• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING IKLIM KERING UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING IKLIM KERING UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN HORTIKULTURA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAK: 1800.202.006.066

PROPOSAL PENELITIAN

SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING IKLIM

KERING UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN

KAWASAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Dr. Ai Dariah

BALAI PENELITIAN TANAH

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTRIAN PERTANIAN

2018

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPRP Sistem Pengelolaan Lahan Kering Iklim Kering Untuk Mendukung Kawasan Pangan dan Hortikultura

2. Unit kerja Balai Penelitian Tanah

3. Alamat unit kerja Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor 4. Sumber Dana DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah 5. Status Penelitian Baru

6. Penanggung Jawab a. Nama

b. Pangkat/Golongan c. Jabatan

Dr. Ai Dariah.

IV.c /Pembina Utama Peneliti Utama

7. Lokasi Kabupaten Gunung Kidul,Yogyakarta 8. Agroekosistem Lahan Kering Iklim Keing

9. Tahun Mulai 2018

10. Tahun Selesai 2021

11 Output tahunan 1. Komponen teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman pangan (jagung). 2. Komponen teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan

pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman hortikultura (bawang merah).

3. Mikroba pendegradasi rumput laut sebagai bahan baku pupuk organik dan pembenah tanah untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura pada LKIK.

4. Tiga draft karya tulis ilmiah (KTI)

12 Output akhir Teknologi pengelolaan terpadu LKIK berbasis tanaman pangan dan hortikultura

13 Biaya Rp. 450.000.000,- (Lima ratus juta rupiah). Koordinator Program Dr. Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001 Penanggungjawab RPTP Dr. Ai Dariah NIP.19620210 198703 2 001 Mengetahui,

Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertaanian

Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr. NIP. 19640623 198903 1 002

Kepala Balai Penelitian Tanah

Dr. Husnain, MP., M.Sc NIP. 19730910 200112 2 001

(3)

ii RINGKASAN

1. Judul Kegiatan RPRP : Sistem Pengelolaan Lahan Kering Iklim Kering Untuk Mendukung Kawasan Pangan dan Hortikultura

2. Nama dan alamat unit kerja : Balai Penelitian Tanah

Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor 3. Sifat usulan penelitian : Baru

4. Penanggungjawab : Dr. Ai Dariah

5. Justifikasi : Penggunaan pembenah tanah organik bisa berdampak terhadap perbaikan struktur tanah yang sangat menentukan efisiensi penggunaan air. Pada LKIK ketersediaan bahan organik insitu sangat terbatas, oleh karena itu perlu digali peluang pemanfatan sumber bahan organik lainnya. Rumput laut merupakan sumber bahan organik yang berpeluang untuk dimanfaakan sebagai pupuk dan pembenah tanah organik karena mengandung unsur hara makro maupun mikro, serta mengandung biostimulan Efisiensi penggunaan air sangat ditentukan oleh tingkat produksi yang dicapai, oleh karena itu faktor penentu produksi lainnya seperti pemupukan pada LKIK juga sangat menentukan tingkat efisiensi penggunaan air,

6. Tujuan Penelitian : 1. Merakit inovasi teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung sistem pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman pangan (jagung). 2. Merakit inovasi teknologi pengelolaan tanah

(pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung sistem pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman hortikultura (bawang merah).

3. Memformulasi formula mikroba dekomposer rumput laut untuk pembuatan pupuk organik atau biostimulant dan pembenah tanah dalam bentuk padat dan cair berbasis rumput laut.

7. Luaran yang diharapkan : 1. Komponen teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman pangan (jagung).

(4)

iii 2. Komponen teknologi pengelolaan tanah

(pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman hortikultura (bawang merah).

3. Mikroba pendegradasi rumput laut sebagai bahan baku pupuk organik dan pembenah tanah untuk peningkatan produktivutas tanaman pangan dan hortikultura pada LKIK. 4. Tiga draft karya tulis ilmiah (KTI)

.

Outcome : Peningkatan kualitas tanah dan produktivitas lahan kering beriklim kering

9. Sasaran akhir Optimalisasi lahan kering iklim kering untuk mendukung kawasan pangan dan horikultura.

10. Lokasi penelitian Gunung Kidul, Yogyakarta (percobaan lapang), Sulsel, Bali, NTT, Jatim (studi bahan baku pupuk dari rumput laut

11. Jangka waktu : Mulai TA 2018-2021

(5)

iv SUMMARY

1 Title of RPTP : Upland with Dry Climate Management System to Support Food and Horticultural Areas

2 Implementation unit : fields, laboratories, and greenhouses 3 Location : Gunung Kidul Distric, Yogyakarta Province 4 Objective

a. Short term 1. To formulate land management technology (fertilization and restoration of soil quality) to support integrated upland with dry climate management with food crop base farming system (corn).

2. To formulate land management technology (fertilization and restoration of soil quality) to support integrated upland with dry climate management with horticultural crop based farming system (onion).

3. To farmulate microbial formula to decompose seaweed to be used as raw material of organic fertilizer or bio-stimulant and soil conditioner in solid and liquid form

b. Longterm : To obtain innovation of soil management technology to support integrated dry land management system 5 Expected output

a. Short term : 1. Component of soil management technology (fertilization and restoration of soil quality) to support integrated dryland management with food crop base farming system (corn).

2. Component of soil management technology (fertilization and restoration of soil quality) to support integrated dryland management with horticultural crop based farming system (onion). 3. Microbial formula for decompose seaweed to be

used as raw material of organic fertilizer or bio-stimulant and soil conditioner in solid and liquid form

b. Long term : Inovation of land management technology to support integrated dryland management system

6 Discription of methodology

: The research is consisting of 3 sub activities. Two of the sub activities are field studies, the other is greenhouse and laboratory study. The first sub activity purpose is to improve soil properties, in particular to maximize water

(6)

v use efficiency. The activity will be designed as randomized block design, in 6 treatments (LKIK0= farmer management system, LKIK1= balanced fertilization dose without soil property improvement, LKIK2= LKIK1+organic soil amendment, LKIK3=LKIK1+bionano silica, LKIK4= LKIK1+organic soil amendment+bionano silica, LKIK 6=LKIK 1+ volcano ash. In addition, there will also be a demo plot with a relatively larger size than the superimpose plot. The technological innovation that will be applied in the demo plot is a relatively proven technology in other locations. The second sub activity will also be designed as randomized block design in 7 treatments (Farmer practice, NPK recommendation dose, NPK

recommendation dose+OM+soil

amadement+Hydrozel+biofertilizer, ¾ NPK recommendation dose+OM, ¾ NPK recommendation dose+OM+soil amdement, ¾ NPK recommendation dose+OM+soil amdement+Hydrozel, ¾ NPK

recommendation dose+OM+soil

amdment+Hydrodel+biofertilizer) in 3 replications. In second activity, there will also be a demo plot with a relatively larger size than the superimpose plot. The technological innovation that will be applied in the demo plot is a relatively proven technology in other locations.

The third sub activity will perform in laboratory and greenhouse, which consist 3 stages of study namely; exploration and isolation of indigenous microbes from seaweed production area, screening the microbes capability to decompose seaweed, and formulation of seaweed decomposer microbes.

7 Duration 4 (four) years

8 Budget/fiscal year Rp.475.000.000 (for hundred seventy five million rupiahs)

9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2017

(7)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sasaran pembangunan sektor pertanian bukan hanya untuk mempertahankan swasembada pangan, saat ini pemerintah telah memasang target tahun 2045 sebagai tahun Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia. Untuk mencapai target tersebut semua sumberdaya termasuk sumberdaya lahan harus dioptimalkan pemanfaatannya. Lahan kering iklim kering (LKIK) merupakan sumberdaya lahan yang pemanfaatannya dinilai belum optimal (Mulyani et al. 2014; Dariah et al. 2014). Indeks Pertanaman (IP) di sebagian besar agrekosistem LKIK rata-rata masih tergolong IP 100 (hanya satu kali musim tanam dalam setahun) (BPS NTT 2015; BPS NTB 2015), hal ini utamanya disebabkan ketersediaan air yang sangat terbatas (Ritung et al. 2015). Selain itu kondisi tanah umumnya bersolum dangkal dan bebatu, dengan kandungan bahan organic yang umunya sangat rendah (Mulyani et al. 2014; Dariah et al. 2014).

Meskipun ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama produktivitas lahan, optimalisasi LKIK bukan hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan air saja, namun juga harus disertai dengan peningkatan efisiensi penggunaan air, yang seringkali menjadi rendah karena tidak didukung oleh kemampuan tanah untuk menyimpan air akibat buruknya kualitas tanah. Oleh karena itu perlu masukan inovasi teknologi yang mampu memperbaiki struktur tanah, utamanya yang mempunyai efek positif terhadap kemampuan tanah memegang air. Kompos merupakan pembenah tanah yang sudah banyak digunakan petani, namun efeknya terhadap perbaikan kualitas tanah seringkali tidak nyata karena dosis yang digunakan terlalu rendah, akibat ketersediaan bahan baku kompos utamanya di LKIK yang sangat terbatas. Sumber bahan organik yang digunakan petani LKIK umumnya terbatas pada pupuk kandang, ketersediaan bahan hijauan atau sisa panen seperti jerami dan brangkasan jagung di LKIK sangat terbatas dan bersaing dengan pemenuhan kebutuhan untuk pakan ternak, oleh karena itu perlu digunakan alternatif pembenah tanah selain kompos, atau dicari alternatif bahan baku kompos yang selama ini belum dimanfaatkan.

Bahan organik di areal pertanian yang belum dimanfaatkan petani adalah yang mempunyai sifat sulit lapuk, seperti tongkol jagung, sekam padi dan sisa panen lainnya yang mempunya CN ratio tinggi. Bahan organik sulit lapuk dapar dimanfaatkan sebagai pembenah tanah, jika telah diolah mejadi biochar (arang). Beberapa hasil penelian menunjukkan efektivitas biochar dalam meningkatkan kemampuan tanah memegang air (Glaser et al. 2002; Sutono dan Nurida 2012; Dariah et al. 2013; 2015;), dan dapat berpengaruh positif terhadap pebaikan provitas tanaman (Nurida 2012; Sukartono dan Utomo 2012; dan Dariah dan Nurida 2013; 2015; Sarah et al. 2013).

Selain bahan organik yang bersifat insitu perlu juga digali sumber bahan organik lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Biomassa tumbuhan laut yang sangat berlimpah di wilayah pesisir Indonesia seperti rumput laut atau seaweed (FAO 2016), berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pupuk atau pembenah tanah organik. Biomasa ini selain mengandung unsur hara makro maupun mikro, juga mengandung bahan-bahan yang bisa berfungsi sebagai biostimulan (Chojnacka et al. 2012; Sivasankari et al. 2008). Bulgari et al. (2014) menyatakan bahwa biostimulan bisa berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi dan meningkatkan toleransi terhadap stress biotik

(8)

2 dan abiotik. Namun demikian masih perlu disiapkan inovasi teknologi sehingga bahan organik tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik, pembenah tanah, dan biostimulan. Selain memanfaatkan berbagai sumber bahan organik, inovasi teknologi untuk menanggulangi faktor pembatas utama LKIK juga perlu terus digali, misalnya pemanfaatan unsur silika yang selama ini lebih dikenal untuk memperbaiki turgositas tanaman, sehingga bisa lebih tahan terhadap serangan hama penyakit. Menurut Farooq et al. (2009) silika juga mampu meningkatkan kekuatan dinding sel melalui proses biosilifikasi sel daun. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan silika utamanya dalam bentuk ortho-silicic-acid (OSA) menunukkan indikasi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (Ashraf & Harris, 2013; Santi et al.,

2016 dalam Goenadi et al., 2017). Dengan demikian penggunaan silika berpotensi dapat meningatkan efisiensi penggunaan air.

Water Use Efficiency (WUE) merupakan rasio hasil tanaman (biasanya hasil yang

mempunyai nilai ekonomi) terhadap air yang digunakan untuk berproduksi (Zhang et al.

2003), artinya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air bukan hanya kebutuhan air saja yang harus dipenuhi, namun seluruh penentu produksi tanaman termasuk kebutuhan hara juga harus dioptimalkan. Oleh karena itu, penentuan dosis pupuk sesuai dengan status hara dan kebutuhan tanaman atau dikenal dengan sistem pemupukan berimbang juga harus menjadi komponen utama optimalisasi LKIK.

DasarPertimbangan

Optimalisasi lahan pada LKIK bukan hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan air saja, namun juga harus disertai dengan peningkatan efisiensi penggunaan air, yang salah satunya bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan tanah memegang air. Peningkatan kemampuan tanah untuk memegang air pada lahan pertanian yang telah dikelola secara intensif biasanya terkendala oleh buruknya kondisi struktur tanah akibat kualitas tanah yang sudah demikian menurun. Salah satu indikatornya adalah kandungan bahan organik yang rata-rata tergolong rendah-sangat rendah.

Ketersediaan sumber bahan organik terutama yang mudah lapuk sangat terbatas. Biochar yang bisa dibuat dari bahan organik sulit lapuk juga bisa digunakan sebagai bahan pembenah tanah. Peluang pemanfaatan sumber bahan organik lainnya juga perlu dilakukan. Biomassa tumbuhan laut (seperti rumput laut/seaweed) juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pupuk atau pembenah tanah organik. Namun masih perlu dipelajari teknik pengolahannya sehingga efektif jika digunakan sebagai pupuk organik maupun pembenah tanah. Penggunaan bahan-bahan seperti nano silika yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan, juga diharapkan bisa menanggulangi faktor pembatas ketersediaan air pada LKIK. Efisiensi penggunaan air juga sangat ditentukan oleh rasio hasil tanaman terhadap air yang digunakan untuk berproduksi. Oleh karena itu untuk optimalisasi LKIK, faktor lainnya yang menentukan tingkat provitas tanaman seperti pemenuhan unsur hara juga harus menjadi komponen utama pengelolaan LKIK.

(9)

3 1.2. Tujuan Penelitian

Tahunan

1. Merakit inovasi teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung sistem pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman pangan (jagung). 2. Merakit inovasi teknologi pengelolaan tanah (pemupukan dan pemulihan kualitas tanah) untuk mendukung sistem pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman hortikultura (bawang merah).

3. Memformulasi Formula mikroba dekomposer rumput laut untuk pembuatan pupuk organik atau biostimulant dan pembenah tanah dalam bentuk padat dan cair berbasis rumput laut.

Jangka Panjang

Merakit inovasi teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung pengelolaan lahan kering iklim kering (LKIK) terpadu.

1.3. Keluaran yang diharapkan Tahunan

1. Komponen teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman pangan (jagung).

2. Komponen teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung pengelolaan LKIK terpadu berbasis tanaman hortikultura (bawang merah).

3. Mikroba pendegradasi rumput laut sebagai bahan baku pupuk organik dan pembenah tanah untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura pada LKIK. 4. Tiga draft karya tulis ilmiah (KTI)

Jangka Panjang

Inovasi teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung sistem pengelolaan LKIK terpadu.

1.4. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang

Peningkatan produktivitas LKIK sehingga agroekosistem ini bisa lebih berperan dalam mendukung keberlanjutan swasembada pangan, disamping mendukung pencapaian sasaran pembangunan sektor pertanian yang telah menetapkan target pada tahun 2045 menjadi lumbung pangan dunia.

Pemanfaatan rumput laut sebagai sumber pupuk dan pembenah tanah organik selain berpeluang untuk memenuhi ketersediaan sumber bahan organik yang sangat terbatas di LKIK, juga akan meningkatkan nilai tambah dari produk usaha tani rumput laut.

(10)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Peningkatan produktivitas LKIK bukan hanya ditentukan oleh peningkatan ketersediaan air, namun juga peningkatan efisiensi penggunaan air. Penggunaan pembenah tanah organik berperan dalam memperbaiki sifat-sifat tanah yang menentukan tingkat efisisensi penggunaan air. Water Use Efficiency (WUE) merupakan rasio hasil tanaman terhadap air yang digunakan untuk berproduksi, artinya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air bukan hanya kebutuhan air saja yang harus dipenuhi, namun seluruh penentu produksi tanaman termasuk kebutuhan hara juga harus dioptimalkan, demikian pula dengan ketahanan tanaman baik terhadap cekaman lingkungan maupun serangan hama penyakit. Oleh karena itu, penentuan dosis dan jenis pupuk yang sesuai dengan status hara dan kebutuhan tanaman atau dikenal dengan sistem pemupukan berimbang juga harus menjadi komponen utama optimalisasi LKIK, penambahan unsur yang dapat memenuhi ketahanan tanaman terhadap serangan hama maupun kekeringan seperti unsur Si juga perlu dilakukan. Bahan organik merupan salah satu kunci peningkatan produktivitas lahan kering, karena selain berpeluang meningkatkan efisiensi penggunaan air juga mendukung efisiensi pemupukan selain juga merupakan sumber hara makro maupun mikro juga hara esensial seperti Si. Ketersediaan bahan organik di LKIK sangat terbatas, oleh karena itu perlu penambahan sumber bahan organik dari luar. Rumput laut merupakan sumber bahan organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, khusunya untuk pupuk dan pembenah tanah, padahal bahan organik ini mengandung hara makro maupun mikro dan senyawa yang berfungsi sebagai biostimulan.

2.2. Hasil-Hasil Penelitian

2.2.1. Lahan kering iklim kering (LKIK): Luasan, penyebaran, serta faktor pembatas optimalisasi lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura

Lahan kering beriklim kering dimasukan dalam kelompok lahan suboptimal dengan faktor pembatas utama ketersediaan air. Penciri utama dari LKIK adalah total curah hujan tahunan tang demikian rendah (<2.000 mm/tahun), dengan bulan basah 3-5 bulan/tahun (Las et al. 1992). Di Bebebrapa wilayah LKIK, bulan basah seringkali hanya mencapai 2 bulan/tahun (Balitklimat, 2013). Menurut klasifikasi Schmidt dan ferguson (puslitbangtanah

dalam Wahyunto dan Shofiyati 2012), tipe curah hujan pada ekosistem LKIK tergolong tipe

D, E dan F.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Ritung et al. (2015) total lahan kering beriklim kering adalah 10.75 juta ha. Dominan (9.32 juta ha) terdapat di dataran rendah dan selebihnya (1,43 juta ha) terdapat di dataran tinggi. Tanah pada lahan kering beriklim kering didominsi oleh tanah bereaksi tidak masam (7,16 juta ha), selebihnya (2,16 juta ha) mempunyai tanah dengan bereaksi masam. Penyebaran lahan kering beriklim kering berdasarkan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1.

(11)

5 Tabel 1. Luas dan penyebaran lahan kering iklim kering berdaarkan elevasi dan reaksi tanah

(Sumber: Ritung et al. 2015)

Pulau

Dataran rendah

sub total

Dataran tinggi

sub total Total Masam tidak masam masam tidak masam Sumatera 153.353 275.682 429.035 0 0 0 429.035 Jawa 632.996 540.721 1.173.717 413.318 95.463 508.781 1.682.498 Bali dan NT 55.347 4.369.449 4.424.796 30.541 622.401 652.942 5.077.738 Kalimantan 0 0 0 0 0 - 0 Sulawesi 139.593 1.975.870 2.115.463 139.503 127.590 267.093 2.382.556 Maluku 0 0 0 0 0 - 0 Papua 1.179.055 0 1.179.055 0 0 - 1.179.055 Indonesia 2.160.344 7.161.722 9.322.066 583362 845.454 1.428.816 10.750.882

Kualitas tanah lahan kering iklim kering yang telah dikelola secara intensif umumnya relatif rendah dicirikan oleh kanduang C organic yang rendah (<2%) bahkan di beberapa lokasi ditemukan tanah dengan kandungan C organic yang sangat rendah (<1%) (Dariah et al, 2014). Dengan bahan organik tanah yang demikian rendah, sulit untuk mendapatkan tanah dalam kondisi struktur yang baik, artinya kemampuan tanah untuk memegang air juga menjadi rendah. Hal ini ditunjukkan pula oleh persen pori air tersedia yang tergolong rendah sampai sedang (Dariah et al., 2014).

Pemanfaatan LKIK masih tergolong belum optimal, ditunjukkan oleh rata-rata indeks pertanaman (IP) yang rata-rata tergolong rendah (umumnya hanya satu musim tanaman selama satu tahun), rata provitas tanaman pada LKIK juga masih lebih rendah dari rata-rata provitas nasional. Mulyani et al. (2014) menunjukkan rata-rata produksi jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar pada lahan kering di NTB dan NTT yang lebih rendah dibanding rata-rata provitas nasional.

Selain tanaman pangan, optimalisasi LKIK juga perlu dilakukan dengan penananaman komoditas bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan komoditas hortikultura yang pada umumnya bernilai ekonomi tinggi difokuskan kepada upaya mengembangkan (a) perekonomian yang berorientai global dengan memanfatkan kemajuan teknologi untuk membangun keungulan kompetitif dan (b) sistem ketahanan pangan melalui pendekatan agribisnis (Sumarno 2000). Secara umum potensi kesuburan lahan kering dengan agroekosistem iklim kering memiliki potensi kesuburan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering dengan ekosistem iklim iklim basah. Kendala utama untuk pengembangkan di lahan ini adalah ketersediaan air sebagai faktor pembatas utama, selain ketersediaan air faktor pembatas di lahan kering adalah kandungan bahan organik rendah.

2.2.2. Inovasi Teknologi untuk menanggulangi faktor pembatas optimalisasi LKIK Aplikasi inovasi teknologi merupakan syarat mutlak dalam memberdayakan lahan kering suboptimal (termasuk lahan kering beriklim kering), baik dalam penanggulangan faktor pembatas lahan maupun dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya lahan.

(12)

6 Inovasi teknologi pengelolaan lahan yang menjadi penopang utama optimalisasi lahan suboptimal adalah teknologi pengelolaan air dan peningkatan kualitas tanah (Dariah dan Heryani, 2014).

Beberapa teknologi pendayagunaan lahan kering telah dihasilkan dari berbagai penelitian antara lain: teknologi pengelolaan kesuburan tanah, pengendalian erosi (koservasi tanah), rehabilitasi lahan, dan pengelolaan sumberdaya air secara efisien. Yang menjadi masalah adalah lemahnya diseminasi kepada para petani , dan lemahnya adopsi teknologi tersebut (Abdurachman et al., 2007).

Penerapan inovasi teknologi panen air merupakan salah satu bentuk usaha untuk menanggulangi faktor pembatas rendahnya ketersediaan air. Berbagai bentuk inovasi teknologi yang telah banyak diterapkan di beberapa lokasi lahan kerimg iklim kering di adalah embung. Selain embung, bangunan penampung air lainnya yang ditujuakan untuk panen air dan sangat efektif untuk dapat meningkatkan ketersediaan air adalah dam parit, longstorage (Heryani et al. 2001, 2002a, 2002b, 2003, 2005, 2006, 2010, 2012; Sawijo et al. 2008).

Dari sekian banyak bentuk teknologi panen air, pemilihan jenis teknologi panen hujan dan aliran permukaan yang dapat diaplikasikan sangat ditentukan oleh jumlah dan distribusi curah hujan, jumlah cadangan air yang diperlukan, tipe dan ukuran daerah tangkapan, karakteristik tanah atau batuan. Selain itu kapasitas penampungan yang akan dibuat juga sangat ditentukan oleh pola curah hujan lokal, koefisien aliran permukaan, tingkat kebutuhan air, ketersediaan dana, dan kemampuan teknis yang dimiliki (Gould 2003).

Pada daerah dengan ketersediaan air terbatas, optimalisasi lahan juga perlu dilakukan dengan peningkatan efisiensi penggunaan air. Air yang diberikan ke tanah semaksimal mungkin harus bisa dimanfaakan oleh tanaman, dan menekan tingkat kehilangan air, baik lewat perkolasi, aliran permukaan, dan bentuk kehilangan air lainnya, salah satunya bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan tanah memegang air. Penggunaan bahan pembenah tanah yang bersumber dari bahan organik sangat bermanfaat untuk perbaikan sifat fisik tanah. Rehabilitasi sifat fisik tanah pada lahan kering mempunyai arti penting dari aspek peningkatan kemampuan tanah memegang air. Beberapa hasil enelitian menunjukkan pembenah tanah organic, baik dalam bentuk kompos maupun biochar berpengaruh positif terhadap kemampuan tanah memegang air (Dariah et al. 2014b; Carvalho et al. 2014; Zheng

et al. 2010; Novak et al. 2009; Gaskin et al. 2007; Glaser et al. 2002).

2.2.3. Pemanfaatan Biomasa Tumbuhan Laut sebagai Sumber Bahan Organik Tanah

Selain sumber bahan organik yang bersifat insitu, perlu juga digali sumber bahan organic lainnya yang berleluang untuk digunakan sebagai pupuk organik dan pembenah tanah. Potensi sumberdaya kelautan dan pesisir pantai sangat besar dan berpotensi untuk adalah rumput laut (seaweed). Dari ratusan jenis rumput laut yang tersebar di perairan pantai Indonesia, terdapat 4 jenis bernilai ekonomis yaitu marga Gracilaria, Gelidium dan Gelidiella

sebagai penghasil agar, dan marga Hypnea serta Eucheuma sebagai penghasil karagenan. Rumput laut Indonesia sebagian besar diekspor dalam bentuk kering (raw material) dan sebagian lagi dikonsumsi untuk keperluan perusahaan agar-agar atau dikonsumsi langsung oleh masyarakat sebagai sayuran.

(13)

7 Produksi rumput laut meningkat setiap tahun, hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah untuk terus meningkatkan produksi rumput laut. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi rumput laut di tahun 2010 adalah 3.399.438 ton meningkat menjadi 8.971.464 ton di tahun 2014. Tujuh provinsi penghasil rumput laut terbesar di tahun 2014 adalah Sulawesi Selatan (2.087.841 ton), Sulawesi tengah (1.137.030 ton), NTT (1.966.255 ton), Sulawesi Tenggara (956.017 ton), NTB (749.141 ton), Jawa Timur (593.702 ton) dan Maluku (494.743 ton).

Rumput laut yang juga dikenal sebagai makroalga (ganggang) merupakan tumbuhan laut yang tergolong divisi Thallophyta. Klasifikasi berdasarkan kandungan pigmennya terbagi mnejadi 4 kelas, yaitu : Chlorophyta (rumput laut hijau), Rhodophyta (rumput laut merah),

Phaeophyta (rumput laut coklat) dan Chrysophyta (rumput laut pirang). Kandungan pigmen

rumput laut dapat dilihat pada Tabel 1. Potensi rumput laut dalam bidang pertanian belum dimanfaatkan secara optimal. Rumput laut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, pembenah tanah dan biostimulant. Di beberapa negara produk pupuk berbasis rumput laut dan ekstrak rumput laut telah banyak digunakan.

Komposisi rumput laut yang kaya akan nutrisi, mineral dan bahan aktif lainnya sangat membuka peluang untuk dikembangkan. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak rumput laut adalah polisakarida (yaitu galactan, fucoidan, alginat, dan laminarin), protein (lectin), asam lemak tak jenuh, pigmen (yaitu klorofil, karotenoid, dan fikobiliprotein), polyphenols (yaitu asam fenolat, flavonoids, asam cinnamon, isoflavon, asam benzoat, lignan, quercetin), unsur hara makro (K, Mg, Ca, and Na), and fitohormon (yaitu sitokinin, auksin, gibberellin,

dan abscisic acid) (Chojnacka et al, 2012). Adanya growth-stimulating activity dari formulasi

berbasis rumput laut tersebut, maka ekstrak rumput dapat digunakan sebagai biostimulat untuk meningkat produktivitas tanaman pangan (Chojnacka et al, 2012). Cairan ekstrak rumput laut yang disemprotkan melalui daun meningktatkan pertumbuhan dan produksi komoditas pertanian karena mengandung trace element (Fe, Cu, Zn, and Mn) dan hormon pertumbuhan tanaman (Sivasankari et al, 2008). Bioproduk yang digunakan untuk komoditas pertanian dan hortikultura umumnya berasal dari rumput laut coklat dari jenis Ascophyllum

nodosum, Ecklonia maxima, and Macrocystis pyrifera (Gupta et al. 2011). Menurut Bulgari et

al. (2014) biostimulan adalah ekstrak tanaman yang mengandung senyawa bioaktif yang berspektrum luas, dimana sebagian besar senyawa tersebut belum teridentifikasi, dan berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi dan meningkatkan toleransi terhadap stress biotik dan abiotik. Sedangkan pengaruh aplikasi rumput laut dan ekstrak rumput laut terhadap kesehatan tanah seperti yang dilaporkan Khan et al (2009) melaui beberapa mekanisme, yaitu : 1) Memperbaiki struktur tanah dan moisture retention (moisture

holding capacity) karena adanya senyawa alginat dan fukoidan. Polisakarida tersebut memiliki

kemampuan menghasilkan senyawa yang bersifat “gel” dan pengkhelat. Kemampuan mengkhelat yang dikombinasikan dengan sifat senyawa tersebut yang hidrofilik menyebabkan rumput laut dan ekstrak rumput laut penting untuk pertanian, 2) Bioremediasi tanah-tanah yang terkontaminasi logam berat karena adanya kandungan senyawa-senyawa poli-anion, 3) menstimulasi perkembangan mikroba tanah yang bermanfaat dan meningkatkan sekresi senyawa polisakarida oleh mikrob tanah, 4) meningkatkan pertumbuhan fungi non pathogen, 5) alginat oligosakarida yang dihasilkan melalui degradasi enzimatik dari asam alginat, terutama oleh ganggang coklat, nyata menstimulasi perkembangan mikoriza arbuskular.

(14)

8 2.2.4. Peningkatan Daya Tahan Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan dan

Pemenuhan Kebutuhan Hara untuk Tanaman

Optimlisasi LKIK juga dapat dilakukan dengan cara meningkatkan daya tahan tanaman terhadap cekaman kekeringan, sehingga dengan jumlah air yang relatif terbatas tanaman masih mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Penggunaan unsur silika, khususnya dalam bentuk ortho-silicic-acid (OSA) mengidikasikan menunjukkan mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (Ashraf dan Harris 2013), hal ini kemungkinan disebabkan oleh fungsi Silika sebagai penguat dinding (Farooq et al. 2009), sehingga lebih tahan terhadap kekeringan (Goenadi et al. 2017).

Water Use Eficiency (WUE) merupakan rasio produksi biomasa (utamanya yang bernilai ekonomi tinggi) dengan jumlah air yang digunakan untuk berproduksi (Zhang et al.

2003). Dengan jumlah penggunaan air yang sama, WUE akan semakin meningkat jika provita Untuk mengatasi kendala penurunan produktivitas tanaman akibat penurunan kesuburan tanah perlu dilakukan pendekatan pengelolaan hara secara terpadu. Kebijakan pemupukan berimbang merupakan pengelolaan hara tanaman yang ditunjukkan untuk mencapai keseibanagan optimum semua hara dalam tanah dalam mencapai hasil optimal dan lestari tanaman merusak fungsi sumberdaya lahan dan lingkungan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, maka semua penentu provitas tanaman harus dioptimalkan. Pemenuhan kebutuhan hara untuk tanaman merupakan salah satu penentu provitas tanaman, oleh karena itu optimlisasi LKIK juga harus disertai dengan penggunaan pupuk yang tepat (diantaranya tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu, tepat cara), serta mengikuti sistem pemupukan berimbang. Keadaan ini dapat dicapai melalui pengelolaan hara terpadu yang memadukan faktor-faktor hara tanah dengan pemupukan anorganik, dan organik serta pemanfaatan biofertilizers (pupuk hayati) (Adiningsih 1995).

Melihat pada kandungan bahan organik tanah di Indonesia yang rata-rata <2% sebagai indikasi terjadinya degradasi lahan, segyogyanya permintaan terhadap pupuk organik menjadi banyak, tetapi pada kenyataanya tidak demikian. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan penyebabnya yaitu pupuk organik dianggap belum merupakan kebutuhan pokok dalam produksi tanaman dibandingkan pupuk anorganik (Simanungkalit 2006). Pemberian bahan organik dengan tujuan pemberdayaan sumberdaya hayati tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah potensial perlu diupayakan. Selain memerlukan dosis yang lebih rendah juga dapat meningkatkan konservasi bahan organik tanah dan menekan emisi CO2 (Subowo 2010)

Beberapa organisme tanah mampu meningkatkan kesuburan tanah melalaui hasil samping yang dihasilkan, seperti organisme palarut fosfat ataupun penambat N-bebas yang hidup bebas/soliter ataupun yang hidup bersimbiose secara mutualistis dengan tananam (Subowo, 2010). Pemanfaatan mikroorganisme dalam pertanian merupakan alternatif yang murah untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi pemupukan dan mengurangi bahaya pencemaran. Namun keberhasilan pemanfaatan mikroba sangat dipengaruhi ditentukan oleh kualitasnya. Kesesuaian inokulan dengan tanah yang diinokulasi sangat menentukan keberhasiln pemberian inokulan. Dalam lingkungan tanah, komponen pembatas aktivitas mikroba adalah ketersediaan karbon dalam tanah (Hastuti et al 2006; Purwani et al 2008).

Pemberian mikroba (pupuk hayati) dikombinasikan dengan P-Alam dan dikombinasikan dengan Bio-organik dosis 2 ton/ha dapat meningkatkan bobot polong kering

(15)

9 kacang tanah sebesar 25,62% dibandingkan dosis pupuk NPK rekomendasi dan meningkatkan serapan hara N, P dan K. (Purwani et al. 2008). Perlakuan pengelolaan hara melalui pemberian pupuk organik, pupuk hayati serta pengelolaan bahan organik in situ nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi sayuran organik. Pemberian pupuk kotoran kotoran kambing dosis 25 ton/ha ditambah kompos Tithonia diversifolia dosis 3 t/ha ditambah pupuk hayati dapat meningkatkan hasil brokoli tertinngi mencapai 7,4 ton/ha.

Penggunaan pembenah tanah dengan nama dagang Hydrostock yang merupakan bahan polimer synthetick crosslinked polyacrylamide copolimer memeiliki sifat reversibel yaitu dapat menyerap dan melepaskan kembali air mencapai 500-700 kali dari beratnya dalam waktu 60-120 menit (Wiganda et al. 1998). Hasil penelitian pemberian bahan organik berupa pupuk kandang kotoran kambing dosis 5 ton/ha dikombinasikan dengan pembenah tanah 0,3 ton/ha hydrostock dapat meningkatkan hasil biji kedelai pada lahan kering di Cibugel Sumedang (Sutono dan Fahmudin 1999).

Lahan sebagai salah satu sumber produksi utama harus cukup tersedia, dengan mutu yang optimal dan berkelanjutan dalam keadaan optimal. Dalam jangka panjang akibat pengelolaan yang intensif akan terjadi perubahan dan terjadi perombakan bahan organik secara terus menerus. Perubahan tersbut dapat dilihat dari tanggapan tanaman atau dari hasil anailsis sifat-sifat kimia tanah tersebut, arah perubahan tersebut bisa menjadi lebih baik atau sebaliknya tergantung pengelolaan yang dilakukan oleh petani (Karama 2000). Pengelolaan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah cara pengelolaan yang benar dan tepat akan mempercepat terjadinya degradasi lahan yang ditunjukan dengan menurunya produktivitas tanaman.

(16)

10 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan/Kerangka Pemikiran

Peningkatan efisiensi pengunaan salah satunya sangat ditentukan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap kemampuan tanah memegang air. Bahan organik selain mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap air, juga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga terjadi perbaikan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Tingkat efisiensi penggunaan air sangat ditentukan oleh faktor penentu produksi lainnya, oleh karena itu dalam meningkatkan efisiensi pengunaan air pada LKIK, maka aspek pemupukan berimbang juga harus diperhatikan.

3.2. Lingkup Kegiatan

Kegiatan penelitain terdiri tiga sub kegiatan. Dua subkegiatan dilakukan dalam bentuk percobaan lapangan, satu sub kegiatan masih dilakukan pada skala laboratorium dan Rumah Kaca. Percobaan Lapangan dilakukan pada areal pengembangan lahan kering iklim kering berbasis tanaman pangan dan hortikultura. Lokasi yang dipilih adalah yang memenuhi syarat sebagai lahan kering iklim kering, yaitu daerah dengan curah hujan <2.000 mm. Kondisi tanah yang dipilih adalah tanah yang telah mengalami degradasi ditandai dengan kadar C-organik tanah tergolong rendah-sangat rendah. Lokasi penelitian adalah Lahan kering beriklim kering di Pulau Jawa yaitu di Kabupaten Gunung Kidul, DIY (penelitian tidak dilakukan di lokasi yang typical LKIK seperti NTT dan NTB karena keterbatasan anggaran). Kegiatan Eksplorasi dan isolasi mikroba ingenous dari habitat laut dan pesisir dilakukan di wilayah pesisir pantai Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Selanjutnya Skrining kemampuan isolat mikroba untuk mendekomposisi rumput laut dan formulasi dekomposer akan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian Tanah.

3.3. Bahan dan Metode Penelitian 3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: Kompos, biochar, pupuk biosilika, pupuk NPK, benih jagung, benih bawang merah, rumput laut, pupuk hayati, alternatif sumber silika (diantaranya abu volkan), bahan kimia untuk analis tanah, obat-obatan, polybag, kantong plastik, karung karuna, ember, label, ATK, tali rapia, bamboo, plastik, ombrometer, ring sample, plastik untuk mengduk pupuk an pembenah tanah, dan lainnya.

3.3.2. Metode Panelitian

3.3.2.1. Teknologi Inovatif Pemupukan dan Pembenah Tanah untuk Mendukung Sistem pengelolaan LKIK terpadu Berbasis tanaman pangan

Penelitian dilakukan pada areal pengembangan lahan kering iklim kering berbasis tanaman pangan (jagung) di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, dimulai akhir musim hujan. Penelitian dilakukan dalam bentuk superimpose trial untuk beberapa inovasi teknologi yang masih memerlukan pengujian , selain itu akan dibuat juga plot demo dengan ukuran yang relatif lebih besar dibanding plot superimpose yaitu sekitar 2.000 m2. Inovasi teknologi yang akan diterapkan dalam plot demo adalah inovasi teknologi yang relatif telah teruji di lokasi lain

(17)

11

a. Superimpose Trial

Percobaan akan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang akan diaplikasikan adalah:

LKIK-0 = Sistem pengelolaan LKIK oleh petani setempat

LKIK-1 = Penggunaan dosis pupuk berimbang tanpa pelakuan perbaikan kualitas Tanah

LKIK-2 = LKIK-1 + pembenah tanah organik LKIK-3`= LKIK 1 + bio silika

LKIK-4 = LKIK 1 + pembenah tanah organik+bio silica

LKIK-5 = LKIK 1 + pembenah tanah organik diperkaya abu volkan

Pembenah tanah organik tanah yang digunakan bernbahan dasar kompos dan biochar. Dosis yang digunakan tergantung kandungan C-organik tanah. Jika kandungan bahan organic >2,5% maka dosis yang digunakan 2,5 t/ha, namun jika kandungan C-organik <2,5% maka dosis yang digunakan 5 t/ha. Biosilika yang akan digunakan adalah biosilika yang sedang diuji dan dikembangkan oleh Tim RPN dan Balitbang lewat kegiatan KKP3S. Dosis biosilika yang akan digunakan tergantung hasil pengujian terbaik yang dilakukan pada tahun 2017.

Dosis pupuk dasar tanaman jagung akan ditentukan oleh kebutuhan hara untuk tanaman jagung dan status hara tanah pada LKIK yang akan digunakan untuk percobaan. Sistem pengairan yang dilakukan utamanya saat tidak turun hujan mengikuti rekomendasi Balitklimat.

Parameter yang diamati adalah: Sifat tanah (fisik maupun kimia tanah) pada awal penelitian (sebelum diberi perlakuan). Sample tanah komposit dan sample tanah tidak terganggu diambil pada setiap blok penelitian. Pengambilan sample tanah kedua dilakukan menjelang panen. Sampel tanah komposit dan tidak terganggu diambil pada setiap petak penelitian. Parameter sifat kimia yang dianalisis pada awal penelitian adalah pH, kandungan C-organik, status hara (N, P, K, kandungan basa-basa), KTK, dan kejenuhan basa. Sifat fisik yang dianalisis adalah Bobot Isi (Bulk Density), Kerapatan partikel (Partikel Density), Ruang pori total, dan distribusi pori. Parameter sifat kimia tanah yang dianalisis menjelang panen, adalah pH, kandungn C-organik, dan KTK, sedangkan sifat fisik yang dianalisi adalah BD, PD, Ruang pori total, dan distribusi pori. Untuk menghitung water use efficiency akan diukur kadar air sebanyak tiga kali, yaitu saat petumbuhan tanaman, masa pembuahan, dan menjelang panen. Parameter agronomi yang diamati adalah pertumbuhan (tinggi tanaman jagung pada 2,4, 6, dam 8 minggu setelah tanam) dan produksi tanaman jagung (berat biomas, tongkol, dan pipilan jagung).

3.3.2.2. Teknologi Inovatif Pemupukan dan Pembenah Tanah untuk Mendukung Sistem pengelolaan LKIK terpadu Berbasis tanaman hortikultura

Penelitian akan dilaksnakan pada TA. 2018 pada lokasi sentra tanaman bawang merah dengan agroekosistem lahan kering iklim kering di kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Kegiatan penelitian dilaksankan meliputi survei untuk menentukan lokasi penelitian dan pengambilan contoh tanah. Penelitian pengelolaah hara terpadu adalah penelitian dengan mengkombinasikan komponen teknologi pupuk anorganik, bahan organik, pembenah tanah dan hidrogel pada tanaman bawang merah, akan dilaksanakan selama satu musim tanam di

(18)

12 lahan petani. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penenilitian adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomize Block Design) (Gomez and Gomez, 1984), terdiri atas 7 perlakuan diulang 6 kali dengan indikator ditanam bawang merah. Susunan perlakuan secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Ukuran plot percobaan 5 mx10 m. Di areal penelitian akan dibuat juga plot demo dengan luasan lebih besar dari plot superimpose, yaitu sekitar 200 m2

Paramater yang diamati adalah sifat tanah sebelum dan setelah percobaan. Siafat tanah yang dianalisis sebelum percobaan meliputi: tekstur, pH, C-organik, N-total, P terekstrak Bray I, kadar P dan K terekstrak HCl 25%, Nilai Tukar Kation, Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan Basa (KB), sedangkan setelah percobaan meliputi N-total, P tersedia dan K-dd, serta analisis daun kandungan har N, P, dan K-total untuk mengetahui serapan haranya. Parameter tanaman yang diukur adalah : Tinggi tanaman dan jumlah anakan umur 15, 30, 45 dan menjelang panen dan Bobot bawang merah basah (saat panen) dan kering (1 minggu setelah panen).

Tabel 1. Perlakuan uji pupuk anorganik “Hortigo Onion” pada tanaman padi sawah

Perlakuan Dosis (kg/ha) Urea SP-36 KCl Bahan Organik (BO)* Pembena h tanah (PT)* Hidroze l* Hdg Pupuk Hayati (Puhay) * Cara Petani* NPK dosis rekomendasi 400 250 175 - - - - NPK BO+PBt+Hdz+Puhay 400 250 175 2000 500 2,5 0,2 ¾ NPK+BO 300 187,5 131,25 2000 - - - ¾ NPK+BO+Pbt 300 187,5 131,25 2000 500 - - ¾ NPK+BO+Pbt+Hdz 300 187,5 131,25 2000 500 2,5 ¾ NPK+BO+Pbt+Hdz+Puhay 300 187,5 131,25 2000 500 2,5 0,2

Keterangan: * = dosis pupuk dan pembenah tanah disesuaikan dengan rekomendasi petani setempat

3.3.2.3. Bioprospeksi Mikroba Pendekomposisi Rumput Laut Dalam Pembuatan Pupuk Organik dan Pembenah Tanah Untuk Peningkatan Produktivitas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pada Lahan Kering Iklim Kering

Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan kegiatan :

I. Ekspolarasi mikroba indigenous dari wilayah penghasil rumput laut

Eksplorasi dilakukan dengan survey di wilayah penghasil rumput laut terbesar di wilayah LKIK, Nusa Tenggara Timur, Bali dan Jawa Tengah serta Jawa Barat. Koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Pertanian setempat dilakukan untuk menentukan desa-desa mana saja yang akan dipilih sebagai lokasi survey, dengan memperhatikan potensi wilayah sebagai penghasil rumput laut dan potensi wilayah pertanian. Wawancara dengan petani dilakukan menggunakan metode PRA (Partisipatif Rural Appraisal) dengan kuestionare sederhana untuk mendapatkan informasi tentang pemanfaatan rumput laut yang sejauh ini telah dilakukan dan minat petani untuk memanfaatkan rumput laut tersebut sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.

(19)

13 Penetapan situs-situs lokasi pengambilan contoh akan dikoordinasikan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Eksplorasi dan koleksi rumput laut dilakukan terhadap rumput laut yang dibudidaya dan rumput laut yang tumbuh liar. Selanjutnya contoh rumput laut yang telah dikoleksi dibawa ke Laboratorium Biologi Balai Penelitian Tanah untuk diisolasi mikroba indigenous yang terdapat pada rumput laut tersebut. Isolasi dilakukan menggunakan 2 jenis media, yaitu : 1) media agar sintetis dan 2) media seaweed extract agar. Sebanyak 50 gram contoh rumpuh laut dihancurkan sampai remah menggunakan stomacher pada air steril 450 ml. Sebanyak 100UL Suspensi rumput laut tersebut selanjutnya disebar pada cawan petri yang mading-masing berisi kedua media tersebut di atas. Semua kegiatan dilakukan secara aseptis pada Laminar Air Flow. Kemudian cawan-cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu ruang sampai dengan 14 hari. Mikroba yang tumbuh diamati setiap hari, dan diisolasi serta disimpan pada media bakteri, fungi maupun aktinomiset. Isolat-isolat tersebut akan digunakan pada kegiatan II.

II. Skrining kemampuan isolat mikroba untuk mendekomposisi rumput laut dan Formulasi dekomposer untuk mendekomposisi bahan baku rumput laut

Skrining dilakukan terhadap isolat-isolat hasil koleksi terhadap kemampuannya menghasilkan enzim selulase dan alginat lyase. Enzim-enzim tersebut berperan dalam mendegradasi polisakarida yang terdapat pada dinding sel rumput laut menjadi oligosakarida. Akibat dari reaksi tersebut, senyawa dan unsur hara lain yang berpotensi dari rumput laut dapat tersedia. Metode skrining dilakukan baik secara kualitatif dan kuantitatf. Selanjutnya akan dipilih 5 isolat untuk digunakan pada kegiatan formulasi.

Isolat terpilih akan diformulasi menjadi 3 formula berdasarkan uji kompatibitas isolat-isolat tersebut. Pengomposan dan fermentasi rumput laut dengan 3 formula tersebut dengan 2 jenis rumput laut dilakukan di laboratorium yang disusun berdasarkan percobaan faktorial yang disusun berdasarkan RAL dengan 5 ulangan. Sehingga keseluruhan terdapat 25 satuan percobaan. Pengamatan yang dilakukan adalah kandungan C-organik, N total dan pH serta respirasi akan dilakukan pada contoh awal serta contoh pada minggu ke 1, 2 dan 4 setelah diberi perlakuan.

(20)

14 IV. ANALISIS RESIKO

4.1. Daftar Risiko

No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK

1. 2. 3. 4 Sulit mendapatkan Lokasi yang memenuhi syarat Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik Kompromi dan negosiasi dengan petani tidak tercapai

Kuantitas dan kualitas bahan bahan

penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi

Musim hujan yang tidak menentu

Kondisi lahan tidak seragam

Lokasi yang dipilih tidak ideal

Terlambatnya pelaksanaan penelitian di lapang

 Terlambatnya jadwal tanam

 Diperlukan tenaga dan dana ektra untuk

penanganan kekurangan air dan penanggulangan hama

 Gagal panen Data hasil/produksi tanaman tidak diperoleh

Pengaruh

ketidakseragaman lahan lebih dominan (misalnya akibat perlakuan sebelumnya) dibanding perlakuan 5. 6 Serangan hama Penyakit Pemotongan anggaran

Bibit tanaman tanpa

seed treatment, penyemprotan dengan dosis rendah sedangkan sekitarnya dosis tinggi. Beberapa tahun terakhir terjadi pemotongan anggaran untuk seluruh kementrian

Produksi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata petani

Beberapa kegiatan pengamatan harus dikurangimengurangi output

(21)

15 4.2. Daftar Penanganan Risiko

No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO

1. 2. 3. 4. 5. 6. Penelitian dilakukan bukan di daerah dengan penyebaran LKIK terluas (Bali dan Nusa

Tenggara) Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik Serangan hama Penyakit Pemotongan anggaran Menyesuaikan dengan besaran angaran Menyesuaikan dengan lokasi blok program LKIK

Kuantitas dan kualitas bahan bahan penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi

Musim hujan yang tidak menentu

Ketidakseragaman lahan

Bibit tanaman tanpa

seed

treatment,penyemprotan

dengan dosis rendah sedangkan sekitarnya dosis tinggi.

Terlalu banyak hujan

Beberapa tahun terakhir terjadi pemotongan anggaran untuk seluruh kementrian

Lokasi LKIK yang terdekat

Menjalin kerjasama dengan peneliti (inventor) tentang produk yang akan dipakai

Mempercepat proses pengadaan bahan dan mencari proses alternatif lain

 Mengusahakan agar jadwal tanam tepat waktu  Mempercepat pelaksanaan penelitian, penyiapan bahan dll  Penyemprotan insektisida secara berkala

Pembagian blok dilakukan secermat mungkin

 Penerapan metode pengendalian hama terpadu

 Menggunakan obat-obatan yang berisfat ramah lingkungan (biopestisida), prioritas yang telah dikembangkan Balitbang Pertanian Mengurangi parameter dan intensitas pengamatan

(22)

16 V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN

5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian Nama lengkap

Gelar dan NIP

Jabatan Kedudukan dalam RPTP Alokasi waktu OB) Fungsional Struktura Dr. Ai Dariah NIP. 19620210 198703 2001 Dra. Selly Salma, MS. NIP Ur. Nurjaya, MS NIP.196008261993031 001 Dr. Umi Haryati NIP. 196010171989032001 Dr. Neneng L. Nurida NIP. 196312291990032001 Dr. Laksmita Santi NIP. Sutono, SP. MS. NIP. 195408291981011001 Ratri Ariani, SP. NIP.198901072014032001 Sarmah, SSi. NIP. Elsanti, SSi NIP. Kartiwa, SP. NIP.196301141992031002 Darsana Sudjarwani NIP. Syaiful NIP. Peneliti utama Peneliti madya Peneitia madya Peneliti madya Peneliti madya Peneliti madya Peneliti madya PNK Peneli Pertama Peneliti Muda Teknisi Teknisi Teknisi - - - - - - - - - - - - - Penanggung jawab RPTP dan ROPP Penanggungjawab ROPP Penanggungjawab ROPP Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota 6 6 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

(23)

17 5.2. Jangka waktu kegiatan

Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Pembuatan proposal dan rencana

kegiatan xx

2. Kegiatan desk work xx xx

3. Pemilihan lokasi xx xx

4. Persiapan (bahan penelitian formulasi pupuk dan pembenah tanah

xx xx xx

5. Pelaksanaan penelitian lapangan xx Xx xx xx xx xx xx xx

6. Pengamatan xx xx Xx xx xx xx xx xx xx

7. Analisis data dan pelaporan xx xx xx xx xx

5.3. Pembiayaan (x1.000)

MAK Tolok ukur

I II III IV

521211 Belanja Bahan 6,000

- Fotocopi, penggandaan, penjilidan 2,000 2,000 1,000 1,000 6,000

521213 Honor output kegiatan 126,500

Upah kerja lapang 44,000 24,000 10,000 10,000 88,000 Upah analisis 10,000 10,000 10,000 8,500 38,500 521811 Belanja Barang untuk Persedian Barang Konsumsi 82,500

- ATK dan kompoter supplier 2,000 2,000 2,000 1,500 7,500 - Bahan penunjang lapang 15,000 15,000 10,000 5,000 45,000 - Bahan kimia 10,000 10,000 5,000 5,000 30,000

524111 Biaya perjalanan biasa 235,000

Perjalanan dinas dalam rangka kegiatan penelitian 100,000 50,000 50,000 35,000 235,000 TOTAL 183,000 113,000 88,000 66,000 450,000

(24)

18 DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2007. Teknologi dan strategi pendayagunaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Hal.dalam Prosiding Seminar Nasiona Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 November 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembnagan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Adiningsih J. S., Diah Setyorini dan Tini Prihatini. 1995. Pengelolaan hara terpadu untuk mencapai Konsep pendayaggunaan produksi akrab lingkungan. Hal 55-69 Dalam

Prosiding Petyemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cisarua-Bogor, 10-12 Januari 1995. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Dariah, A., dan N. L. Nurida. 2011. Formula Pembenah Tanah Diperkaya Humat untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol Taman Bogo Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim No 33, Juli 2011. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.

Dariah, A., N.L. Nurida., and Sutono. 2014a. The Effect of Biochar on Soil Quality and Crop Productivity at Dryland. P. 171-176 in 11th International Conference The East and Southeast Asia Federation of Soil Science Societies. Bogor, 21-24 October. Indonesian Society of Soil Science.

Dariah, A., Sutono dan N. L. Nurida. 2010. Penggunaan Pembenah Tanah Organik dan Mineral untuk Perbaikan Kualitas Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim No 31, Juli 2010. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.

Dariah, A., Sutono, dan I G.M. Subiksa. 2013b. Sistem Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Beriklim Kering . (Eds. Nurida dan Purnomo). Balitbang Pertanian. Kementrian Pertanian. IAARD Press. 63 hlm.

Hartatik, W., D. Setyorin dan F. Agus. 2007. Pupuk organik dan pupuk hayati pada sistem pertanian organik. Hal 161-170 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya lahan dan lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 November 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Haryati, U. 2010. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air untuk Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan melalui Berbagai Teknik Irigasi pada Typic Kanhapludult Lampung. Desertasi. Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hastuti, R.D, R. Sarawati dan J. Purwani. 2006. Bakteri tanah multiguna dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Hal. 206-219 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Petanian. Bogor 14-15 September 2006. Buku I.

Heryani N., S.H. Talaohu, K. Sudarman, Nasrullah. 2010. Pengembangan Metode Penentuan Kriteria Rancang Bangun Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan Untuk Mengurangi Resiko Banjir dan Kekeringan >30%. Laporan Akhir Penelitian Kemenristek. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Kementan.

Heryani, N., B. Kartiwa, G. Irianto, dan L. Bruno. 2001. Pemanfaatan sumberdaya air untuk mendukung sistem usahatani lahan kering : Studi kasus di Sub DAS Bunder, DAS Oyo, Gunungkidul, DIY. Dalam Sofyan et al. (eds.). Prosiding Seminar Sehari Peranan Agroklimat dalam Mendukung Pengembangan Usahatani Lahan Kering. Puslibangtanak, Badan Litbang Pertanian.

(25)

19 Heryani, N., G. Irianto, dan N. Pujilestari, 2002b. Pemanenan Air untuk Menciptakan Sistem Usahatani yang Berkelanjutan (Pengalaman di Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta). Buletin Agronomi. XXX(2):45-52. 2002.

Heryani, N., G. Irianto, dan N. ujilestari, 2002a. Upaya peningkatan ketersediaan air untuk menekan resiko kekeringan dan eningkatkan produktivitas lahan. Prosiding Seminar Nasional Agronomi dan Pameran Pertanian 2002. Perhimpunan Agronomi Indonesia, 29-30 Oktober 2002. Bogor.

Heryani, N., G. Irianto, N. Sutrisno, dan E. Surmaini. 2003. Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan Direktorat Pemanfaatan Air Irigasi. Laporan Akhir Penelitian. Heryani, N., H. Sosiawan, S.H. Talaohu, S.H. Adi. 2012. Pengembangan Sistem Panen Hujan

dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Penelitian Insentif Peningkatan

Heryani, N., Sawiyo, B. Kartiwa, K. Sudarman, P. Rejekiningrum, Y. Apriyana. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Hidrologi untuk Mendukung Primatani.Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi,Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Kementan.

Heryani, N., Sawiyo, N. Pujilestari. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Hidrologi untuk Mendukung Primatani kecamatan Semin, kabupaten Gunungkidul, propinsi DIY Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Kementan.

Karama A. Sarifudin. 2000. Pendayagunaan lahan untuk produksi tanaman pangan. Hal 1-6

Dalam Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayaagunaan Sumberday tanah,

ilkim dan pupuk. Cipayung-Bogor, 31 oktober – 2 November 2000. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanah dan Agroklimat.

Mulyani, A. 2013. Karakteristik dan potensi lahan kering beriklim kering untuk pengembangan pertanian di Nusa Tenggara Timur. Hlm. 593-600 dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pertanian Lahan Kering. Kupang 4-5 September 2012. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.

Mulyani, A. dan M. Sarwani. 2013. Karakteristik dan potensi lahan suboptimal untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. 7(1): 47-58. Nurida, L.N. dan A. Rachman. 2013. Alternatif pemulihan lahan kering masam terdegradasi

dengan formula pembenah tanah biochar di Typic Kanhapludults, Lampung. Hlm. 639-648 dalam Prosiding Seminat Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan terdegradasi. Bogor, 29-30 Juni 2012.

Nurida, L.N., A. Dariah, dan A. Rachman. 2012. Peningkatan kualitas tanah dengan pembenah tanah biochar limbah pertanian. Jurnal Tanah dan Iklim. 37 (2):69-78.

Nurida, L.N., A. Dariah, dan A. Rachman. 2009. Kualitas limbah pertanian sebagai bahan baku pembenah tanah berupa biochar untuk rehabilitasi lahan. Hlm. 209-216 dalam Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 18-20 Nopember 2008.

(26)

20 Nurida, N.L. A. Dariah dan A, Rachman. 2008. Kualitas limbah pertanian sebagai bahan baku pembenah berupa biochar untuk rehabilitasi lahan. Prosiding Seminar Nasional dan dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Tahun 2008. Hal 209-215.

Nurida, N.L., Sutono, A. Dariah dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula pembenah tanah dalam berbagai bentuk (serbuk, granul, dan pelet) dalam meningkatkan kualitas lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Purwani, J.R. saraswati, E.Yuniarti, dan Mulyadi. 2008. Teknik aplikasi pupuk mikrobapada kacang tanah di lahan kering iklim kering Semin, Gunungkidul Yogyakarta. Hal. 453-465. Dalam Seminar Nasional Sumbrdaya lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Simanungkalit, RDM. 2006. Prospek pupuk organik dan pupuk hayati di Indonesia. Hal.

265-271 Dalam Pupuk organik dan Pupuk Hayati (Organik Fertilizer and Biofertilizer). Balai

Besar Litbang Sumberdatya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Subowo, G. 2010. Strategi efisiensi penggunaan bahan organik untuk kesuburan dan produktivitas tanah melalui pemberdayaan sumberdaya hayati tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan 4 (1):13-25.

Sumarno. 2000. Konsep pendayaggunaan sumberdaya lahan untuk pengembangan tanaman hortikultura. Hal 27-53 Dalam Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayaagunaan Sumberday tanah, ilkim dan pupuk. Cipayung-Bogor, 31 oktober – 2 November 2000. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanah dan Agroklimat.

Sutono dan F. Agus. 1999. Pengaruh pembenah tanah terhadap hasil kedelai di Cibugel, Sumedang. Hal. 379-391 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Cisatua-Bogor 9-11 Februari 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Sutono, S. dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan Biochar memegang air pada tanah bertekstur pasir. J. Ilmu Kealaman. Univ. Tribuana Tunggadewi. Malang

Gambar

Tabel 1. Perlakuan uji pupuk anorganik “Hortigo Onion” pada tanaman padi sawah

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat masyarakat saat ini mengenal internet, maka Sistem Informasi Geografi (SIG) akan sangat tepat digunakan sebagai sarana untuk mengolah informasi lokasi ATM

Secara garis besar pelaksanaan pengawasan mutu dengan cara diperiksanya semua produk yang dihasilkan berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan dan

Setelah melakukan proses penelitian melalui proses observasi dengan mengamati kedua objek penelitian pada film “ Cinderell a” versi live action tahun 2015 dengan film versi

Sebagai langkah untuk mendalami kajian mengenai penawaran rumah kedai di skim perumahan kawasan Skudai ataupun memantapkan lagi penggunaan hasil kajian ini, kajian lanjutan

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan kerja praktek dengan judul “STUDI PROSES PEMBUATAN SISTEM KONTROL DAN PANEL KONTROL” benar-benar merupakan hasil karya

Kemampuan berkomunikasi yang baik harus dimilki oleh pustakawan dalam hal ini kemampuan komunikasi interpersonal merupakan faktor yang sangat penting karena

Aset tetap yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bandung telah dilakukan penatausahaan aset tetap secara baik maka nilai aset tetap yang disajikan dalam neraca dapat

Tahap kedua adalah Fase Kekecewaan. Dirasakan ketika menyadari kenyataan bahwa berada dilingkungan yang berbeda. Serta masalah awal mulai berkembang. Misalnya kesulitan