• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca [Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca 2015]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca [Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca 2015]"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca 2015

Draf Nol

Daftar Isi

Bab Paragraf

A. Pembukaan 1-10

B. Hasil dan tujuan 11-14

C. Prinsip-prinsip panduan 15

D. Prioritas aksi 16-32

Prioritas 1: Memahami risiko bencana

Prioritas 2: Memperkuat tatakelola dan kelembagaan dalam pengelolaan risiko bencana Prioritas 3: Menanamkan investasi dalam ketangguhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan

Prioritas 4: Meningkatkan kesiapsiagaan untuk respon yang efektif, dan “Membangun Lebih Baik” dalam pemulihan dan rekonstruksi

E. Peran para pemangku kepentingan 33-35

F. Kerjasama internasional dan kemitraan global 36-40

[Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Pasca 2015]

Nama sementara

A. Pembukaan

1. Kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca 2015 ini disahkan dalam the Third

United Nations World Conference on Disaster Risk Reduction, yang diadakan pada

tanggal 14-18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang. Konferensi Sedunia ini merupakan peluang khusus bagi Negara-negara untuk: i) mengadopsi kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca 2015 yang ringkas, terarah, memandang kedepan, dan berorientasi pada aksi dan ii) mengenali modalitas-modalitas dalam bekerjasama dan melakukan tinjauan secara berkala berdasarkan kajian dan tinjauan pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Actions/HFA) dan pengalaman yang diperoleh dari strategi-strategi, pelembagaan dan rencana pengurangan risiko bencana nasional dan regional, dan juga perjanjian regional dan multilateral yang relevan.

Kerangka Aksi Hyogo: Pembelajaran dan kesenjangan yang ditemui

2. Sejak HFA diadopsi pada tahun 2005, seperti tertulis dalam laporan pencapaian pelaksanaan HFA di tingkat nasional dan regional dan laporan lain di tingkat global, ada kemajuan bagi Negara-negara dan para pemangku kepentingan dalam pengurangan

(2)

risiko bencana di tingkat lokal, nasional,regional dan global. HFA telah berkontribusi dalam menurunkan risiko kematian akibat ancaman yang ditimbulkan, seperti banjir dan badai tropis. Ada bukti yang berkembang bahwa pengurangan risiko bencana merupakan investasi yang hemat biaya dalam mencegah kerugian di masa yang akan datang. Kapasitas negara-negara telah meningkat. Mekanisme internasional untuk bekerjasama, seperti Global Platform for Disaster Risk Reduction dan platform regional untuk pengurangan risiko bencana telah berperan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan, strategi-strategi, kemajuan pengetahuan dan pertukaran pembelajaran. Secara keseluruhan, HFA telah menjadi instrumen penting dalam membangun kesadaran publik dan kelembagaan, menghasilkan komitmen politis, dan mengerucutkan dan mengkatalisir aksi-aksi dari berbagai pemangku kepentingan ditingkat lokal, nasional, regional dan global.

3. Dalam kurun 10 tahun yang sama dengan HFA, bagaimanapun, bencana telah memakan banyak korban. Lebih daru 700 ribu korban meninggal, lebih dari 1,4 juta korban luka, dan sekitar 23 juta jiwa mengungsi akibat bencana. Secara keseluruhan, lebih dari 1,5 milyar jiwa terdampak bencana dalam berbagai cara. Total kerugian ekonomi lebih dari 1,3 milyar dollar. Disamping itu, antara tahun 2008 – 2012, 144 milyar jiwa mengungsi akibat bencana. Kejadian bencana meningkat frekuensi dan intensitasnya, dan diperparah dengan perubahan iklim yang jelas menghambat kemajuan pembangunan yang berkelanjutan. Fakta menunjukkan bahwa paparan terhadap penduduk dan aset-aset di semua negara meningkat lebih cepat daripada penurunan terhadap kerentanan, sehingga menciptakan risiko baru dan kerugian akibat bencana terus meningkat, dengan dampak nyata pada sosio-ekonomi baik jangka pendek, menengah dan panjang, khususnya ditingkat lokal dan masyarakat. Kejadian bencana yang terjadi secara berulang, lambat dan luas memberikan dampak khususnya bagi masyarakat, rumah tangga dan pengusaha kecil dan menengah dan memberikan persentase yang besar dari semua kerugian. Semua pemerintah, – khususnya di negara-negara berkembang dimana kematian dan kerugian akibat bencana proporsinya lebih tinggi – dan dunia usaha dihadapkan pada meningkatnya biaya tersembunyi, dan tantangan untuk memenuhi tanggungan finansial dan tanggungan-tanggungan lainnya. Keamanan orang-orang, masyarakat dan negara juga mungkin terdampak.

4. Kita berada dipersimpangan jalan. Penting dan perlu mengantisipasi, merencanakan, dan melakukan aksi tentang skenario risiko untuk setidaknya 50 tahun kedepan demi melindungi manusia, aset-aset dan ekosistem secara lebih efektif.

5. Perlu ada pendekatan pencegahan yang lebih luas dan berpusat pada rakyat dalam pengurangan risiko. Meningkatkan upaya untuk mengatasi paparan dan kerentanan dan memastikan akuntabilitas dalam penciptaan risiko dibutuhkan disetiap tingkatan. Perlu adanya tindakan khusus yang dikerucutkan untuk mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko yang mendasar dan faktor tambahan lainnya, seperti: perubahan demografi, konsekuensi kemiskinan dan kesenjangan, lemahnya tatakelola, kebijakan yang tidak memadai dan tidak berlandaskan informasi risiko, lemahnya kapasitas

(3)

khususnya ditingkat lokal, pembangunan kota dan pedesaan yang tidak dikelola dengan baik, menurunnya ekosistem, perubahan iklim dan variabilitas iklim, dan situasi konflik. Penyebab risiko tersebut mempengaruhi ketangguhan rumah tangga, masyarakat, dunia usaha dan sektor publik. Selain itu, penting untuk tetap meningkatkan kesiapsiagaan untuk respon dan rekonstruksi, dan menggunakan rekonstruksi dan pemulihan pasca-bencana untuk mengurangi risiko pasca-bencana di masa yang akan datang.

6. Praktik-praktik pengurangan risiko bencana harus berdasar multi-ancaman, inklusif dan aksesibel supaya efisien dan efektif. Penting untuk memastikan keterlibatan semua pemangku kepentingan dan partisipasi dari perempuan, anak-anak dan remaja, penyandang disabilitas, masyarakat adat, relawan, masyarakat praktisi, dan lansia dalam penyusunan rancangan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan, rencana-rencana, dan standar-standar. Ada kebutuhan supaya sektor publik dan swasta bekerjasama dengan lebih erat dan menciptakan peluang-peluang untuk kolaborasi, dan bagi dunia usaha untuk mengintegrasikan pengurangan risiko benncana kedalam praktik-praktik manajerial, investasi-investasi dan pembukuan.

7. Kerjasama global, regional dan lintas negara tetap penting dalam mendorong negara, pemerintah lokal, masyarakat dan dunia usaha untuk mengurangi risiko bencana. Mekanisme yang sudah ada perlu penguatan lebih lanjut. Negara-negara berkembang, khususnya negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, negara-negara berkembang tak berpantai, negara-negara kurang berkembang dan Afrika membutuhkan perhatian dan dukungan khusus melalui jalur bilateral dan multilateral untuk penguatan kapasitas, pendampingan finansial dan teknis, dan transfer teknologi. 8. Secara keseluruhan, HFA telah menjadi pedoman utama untuk pengurangan risiko

bencana. Pelaksanaan HFA telah, bagaimanapun juga, menyorot kesenjangan dalam mengatasi faktor-faktor penyebab risiko dan penyusunan tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas aksi dan kebutuhan untuk memperbaharui dan menyusun kembali HFA. Selain itu, HFA juga menyorot kebutuhan akan visibilitas disemua tingkatan terhadap pelaksanaan HFA dan memberikan penekanan bagi para pemangku kepentingan dan peran yang dimiliki.

9. Proses pasca-2015 yang sedang berlangsung secara bersamaan antara pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana memberikan peluang khusus bagi komunitas internasional untuk memastikan adanya kebijakan-kebijakan, praktik-praktik dan kemitraan yang koheren dan sejalan dalam pelaksanaannya.

10. Dengan latar belakang tersebut, dan guna mengurangi risiko bencana dengan mengatasi tantangan yang ada dan bersiap untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang, ada kebutuhan untuk: aksi yang terarah untuk memahami risiko dn bagaimana risiko tercipta, menguatkan mekanisme tata kelola disemua tingkatan, menanamkan investasi-investasi ketangguhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan; dan meningkatkan kesiapsiagaan, respon, pemulihan dan rekonstruksi disetiap tingkatan.

(4)

11. Dimana terdapat pencapaian kemajuan dalam mengurangi kerugian, pengurangan kerugian secara substansial membutuhkan ketekunan dan kegigihan dengan arah yang lebih jelas pada manusianya dan bagaimana pengukuran kemajuannya. Berdasar pada HFA, kerangka kerja saat ini bertujuan untuk mencapai hasil sebagai berikut pada 20 tahun mendatang:

Pengurangan kerugian bencana secara substansial, untuk nyawa dan aset-aset sosial ekonomi, dan lingkungan yang dimiliki oleh perseorangan, masyarakat dan negara.

Realisasi dari hasil yang diharapkan membutuhkan pernyataan komitmen dan keterlibatan kepemimpinan politis disetiap tingkatan di setiap negara. Ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah, pemerintah daerah, dan semua para pemangku kepentingan, sesuai dengan kondisi dan sistem tatakelola pemerintahan nasional.

12. Untuk mencapai hasil yang diharapkan, tujuan berikut yang ingin diraih:

Mencegah terciptanya risiko bencana dan mengurangi risiko bencana yang ada melalui upaya-upaya disektor ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, yang mengatasi keterpaparan dan kerentanan, sehingga menguatkan ketangguhan.

13. Untuk mendukung kajian kemajuan global dalam pencapaian hasil yang diharapkan, lima target global telah dirumuskan: mengurangi kematian akibat bencana sebesar [sekian persen dari jumlah kejadian bencana] pada tahun 20[xx], mengurangi jumlah penduduk yang terdampak bencana sebesar [sekian persen dari jumlah kejadian bencana] pada tahun 20[xx], mengurangi kerugian ekonomi akibat bencana sebesar [sekian persen dari jumlah kejadian bencana] pada tahun 20[xx], mengurangi kerusakan fasilitas kesehatan dan pendidikan akibat bencana sebesar [sekian persen dari jumlah kejadian bencana] pada tahun 20[xx], dan meningkatkan jumlah negara-negara yang memiliki strategi-strategi nasional dan lokal sebesar [sekian persen] pada tahun 20[xx].

14. Kerangka kerja ini berlaku untuk risiko bencana skala kecil dan besar, sering dan jarang terjadi, dan bencana yang terjadi secara lambat yang diakibatkan oleh bencana alam, ancaman dan risiko terkait lingkungan dan teknologi, dan kerangka kerja ini bertujuan untuk menjadi pedoman dalam pengelolaan risiko bencana yang multi-ancaman dalam pembangunan ditingkat lokal, nasional, regional dan global.

C. Prinsip-prinsip panduan

15. Mengambil prinsip-prinsip yang termuat dalam Strategi Yokohama dan HFA, pelaksanaan dari kerangka kerja ini akan dipandu oleh prinsip-prinsip berikut:

a) Setiap negara memiliki tanggung jawab utama untuk mengurangi risiko bencana secara holistik, termasuk melalui kerjasama.

b) Pengelolaan risiko bencana harus bertujuan untuk melindungi orang-orang, harta benda, mata pencaharian dan aset produktif mereka, dengan tetap menghormati hak asasinya. c) Pengurangan risiko bencana bergantung pada mekanisme tatakelola lintas sektor dan

koordinasi di tingkat lokal, nasional, regional dan global. Ini membutuhkan keterlibatann penuh dari semua pranata pemerintah baik eksekutif maupun legislatif ditingkat pusat dan daerah, dan artikulasi tanggung jawab yang jelas bagi para pemangku kepentingan

(5)

di ranah publik maupun swasta, termasuk dunia usaha, untuk memastikan jangkauan, kemitraan dan akuntabilitas satu sama lain.

d) Kepemimpinan dan pemberdayaan pemerintah dan masyarakat lokal diperlukan dalam pengurangan risiko bencana, dan perlu alokasi kekuatan untuk pengambilan keputusan, serta alokasi sumberdaya dan insentif yang memadai. Peran memampukan dan mengkoordinir Pemerintah (pusat) sangat diperlukan.

e) Pengurangan risiko bencana memerlukan keterlibatan dan pemberdayaan semua masyarakat, partisipasi yang sama, inklusif, aksesibel dan tidak diskriminatif, dengan memberikan perhatian khusus pada kelompok berisiko sejalan dengan hak asasi yang disepakati secara internasional. Perspektif gender, usia, disabilitas, dan budaya harus diintegrasikan kedalam pengelolaan risiko bencana.

f) Mengatasi faktor-faktor risiko mendasar melalui penanaman investasi publik dan swasta dengan berlandaskan informasi risiko, lebih hemat biaya daripada bergantung sepenuhnnya pada respon pasca-bencana dan pemulihan, dan berkontribusi pada keberlanjutan dari pembangunan.

g) Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi risiko berada pada lingkup lokal, nasional, lintas negara atau global, pengurangan risiko memiliki karakteristik lokal dan kekhususan yang mesti dipahami, mengingat kapasitas yang berbeda di masing-masing negara dan komunitas, untuk melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana.

h) Pengurangan risiko bencana membutuhkan pengambilan keputusan yang transparan, berlandaskan informasi risiko, dengan data terbuka dan terpilah berdasarkan gender/jenis kelamin/usia/disabilitas, dan tersedia secara bebas, aksesibel, terkini, mudah dipahami, berbasis ilmu pengetahuan, informasi risiko tidak sensitif dan dapat dilengkapi dengan pengetahuan lokal, tradisional, dan adat, yang relevan.

i) Penyusunan, revisi dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan, rencana-rencana, praktik-praktik dan mekanisme-mekanisme nasional dan internasional yang relevan perlu memiliki tujuan yang koheren dan saling menguatkan dengan agenda-agenda pembangunan dan pertumbuhan berkelanjutan, perubahan iklim dan variabilitasnya, pengelolaan ekosistem dan pengurangan risiko bencana. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana penting bagi keberlanjutan pembangunan.

j) Fase pemulihan dan rekonstruksi pasca-bencana penting untuk pengurangan risiko bencana dan pendidikan serta kesadaran publik dalam risiko bencana.

k) Kerjasama global, regional dan lintas negara penting dan membutuhkan penguatan lebih lanjut sesuai dengan kewajiban-kewajiban internasional.

l) Negara-negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang, negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, negara-negara-negara-negara berkembang tak berpantai, dan Afrika membutuhkan dukungan khusus sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing.

D. Prioritas Aksi

(6)

16. Setiap negara memiliki tanggung jawab utama masing untuk pembangunan yang berkelanjutan dan untuk melakukan upaya-upaya yang efektif dalam mengurangi risiko bencana, termasuk melindungi warga negaranya, infrastruktur, dan aset-aset nasional dari dampak bencana. Pada saat yang bersamaan, dalam konteks meningkatkan rasa saling membutuhkan ditingkat global, kerjasama internasional yang terpadu dan lingkungan internasional yang memampukan dibutuhkan untuk merangsang dan memberikan kontribusi pada pengembangan pengetahuan, dibutuhkan kapasitas dan motivasi pengurangan risiko bencana disetiap tingkatan.

17. Semua aktor didorong untuk membangun kemitraan multi-stakeholders, disemua tingkatan, sebagaiman mestinya, dan secara sukarela, untuk berkontribusi pada pelaksanaan kerangka kerja ini. Negara dan aktor-aktor lain juga didorong untuk mendukung penguatan atau pendirian barisan relawan internasional, yang dapat digunakan oleh negara-negara atau komunitas internasional untuk berkontribusi dalam mengatasi kerentanan dan mengurangi risiko bencana.

18. Mendorong tindakan pencegahan menjadi sebuah budaya, termasuk melalui mobilisasi sumberdaya yang memadai untuk pengurangan risiko bencana, merupakan sebuah investasi masa depan dengan manfaat yang besar.

Prioritas Aksi

19. Dengan mempertimbangkan pengalaman dari pelaksanaan HFA, dan untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang diharapkan, perlu tindakan lintas sektor yang lebih terarah oleh pemerintah ditingkat lokal, nasional, regional dan global pada prioritas di wilayah berikut:

1) Memahami risiko bencana;

2) Memperkuat tatakelola dan kelembagaan dalam pengelolaan risiko bencana;

3) Menanamkan investasi dalam ketangguhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan; 4) Meningkatkan kesiapsiagaan untuk respon yang efektif, dan “Membangun Lebih

Baik” dalam pemulihan dan rekonstruksi.

20. Dalam melakukan pendekatan untuk pengurangan risiko bencana, semua pemangku kepentingan diharapkan mengindahkan aktivitas-aktivitas kunci yang tercantum dalam tiap-tiap empat prioritas dan harus melaksanakan, sesuai dengan situasi dan kapasitas masing-masing.

Prioritas 1: Memahami risiko bencana;

21. Kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik pengelolaan risiko bencana harus didasarkan pada pemahaman akan risiko disemua dimensi kerentanan, kapasitas, dan keterpaparan penduduk dan aset-aset serta karakteristik ancaman. Hal ini memerlukan upaya dari semua negara dan semua pemangku kepentingan dalam beberapa wilayah aksi, seperti dalam mengumpulkan, menganalisa dan menyebarkan informasi dan data, memajukan penelitian, dan mengembangkan dan membagikan model-model perangkat sumber

(7)

terbuka (open-source) untuk pengetahuan risiko, dan juga melakukan pemantauan dan pertukaran praktik-praktik dan pembelajaran.

Tingkat Nasional dan lokal

22. Penting untuk:

a) Membuat data dasar dan melakukan kajian risiko bencana secara berkala, termasuk karakteristik kerentanan, keterpaparan dan ancaman, dengan skala spasial yang sesuai, seperti pada daerah aliran sungai dan sepanjang garis pantai;

b) Secara sistematis melakukan survei, pencatatatan dan pertanggungjawaban kepada publik mengenai kerugian dan dampak bencana dibidang ekonomi, sosial dan kesehatan;

c) Menyediakan informasi yang tidak sensitif mengenai risiko, bencana dan kerugian, secara bebas, terbuka dan aksesibel, serta memastikan penyebaran informasi disemua tingkatan, dengan mempertimbangkan berbagai kategori pengguna. Penting untuk memastikan real-time access (akses data secara langsung/tanpa ditunda) terhadap data yang terpercaya, dan mengggunakan inovasi ICT (Informasi, Komunikasi dan Teknologi) untuk meningkatkan pengumpulan, analisa, dan penyebaran data;

d) Membangun kapasitas pejabat pemerintah daerah, pegawai negeri sipil, masyarakat dan relawan, melalui program tukar pengalaman, pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan target sektor-sektor tertentu untuk memastikan pengumpulan, analisa dan penggunaan kajian risiko, dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan dan rencana-rencana terkait pengurangan risiko bencana.

e) Mendorong dan meningkatkan dialog dan kerjasama antar komunitas ilmiah, termasuk ilmu sosial, kesehatan, ekonomi dan lingkungan, praktisi, pengusaha, masyarakat berisiko dan pembuat kebijakan;

f) Memastikan penggunaan pengetahuan tradisional dan lokal untuk melengkapi, sesuai kebutuhan, pengetahuan ilmiah dalam kajian risiko bencana dan penyusunan serta pelaksanaan kebijakan-kebijakan, rencana-rencana dan program-program. g) Menguatkan kapasitas teknis dan ilmiah untuk menyusun dan menerapkan

metodologi-metodologi, standar-standar, metrik-metrik dan model-model untuk mengkaji kerentanan dan keterpaparan semua ancaman, dengan memperhatikan lanskap dan batas air, serta fungsi dan jasa ekosistem untuk pengurangan risiko bencana dalam protokol kajian risiko.

h) Menanamkan investasi dalam bidang penelitian, inovasi dan teknologi serta mendorong pendekatan multi-ancaman dan riset-riset yang berorientasi pada solusi untuk pengelolaan risiko bencana guna mengatasi kesenjangan, tantangan sosial dan risiko-risiko yang muncul, secara lebih baik;

i) Mendorong pemaduan pendidikan risiko bencana, termasuk kesiapsiagaan, dalam kurikulum pendidikan disemua jenjang dan dalam sistem pendidikan informal, maupun dalam pendidikan profesional;

(8)

j) Mendorong strategi-strategi nasional untuk memperkuat pendidikan dan kesadaran publik mengenai informasi dan pengetahuan risiko, melalui kampanye-kampanye, penggunaan sosial media, mobilisasi komunitas-komunitas, dan media-media lain yang adam sesuai sasaran dan kebutuhan.

Tingkat Global dan Regional

23. Penting untuk:

a) Berbagi dan bekerjasama dalam penyusunan metodologi-metodologi dan standar-standar umum berbasis ilmiah untuk pemodelan dan pengkajian risiko, pemantauan, peringatan dini, statistik dan pencatatan bencana, dan pengumpulan data pilah; b) Terus mendorong penggunaan, penerapan dan keterjangkauan harga serta akses

terhadap informasi, komunikasi, dan teknologi berbasis ruang angkasa dan layanan-layanan terkait, serta mempertahankan dan memperkuat pengamatan bumi dengan metode langsung dan penginderaan jauh;

c) Mendorong upaya-upaya bersama dalam kemitraan dengan komunitas ilmiah dan sektor swasta untuk menghasilkan praktik-praktik baik ditingkat internasional. d) Mendukung pembuatan sistem-sistem dan layanan-layanan yang mudah digunakan

(user-friendly) ditingkat local, nasional, regional, global untuk pertukaran informasi tentang praktik-praktik baik, teknologi pengurangan risiko bencana yang hemat biaya dan mudah digunakan, dan pembelajaran mengenai kebijakan-kebijakan, rencana-rencana dan upaya-upaya pengurangan risiko bencana.

e) Melanjutkan kampanye global sebagai instrumen untuk penyadaran dan pendidikan publik (seperti: “1 Juta Rumah Sakit dan Sekolah Aman”, “Membangun Kota Tangguh: Kotaku Siap Menghadapi Bencana!”, “Penghargaan Sasakawa dari PBB unutk Pengurangan Risiko Bencana”, dan Peringatan Hari Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan setiap tahun) yang mendorong tindakan pencegahan menjadi sebuah budaya, memberikan pemahaman akan risiko bencana, mendukung pertukaran pembelajaran dan pengalaman, mendorong semua pemangku kepentingan baik publik maupun swasta untuk terlibat aktif, dan mengikuti inisiatif tersebut, serta mengadakan kampanye baru lainnya ditingkat lokal nasional, regional dan global dengan tujuan yang sama;

f) Meningkatkan kerja ilmiah dan teknis tentang pengurangan risiko bencana melalui mobilisasi jaringan lembaga-lembaga ilmiah dan riset ditingkat nasional, regional dan internasional untuk memperkuat bukti yang digunakan sebagai dasar untuk mendukung pelaksanaan dan pemantauan kerangka kerja ini, mendorong riset ilmiah dalam pola-pola dan tren-tren risiko, sebab-akibat dari risiko bencana jangka pendek dan panjang di masyarakat, menggunakan praktik-praktik baik dan pembelajaran yang ada, memberikan panduan metodologi-metodologi dan standar-standar untuk kejian risiko, pemodelan risiko dan penggunaan data, mengidentifikasi kesenjangan riset dan teknologi dan memberi rekomendasi untuk wilayah area riset yang menjadi prioritas dalam pengelolaan risiko bencana, mendorong dan mendukung ketersediaan dan penerapan sains dalam pengambilan keputusan,

(9)

memberikan kontribusi dan melakukan bekerjasama untuk memutakhirkan istilah-istilah dalam Pengurangan Risiko Bencana 2009, dan menggunakan kajian pasca-bencana sebagai peluang pembelajaran dan meningkatkan kualitas kebijakan publik;

Prioritas 2: Memperkuat tatakelola dan kelembagaan dalam pengelolaan risiko bencana

24. Tata kelola menentukan pengelolaan risiko bencana yang efektif dan efisien disemua tingkatan. Dibutuhkan adanya visi, rencana, panduan dan koordiasi antar sektor dan partisipasi dari semua pemangku kepentingan, sebagaimana mestinya. Untuk itu, memperkuat tatakeola dalam pengelolaan risiko bencana menjadi penting.

Tingkat Nasional dan lokal

25. Penting untuk:

a) Mendorong koherensi kerangka kerja perundang-undangan, peraturan dan kebijakan publik ditingkat nasional dan lokal, dan mengembangkannya lebih lanjut bila perlu, baik untuk pembangunan, penurunan kemiskinan, adaptasi perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan, melalui penjabaran peran-peran dan tanggung jawab yang memandu sektor publik dalam: (i) mengatasi risiko bencana dalam pelayanan-pelayanan dan infrastruktur yang dimiliki, dikelola dan diatur oleh publik, dan (ii) mengatur dan memberikan insentif untuk aksi-aksi yang dilakukan oleh perseorangan, rumah tangga, komunitas dan sektor usaha;

b) Menggunakan dan melaksanakan rencana-rencana nasional dan lokal dalam skala waktu yang berbeda yang bertujuan untuk mengatasi risiko bencana jangka pendek, menengah dan panjang, dengan sasaran-sasaran, indikator-indikator dan kerangka waktu.

c) Meningkatkan mekanisme untuk memantau, mengakses secara berkala, memastikan kepatuhan dan melaporkan kepada publik mengenai kemajuan pelaksanaan rencana-rencana ditingkat lokal dan nasional yang telah dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan, baik publik maupun swasta;

d) Memperkuat, sesuai dengan kebutuhan, kerangka kerja dan mekanisme normatif yang dibutuhkan untuk memperkuat disclosure (pengungkapan/pemberian informasi yang bermanfaat) dan akuntabilitas untuk risiko bencana;

e) Mendorong pengawasan publik dan debat kelembagaan, termasuk oleh para anggota-anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat-pejabat terpilih lainnya mengenai laporan-laporan pelaksanaan rencana-rencana ditingkat lokal dan nasional;

f) Membentuk atau memperkuat mekanisme koordinasi semua pemangku kepentingan ditingkat lokal dan nasional, seperti adanya platform nasional dan daerah untuk pengurangan risiko bencana. Penting bagi mekanisme seperti ini untuk memiliki landasan yang kuat didalam kerangka kerja kelembagaan nasional dengan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas, antara lain, mengidentifikasi risiko

(10)

sektoral dan multi-sektoral, membangun kesadaran dan pengetahuan tentang risiko melalui pertukaran dan penyebaran informasi dan data, memberi kontribusi dan mengkoordinir laporan-laporan tentang risiko bencana ditingkat lokal dan nasional , mengkoordinir kampanye-kampanye untuk membangun kesadaran publik tentang pengurangan risiko, memfasilitasi dan mendukung kerjasama multi-sektoral ditingkat lokal (misalnya: didalam pemerintahan daerah), memberikan kontribusi dalam menentukan dan melaporkan rencana-rencana pengelolaan risiko bencana ditingkat lokal dan nasional. Tanggung jawab dan kewenangan ini harus tercantum dalam undang-undang, peraturan-peraturan, standar-standar dan prosedur-prosedur yang sesuai.

g) Memberdayakan, melalui sarana regulasi dan finansial, aksi dan kepemimpinan lokal dalam pengelolaan risiko bencana yang dilakukan oleh pemerintah lokal, komunitas dan masyarakat adat;

h) Merangsang, sesuai dengan oraktik-praktik ditingkat nasional, pengembangan standar-standar kualitas dan mekanisme, termasuk sertifikasi, untuk pengelolaan risiko bencana, dengan partisipasi dari sektor swasta dan asosiasi profesional dan organisasi ilmiah.

Tingkat Global dan Regional

26. Penting untuk:

a) Terus memandu aksi ditingkat regional melalui strategi-strategi pengurangan risiko bencana regional dan sub-regional yang disepakati, disesuaikan, seperlunya, untuk memperjelas kerangka kerja;

b) Memperkuat kolaborasi dan kemitraan antar mekanisme dan kelembagaan untuk pelaksanaan instrumen yang relevan dengan risiko bencana, seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, lingkungan, kesehatan, dan lain-lain sesuai kebutuhan; c) Melanjutkan keterlibatan aktif dalam Platform Global, regional dan sub-regional

untuk Pengurangan Risiko Bencana, dan platform-platform tematik, yang mewakili mekanisme multi-pemangku kepentingan untuk mendorong kemitraan, secara berkala mengkaji kemajuan pelaksanaan, dan berbagi praktik dan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan, program-program, dan investasi-investasi yang berlandaskan informasi risiko, termasuk dalam isu-isu pembangunan dan iklim; d) Terus memperkuat kapasitas dan mekanisme, seperti forum-forum pengurangan

risiko bencana berbasis ancaman, untuk mengurangi risiko bencana lintas batas administrasi, termasuk risiko terjadinya pengungsian;

e) Mendorong dan menggunakan tinjauan sejawat (peer review) secara sukarela dan diprakarsai secara mandiri antar negara dan pemerintah lokal karena mekanisme ini bisa berguna untuk mendukung upaya-upaya nasional dan lokal, tinjauan-tinjauan kemajuan, pertukaran pembelajaran dan praktik baik, serta identifikasi bidang-bidang tertentu untuk kerjasama, teknis dimasa yang akan datang, pertukaran informasi, alih teknologi, dan dukungan keuangan, bila perlu;

(11)

f) Mempererat kerjasama dan kesempatan untuk memberikan kontribusi pada penyusunan mekanisme pemantauan ditingkat internasional, seperti pemantauan HFA, yang bertujuan untuk mendukung dan melengkapi sistem monitoring nasional dan lokal, serta memberikan pemahaman praktis mengenai upaya-upaya menyeluruh ditingkat global dan regional dalam mengelola risiko. Informasi seperti ini relevan dengan pertimbangan pencapaian kemajuan dari agenda dan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim;

Prioritas 3: Menanamkan investasi dalam ketangguhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan;

27. Menanamkan investasi untuk pencegahan dan pengurangan risiko melalui upayaa-upaya mitigasi struktural dan non-struktural merupakan hal penting untuk meningkatkan ketangguhan ekonomi, sosial, budaya dari perseorangan, masyarakat, negara dan aset-aset serta lingkungannya. Upaya-upaya tersebut hemat biaya dan penting untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah serta mengurangi kerugian. Dibutuhkan upaya yang terarah dan terpadu pada bidang-bidang pembangunan kunci, seperti kesehatan, pendidikan, pertanian, air, pengelolaan ekosistem, perumahan, warisan budaya, kesadaran masyarakat, mekanisme-mekanisme keuangan dan pengalihan risiko.

Tingkat Nasional dan lokal

28. Penting untuk:

a) Mengalokasikan sumberdaya disemua tingkatan administrasi untuk pembangunan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan, perencanaan-perencanaan, perundang-undangan, dan peraturan-peraturan, disemua sektor yang relevan;

b) Memperkuat investasi publik untuk fasilitas-fasilitas penting dan prasarana fisik, khususnya upaya-upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana secara struktural, sekolah-sekolah, rumah sakit, air dan pembangkit listrik, jaringan komunikasi dan transportasi, pusat peringatan dan manajemen bencana dengan desain yang memadai, termasuk prinsip-prinsip desain universal, membangun dengan lebih baik sedari awal, penguatan bangunan dan pembangunan kembali, dengan memperhatikan analisis mengenai dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. c) Melindungi dan mendorong perlindungan museum dan situs-situs bersejarah,

budaya dan keagamaan lainnya, serta tempat kerja.

d) Memberikan perhatian khusus terhadap penyusunan dan pelaksanaan kebijakan tata guna lahan, termasuk rencana tata kota, perumahan informal dan non-permanen, mengingat dampak langsung dari keterpaparan risiko. e) Mendorong penyatuan kajian risiko bencana kedalam perencanaan dan pengelolaan

pembangunan desa, khususnya untuk wilayah pegunungan dan daerah banjir rob, termasuk melalui identifasi zona-zona yang ada dan aman untuk hunian.

f) Mendorong revisi atau pembuatan peraturan rancang bangun (building codes) dan standar-standar bangunan yang baru, praktik-praktik rehabilitasi dan rekonstruksi

(12)

ditingkat nasional maupun lokal, yang sesuai, dengan tujuan untuk mempermudah penerapan di konteks lokal, khususnya untuk hunian informal, dan memperkuat g) kapasitas untuk pelaksanaan, pemantauan dan penegakan dari peraturan-peraturan

tersebut, termasuk melalui pendekatan musyawarah mufakat.

h) Meningkatkan ketangguhan sistem kesehatan dengan mengintegrasikan

pengurangan risiko bencana kedalam pelayanan kesehatan dasar, khususnya membangun kapasitas tenaga kesehatan ditingkat lokal dalam memahami risiko, serta mendukung dan melatih kader kesehatan dalam pendekatan pengurangan risiko bencana.

i) Memperkuat mekanisme-mekanisme jaring pengaman sosial, untuk membantu masyarakat miskin dan kelompok berisiko, seperti: lansia, penyandang disabilitas, migran, dan penduduk lain yang terpapar risiko dan terdampak bencana.

j) Mengkaji ulang perangkat-perangkat finansial dan fiskal untuk mendukung investasi-investasi publik dan swasta, dan mendorong pengintegrasian anggaran dan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam penilaian ekonomi, pelacakan investasi, analisa biaya dan manfaat, strategi daya saing, keputusan investasi, peringkat hutang, analisa risiko dan perkiraan pertumbuhan ekonomi, penganggaran dan akuntansi, dan penentuan insentif.

k) Mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem dan menerapkan pendekatan terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mengintegrasikan pengurangan risiko bencana.

Tingkat Global dan Regional

29. Penting untuk:

a. Mengarusutamakan upaya-upaya pengurangan risiko bencana secara tepat, kedalam program-program bantuan bilateral dan multi-lateral untuk pembangunan, termasuk yang berkaitan dengan pengurangan kemiskinan, pengelolaan sumberdaya alam, pembangunan perkotaan, dan adaptasi perubahan iklim.

b. Memahami proses multilateral yang berbeda, bekerja melalui badan PBB dan lembaga-lembaga serta cara-cara lain sebagaimana mestinya, untuk mendorong koherensi disemua tingkatan dan diseluruh kebijakan-kebijakan, rencana-rencana dan program-program pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.

c. Mendorong pembentukan dan penguatan mekanisme, seperlunya, mekanisme-mekanisme finansial, transfer risiko, dan penyebaran risiko dengan kerjasama yang baik dengan lembaga-lembaga usaha dan lembaga-lembaga keuangan internasional. d. Meningkatkan keterlibatan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang regulasi finansial sebagai upaya untuk lebih memahami dampak bencana terhadap stabilitas keuangan negara, perusahaan dan perseorangan, untuk kemudian mendorong pengembangan kebijakan kunci tentang stabilitas keuangan dan inklusi.

(13)

Prioritas 4: Meningkatkan kesiapsiagaan untuk respon yang efektif, dan “Membangun Lebih Baik” dalam pemulihan dan rekonstruksi

30. Risiko bencana yang terus meningkat, termasuk peningkatan keterpaparan penduduk dan aset-aset, dikombinasikan dengan pembelajaran dari bencana yang pernah terjadi, menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kesiapsiagaan tanggap darurat disemua level. Bencana telah menunjukkan bahwa fase pemulihan dan rekonstruksi harus direncanakan jauh sebelum bencana terjadi, dan penting untuk membangun dengan lebih baik, dan mewujudkan negara dan masyarakat yang tangguh bencana.

Tingkat Nasional dan lokal

31. Penting untuk:

a. Menyiapkan, mengkaji kembali dan memperbaharui rencana kontinjensi dan kebijakan kesiapsiagaan bencana disemua tingkatan, dengan perhatian khusus pada pencegahan dan tanggap darurat terhadap kemungkinan adanya pengungsian, dan memastikan adanya partisipasi dari semua sektor dan kelompok pemangku kepentingan, termasuk kelompok yang paling rentan, dalam pembuatan desain dan perencanaan;

b. Terus menerus menguatkan sistem peringatan dini dan menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna, termasuk menyesuaikan dengan karakter sosial dan budaya setempat;

c. Mendorong pelaksanaan latihan kesiapsiagaan bencana secara berkala, termasuk latihan evakuasi dengan tujuan memastikan tanggap bencana yang cepat dan tepat, dan memastikan aksesibilitas bantuan pangan dan non-pangan, sesuai dengan kebutuhan lokal;

d. Membuat fasilitas rumah sakit dan sekolah yang baru dan yang sudah ada supaya aman dan operasional dalam situasi bencana;

e. Mengadopsi kebijakan publik serta membuat mekanisme dan prosedur koordinasi dan pendanaan untuk merencanakan dan mempersiapkan pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana;

f. Memastikan keterlibatan dari berbagai institusi, pihak berwenang dan pemangku kepentingan diberbagai tingkatan, mengingat kompleks dan mahalnya rekonstrukti pasca-bencana.

g. Belajar dari program pemulihan dan rekonstruksi dari sepuluh tahun HFA dan tukar pengetahuan berdasarkan pengalaman dan pembelajaran untuk menyusun panduan kesiapsiagaan untuk rekonstruksi, termasuk dalam perencanaan tata guna lahan dan perbaikan standar-standar pembangunan;

h. Mendorong pemaduan pengelolaan risiko bencana kedalam proses-proses pemulihan dan rehabilitasi pasca bencana dan menggunakan peluang pada fase pemulihan untuk membangun kapasitas-kapasitas yang mengurangi risiko bencana dalam jangka menengah, termasuk melalui pertukaran keahlian, pengetahuan dan pembelajaran;

(14)

Tingkat Global dan Regional

32. Penting untuk:

a. Memperkuat, bila perlu, membangun pendekatan-pendekatan, kebijakan-kebijakan, mekanisme operasional regional yang terkoordinir, menggunakan teknologi terbaik dan inovasi, termasuk penggunaan fasilitasi-fasilitas dan layanan-layanan dari sektor usaha, dan aset-aset militer yang tersedia berdasarkan permintaan, serta rencana-rencana dan sistem komunikasi untuk bersiap dan memastikan respon bencana yang cepat dan tepat dalam situasi yang melebihi kapasitas nasional dalam menangani bencana;

b. Mendorong penyusunan secara lebih lanjut tentang standar-standar, prinsip-prinsip, dan perangkat panduan lainnya, untuk menunjang kesiapsiagaan dan respon, serta berkontribusi pada pembelajaran dari praktik-praktik kebijakan dan program-program rekonstruksi;

c. Mendorong pembuatan secara lebih lanjut mekanisme peringatan dini di tingkat regional yang efektid untuk memastikan informasi ditindaklanjuti oleh negara-negara yang relevan;

d. Memperkuat mekanisme internasional, seperti International Recovery Platform, untuk tukar pengalaman dan pembelajaran antar negara dan semua pemangku kepentingan;

e. Menyusun panduan praktis dan kompilasi praktik baik untuk membantu perencanaan, investasi dan penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan; E. Peran para pemangku kepentingan

33. Sementara Negara mengemban tanggung jawab secara keseluruhan untuk pengurangan risiko bencana, para pemangku kepentingan memainkan peranan penting sebagai pe-mampu dalam memberikan dukungan kepada Negara sesuai dengan kebijakan nasional, dalam pelaksanaan kerangka kerja ditingkat lokal, nasional, regional, dan global. Dibutuhkan komitmen, niat baik, pengetahuan, pengalaman dan sumberdaya dari para pemangku kepentingan.

34. Sementara Negara, berdasarkan perangkat internasional yang relevan dan telah tersedia, dapat menentukan peran dan tanggung jawab yang lebih terperinci untuk para pemangku kepentingan publik dan swasta sesuai dengan rencana-rencana dan prioritas-prioritas nasional, tindakan-tindakan berikut harus didorong:

a. Sektor usaha, asosiasi profesional, lembaga keuangan sektor swasta, termasuk badan-badan pembuat kebijakan finansial dan lembaga akuntan, dan yayasan filantropi mengintegrasikan pengelolaan risiko bencana, termasuk keberlanjutan usaha, kedalam model-model dan praktik-praktik usaha, khususnya untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, terlibat dalam pembangunan kesadaran dan pelatihan untuk karyawan dan pelanggan, terlibat dan mendukung riset dan inovasi, serta penggunaan teknologi seutuhnya dalam pengelolaan risiko bencana, berbagi dan menyebarkan pengetahuan, praktik-praktik dan data,

(15)

terlibat aktif dalam sektor publik dalam penyusunan kerangka kerja normatif, standar-standar kualitas, peraturan-peraturan, serta kebijakan-kebijakan dan rencana-rencana untuk memasukan pengurangan risiko bencana;

b. Akademisi dan lembaga riset untuk fokus pada risiko dan skenario-skenario jangka menengah dan panjang, yang pada dasarnya terus berkembang, meningkatkan riset-riset untuk penerapan ditingkat lokal dan mendukung tindakan masyarakat dan pihak berwenang setempat, serta mendukung pertemuan dan interaksi antara kebijakan dan ilmu pengetahuan untuk ketepatan pengambilan keputusan;

c. Kelompok-kelompok sosial, relawan, masyarakat sipil dan organisasi-organisasi berbasis keimanan untuk terlibat dalam lembaga-lembaga dan usaha-usaha publik, antara lain untuk: memberikan pengetahuan khusus dan panduan pragmatis dalam konteks penyusunan dan pelaksanaan kerangka-kerangka kerja normatif, standar-standar dan rencana-rencana pengurangan risiko bencana; terlibat dalam pelaksanaan rencana-rencana dan strategi-strategi ditingkat lokal, nasional, regional dan global; melakukan advokasi untuk pengelolaan risiko bencana yang inklusif dan mencakup semua elemen masyarakat yang memperkuat sinergi antar kelompok. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa:

i. Anak-anak dan pemuda-pemudi adalah agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi pengalaman dan harus mendapatkan ruang dan modalitas untuk melakukannya;

ii. Perempuan memiliki peran penting dalam pengelolaan risiko bencana yang efektif, dan merancang, mengelola sumberdaya dan melaksanakan

kebijakan-kebijakan, rencana-rencana dan program-program

pengurangan risiko bencana yang responsif gender.

iii. Penyandang disabilitas memiliki peran penting dalam kajian risiko, serta dalam perancangan dan pelaksanaan rencana yang disesuaikan dengan persyaratan khusus dengan Principles of Universal Design;

iv. Lansia memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kearifan selama bertahun-tahun yang merupakan aset berharga dalam pengurangan risiko bencana dan harus dimasukkan kedalam perancangan kebijakan-kebijakan,

rencana-rencana, dan mekanisme-mekanisme, termasuk untuk

peringatan dini;

v. Masyarakat adat melalui pengalaman dan kearifan pengetahuannnya memberikan kontribusi penting dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana-rencana dan mekanisme-mekanisme, termasuk untuk peringatan dini;

d. Media untuk mengambil peran aktif ditingkat lokal, nasional, regional dan global dalam berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik, dan penyebaran informasi risiko ancaman dan bencana, termasuk untuk bencana skala kecil, secara sederhana, mudah dipahami dan mudah diakses, dengan

(16)

kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan akademisi; mengadopsi kebijakan komunikasi khusus tentang pengurangan risiko bencna; mendukung, bila perlu, sistem peringatan dini; dan mendorong budaya pencegahan dan keterlibatan masyarakat yang kuat dalam kampanye-kampanye pendidikan publik yang berkelanjutan dan konsultasi publik disemua tingkatan masyarakat

35. Dengan mengacu pada resolusi Sidang Umum PBB 68/211 pada tanggal 20 Desember 2013, komitmen menjadi sangat penting dalam mengidentifikasi modalitas kerjasama dan melaksanakan kerangka kerja ini. Komitmen harus spesisifk, dapat diperkirakan dan terikat waktu untuk bisa mendukung pengembangan kemitraan di tingkat lokal, nasional, regional dan global serta pelaksanaan rencana-rencana pengelolaan risiko bencana di tingkat lokal dan nasional. Semua pemangku kepentingan didorong untuk mengumumkan kepada publik tentang komitmen mereka dalam mendukung pelaksanaan kerangka ini atau rencana-rencana pengelolaan risiko bencana di tingkat lokal melalui situs web UNISDR.

F. Kerjasama internasional dan kemitraan global Pertimbangan-pertimbangan umum

36. Mengingat perbedaan kapasitas yang ada, negara-negara berkembang membutuhkan kemitraan yang lebih baik untuk pembangunan, penyediaan dan mobilisasi segala cara yang pelaksanaan memadai dan keberlanjutan dukungan internasional untuk pengurangan risiko bencana.

37. Negara-negara berkembang yang rawan bencana, khususnya negara-negara yang terbelakang, negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, dan negara-negara berkembang yang dikelilingi daratan, dan Afrika, membutuhkan perhatian khusus mengingat tingginya tingkat kerentanan dan risiko, yang acap kali melebihi kapasitasnya untuk merespon dan pulih dari bencana. Kerentanan tersebut sangat membutuhkan peningkatan kerjasama internasional dan memastikan kemitraan yang genuine dan untuk jangka waktu yang lama ditingkat regional dan internasional untuk mendukung negara-negara berkembang dalam melaksanakan kerangka kerja ini sesuai dengan prioritas-prioritas dan kebutuhan-kebuuhan nasional.

38. Meningkatkan kerjasama internasional, termasuk kerjasama utara-selatan yang di imbangi dengan kerjasama selatan-selatan dan kerjasama triangular yang telah terbukti menjadi kunci dalam pengurangan risiko bencanan dan ada kebutuhan untuk memperkuat kerjasama tersebut secara lebih lanjut. Kemitraan akan memegang peranan penting dengan memanfaatkan potensi penuh dari keterlibatan pemerintah disemua tingkatan, sektor usaha, masyarakat sipil, dan para pemangku kepentingan lain yang lebih luas, serta perangkat yang efektif untuk memobilisasi sumberdaya manusia dan keuangan, keahlian, teknologi dan pengetahuan dapat menjadi pengaruh yang kuat untuk perubahan, inovasi dan kesejahteraan.

39. Membiayai dari semua sumber-sumber domestik dan internasional, publik dan swasta, pembuatan dan alih teknologi yang terpercaya, terjangkau, dan modern pada jangka

(17)

waktu yang disepakati bersama, pendampingan untuk peningkatan kapasitas dan lingkungan pendukung bagi kelembagaan dan kebijakan disemua tingkatan merupakan media yang sangat penting dalam pengurangan risiko bencana.

Pelaksanaan dan Tindak Lanjut

40. Dukungan bagi negara-negara dalam pelaksanaan kerangka kerja ini mungkin membutuhkan tindakan sebagaimana direkomendasikan berikut:

a) Negara-negara berkembang, khususnya negara yang terbelakang, negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, dan negara-negara-negara-negara berkembang yang dikelilingi daratan, dan Afrika membutuhkan kerjasama internasional yang dapat diperkirakan, memadai, berkelanjutan, dan terkoordinir, melalui jalur-jalur bilateral dan multilateral, untuk pengembangan dan dan penguatan kapasitas mereka, termasuk melalui pendampingan finansial dan teknis, dan alih teknologi dalam kurun waktu yang disepakati.

b) Meningkatkan akses terhadap, dan alih teknologi yang ramah lingkungan, ilmu pengetahuan dan inovasi serta pertukaran pengetahuan dan informasi melalui mekanisme-mekanisme, yaitu: pengaturan kolaboratif secara bilateral, regional dan multilateral, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan lainnya yang relevan.

c) Mengarusutamakan updaya-upaya pengurangan risiko bencana secara memadai kedalam program-program bantuan pembangunan multilateral dan bilateral, termasuk yang terkait dengan pengurangan kemiskinan, pengelolaan sumberdaya alam, pembangunan perkotaan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

d) Negara dan organisasi-organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga keuangan internasional, dihimbau untuk mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana

kedalam kebijakan, perencanaan, dan program-program pembangunan

berkelanjutan disemua tingkatan.

e) Negara dan organisasi-organisasi internasional harus membantu penguatan koordinasi yang lebih startegis diantara Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi-organisasi internasional lainnya, termasuk keterlibatan lembaga-lembaga keuangan internasional, badan-badan regional, lembaga-lembaga donor, dan organisasi-organisasi non-pemerintah dalam pengurangan risiko bencana.

f) Sistem entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk dana-dana, program-program, dan badan-badan khusus, melalui Rencana Aksi PBB dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan, organisasi-organisasi internasional dan badan perjanjian lainnya yang relevan, termasuk Konferensi Parapihak tentang Konvensi Kerangka Kerjasama Persatuan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), lembaga-lembaga keuangan internasional di tingkat global dan regional dan Gerakan internasional palang merah dan bulan sabit merah, dihimbau untuk memastikan penggunaan sumberdaya secara optimal dan membantu negara-negara

(18)

berkembang, atas permintaan mereka, dan para pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan kerangka kerja ini yang disinergikan dengan kerjangka kerja lain yang relevan, termasuk melalui pembangunan dan penguatan kapasitas, program-program yang jelas dan terarah yang mendukung prioritas-prioritas Negara secara seimbang dan berkelanjutan.

g) UNISDR, khususnya, diminta untuk mendukung pelaksanaan, pemantauan dan pengkajian dari kerangka kerja ini, melalui: penyiapan laporan pelaksanaan kemajuan secara berkala, membantu pembuatan mekanisme-mekanisme pemantauan ditingkat global dan regional yang koheren yang sinergis, bila perlu, dengan mekanisme-mekanisme lainnya yang relevan untuk pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim, memperbaharui pemantauan HFA berbasis web, mengeluarkan panduan yang berdasarkan fakta dan praktis untuk dilaksanakan dengan kolaborasi dan mobilisasi ahli; memperkuat budaya pencegahan disemua pemangku kepentingan, mendukung penyusunan standar-standar oleh para ahli dan organisasi-organisasi teknis, inisiatif-inisiatif advokasi, dan penyebaran informasi risiko, kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik; menyelenggarakan pertemuan

Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana dan membantu

pengorganisasian platform regional untuk pengurangan risiko bencanan dan memimpin revisi Rencana Aksi PBB dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan; memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan pelayanan dari The ISDR

Scientific and Technical Advisory Group dalam memobilisasi ilmu pengetahuan dan

kerja teknis dalam pengurangan risiko bencana; memimpin dan mengkoordinir pembaharuan dari Terminologi tentang Pengurangan Risiko Bencana 2009; dan menjaga komitmen yang ada dari para pemangku kepentingan.

h) Sumbangan finansial yang mencukupi dan bersifat sukarela harus diberikan kepada Dana Abadi PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (United Nations Trust Fund for Disaster Reduction) dalam upaya memastikan dukungan yang memadai untuk aktivitas-aktivitas tindak lanjut terhadap kerangka kerja ini. Bagaimana penggunaan dana saat ini dan apakah dana layak untuk diperluas harus ditinjau ulang, antara lain untuk membantu negara-negara berkembang yang rawan bencana untuk menetapkan strategi-strategi nasional untuk pengurangan risiko bencana.

i) Serikat Antar-Parlemen (Inter-Parliamentary Union/IPU) dan badan-badan regional lain yang relevan serta mekanisme-mekanisme untuk para anggota parlemen, didorong untuk mendukung pelaksanaan dan melakukan advokasi untuk pengelolaan risiko bencana dan penguatan kerangka hukum.

j) Asosiasi Pemerintah Kota dan Daerah (United Cities and Local Government/UCLG) dan badan-badan pemerintah daerah lain yang relevan didorong untuk melanjutkan dukungan kerja sama dan pertukaran pembelajaran antar pemerintah-pemerintah daerah mengenai pengurangan risiko bencana dan pelaksanaan dari kerangka kerja ini.

(19)

k) Pelaksanaan dari kerangka kerja ini akan ditinjau secara berkala oleh Sidang umum PBB dan ECOSOC, melalui dan sejalan dengan proses-proses dan mekanisme yang sudah ada, seperti dalam Forum Politik Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Berkelanjutan (High Level Political Forum for Sustainable Development) untuk memungkinkan pengambilan data, mengidentifikasi risiko-risiko baru yang muncul, menyusun rekomendasi-rekomendasi untuk tindakan lebih lanjut dan mengenalkan langkah-langkah korektif yang memungkinkan.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kompensasi

Macken-Horarik (dalam Emilia,.. 41) menyebutkan bahwa struktur teks prosedur yang ketiga yaitu hasil. 68-69) mengatakan bahwa struktur yang ketiga teks prosedur

Partisipasi masyarakat terhadap kebersihan,persepsi masyarakat terhadap peraturan kebersihan, retribusi kebersihan, tenaga pengelola kebersihan, sarana dan prasarana serta

Maka perlulah dibuat Peraturan Daerah Kotamadya Yogyakarta ini tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1960 tentang pemeliharaan kebaikan,

Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan dalam memengaruhi sikap dan perilaku disiplin. Disiplin berlalu lintas sebagai faktor eksternal meliputi unsur-unsur

maksimal, dimana masih ada karyawan yang belum memanfaatkan portal web tersebut sesuai dengan tujuan awal dibuat intranet ini, sehingga akhirnya menyebabkan kasus

Dari ketiga nilai tersebut dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, lama simpan buah mempunyai korelasi yang rendah dengan kekerasan

adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu,