• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN. Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN. Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

228

ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN Paidi Hidayat

(paidi@usu.ac.id)

Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT

This study attempts to analyze the factors that determine the economic competitiveness of Medan City in 2012 using the Analytical Hierarchy Process (AHP). Using the purposive method sampling, this research collects data from 100 respondents consists of businessmen, professionals, academicians and community leaders. The information collects by interviewing respondents to fulfill questionnaires.

The result of the study shows that there are three important factors determining the economic competitiveness of Medan City, namely the infrastructure support, the regional development and the financial system. The priority agenda to develop infrastructure factors are the availability and quality of physical infrastructures. In order to develop regional economy, the government should focus on the economic potential by increasing purchasing power and economic growth. Moreover, to develop the financial system, the policies should impose are increasing the performance of financial institutions through a number of loans and the sufficiency of the bank office's surroundings in Medan City.

Keywords : Economic Competitiveness, Analytical Hierarchy Process

PENDAHULUAN Latar Belakang

Seiring dengan proses pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, kewenangan yang sangat besar telah diberikan kepada pemerintah daerah. Kondisi ini telah membuka banyak kesempatan emas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya melalui inovasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta menciptakan tata kelola ekonomi daerah yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, tata kelola ekonomi yang baik merupakan salah satu faktor penting yang dipercaya dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dan mampu meningkatkan daya saing ekonomi daerah.

Daya saing ekonomi suatu daerah menjadi topik yang menarik untuk dicermati karena globalisasi mengakibatkan persaingan dalam memperebutkan faktor-faktor produksi yang semakin meningkat tajam dan tidak lagi dibatasi oleh batas geografis. Menurut laporan

World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report tahun 2010 – 2011

(World Economic Forum, 2011) menunjukkan bahwa posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke-44 dari 139 negara yang disurvei. Meski menunjukkan kenaikan peringkat dari tahun-tahun sebelumnya, Indonesia dinilai

masih tetap menduduki posisi daya saing terendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Daya saing Indonesia masih tetap berada di bawah negara Singapura (urutan ke-3), Jepang (ke-6), Korea Selatan (ke-22), Malaysia (ke-26), Cina (ke-27), Brunei Darussalam (ke-28), dan Thailand (ke-38). Sedangkan untuk ditingkat ASEAN, Indonesia lebih baik dibandingkan dengan peringkat Vietnam (ke-59), Filipina (ke-85), dan Kamboja (ke-109).

Dari laporan WEF tersebut, masih lemahnya posisi daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lainnya, khususnya dengan negara-negara di kawasan Asia, terutama terkait dengan masalah infrastruktur, ketidakefisienan birokrasi dan ketidakstabilan penentuan kebijakan. Lebih lanjut, laporan WEF menyebutkan terdapat enam kendala utama bagi kegiatan bisnis di Indonesia yang berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia. Kendala tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua cluster utama, yaitu pertama, cluster soft determinant (faktor penentu yang tidak terlalu kuat) yang terdiri dari korupsi, birokrasi yang tidak efisien; ketidakstabilan politik; akses kredit yang terbatas, peraturan perpajakan, dan tarif pajak.

Kedua, cluster hard determinant (faktor

penentu yang sangat kuat), yang terdiri dari kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi.

(2)

229 Sementara itu, tingkat persaingan antar negara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi ini

mencerminkan tantangan sekaligus

kesempatan, dimana semakin tingginya tingkat persaingan antar negara ini tidak hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga akan berdampak langsung pada perekonomian daerah terlebih lagi setelah era otonomi daerah.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) menunjukkan bahwa Kota Medan termasuk 10 % peringkat teratas daya saing daerah kabupaten/kota di Indonesia, yakni peringkat ke-23. Namun bila dibandingkan dengan peringkat daya saing kabupaten/kota di pulau Sumatera, peringkat Kota Medan masih berada di bawah Kabupaten Siak, Riau (peringkat ke-5), Kota Lhokseumawe, NAD (ke-6), Kabupaten Aceh Utara, NAD (ke-8), Kabupaten Bengkalis, Riau (ke-10), Kabupaten Natuna, Kepri 11), Kota Batam, Kepri (ke-14), Kabupaten Rokan Hilir, Riau (ke-18) dan Kota Banda Aceh, NAD (ke-19).

Persaingan yang semakin tajam menuntut pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kota Medan untuk menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke Kota

Medan. Keberhasilan daerah untuk

meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi (Kuncoro dan Anggi, 2005). Selain itu, kemampuan daerah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur fisik sebagai upaya untuk meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan global (KPPOD, 2003). Dengan teridentifikasinya faktor-faktor penentu daya saing ekonomi tersebut, diharapkan Pemerintah Kota Medan dapat menetapkan suatu kebijakan ekonomi guna mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah

“Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012”. TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Daya Saing Daerah

Daya saing daerah menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan daerah. Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu perusahaan, kota, daerah, wilayah atau negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Salah satu

pendekatan yang digunakan untuk

memperjelas konsep daya saing daerah adalah berdasarkan definisi European Commision yang mendefinisikan daya saing sebagai ”Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi oleh kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan” (Gardiner, 2003).

Menurut Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI & Regional

Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies, 1998) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu,

Centre for Urban and Regional Studies

(CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Sedangkan Huggins (2003) dalam publikasi “UK Competitiveness Index”

mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan dari perekonomian untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat dalam aktivitasnya,

dengan tetap mempertahankan atau

meningkatkan standar kehidupan bagi semua yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI) menggunakan definisi daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap

(3)

230 terbuka pada persaingan domestik dan internasional.

Indikator Utama Daya Saing Ekonomi Daerah

Penentuan indikator utama daya saing daerah merupakan bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh

stakeholders ditingkat pemerintah daerah dan

pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.

Penelitian yang dilakukan PPSK BI

dan UNPAD (2008) menggunakan 9

(sembilan) indikator utama penentu daya saing ekonomi daerah yang meliputi : (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (6) Sumber Daya Manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governance dan Kebijakan Publik, dan (9) Manajemen dan Ekonomi Mikro. Sedangkan hasil penelitian Irawati, dkk (2008) yang mengukur tingkat daya saing daerah di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang menggunakan variabel perekonomian

daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan variabel sumber daya manusia.

Sementara itu, hasil penelitian KPPOD (2005) yang meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas dan variabel infrastruktur fisik. Selanjutnya hasil penelitian Santoso (2009) yang mengukur daya saing kota-kota besar di Indonesia dengan faktor utama pembentuk daya saing terdiri dari 5 indikator utama, yaitu lingkungan usaha produktif; perekonomian daerah; ketenagakerjaan dan sumber daya manusia; infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan; serta perbankan dan lembaga keuangan.

Kerangka Berpikir

Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Medan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini merupakan perbandingan dari beberapa hasil penelitian, seperti PPSK BI dan UNPAD (2008), Irawati dkk (2008), KPPOD (2005) dan Santoso (2009). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan seperti yang ditunjukkan pada kerangka berpikir di bawah ini (Gambar 1).

(4)

231 METODE PENELITIAN

Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling yakni dengan menentukan sampel

atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai

mempunyai pengetahuan, pemahaman,

pengaruh dan merasakan dampaknya terkait dengan daya saing ekonomi daerah. Adapun responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden yang terdiri dari kalangan pengusaha, profesional, akademisi dan tokoh masyarakat. Untuk pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang dipandu dengan kuesioner. Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian

daya saing ekonomi Kota Medan

menggunakan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP). Metode AHP digunakan untuk

memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator dilakukan melalui kuesioner kepada kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Selain itu AHP juga mampu memberikan

prioritas alternatif dan melacak

ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi seorang responden (Saaty, 2002).

Ada empat aksioma/asumsi dasar yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan dan memahami metode AHP, yaitu :

a)

Resiprocal Comparison, yang

mengandung arti bahwa matriks

perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

b)

Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan.

Misalnya, tidak dimungkinkan

membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

c)

Dependence, yang berarti setiap level

mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete

hierarchy).

d)

Expectation, yang berarti menonjolkon

penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Adapun prinsip dasar metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1990):

a) Decomposition, proses penguraian permasalahan faktor dan variabel sehingga diperoleh suatu hirarki.

b) Comparative Judgement, proses penilaian kepentingan relatif terhadap elemen-elemen yang terdapat dalam suatu tingkatan sehubungan dengan tingkatan diatasnya yang disajikan dalam bentuk matriks pairwaise comparison.

c) Synthesis of Priority, setelah diperoleh skala perbandingan berpasangan, maka akan dicari suatu eigen vektor yang menunjukkan sintesis local priority pada suatu hirarki.

d) Logical Consistency, AHP mentoleransi tingkat konsistensi sebesar kurang dari 10 %, apabila lebih dari 10 % maka responden dianggap tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan maka diperbolehkan melakukan perbaikan atas penilaian yang diberikan.

e) Matriks Pairwise, dimana tidak ada yang bernilai 0 dan bilangan negatif sehingga dengan skala 1 – 9, maka syarat tersebut terpenuhi karena elemen terkecil adalah 1/9 dan terbesar 9.

Berikut ini arti dari angka 1 – 9 dalam skala penilaian perbandingan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

(5)

232 Tabel 1

Skala penilaian perbandingan Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting (moderate)

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu

elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber: Saaty (1990)

HASIL dan PEMBAHASAN Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 100 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini didapat informasi bahwa mayoritas responden berjenis kelamin pria sebesar 59 % dan selebihnya berjenis kelamin wanita sebesar 41 %. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 41 –

50 tahun berkisar 37 %, diikuti usia 31 – 40 tahun yang berjumlah 32 % dan usia 20 – 30 tahun berjumlah 22 % serta yang berusia diatas 50 tahun hanya berjumlah 9 % responden (Tabel 2). Sementara itu, untuk tingkat pendidikan responden pada umumnya tamatan D3/S1/S2 mencapai 68 % dan selebihnya tamatan SMA/sederajat sebesar 28 % dan hanya sekitar 4 % dari responden yang tamatan SMP/sederajat.

Tabel 2

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)

1 Pria 59 59

2 Wanita 41 41

Usia (tahun) Jumlah Prosentase (%)

1 20 – 30 22 22

2 31 – 40 32 32

3 41 – 50 37 37

4 > 50 9 9

Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%)

1 SMP/Sederajat 4 4

2 SMA/Sederajat 28 28

3 D3/S1/S2 68 68

(6)

233 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Potret daya saing ekonomi daerah secara keseluruhan merupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka semakin tinggi pula daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator tersebut rendah, maka semakin rendah pula daya saing ekonomi daerah tersebut. Untuk melihat daya saing ekonomi Kota Medan, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut.

Pembobotan ini diperoleh dengan

menggunakan metode Analytic Hierarchy

Proccess (AHP) dengan bantuan perangkat

lunak yang disebut Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan faktor yang lebih penting

dibandingkan faktor lainnya dalam

menentukan daya saing ekonomi di Kota Medan. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Medan

Berdasarkan hasil temuan

menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing

ekonomi Kota Medan adalah faktor

infrastruktur yang memiliki bobot paling besar yakni sebesar 0,252. Kemudian diikuti oleh faktor ekonomi daerah sebesar 0,243 dan faktor sistem keuangan dengan nilai bobot sebesar 0,219. Sedangkan faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0,148 dan faktor sosial politik sebesar 0,139 menempati urutan keempat dan kelima untuk faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012.

Melihat hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi di Kota Medan tahun 2012 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot terbesar, yakni faktor infrastruktur, faktor ekonomi daerah dan faktor sistem keuangan. Pentingnya faktor infrastruktur dikarenakan faktor tersebut menjadi barometer bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi disuatu daerah. Oleh karena itu, hasil pembobotan ini memperlihatkan bahwa faktor non ekonomi, yakni infrastruktur menjadi faktor penentu utama daya saing ekonomi Kota Medan. Sedangkan faktor ekonomi sendiri, yaitu ekonomi daerah dan sistem keuangan menjadi prioritas kedua dan ketiga dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan. Berikut ini penjelasan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan berdasarkan hasil pembobotan dan pemeringkatan tahun 2012. Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik serta ketersediaan energi alternatif sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha yang terjadi didaerah. Semakin besar skala usaha,

maka kebutuhan akan ketersediaan

infrastruktur fisik juga semakin besar sehingga dibutuhkan kesinambungan untuk menjaga ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik tersebut.

Dari hasil pembobotan berdasarkan faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,330, variabel kualitas infrastruktur fisik berbobot 0,344 dan variabel ketersediaan energi alternatif diperoleh nilai bobot sebesar 0,326. Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa ketiga indikator untuk faktor infrastruktur fisik

(7)

234 memiliki nilai bobot yang relatif merata. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor infrastruktur fisik di Kota Medan memiliki peranan yang penting dan menjadi prioritas utama dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012. Namun demikian, dari ketiga indikator tersebut memperlihatkan bahwa variabel kualitas infrastruktur fisik menjadi skala prioritas utama, diikuti variabel ketersediaan infrastruktur fisik dan variabel ketersediaan energi alternatif dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan.

Hasil pembobotan dan

pemeringkatan ini didukung oleh hasil

wawancara terhadap responden yang

menunjukkan bahwa sebagian besar (49 %) responden kurang setuju terhadap kualitas jalan di Kota Medan yang sudah baik dan hanya sekitar 18 % saja menyatakan sudah baik. Begitupun untuk akses dan kualitas pelabuhan laut (Pelabuhan Belawan), dimana sebagian besar responden (53 %) kurang setuju dan hanya sekitar 25 % responden yang menyatakan kualitas pelabuhan laut sudah baik. Sedangkan tanggapan responden untuk akses dan kualitas pelabuhan udara (Bandara Polonia) sudah baik hanya sekitar 31 % responden dan sekitar 46 % responden menyatakan kekurang setujuannya terhadap akses dan kualitas pelabuhan udara yang dikatakan sudah baik.

Berdasarkan hasil analisis dan persepsi responden memperlihatkan bahwa responden menginginkan kualitas infrastruktur yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan mobilitas sumber-sumber ekonomi bagi peningkatan kegiatan ekonomi di Kota Medan. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur yang memadai dan ketersediaan energi alternatif yang cukup juga menjadi perhatian bagi kalangan responden guna meningkatkan daya saing ekonomi Kota Medan dimasa mendatang.

Faktor Ekonomi Daerah

Faktor ekonomi daerah adalah indikasi dari potensi ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah yang merupakan pertimbangan penting dalam mendukung daya saing ekonomi daerah. Dari hasil pembobotan menunjukkan bahwa penentu daya saing ekonomi Kota Medan untuk faktor ekonomi daerah adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot tertinggi sebesar 0,412, selanjutnya diikuti variabel ketenagakerjaan

sebesar 0,328 dan variabel struktur ekonomi dengan bobot sebesar 0,260.

Dari hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa indikator potensi ekonomi dan ketenagakerjaan dipercaya oleh para responden sebagai variabel yang sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012 dari faktor ekonomi daerah. Potensi ekonomi suatu daerah mencakup potensi fisik dan non fisik disuatu daerah, seperti jumlah penduduk dan kualitasnya, sumber daya alam, sumber daya bentukan karena dorongan aktivitas usaha atau adanya investasi dan sumber daya sosial.

Salah satu indikator untuk melihat potensi ekonomi disuatu daerah adalah tingkat daya beli masyarakat. Dari hasil wawancara dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar (53 %) responden setuju apabila tingkat daya beli masyarakat Kota Medan semakin meningkat dan hanya sekitar 27 % responden yang kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. Seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat Kota Medan, maka kinerja perekonomian Kota Medan juga mengalami peningkatan. Kinerja ekonomi tersebut terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan yang tumbuh rata-rata sekitar 6,82 % pertahun selama kurun waktu 2004 – 2009. Kondisi ini sejalan dengan tanggapan responden, dimana 64 % responden menyatakan setuju bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan cenderung meningkat setiap tahunnya dan hanya sekitar 22 % responden yang kurang setuju terhadap kinerja ekonomi Kota Medan yang semakin membaik.

Selain tingkat daya beli dan laju pertumbuhan ekonomi, potensi ekonomi suatu daerah dapat juga dilihat dari aspek tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dapat digunakan indikator pendapatan perkapita, walaupun indikator ini belum sepenuhnya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan disuatu daerah. Berdasarkan data BPS Kota Medan, tingkat pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan pada tahun 2009 mencapai Rp. 33,93 juta pertahun. Namun dari hasil wawancara menemukan sekitar 45 % tanggapan responden kurang setuju apabila tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin baik. Hasil temuan ini diharapkan menjadi perhatian bagi

Pemerintah Kota Medan agar laju

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang tinggi tersebut dapat dinikmati

(8)

235 bersama seluruh lapisan masyarakat Kota Medan. Ketidakmerataan tingkat kesejahteraan tersebut didukung oleh jawaban responden yang hanya sekitar 39 % responden saja yang menyatakan setuju kalau tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin membaik. Faktor Sistem Keuangan

Keberadaan lembaga keuangan di suatu daerah baik lembaga perbankan maupun non perbankan diyakini mampu mempercepat proses pembangunan dan kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, sistem keuangan termasuk prioritas ketiga dalam penentuan faktor pemeringkatan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012. Hal ini membuktikan bahwa tanggapan responden yang meyakini akan pentingnya keberadaan lembaga keuangan disuatu daerah. Adapun variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor sistem keuangan adalah variabel kinerja lembaga keuangan, variabel infrastruktur perbankan dan infrastruktur non perbankan.

Dari hasil pembobotan tersebut, peringkat terpenting menurut responden sebagai penentu daya saing ekonomi Kota Medan untuk faktor sistem keuangan adalah variabel kinerja lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) dengan nilai bobot sebesar 0,455. Berikutnya adalah variabel infrastruktur perbankan dengan bobot sebesar 0,355 dan variabel infrastruktur non perbankan yang memiliki bobot sebesar 0,190. Hasil ini mengindikasikan bahwa kinerja lembaga keuangan baik bank maupun non bank menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012. Sehingga kedepan diharapkan kehadiran lembaga keuangan disuatu daerah mampu menjadi pendorong dalam percepatan pembangunan melalui fungsi intermediasinya yang lebih baik.

Menurut persepsi responden bahwa sebagian besar (66 %) responden setuju untuk jumlah kantor bank di Kota Medan sudah memadai dan hanya sekitar 15 % yang kurang setuju. Begitupun untuk fasilitas yang dimiliki perbankan, dimana sekitar 63 % responden setuju bahwa fasilitas perbankan yang ada di Kota Medan sudah memadai dan hanya sekitar 23 % responden yang kurang setuju terhadap kondisi tersebut.

Dengan demikian, hasil temuan ini menggambarkan bahwa untuk ketersediaan

infrastruktur perbankan di Kota Medan sudah memadai sehingga diharapkan dapat menjadi akselerasi bagi perkembangan dan munculnya kegiatan-kegiatan usaha baru. Walaupun begitu, dari hasil wawancara tersebut masih dijumpai sebagian kecil dari responden yang menilai ketersediaan infrastruktur perbankan kurang memadai dengan keberadaan bank yang masih belum merata keseluruh wilayah yang ada di Kota Medan.

Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan merupakan faktor penting dalam menentukan daya saing ekonomi suatu daerah. Dari variabel-variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor kelembagaan semuanya adalah variabel yang secara langsung dibawah kendali pemerintah daerah atau termasuk dalam policy

variabel. Adapun variabel-variabel yang masuk dalam faktor kelembagaan terdiri dari variabel kepastian hukum, variabel aparatur dan variabel peraturan daerah.

Dari hasil pembobotan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan adalah variabel kepastian hukum yang memiliki bobot paling besar yakni 0,440. Kemudian adalah variabel peraturan daerah dengan bobot sebesar 0,291 dan variabel aparatur yang memiliki bobot sebesar 0,269. Berdasarkan hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa para responden menaruh perhatian besar terhadap kepastian atau penegakan hukum dibandingkan dengan variabel lainnya, seperti peraturan daerah dan aparatur pemerintah (pelayanan birokrasi).

Untuk kepastian hukum dalam penelitian ini adalah konsistensi peraturan dan penegakan hukum dalam mengatur kegiatan usaha didaerah serta keberadaan pungutan liar diluar birokrasi yang dapat terjadi baik dijalur distribusi maupun tempat berproduksi. Konsistensi peraturan melalui adanya peraturan yang dapat dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup lama sehingga tidak terkesan setiap terjadi pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan. Berdasarkan hasil penelusuran ditemukan hanya sekitar 32 % responden yang menyatakan konsistensi peraturan daerah sudah berjalan baik, sedangkan sekitar 63 % responden merasakan masih adanya distorsi terhadap konsistensi peraturan daerah sehingga mempengaruhi daya saing ekonomi Kota Medan. Masih adanya

(9)

236 peraturan daerah yang dinilai distorsif terhadap kegiatan usaha dikarenakan keterlibatan

stakeholder dalam proses perumusan kebijakan

daerah yang dirasakan responden belum representatif.

Sedangkan untuk indikator

penegakan hukum menggambarkan kinerja aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan peraturan tanpa membedakan subyek hukum. Dari hasil lapangan menemukan sekitar 52 % responden kurang setuju apabila penegakan hukum sudah berjalan baik dan hanya sekitar 24 % responden yang menyatakan setuju. Terkait dengan kepastian hukum terutama praktik-praktik pungutan liar diluar birokrasi masih ada ditemukan dan didukung oleh 29 % jawaban responden. Namun demikian, sekitar 26 % responden menyatakan kurang setuju bahwa praktik-praktik pungutan liar masih ada, bahkan sekitar 24 % responden menyatakan tidak ada lagi pungli yang dilakukan diluar aparat birokrasi. Masih adanya pungutan liar ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang dapat mengurangi daya saing ekonomi Kota Medan.

Sementara itu, persoalan pelayanan birokrasi di pemerintahan masih menjadi titik lemah dalam meningkatkan daya saing ekonomi didaerah. Hasil penelusuran menemukan 32 % responden menyatakan birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha di Kota Medan masih belum baik, bahkan sekitar 26 % menyatakan tidak baik. Sedangkan yang setuju terhadap birokrasi pelayanan di Kota Medan yang sudah baik sekitar 36 % responden. Begitupun untuk indikator penyalagunaan wewenang dimana terdapat distorsi perilaku aparat pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan terhadap pelaku kegiatan usaha. Dari hasil penelitian menunjukkan 35 % responden tidak setuju jika penyalagunaan wewenang oleh aparat birokrat telah berkurang dan hanya sekitar 22 % responden yang setuju semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan adanya kesadaran dari aparat pemerintah Kota Medan untuk

menggunakan kewenangannya sesuai

peraturan yang ada.

Selanjutnya menurut persepsi responden, peraturan produk hukum berupa pajak dan retribusi yang ditetapkan Pemerintah Kota Medan sudah mendukung kegiatan dunia usaha dan meningkatkan daya saing ekonomi. Sebagian besar responden (44 %) menyatakan

setuju dan sekitar 18 % responden sangat setuju bahwa peraturan daerah berupa pajak dan retribusi sudah sesuai dan tidak memberatkan kegiatan dunia usaha. Walaupun begitu, masih terdapat 30 % responden yang kurang setuju terhadap peraturan produk hukum yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Medan telah sesuai dengan peraturan yang ada. Disinilah peran dan fungsi Pemerintah Kota Medan dalam menentukan

arah kebijakan pembangunan untuk

mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi para investor. Salah satu cermin keberhasilan dari aspek kelembagaan tersebut adalah bagaimana penegakan hukum dan implementasi peraturan daerah yang mendukung iklim usaha dapat dijalankan dengan baik serta kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah daerah kepada publik semakin berkualitas.

Faktor Sosial Politik

Kondisi sosial politik suatu daerah

merupakan prasyarat mutlak untuk

menentukan daya saing ekonomi suatu daerah. Suatu kegiatan ekonomi tidak akan dapat berjalan lancar tanpa didukung oleh keamanan berusaha, sikap keterbukaan dan budaya masyarakat serta kondisi politik yang kondusif. Untuk faktor sosial politik, para responden menganggap bahwa variabel keamanan merupakan indikator yang sangat penting untuk mendukung daya saing ekonomi Kota Medan dengan nilai memiliki bobot sebesar 0,488. Selanjutnya diikuti oleh variabel stabilitas politik dengan bobot sebesar 0,272 dan variabel budaya masyarakat yang memiliki bobot sebesar 0,240.

Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keamanan menurut penilaian responden menjadi sangat penting untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya kegiatan usaha dan meningkatnya daya saing ekonomi Kota Medan baik ditingkat nasional maupun internasional. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi stabilitas politik di

Kota Medan cukup kondusif untuk

meningkatkan daya saing ekonomi. Hal ini didukung oleh tanggapan responden yang menyatakan sekitar 66 % setuju untuk kekondusifan stabilitas politik di Kota Medan. Namun demikian, masih ada sekitar 23 % tanggapan responden yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak tentang kondisi

(10)

237 stabilitas politik di Kota Medan yang sedikit kurang kondusif.

Begitupun untuk indikator potensi konflik di Kota Medan, dimana sebagian besar (68 %) responden setuju bahwa potensi konflik di Kota Medan semakin menurun dan dapat dideteksi dan hanya sekitar 23 % responden yang kurang percaya terhadap kondisi tersebut. Sedangkan tanggapan responden hanya sekitar 19 % yang mengatakan intensitas kegiatan

unjuk rasa dapat menghambat atau

mengganggu kelancaran kegiatan usaha dan sebagian besar responden yang diwawancarai (70 %) setuju jika intensitas unjuk rasa di Kota Medan semakin menurun.

Sedangkan yang berkaitan dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin harmonis didukung oleh sekitar 44 % responden. Namun ada juga sekitar 39 % responden yang kurang setuju dan hanya 13 % responden yang tidak setuju terhadap hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif di Kota Medan. Kondisi ini mengindikasikan masih adanya kekhawatiran responden terhadap ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan publik terhadap kegiatan dunia usaha dan berdampak pada daya saing ekonomi di Kota Medan.

KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot tertinggi (0,252), diikuti faktor ekonomi daerah (0,243) dan faktor sistem keuangan (0,219). Sedangkan faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan (0,148) dan faktor sosial politik (0,139).

2. Skala prioritas untuk faktor infrastruktur

yang harus diperhatikan adalah

ketersediaan dan kualitas infrastruktur, seperti kualitas jalan, kualitas pelabuhan laut dan udara. Sedangkan skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan

dengan jumlah kredit yang disalurkan dan infrastruktur perbankan melalui jumlah kantor bank dan fasilitasnya.

3. Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritas untuk diperhatikan adalah kepastian hukum melalui konsistensi peraturan dan penegakan hukum yang masih dirasakan distorsif. Sedangkan faktor sosial politik yang harus diperhatikan adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat kegiatan usaha berada.

Saran

Dari beberapa kesimpulan yang dikemukakan diatas, dapat disarankan kepada

para pengambil kebijakan untuk

dipertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1. Perlunya perbaikan dan peningkatan sarana

infrastruktur sebagai upaya untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru sehingga memberikan dampak multiplier

effect yang besar.

2. Perlunya pemerataan keberadaan lembaga keuangan terutama perbankan di wilayah-wilayah yang kurang berkembang sehingga kehadiran lembaga keuangan dapat menjadi motor penggerak pembangunan didaerah tersebut.

3. Perlu perbaikan pelayanan publik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan birokrasi yang prima, mudah dan cepat guna meningkatkan daya saing ekonomi Kota Medan.

4. Perlunya pelibatan dunia usaha dan

stakeholders dalam setiap perumusan kebijakan publik agar tercipta sebuah

pemerintahan yang akuntabel dan

transparan demi terwujudnya kebijakan publik yang berkualitas dan dapat diterima semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Gardiner, Bend (2003). Regional

Competitiveness Indicators for Europe – Audit, Database Construction and Analysis. Regional Studies Association

International Conference. Pisa. 12-15 April 2003.

Huggins, R. (2003). Creating a UK Competitiveness Index : Regional and

Local Benchmarking. Regional

(11)

238 Irawati, Ira, Zulfadly Urufi, Renato Everardo

Isaias Rezza Resobeoen, Agus

Setiawan, Aryanto. (2008).

Pengukuran Tingkat Daya Saing

Daerah Berdasarkan Variabel

Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Prosiding INSAHP5.Semarang.

KPPOD. (2003). Pemeringkatan Daya Tarik

Investasi 200 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2003. Jakarta :

KPPOD.

---. (2005). Daya Tarik Investasi 214

Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004. Jakarta : KPPOD.

Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng. (2005). Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY. Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Vol. 10 No. 2, Hal. 171

– 184. Yogyakarta

Porter, M.E. (2000). Location, Competition, and Economic Development: Local

Clusters in Global Economy.

Economic Development Quarterly.

Vol. 14 No. 1, Hal. 15 – 34.

PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. (2008). Profil

dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.

Jakarta : Rajawali Pers.

Saaty, Thomas L. (1990). Decision Making

For Leader: The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World. Pittsburgh : Univesity of

Pittsburgh.

---. (2002). Hard Mathematics Applied to Soft Decisions. Indonesian Symposium

Analytic Hierarchy Process II Teknik Industri Universitas Kristen Petra Surabaya, Tidak Dipublikasikan, Surabaya : Universitas Kristen Petra. Santoso, Eko Budi. (2009). Daya Saing

Kota-Kota Besar di Indonesia. Makalah.

Seminar Nasional Perencanaan

Wilayah dan Kota ITS. Surabaya. UK-DTI dan Regional Competitiveness

Indicators & Centre For Urban and

Regional Studies. (1998).

Competitiveness Project 1998 and Regional Banchmarking Report.

World Economic Forum. (2011). The Global

Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.

Gambar

Gambar 1.  Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Medan
Gambar 2.  Nilai Bobot dari Faktor Penentu  Daya Saing Ekonomi Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Informan lain yang merupakan istri dari Kepala Lingkungan menjelaskan bahwa kegiatan yang ada di banjar adat cukup padat sehingga beliau memutuskan untuk berhenti

Dengan diagnosa ketiga outcomenya yaitu : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas jaringan, dengan

Adanya penyaluran pinjaman atau kredit yang dilakukan oleh bank CIMB Niaga unit Subrantas Pekanabaru kepada masyarakat tidak akan terlepas dari resiko berupa kredit

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pengurutan data calon penerima KPS yang dijadikan sebagai alternatif dalam pengambilan keputusan sehingga proses

Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran di SD 4 Jati Wetan masih berpusat pada guru ( teacher oriented ). Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran karena selama

Layanan terpadu satu pintu yang selanjutnya disingkat LTSP adalah pelayanan penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia, yang dilakukan secara

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya agar tercipta keseimbangan energi yang baik.Energi alternatif adalah solusi untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam