).

(24)

Persepsi dan Preferensi Manusia

Menurut Daniel dan Boster (1976), kualitas estetik tidak hanya ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan kekayaan lanskapnya saja, tetapi sebagian besar ditentukan oleh persepsi dan preferensi masyarakat terhadap lanskap tersebut. Persepsi merupakan suatu proses biologis manusia yang melibatkan seluruh panca indra untuk melihat, mendengar, dan mencium dan merasakan suatu objek (Sekuler dan Blake, 1994). Menurut Simonds (1983), persepsi merupakan bagian dari sistem kognisi manusia. Persepsi merupakan proses yang terjadi akibat rangsangan terhadap panca indra, terutama indra penglihatan.

Persepsi juga merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi seseorang terhadap obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan tempat dia berada. Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang karena pengaruh latar belakang intelektual. Kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan semakin banyak pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo, 1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungan. Porteous (1977) mendefinisikan persepsi sebagai suatu respons berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor eksternal dan internal manusia. Persepsi yang berulang-ulang akan menbentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk lebih menyenangi, tertarik, dan memilih sesuatu dibandingkan dengan yang lainnya.

Menurut Gifford (1997), persepsi seseorang terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor pribadi, faktor budaya, dan faktor fisik dari lingkungan itu sendiri. Faktor pribadi meliputi kemampuan perceptional dan karakteristik seseorang seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, pendidikan, pengalaman terhadap setting dan kesukaan seseorang terhadap setting. Faktor fisik dan lingkungan terdiri atas fitur-fitur fisik berupa elemen-elemen yang membentuk lingkungan tersebut. Persepsi manusia terhadap lanskap sangat penting dalam upaya perbaikan kualitas lanskap, baik secara fungsional maupun estetik. Sebaliknya, lanskap dapat membentuk persepsi manusia, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku manusia (Nassar, 1988).

(25)

Preferensi merupakan tindakan yang dilakukan manusia untuk memilih sesuatu dengan faktor-faktor yang ada. Menurut Siregar (2004), faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap suatu kualitas visual lanskap ditentukan oleh baik kualitas lanskap tersebut maupun keadaan psikologis masyarakat yang mengamati. Menurut Berleant (1988), apabila seseorang merasakan kepuasan terhadap suatu objek, ia akan menilai objek tersebut indah atau bagus. Menurut Nassar (1988), apabila terdapat perasaan tidak puas terhadap suatu objek, objek tersebut memiliki nilai tidak bagus, dan manusia akan cenderung untuk menghindari objek tersebut.

(26)

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki luas sekitar 177 Ha. Batas Wilayah Desa Ancaran di sebelah utara berbatasan dengan Desa Cikubangsari, Kecamatan Kramatmulya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sindangsari, Kecamatan Sindangagung, sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Ciporang, Kecamatan Kuningan, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Sindangagung, Kecamatan Sindangagung (Gambar 2).

`

Gambar 2. Lokasi Penelitian Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi lanskap visual Desa Ancaran dari sudut pandang eco-aesthetic. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan cara survei lapang. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah scenic beauty estimation, semantic differential, dan analisis statistik regresi multilinear. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran

1000 m 500 m

(27)

Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi studi pustaka, observasi lapang, dan memperkirakan unit lanskap Desa Ancaran. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari berbagai referensi yang berkaitan erat dengan topik penelitian. Observasi awal lapang dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang kondisi lapang yang sebenarnya. Proses memperkirakan unit lanskap Desa Ancaran dilakukan dengan menggunaan metode Gunawan dan Purwaningsih (2009), yaitu dengan mendeliniasi citra ikonos Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2006 ke dalam unit-unit lanskap yang mempunyai karakter visual yang serupa. Karakter tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bangunan

Bangunan yang ada terdiri dari perumahan, permukiman padat, perkantoran, pertokoan, dan sekolah. Bangunan dapat diidentifikasi dengan mudah dari pola dan warnanya. Bangunan tersebut pada umumnya dapat berupa bangunan yang teratur dan bangunan yang tidak teratur. Warna yang biasannya menjadi karakter bangunan adalah coklat kemerahan dan coklat.

2. Vegetasi

Vegetasi yang di dalamnya terdapat kumpulan tumbuhan atau tanaman yang ada di permukaan tanah baik berupa perkebunan, petanian, dan lahan tidak dipakai. Pada umumnya vegetasi yang ada berupa vegetasi pohon dan vegetasi bukan pohon. Vegetasi pohon dapat dilihat dari warna hijau tua, mengelompok atau menyebar, serta bentuk tajuk dan tekstur terlihat jelas. Vegetasi bukan pohon dapat dilihat dengan warna hijau yang lebih muda dan tekstur yang halus. Vegetasi pohon dapat berupa hutan dan perkebunan, sedangkan vegetasi bukan pohon dapat berupa tanaman pertanian, areal rumput, atau lahan yang ditumbuhi tanaman selain pohon.

3. Tanah lapang

Tanah lapang yang ada berupa lahan yang digunakan sebagai lapangan sepak bola dan lahan yang tidak dipakai. Pada unit ini biasanya hanya terdapat rerumputan atau tanah yang kosong. Biasanya tanah lapang ini dikelilingi dengan vegetasi dan bangunan. Unit ini dapat dilihat pada peta yang memiliki warna coklat kehijauan dan coklat.

(28)

4. Perkerasan

Perkerasan yang berupa pedestrian, jalan desa dan jalan raya. Perkerasan yang terdapat pada peta biasanya memiliki warna abu-abu, polanya lurus atau bercabang. Sekitar jalan biasanya terdapat bangunan dan vegetasi.

Pada tahap ini, dari gambar yang telah didigitasi dapat dilihat karakter lanskap Desa Ancaran sebelum turun lapang. Karakter lanskap di antaranya vegetasi menyebar, vegetasi mengelompok, bukan pohon, ruang terbuka, lahan tidak terpakai, lahan pertanian, dan permukiman (Gambar 3). Vegetasi yang menyebar merupakan vegetasi berupa pohon yang dalam kondisi tidak rapat dan tidak beraturan, sedangkan vegetasi yang mengelompok juga berupa pohon tetapi dalam kondisi yang rapat. Karakter lanskap yang termasuk bukan pohon merupakan vegetasi yang dapat berupa ground cover, dan semak. Karakter yang didapat sesuai dengan tekstur yang terlipat pada gambar.

Gambar 3. Karakter Lanskap Desa Ancaran Sebelum Turun Lapang Tahap Pelaksanaan

Tahap ini dilakukan survei lapang untuk pemotretan dan ground check. Ground check dilakukan selama tiga hari berturut-turut dengan tujuan untuk menyesuaikan hasil deliniasi yang telah dilakukan sebelumnya dengan kondisi di

Keterangan :

= vegetasi menyebar = vegetasi mengelompok = bukan pohon

= lahan tidak terpakai = lahan pertanian = ruang terbuka = permukiman U 1000 m 500 m

(29)

lapang yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil ground check yang dilakukan di desa Ancaran, dihasilkan karakter lanskap yang berbeda, yaitu lanskap pertanian, kebun campuran, lahan tidak terpakai, perumahan, permukiman padat, sekolah, perkantoran, rumah dekat sawah, rumah dekat pertokoan, kuburan, lapangan, dan pasar (Gambar 4). Perubahan karakter terjadi karena perubahan penutupan pada suatu lahan oleh faktor-faktor tertentu.

Gambar 4. Karakter Lanskap Desa Ancaran di Lapang Setelah Mengalami Perubahan

Karakter lanskap yang sangat mendominasi di Desa Ancaran adalah lanskap pertanian. Pertanian yang ada masih dalam kondisi produksi. Area pertanian tersebut menyebar di seluruh bagian desa tersebut. Karakter lanskap yang lainnya yang memiliki proporsi besar adalah kebun campuran. Karakter lanskap yang berupa tempat tinggal terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman padat dan perumahan. Permukiman padat memiliki proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan perumahan biasa. Perumahan yang ada sebenarnya dalam kondisi yang baik, tetapi secara fisik perumahan tersebut masih kurang indah. Hal ini terjadi karena perumahan tersebut masih dalam proses pembangunan.

Pemotretan dilakukan selama tujuh hari menggunakan kamera digital. Pemotretan dilakukan sejajar dengan arah pandang mata normal manusia.

Keterangan :

= sawah (±58 ha)

= kebun campuran (±38,9 ha) = lahan tidak terpakai (±13,1 ha) = lapangan (±1,5 ha)

= tanah kuburan (±0,5 ha) = perumahan (±7,7 ha) = permukiman padat (±30,6 ha) = rumah dekat sawah/kebun (±10,5 ) = ruko (±6,3 ha) = perkantoran (±7,7 ha) = sekolah (±1 ha) = pasar (±1,6) Luas sekitar 177 ha U 1000 m 500 m

(30)

Pengambilan foto dilakukan pada kondisi cuaca yang cerah sekitar pukul 10.00-14.00 WIB. Setiap pengambilan foto pada setiap karakter lanskap diambil beberapa foto yang dapat mewakili karakter lanskap desa, kemudian diseleksi berdasarkan kualitas foto. Foto yang diperoleh sebanyak 90 foto, sedangkan foto yang terpilih sebanyak 35 foto.

Foto-foto yang sudah didapatkan dipresentasikan untuk dilakukan penilaian terhadap kualitas estetiknya. Menurut Daniel dan Boster (1976), responden sebanyak 30 sudah dianggap mewakili. Responden tersebut merupakan bagian dari masyarakat yang dianggap kritis dan peduli terhadap lingkungan. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Arsitektur Lanskap yang sudah memiliki dasar ilmu mengenai lingkungan. Responden yang dipilih secara acak terdiri dari 9 mahasiswa Angkatan 2007 dan 21 mahasiswa Angkatan 2008. Responden dikumpulkan dalam satu ruangan untuk melakukan penilaian pada foto yang dipresentasikan salama 8 detik untuk setiap foto. Presentasi dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office PowerPoint 2007. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor 1 sampai 10, dengan skor 1 adalah lanskap yang tidak disukai dan skor 10 adalah lanskap yang paling disukai. Format penilaian dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai SBE yang dihasilkan menggambarkan pendugaan keindahan suatu lanskap.

Karakter kualitas ekologi berupa variabel-variabel ekologi, meliputi keanekaragaman hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, kesuburan tanah, kepekaan terhadap erosi, tingkat kelembaban, dan intensitas cahaya (Thompson dan Stainer, 1997). Penelitian pengukuran ekologis lebih ditekankan pada 4 variabel saja, yaitu tingkat kelembaban, keanekaragaman hayati (biodiversitas), kerapatan vegetasi, dan intensitas cahaya.

Dalam mengetahui hubungan kualitas estetik dengan kualitas ekologi dilakukan penilaian persepsi terhadap 15 foto yang terpilih. Foto tersebut hasil seleksi dari 35 foto yang telah terseleksi sebelumnya. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan semantic differential. Karakter dan format penilaian dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada awal presentasi, responden diberi tahu mengenai karakter ekologi apa saja yang akan dinilai pada penilaian persepsi tersebut. Dalam proses penilaian, setiap foto masing-masing ditampilkan selama 1 menit.

(31)

Responden diminta untuk melakukan penilaian pada 15 lanskap yang mewakili tiap karakter yang ada. Responden menilai masing-masing lanskap dengan 14 kriteria berupa kata (frase) yang bersifat bipolar/berlawanan. Setiap kriteria diberi skala nilai dari 0 sampai 9 dari pusat ke arah kutub yang berlawanan (Gunawan dan Yoshida, 1994). Dalam penilaian, kriteria disusun secara acak untuk menghindari keteraturan responden dalam menilai.

Tahap Analisis Data

Tahap ini dilakukan untuk menganalisis kualitas estetik, hubungan persepsi kualitas estetik dengan persepsi kualitas ekologi, dan analisis statistik regresi multilinear. Kualitas estetik dari penilaian responden dianalisis untuk mendapatkan nilai keindahan (Daniel dan Boster, 1976) melalui nilai z, sebagai berikut:

Dimana: SBE = nilai SBE titik ke – x ZLX = nilai rata-rata z titik ke – x

ZLS = nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar

Penilaian terhadap hubungan persepsi kualitas estetik dengan persepsi kualitas ekologi yang dilakukan dengan menggunakan metode semantic differential. Foto yang telah dinilai merupakan lanskap yang sudah memiliki nilai keindahan masing-masing. Penilaian yang dilakukan oleh responden tersebut menghasilkan nilai rata-rata pada setiap kriteria. Nilai rata-rata pada setiap lanskap akan dikelompokkan sehingga secara umum didapatkan kata sifat yang akan mewakili persepsi karakter estetik dan ekologinya.

Regresi multilinear dilakukan untuk menganalisis hubungan komponen pembentuk lanskap dengan nilai keindahan suatu lanskap. Nilai keindahan yang sudah dihasilkan, dijadikan sebagai peubah terikat (Y), sedangkan peubah bebasnya adalah elemen pembetuk lanskap yang memiliki karakter berbeda-beda

(32)

dan memberikan pengaruh terhadap kualitas estetiknya. Elemen tersebut adalah vegetasi (x1), bangunan (x2), dan perkerasan (x3). Pengolahan data menggunakan

aplikasi Minitab dengan menggunakan menu Statistik. Model dari analisis regresi multilinear adalah sebagai berikut:

Dimana: Y = variabel terikat a = konstanta b1, b2 = koefisien regresi

x1, x2 = variabel bebas

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum

Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18° C dan 32° C serta curah hujan berkisar antara 2.000 mm dan 2.500 mm per tahun. Pergantian musim yang terjadi antara bulan November sampai Mei adalah musim hujan dan antara bulan Juni sampai Oktober adalah musim kemarau. Desa Ancaran terdiri dari 5 Dusun/Kampung, 6 RW, dan 30 RT. Desa Ancaran memiliki jumlah penduduk ± 7.762 jiwa. Desa ini memiliki 1.776 kepala keluarga, yang terdiri dari 1.647 laki laki dan 129 perempuan.

Kawasan Desa Ancaran didominasi oleh lahan pertanian. Lahan pertanian tersebut banyak ditanami dengan tanaman padi dan palawija. Di Desa tersebut juga terdapat kebun campuran, tanaman yang ada, di antaranya adalah pohon pisang (Musa paradisiaca), melinjo (Gnetum gnemon), kelapa (Cocos nucifera), rambutan (Nephelium lappaceum), jati (Tectona grandis), jeunjing (Paraserianthes falcataria), mangga (Mangifera indica), dan pete (Parkia speciosa).

Evaluasi Kualitas Estetik

Hasil penelitian memperlihatkan nilai SBE dengan rentang nilai -67 sampai 120. Nilai SBE tertinggi sebesar 120 pada lanskap Nomor 28 dan lanskap yang bernilai terendah sebesar -67 pada lanskap Nomor 6. Nilai SBE memperlihatkan nilai tertinggi pada lanskap pertanian khususnya pertanian sawah. Karakter yang sama pada penelitian Ruliyansyah dan Gunawan (2008) juga memperlihatkan bahwa lanskap pertanian memiliki nilai SBE yang tinggi. Nilai SBE terendah dicapai oleh lanskap pasar yang memperlihatkan karakteristik bangunan yang rapat, tidak teratur, dan tanpa vegetasi. Pada penelitian Gunawan (2005) juga diperlihatkan karakteristik yang seperti itu memiliki nilai SBE yang sangat rendah. Lanskap dengan nilai SBE paling tinggi merupakan lanskap yang dianggap indah dan paling disukai, sedangkan lanskap dengan nilai SBE paling

(34)

rendah merupakan lanskap yang dianggap tidak indah dan paling tidak disukai (Daniel and Boster, 1978).

Hasil evaluasi nilai keindahan dikelompokkan menjadi lanskap kualitas estetik tinggi, lanskap kualitas sedang, dan lanskap kualitas rendah dengan rentang pengelompokan -22 > SBE > 76 (Tabel 1). Lanskap dengan nilai SBE antara < -22 termasuk ke dalam lanskap yang berkualitas rendah, lanskap dengan nilai SBE antara -22 sampai 76 termasuk ke dalam lanskap yang berkualitas sedang, dan lanskap dengan nilai SBE > 76 termasuk lanskap yang berkualitas tinggi.

Tabel 1. Lanskap Berdasarkan Kualitas Estetik

Secara umum kondisi Desa Ancaran memiliki nilai kualitas estetik yang sedang. Lanskap yang terdapat di daerah tersebut banyak yang memiliki komposisi yang sama antara elemen pembentuk lanskapnya. Menurut Meliawati (2003), kualitas estetik secara keseluruhan dapat ditentukan oleh kondisi fisik elemen pembentuk lanskapnya. Persentase luas area berdasarkan kualitas estetiknya dapat dilihat pada Gambar 5.

Lanskap yang memiliki nilai kualitas sedang mendominasi Desa Ancaran. Lanskap ini berupa lahan pertanian yang perlu dipertahankan fungsinya. Dengan banyaknya lahan pertanian di lingkungan dapat menciptakan keindahan terutama terhadap penilaian keindahan lanskap perdesaan (Ruliyansyah dan Gunawan, 2008). Penggunaan lahan di perdesaan dilakukan dengan hati-hati dan secara terbatas dengan memperhatikan aturan konservasi dalam segala kegiatan sosial ekonomi. Oleh karena itu, tanah di wilayah perdesaan harus mendapat

Kualitas Estetik Nomor Lanskap Jumlah

Tinggi (SBE > 76) 1, 3, 11, 20, 21, 28, 31 7 Sedang (-22 > SBE > 76) 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 12, 15, 17, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 30, 33, 34, 35 22 Rendah (SBE < -22) 6, 14, 16, 22. 29, 32 6

(35)

perlindungan agar lestari (Jayadinata, 1986). Nilai scenic bauty estimation secara keseluruhan dapat dilihat pada (Gambar 6)

Gambar 5. Persentase Luas Area Berdasarkan Kualitas Estetika

Vegetasi, bangunan, dan perkerasan mempengaruhi kualitas estetik suatu lanskap yang ada. Semakin tinggi komposisi elemen vegetasi, semakin tinggi nilai estetiknya, dan semakin tinggi komposisi bangunan, akan semakin rendah nilai estetiknya. Adanya tambahan elemen perkerasan akan menurunkan kualitas estetik yang sudah ada. Persepsi masyarakat terhadap lanskap yang ada bergantung pada penampilan fisik dari setiap elemen pembentuknya. Persepsi responden pada lanskap yang ada cenderung memberikan nilai yang tinggi terhadap lanskap pertanian.

Elemen-elemen lanskap yang digunakan dapat memberikan kesan indah dan ada juga yang memberikan kesan tidak indah. Elemen vegetasi memiliki fungsi utama, yaitu fungsi struktural, fungsi lingkungan, dan fungsi visual. Fungsi struktural dapat berperan dalam membentuk dan mengatur ruang, mempengaruhi pandangan, dan mempengaruhi arah gerakan. Vegetasi sebagai fungsi lingkungan berperan dalam pembersih udara, penjaga kelembaban tanah, pencegah erosi, pengatur suhu, dan sebagai habitat satwa. Fungsi yang ketiga dari elemen vegetasi sebagai fungsi visual dapat berperan sebagai focal point dan penghubung visual

Kualitas Estetika Persentase Luas Area 30,79 % 51,02 % 18.19 % 30,79% 51,02% 18,19%

(36)

terhadap karakter vegetasi yang berupa ukuran, bentuk, warna, dan tekstur (Booth, 1983).

Gambar 6. Nilai SBE Desa Ancaran

Vegetasi sangat berpengaruh terhadap keindahan suatu tapak. Kualitas yang baik dicapai dengan kondisi vegetasi yang penataannya rapi sehingga memiliki bentuk yang indah dan memberikan kesan sejuk pada area yang ada, misalnya, tanaman pohon yang bentuk tajuknya horizontal atau menyebar dapat memberikan kesan teduh dan nyaman. Suasana seperti itu akan mempengaruhi setiap individu dalam mengambil keputusan untuk memilih tempat yang nyaman bagi mereka.

Bangunan dapat mempengaruhi nilai kualitas estetik apabila dilihat dari keadaan bangunan itu sendiri. Bangunan yang terlalu padat, kotor, tidak teratur, dan kumuh dapat menyebabkan kualitas lanskapnya menjadi rendah. Sebaliknya, bangunan yang teratur dengan baik, menarik, dan bersih akan memberikan nilai kualitas estetik yang tinggi.

Elemen perkerasan yang digunakan pada umumnya menurunkan kualitas estetik. Perkerasan yang ada berupa jalan besar, pedestrian, dan parkir. Perkerasan yang menggunakan bahan dasar bagus dapat menambah nilai

(37)

estetiknya, misalnya dengan menggunakan aspal, paving blok, atau batu koral. Lanskap yang didominasi dengan perkerasan akan menurunkan nilai kualitas estetik, sebaliknya semakin kecil persentase perkerasan akan semakin menambah nilai kualitas esteik suatu lanskap.

Lanskap yang didominasi oleh vegetasi dianggap memberikan suasana nyaman. Lanskap yang didominasi oleh bangunan lebih tidak disukai. Keadaan bangunan yang terlalu rapat dan sedikit vegetasinya dapat memberikan suasana sumpek dan panas (Gunawan, 2005). Penilaian responden terhadap lanskap bangunan bergantung pada tatanan bangunan tersebut, apakah terlihat rapi atau tidak. Penampilan bangunan yang mewah memberikan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangunan yang biasa (Siregar dan Gunawan, 2010).

Lanskap yang memiliki nilai keindahan tertinggi adalah lanskap pertanian dan lanskap jalan. Hampir seluruh lanskap yang dinilai tinggi merupakan lanskap pertanian. Lanskap pertanian tersebut memiliki keteraturan vegetasi yang baik. Pola sawah yang bagus memberikan kesan rapi dan indah. Warna hijau yang ada memberikan kesan indah pada lanskap tersebut. Selain itu, tekstur pada bentukan sawah memberikan kesan yang tidak monoton sehingga masyarakat yang melihatnya tidak merasa bosan. Hal tersebut mempengaruhi penilaian lanskap pada fungsi visualnya. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), pola penataan vegetasi yang baik akan mampu meningkatkan keindahan penampilan vegetasi tersebut sekaligus meningkatkan kualitas visual lanskap.

Lanskap yang berkualitas tinggi biasanya berupa ruang terbuka yang didominasi dengan vegetasi. Sesuai dengan penelitian Meliawati (2003), karakter yang menonjol dari lanskap dengan keindahan pemandangan tinggi adalah proporsi vegetasi yang cukup dominan sehingga menimbulkan kesan teduh dan nyaman. Elemen vegetasi yang ada pada beberapa tempat memiliki kondisi fisik yang harmonis dan berpenampilan menarik (Gambar 7). Penilaian tersebut sama halnya dengan penelitian Napisah (2009) yang menyatakan bahwa lanskap dengan keindahan nilai tinggi ditunjukkan oleh bentuk arsitektural tanaman yang sesuai dengan bentuk genetisnya, pertumbuhan yang optimal, dan memiliki kesatuan antara tanaman yang satu dengan yang lainnya.

(38)

Pada umumnya lanskap berkualitas estetik tinggi memiliki vegetasi yang ada memberikan suasana yang alami terutama pada lanskap pertanian dan perkebunan. Selain pada lanskap pertanian, ada juga lanskap jalan yang memiliki nilai kualitas estetik tinggi. Lanskap tersebut memiliki tegakan pohon yang memberikan kesan pergerakan yang menarik sehingga masyarakat yang menggunakan jalan tersebut tidak merasa bosan. Adanya tegakan pohon menciptakan karakteristik tersendiri pada tapak tersebut. Ukuran pohon yang tinggi menciptakan suatu ruang yang menarik. Menurut Laila (2003), vegetasi yang rapat akan memberi kesan yang teduh, aman, dan nyaman. Hal tersebut dikarenakan adanya tajuk pohon yang saling bersinggungan sehingga membentuk suatu atap yang memberikan kesejukan bagi orang yang berada di bawahnya.

Kesan estetik muncul dengan adanya kesatuan tema dalam penataan keseimbangan dari komposisi tanaman, memiliki aksen dan point of interest, dan pengaturan tanaman memudahkan orientasi bagi pengguna jalan (Laila, 2003). Menurut Booth (1983), ukuran pohon secara langsung mempengaruhi skala ruang dan menciptakan komposisi yang menarik dalam desain. Pohon-pohon yang mendukung area jalan akan memberikan kesan sejuk sehingga meningkatkan kualitas estetiknya. Vegetasi juga dapat digunakan dalam menciptakan sudut pandang untuk memperluas atau mempersempit dimensi dan juga dapat membangkitkan perasaan seseorang (Serpa dan Muhar, 1966).

Lanskap jalan dapat memberikan perasaan tertentu apabila lanskap tersebut didukung oleh elemen-elemen yang mendukung. Booth (1983), menyatakan bahwa lanskap jalan mempunyai fungsi untuk mendukung penggunaan secara terus-menerus, membimbing, mengatur irama pergerakan, mengatur waktu istirahat, mendefinisikan penggunaan lahan, memberikan pengaruh, mempersatukan, membentuk lingkungan, membangun karakter lingkungan, membangun karakter spasial, dan membangun karakter visual. Booth (1983) menyatakan bahwa pohon besar dan sedang dapat digunakan pada lanskap untuk memberikan naungan.

Lanskap yang memiliki nilai keindahan sedang lebih banyak jika dibandingkan dengan lanskap yang memiliki nilai keindahan tinggi dan rendah. Lanskap yang termasuk lanskap sedang adalah lanskap perkebunan, perkantoran,

(39)

sekolah, perumahan, kuburan, jalan, lapangan, lahan tidak terpakai, dan permukiman. Pada lanskap perkebunan terdapat vegetasi yang dominasi, namun kondisi vegetasi yang ada kurang baik. Sebagian kecil kondisi vegetasi tersebut ada yang dalam keadaan kering dan juga meranggas.

Gambar 7. Lanskap Visual dengan Kualitas Estetik Tinggi b

= Lanskap kualitas estetik tinggi = Lanskap kualitas estetik sedang = Lanskap kualitas estetik rendah

(40)

Pada lanskap perkantoran yang berkualitas sedang terdapat tanaman pendukung yang membuat bangunan tersebut terlihat menarik. Bangunan dan vegetasi yang tertata dengan rapi memberikan kesan yang tidak kaku dan tidak monoton, misalnya, gedung Perusahaan Daerah Air Minum yang bagian depan dan sekitar gedungnya ditanami dengan tanaman palem yang menarik. Bangunan tersebut memiliki komposisi yang sama dengan vegetasi yang ada. Walaupun gedung terlihat dominan, bangunan tersebut dalam kondisi yang baik.

Bangunan sekolah termasuk ke dalam lanskap kualitas sedang yang memiliki struktur cukup bagus dan terawat. Vegetasi yang terdapat di sekitar bangunan cukup terawat dan masih memiliki nilai keindahan. Bangunan lain berupa perumahan yang bentuknya tersusun rapi belum terlihat bagus meskipun kondisi di sekitarnya tidak kumuh. Selain itu, terdapat permukiman padat, tetapi dengan adanya vegetasi kualitas estetiknya dapat ditingkatkan. Menurut Carpenter et al. (1975), vegetasi dapat meningkatkan penampilan estetik dari suatu lanskap apabila vegetasi tersebut mampu mendukung keberadaan bangunan di sekitarnya.

Lanskap jalan tidak seluruhnya memiliki nilai kualitas estetik tinggi, tetapi ada juga yang memiliki nilai kualitas sedang. Lanskap jalan tersebut berupa jalan raya dan jalan desa. Pada pinggir jalan raya ada yang bervegetasi dan juga ada yang tidak bervegetasi, sedangkan jalan desa hanya beberapa yang bervegetasi. Sebagian besar vegetasi yang ada cukup tertata rapi dan indah, tetapi ada beberapa vegetasi yang memang terlihat tidak terawat dan kering. Bangunan-bangunan di sepanjang kedua jalan tersebut ada yang berkondisi baik dan ada yang tidak. Keadaan seperti itu mempengaruhi kualitas jalan yang ada. Dengan adanya vegetasi lanskap jalan akan terlihat cukup indah dan terlihat sejuk, sedangkan jalan yang tidak bervegetasi akan terasa panas.

Lanskap yang berkualitas sedang lainnya berupa area terbuka atau lapangan, kuburan, dan lahan tidak dipakai. Area tersebut masing-masing memiliki vegetasi yang cukup dominan di sekitarnya. Vegetasi tersebut merupakan vegetasi alami sehingga kondisinya tidak teratur. Walaupun dengan kondisi seperti itu lanskap tersebut dinilai cukup indah karena keberadaan vegetasi di sekitarnya yang tidak memberikan kesan gersang (Gambar 8).

(41)

Gambar 8. Lanskap Visual dengan Kualitas Estetik Sedang

U

= Lanskap kualitas estetik tinggi = Lanskap kualitas estetik sedang = Lanskap kualitas estetik rendah

(42)

Lanskap yang bernilai kualitas estetik sedang ini memiliki elemen vegetasi yang cukup dominan, tetapi vegetasi yang ada kurang tertata dengan baik dan kurang rapi. Lanskap ini pada umumnya memiliki komposisi yang seimbang antara vegetasi dengan bangunan di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meliawati (2003), yang menyatakan bahwa proporsi vegetasi dengan bangunan yang seimbang dapat memperlihatkan nilai keindahan yang cenderung sedang. Seluruh elemen yang ada pada lanskap tersebut terlihat cukup baik dan cukup menarik.

Pada umumnya lanskap Desa Ancaran yang berkualitas estetik sedang kondisi lingkungan sekitarnya tidak terlihat kumuh. Perkerasan dan bangunan sebagian besar kondisi fisiknya masih terlihat rapi dan bersih sehingga kondisi seperti itu dapat meningkatkan nilai keindahan. Lanskap ini juga memiliki jalur vegetasi yang kurang rapat, tetapi kondisi vegetasi yang ada masih terlihat rapi dan terawat.

Lanskap yang memiliki nilai kualitas estetik rendah adalah lanskap perdagangan, permukiman padat, dan lahan yang tidak digunakan. Elemen yang ada pada lanskap perdagangan dan permukiman padat cenderung menurunkan kualitas nilai estetik tapak.

Lanskap permukiman memiliki kondisi yang rapat dan minim vegetasi. Kondisi bangunan yang ada kurang baik dan tidak teratur. Bangunan yang dominan mengurangi nilai kualitas estetiknya. Kawasan permukiman yang memiliki kondisi bangunan yang tidak menarik dan berantakan sebaiknya penutupan vegetasinya ditambah agar dapat meningkatkan kualitas estetiknya. Hal tersebut juga dikarenakan keamanan dan kanyaman masyarakat yang menempatinya. Seperti pada penelitian Harti (2004), menyatakan bahwa lingkungan dengan dominasi perkerasan dan tanah serta aktivitas kendaraan yang ramai menyebabkan selang suhu lingkungan memiliki sebaran suhu udara tinggi. Dengan demikian masyarakat tidak merasa nyaman dalam kondisi cuaca yang panas. Ruang terbuka hijau keberadaannya pada lanskap permukiman yang dibangun oleh pengembang sangat diperlukan baik untuk memenuhi tuntutan kenyamanan penghuni maupun keseimbangan lingkungan (Nurnovita, 2011).

(43)

Permukiman yang terlalu padat menimbulkan kesan sumpek dan kumuh. Kondisi bangunan rumah yang baik dengan kondisi lingkungan yang tidak baik dapat mempengaruhi penurunan kualitas estetiknya. Simonds (1978) menyatakan bahwa untuk menyediakan lingkungan yang lebih baik, kawasan permukiman harus ditempatkan dekat dengan taman atau kebun yang tenang dan aman. Menurut penelitian yang dilakukan Gunawan dan Yoshida (1994), masyarakat cenderung lebih menyukai permukiman dibandingkan dengan perumahan. Hal tersebut dikarenakan kondisi yang ada pada permukiman masyarakat lebih memberikan suasana sejuk dan nyaman jika dibandingkan perumahan baru yang tanpa vegetasi.

Pada lanskap perdagangan, elemen bangunan sangat mendominasi sehingga sangat sulit untuk mempertahankan ruang tumbuh untuk vegetasi. Bangunan tampak terlalu padat dan terlalu bervariasi dalam bentuk, ukuran dan warna sehingga secara visual tampak tidak indah (Meliawati, 2003). Lanskap dengan persentase bangunan tinggi memiliki kualitas estetik rendah (Gunawan dan Purwaningsih, 2009). Pada umumnya lanskap tersebut tidak memiliki nilai kualitas estetik tinggi, hal itu disebabkan oleh kondisi pasar yang tidak rapi, kotor, dan tidak indah untuk dilihat. Sama halnya dengan penelitian Laila (2003) yang menyatakan bahwa kawasan perdagangan dapat menimbulkan pemandangan buruk yang disebabkan oleh adanya reklame-reklame yang tidak tertata dengan baik dan tidak dalam skala jarak pandang yang sesuai. Area sekitar pasar dengan kondisi jalan yang kotor dan terdapat pedagang kaki lima juga dapat menurunkan nilai keindahannya.

Lanskap yang ada pada lahan yang tidak dipakai akan memberikan kesan tidak indah karena adanya tumbuhan liar yang tumbuh secara alami sehingga kondisi tidak teratur dan tidak terawat. Kondisi lahan yang tidak teratur menurunkan nilai keindahan yang ada, sehingga memberikan kesan berantakan dan tidak nyaman.

Lanskap yang nilai kualitas estetiknya rendah memiliki elemen vegetasi yang minim. Lanskap tersebut didominasi oleh bangunan dan perkerasan. Menurut Sadik (2004), bangunan yang mendominasi lanskap secara keseluruhan memiliki kualitas estetik rendah. Kualitas bangunan kurang menarik dan tidak

(44)

tertata dengan baik, bahkan elemen vegetasi yang ada pun terkesan tidak terawat. Menurut Dahlan (1992), daerah yang kumuh dengan bangunan yang berhimpitan dan tidak tertata dengan baik akan merusak pemandangan yang ada. Lanskap ini dapat dikatakan kurang ruang terbuka. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Meliawati (2003) bahwa lanskap kualitas rendah kurang memiliki ruang terbuka untuk penanaman vegetasi sehingga lanskap terkesan gersang dan panas. Menurut Branch (1995) kualitas estetik akan semakin menurun dengan semakin berkurangnya ruang terbuka (Gambar 9).

Gambar 9. Lanskap Visual dengan Kualitas Estetik Rendah Evaluasi Kualitas Ekologi

Hasil analisis dapat dikatakan bahwa lanskap yang memiliki kualitas estetik tinggi cenderung memperlihatkan kualitas ekologi yang tinggi (Gambar

U

= Lanskap kualitas estetik tinggi = Lanskap kualitas estetik sedang = Lanskap kualitas estetik rendah

(45)

10). Hal ini didukung dengan penelitian dari Yulianto (2006) yang mengatakan bahwa kualitas ekologi yang relatif bagus terdapat pada kelompok lanskap keindahan tinggi. Vegetasi merupakan elemen lanskap yang dapat mempengaruhi kondisi lanskap yang ada. Lanskap ini memiliki keanekaragaman yang cukup rendah, hal ini karena vegetasi yang dominan di Desa Ancaran merupakan tanaman budi daya pertanian dan perkebunan. Lanskap dengan kualitas estetik tinggi memiliki kerapatan vegetasi yang cukup tinggi. Dengan kerapatan yang seperti itu dan kondisi vegetasi yang baik dapat dikatakan bahwa area tersebut memiliki kelembaban yang cukup tinggi. Vegetasi dalam kondisi yang baik menandakan bahwa kebutuhan air terhadap pertumbuhannya cukup. Selain itu, kerapatan vegetasi yang cukup tinggi dapat memberikan keteduhan pada tapak. Kondisi yang teduh biasanya banyak disukai oleh masyarakat karena dapat menciptakan kondisi yang nyaman. Hal ini dapat juga disebabkan oleh vegetasi yang ada memiliki jumlah yang banyak dan tajuk dari pohon melebar dan merapat dengan tajuk pohon lainnya. Vegetasi yang ada dapat memasok oksigen yang memberikan kesegaran, memberikan kesan teduh, dan meningkatkan kenyamanan (Budiarto, 2007)

Lanskap yang didominasi oleh vegetasi dapat memberikan kesan terbuka. Kondisi lanskap seperti itu dapat memberikan suasana nyaman dan segar pada masyarakat yang menggunakan tapak tersebut. Menurut Dahlan (1992), suhu udara pada area berpepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi tanaman. Suhu pada area yang ternaungi yakni area di bawah pohon lebih rendah. Hal tersebut karena pohon dapat mengurangi radiasi matahari (Ebtessam, 2011). Tajuk pohon dapat memantulkan, meneruskan, dan menyerap radiasi matahari yang datang (Grey dan Deneke, 1978).

Desa Ancaran terdapat cukup banyak tanaman perkebunan yang tumbuh dengan baik. Lanskap perkebunan yang memiliki kualitas estetik tinggi memiliki tingkat kealamian yang cenderung tinggi. Sebagian besar vegetasi yang ada merupakan vegetasi yang memang tumbuh secara alami, tetapi ada sebagian yang memang ditanam secara sengaja. Dengan kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa area tersebut memiliki kesuburan yang cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari vegetasi yang ada yang dapat tumbuh dengan baik. Dengan adanya

(46)

lahan pertanian dan perkebunan yang cukup dominan dapat menjadi salah satu alasan untuk menyatakan bahwa daerah tersebut subur.

Kondisi Desa Ancaran sebagian besar elemen-elemen pembentuk lanskapnya tertata dengan baik. Kondisi seperti itu tidak memberikan kesan berantakan. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas estetik suatu lanskap. Dengan adanya elemen-elemen lanskap yang tertata dengan baik dapat dikatakan bahwa lanskap yang ada dapat terlihat harmonis. Keharmonisan suatu lanskap dapat membentuk suatu lanskap yang indah dan nyaman bagi pengguna. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya, atau yang lainnya (Hakim, 1991).

Pada hasil yang didapatkan terdapat karakter yang menyimpang dari kondisi sebenarnya. Lanskap kualitas estetik tinggi dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki intensitas cahaya yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis tapak yang ada berupa lahan pertanian yang vegetasinya berupa tanaman budi daya seperti padi yang memang membutuhkan intensitas cahaya yang cukup tinggi. Selain itu, dapat terjadi karena jenis vegetasi yang memiliki tajuk menyebar sehingga cahaya masih dapat masuk ke permukaan tanah (Gambar 11).

Lanskap yang memiliki kualitas estetik sedang cenderung memperlihatkan kualitas ekologi yang seimbang. Pada grafik yang dihasilkan, dapat dilihat garis lanskap kualitas estetik sedang berada hampir di tengah-tengah rentang nilai yang ada. Hal tersebut menunjukan bahwa lanskap ini memiliki nilai yang cukup baik terhadap nilai kualitas estetik dan ekologinya.

Keragaman vegetasi yang cenderung rendah disebabkan oleh lanskap yang ada berupa lanskap pertanian dan perkebunan. Lanskap ini memiliki kelembaban yang cenderung rendah, tetapi vegetasi masih dapat tumbuh. Elemen lanskap yang ada cukup tertata dengan baik. Lanskap yang memiliki tingkat keharmonisan yang cukup dapat mempengaruhi pengguna lanskap tersebut.

(47)

Tingkat kelembaban rendah Intensitas cahaya rendah Keragaman vegetasi rendah Kerapatan vegetasi rendah Tingkat kealamian rendah Suasana gersang Elemen–elemen terlihat

kumuh Penampilan sangat tidak menarik Tidak tertata dengan baik Tidak indah dipandang mata Suasana panas Kesan tertutup Kesan sesak Suasana tidak nyaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Lanskap Kualitas Tinggi Lanskap Kualitas Sedang Lanskap Kualitas Rendah

Tingkat kelembaban tinggi Intensitas cahaya tinggi Keragaman vegetasi tinggi Kerapatan vegetasi tinggi Tingkat kealamian tinggi Berpenampilan subur Elemen-elemen tertata dengan baik

Penempilan sangat menarik Tertata secara harmonis Indah dipandang mata Suasana teduh

Memberi kesan terbuka Memberi kesan segar Suasana nyaman

(48)

Pengguna lanskap akan merasa cukup nyaman dan teduh dengan vegetasi yang cukup rapat. Intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi masih dapat dipertimbangkan oleh pengguna dalam beraktivitas pada tapak tersebut. Keragaman vegetasi yang cukup seimbang dapat memberikan kesan cukup terbuka terhadap lingkungan sekitar. Dalam kondisi seperti ini pengguna masih dapat merasakan suatu kondisi yang indah dilihat dan cukup segar.

.

Gambar 11. Contoh Foto Kualitas Estetik Tinggi dengan Tingkat Intensitas Cahaya Tinggi dan Tingkat Kelembaban Rendah

Berdasarkan hasil yang didapat lanskap yang berkualitas rendah cenderung memiliki nilai kualitas ekologi yang rendah juga. Lanskap ini memiliki kerapatan vegetasi dan kelembaban yang rendah. Kerapatan vegetasi yang rendah memiliki intensitas cahaya yang tinggi. Hal tersebut dapat dikarenakan vegetasi yang satu dengan yang lainnya memiliki jarak yang jauh, sehingga cahaya dapat langsung menyinari tanah. Kondisi seperti itu dapat memberikan kesan panas pada tapak.

Kondisi lanskap yang memiliki kualitas rendah banyak memberikan kesan yang kurang baik terhadap lingkungan maupun pengguna. Menurut Ebtessam (2011) suhu pada area yang terkena radiasi matahari langsung yakni area parkir dan sirkulasi lebih tinggi. Daerah yang tidak ternaungi memberikan kesan panas

Lanskap Pertanian

Gambar

Gambar 1. Kerangka PikirLanskap DesaKarakter Unit LanskapPertimbangan Estetik Pertimbangan Ekologi(perseptual)Eco-Aesthetic Lanskap Desa
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Gambar 3. Karakter Lanskap Desa Ancaran Sebelum Turun Lapang
Gambar 4. Karakter  Lanskap  Desa  Ancaran di  Lapang  Setelah  Mengalami Perubahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dengan diterapkannya lembaga penahan atau paksa badan dalam Undang-Undang Kepailitan yang tanpa mengatur dengan tegas alasan dan jenis debi- tor yang bagaimana

Fenomena di atas menimbulkan suatu ide dan gagasan untuk memadukan klonthong kategori ukuran besar dan sedang yang mempunyai potensi bunyi mirip dengan gamelan (bonang) dan potensi

– Zat atau obat yg berasal dari tanaman a bukan tanaman, sintetis a semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering (ipo) di Bursa Efek Indonesia Periode 2005–2009. Skripsi, Program

Komunikator : yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang; Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran dalam bentuk lambang; Message : pesan,

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan

dilaksanakannya penelitian tindakan kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya materi teorema phytagoras. Subyek peneltian ini difokuskan pada

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan