• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berikan Akses Pendidikan Secara Adil dan Merata. Pisah Sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berikan Akses Pendidikan Secara Adil dan Merata. Pisah Sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Mendikbud Anies Baswedan:

Sumpah Pemuda Bukti Kejeniusan

Pemuda Indonesia

Matrikulasi Disesuaikan

dengan Kemampuan Siswa

Tiga Aspek Penting Perkembangan

Anak Usia Dini: Pendidikan, Kesehatan,

dan Gizi

Berikan Akses Pendidikan

Secara Adil dan Merata

Pisah Sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan

(2)

Pendidikan Sebagai

Sebuah Gerakan

Jari Bung Karno menunjuk sebuah papan tulis hitam bertuliskan huruf vokal a, i, u, e, o. Ia mengenakan peci hitam dan kemeja putih berlengan panjang, matanya menatap ribuan orang di depannya. Beberapa puluh meter dari tempatnya berdiri, terdapat sebuah spanduk bertuliskan, “Bantulah usaha pemberantasan buta-huruf”.

Kata pertama spanduk itu adalah “Bantulah”, sebuah pesan bahwa Pemerintah tak sendiri, Pemerintah membuka tangannya untuk bekerja sama. Mengajak berkolaborasi. Hasilnya dahsyat!

Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang dimulai pada Maret 1948 diselenggarakan di 18.663 tempat melibatkan lebih dari 17 ribu guru dan sekitar 700 ribu murid. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan, Indonesia harus terbebas dari buta huruf. Indonesia kemudian berubah dari yang tak terdidik menjadi terdidik.

Dalam proses itu semua ikut terlibat. Mahasiswa diundang untuk mengajar, rakyat menyediakan tempat, semua bergotong royong untuk memecahkan masalah pendidikan. Semua merasa memiliki masalah, tak tinggal diam, ikut terlibat menjadi bagian dari solusi.

Semangatnya adalah gerakan. Pendidikan kita lahir dari semangat gerakan. Bahkan Republik ini hadir atas iuran tenaga, uang, bahkan tak sedikit darah dari para pendirinya, semangat gerakan yang nyata-nyata hadir.

Pendekatan berbasis pada gerakan ini harus kembali kita usung. Pendidikan bukan semata program. Ia bukan program sektoral semata. Tak hanya urusan sektoral kementerian.

Secara konstitusional pendidikan memang tanggung jawab Pemerintah, tapi secara moral pendidikan adalah tanggung jawab setiap orang.

Semangat gerakan itu tak lekang dimakan waktu. Contoh nyatanya ada, mari kita tengok ensiklopedia dengan wikipedia. Dulu, peran Pemerintah seperti ensiklopedia. Definisikan masalah, panggil ahli, tunjuk orang terbaik, lalu dikerjakan. Kini, kita bisa lihat wikipedia. Yang dilakukan adalah buat wadahnya. Lalu siapa yang mengisinya? Siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja bisa mengisinya.

Tentu bukan berarti negara tidak ikut campur, negara harus turut campur. Tapi negara jangan menyingkirkan pihak-pihak yang mau terlibat. Negara harus mengajak dan memfasilitasi.

Pendidikan harus didorong dengan pendekatan gerakan. Permasalahan guru misalnya, semua bisa ikut terlibat. Guru adalah perekayasa masa depan negeri ini, di kelasnya ada wajah-wajah masa depan Republik kita.

Melalui semangat gerakan kita bisa ajak para profesional untuk menghargai guru. Tanyakan pada para profesional tersebut, “Bisakah Anda duduk di posisi Anda saat ini tanpa bantuan guru?” Setiap karya kita pasti ada jejak nyata guru di dalamnya. Maka datangi guru kita, lihat sekolah kita dulu, bertamu ke rumah guru kita, cium tangannya dan ucapkan terimakasih. Lalu kita tanya apa yang bisa kita bantu untuk membayar balik jasa mereka? Beragam inisiatif akan muncul dari sana.

Ikhtiar mendorong pendidikan sebagai sebuah gerakan tentu bukan pekerjaan singkat. Ini adalah tugas kita bersama. Bayangkan kembali Bung Karno yang mengajar di Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Lalu kita eja spanduk di belakangnya, “Bantulah”. Langkah untuk membawa pendidikan sebagai gerakan senyatanya telah dimulai puluhan tahun lalu. Adalah tugas kita melanjutkan ikhtiar tersebut, ikhtiar untuk mengajak setiap orang terlibat dalam urusan pendidikan. (*)

2

Desain Perwajahan & Tata letak: vien.adrian Fotografer: Jilan PIH Keterangan Foto:

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan menyambut lambaian tangan Mendikbud periode 2009-2014, Mohammad Nuh usai acara pisah sambut yang digelar di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senin (27/10).

Mendikbud Anies Baswedan: Sumpah Pemuda Bukti Kejeniusan Pemuda Indonesia Matrikulasi Disesuaikan dengan Kemampuan Siswa Tiga Aspek Penting Perkembangan Anak Usia Dini: Pendidikan, Kesehatan, dan Gizi Edisi 10 Th V November 2014

Berikan Akses Pendidikan Secara Adil dan Merata

Pisah Sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan

ISSN: 2355-8156

Mendikbud Anies Baswedan, “Saya merasa kembali ke habitat yang selama ini telah bergaul bersama-sama. Rasanya seperti pulang ke rumah sendiri, ya, pak menteri. Perubahan dimulai dari dunia pendidikan.

Yuk, ubah kebiasaan lama. Yang buruk kita buang, yang

baik kita pakai.

Pendidikan, kesehatan, dan gizi adalah aspek penting perkembangan anak usia dini.

Mari cetak generasi emas.

Gerakan Pemenuhan Gizi

bagi Siswa

Pada suatu pagi, seorang siswa SD di sebuah dusun nun jauh di pelosok Indonesia berangkat sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya, dia menggendong tas punggung, memakai seragam dan sepatu, serta mengucapkan salam kepada orang tuanya.

Hal demikian dilakukannya secara rutin, setiap pagi. Bangun tidur, lalu mandi, dan mempersiapkan diri pergi ke sekolah. Sekilas tidak ada yang istimewa dari rutinitas siswa tersebut. Seluruhnya tampak baik-baik saja. Namun, jika dicermati ada yang kurang darinya. Apa itu? Sarapan!

Sudah menjadi kebiasaan sebagian siswa SD pergi ke sekolah tanpa makan pagi terlebih dulu. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satu di antaranya faktor orang tuanya yang membiasakan diri tidak sarapan.

Celakanya, sepulang sekolah, belum tentu siswa tersebut mendapat makan siang dengan gizi seimbang. Setidaknya unsur protein, karbohidrat, dan serat terpenuhi. Lebih celaka lagi, siswa demikian pada umumnya tidur malam dalam kondisi lapar. Maka, tidak heran jika dalam berbagai survei, di antaranya oleh Kementerian Kesehatan, banyak siswa SD di pedesaan terindikasi kekurangan gizi (malanutrisi).

Menghadapi kenyataan demikian, kiranya kita perlu angkat topi sebagai bentuk apresiasi atas ide dan inisiatif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana disampaikan oleh Ptl. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), Hamid Muhammad. Dalam acara Gebyar PAUD 2014 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9) lalu, sebagai rangkaian kegiatan memperingati Hari Anak Indonesia (HAI), Hamid mengatakan bahwa layanan kesehatan dan gizi merupakan aspek penting untuk mendukung perkembangan anak usia dini. Tentu saja, aspek penting lainnya adalah pendidikan.

Dua aspek, yaitu kesehatan dan gizi, terutama gizi, merupakan faktor yang sangat menentukan masa depan anak usia dini. Hal ini karena asupan gizi memengaruhi perkembangan otak. Semakin baik asupan gizi yang diterima anak usia dini akan baik pula perkembangan otaknya. Demikian pula sebaliknya, otak tidak akan berkembang optimal jika kecukupan gizi tidak diterima oleh anak usia dini. Bahkan sejak bayi.

Dalam mempersiapkan generasi cerdas, sudah seharusnya kita menaruh perhatian pada kecukupan gizi anak usia dini. “Ilmu gizi” yang kita miliki sebaiknya secara terus menerus disampaikan kepada orang tua, agar mereka memiliki kebiasaan menomorsatukan kebutuhan yang berkaitan dengan pemenuhan gizi bagi putra-putri mungilnya. Apabila kebiasaan ini terjadi, para orang tua akan senantiasa meneruskan kebiasaan itu hingga anak-anak beranjak dewasa. Dengan demikian, kita harapkan pada masa mendatang tidak ada lagi anak sekolah pergi ke sekolah tanpa sarapan terlebih dulu. Apalagi tidak dalam kondisi perut kosong.

Tentu saja, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak berjalan sendirian. Kementerian terkait, seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, serta masyarakat, hendaknya melakukan sebuah gerakan penyadaran bahwa pemenuhan gizi bagi anak usia dini adalah “wajib hukumnya”. Dalam hal ini, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) kiranya perlu diberi bobot agar program tersebut memiliki greget di tengah masyarakat.

Apabila gerakan demikian dapat dijalankan, niscaya anak-anak usia sekolah terjamin pemenuhan gizinya. Dampak jangka panjangnya, mereka akan menjadi generasi muda yang cerdas dan sehat. Demikianlah yang kita harapkan. Semoga terwujud. (*)

Pelindung: Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan, Anies Baswedan;

Penasihat: Sekretaris Jenderal,

Ainun Na’im; Pengarah: Rahman

Ma’mun; Penanggung Jawab: Ibnu

Hamad; Pemimpin Redaksi: Dian

Srinursih; Redaktur Pelaksana:

Emi Salpiati; Staf Redaksi: Ratih Anbarini, Seno Hartono,

Aline Rogeleonick, Desliana Maulipaksi, Harriswara Akeda, Denis Sugianto; Fotografer: Ridwan Maulana, Jilan Rifai; Desain dan Artistik: Susilo Widji P., Yus Pajarudin; Sekretaris Redaksi: Tri Susilawati; Redaktur Eksekutif: Priyoko; Alamat Redaksi: Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat,

Kemdikbud, Gedung C Lt.4, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Telp 021-5711144 Pes. 2413, 021-5701088.

Laman: www.kemdikbud.go.id

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI @Kemdikbud_RI

(3)

Para pemuda berkumpul di Jakarta pada 28 Oktober 1928. Pada saat itu, mereka merasakan bangsa Indonesia akan dihadapkan pada tantangan besar di masa mendatang. Mereka

menyadari bahwa transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern mulai terjadi di Tanah Air dengan pendidikan sebagai kendaraannya. Namun, para pemuda juga menyadari, mereka masih tersekat

kebhinekaan. Tantangan mereka adalah meruntuhkan sekat-sekat pembeda itu.

Hal itu diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, saat memimpin upacara bendera dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda, di halaman kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Selasa (28/10).

Dalam sambutannya,

Mendikbud mengatakan, melalui ikrar Sumpah Pemuda, kebhinekaan disatukan dalam basis yang lebih luas. “Ada kesadaran baru, suku-suku bangsa di Nusantara ini akan meraih masa depan gemilang, jika mereka bisa menemukan rumus sederhana untuk semua. Persatuan dan kebersamaan adalah rumusan itu,” ujar Mendikbud.

Keputusan untuk menggunakan bahasa

bersama, yaitu bahasa Indonesia adalah keputusan jenius. Hingga hari ini, banyak urusan bangsa menjadi sederhana karena bahasa yang diterima seluruh rakyat.

Mendikbud menilai, dunia internasional sering terpukau menyaksikan pluralitas bangsa penghuni sekitar 17 ribu pulau yang merentang sepanjang khatulistiwa, serta memiliki 250 lebih bahasa dan dialek, dengan seribu lebih etnis dan sub-etnis. “Sebuah bangsa hiper-plural, tetapi bisa hidup

berdampingan secara relatif damai,” katanya. Mendikbud tidak menampik konflik memang tidak absen di Indonesia. Namun,

seburuk-buruknya konflik itu terjadi, pada saat harus semeja berdialog dan merundingkan kepentingannya, mereka berkomunikasi

tanpa penerjemah. “Duduk menyelesaikan konflik dengan menggunakan bahasa bersama, bahasa Indonesia,” ungkapnya. Mendikbud menambahkan, hal itu menjadi bukti kesadaran yang luar biasa. Bukti

kejeniusan para pemuda saat itu, di tahun 1928. Tenun Kebangsaan Tema peringatan hari Sumpah Pemuda tahun ini adalah “Bangun Soliditas Pemuda Maju dan Berkelanjutan”. Tema tersebut diambil sebagai wujud maha karya kaum muda yang jenius, dan menjadi fondasi bagi Indonesia modern majemuk, dan Bhineka Tunggal Ika.

Mendikbud memberikan perumpamaan, keberagaman jati diri bangsa Indonesia, bagaikan sebuah tenun kebangsaan: tenun yang dirangkai dari helaian

benang budaya, agama, etnis, dan adat yang sangat beragam warnanya. “Tenun tersebut diikat erat dengan semangat sumpah pemuda. Tenun itu dijaga kuat melalui pendidikan, dan sikap toleransi,” tuturnya.

Lebih jauh Mendikbud mengatakan, kini

generasi usia produktif merupakan salah satu komponen terbesar, dan menjadi kunci bagi percepatan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. “Di sinilah peran strategis pembangunan pendidikan dan kebudayaan untuk mewujudkan hal itu menjadi sangat penting,” ujarnya.

Pemerintah, melalui Kabinet Kerja 2014-2019, menempatkan pembangunan pendidikan dan kebudayaan pada posisi yang sangat strategis, sebagai upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Mendikbud mengatakan,

pembangunan pendidikan tidak semata-mata memberikan manfaat terhadap pertumbuhan ekonomi. Lebih luas lagi, pendidikan dapat memperkuat daya saing nasional, mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan, serta memperkuat kehidupan demokrasi dan nilai-nilai budaya.

Selain itu, pembangunan pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap jati diri bangsa, dan menciptakan masyarakat yang berakhlak mulia, berilmu, cakap, dan kreatif. Peringatan Sumpah Pemuda menjadi tonggak dalam meneladani, melanjutkan, dan memperbaharui semangat kaum muda.

Pada akhir sambutannya,

Mendikbud mengajak seluruh jajaran Kemendikbud mewujudkan dunia pendidikan yang semakin berkualitas, merata, terjangkau, dan berdaya saing. “Melalui sinergi yang kuat antara kementerian/lembaga, pemerintah pusat dan daerah, dan pemerintah dengan masyarakat luas, termasuk dunia usaha, kami yakin dapat mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda!” kata Mendikbud. (Seno, Ratih)

Sumpah Pemuda Bukti Kejeniusan

Pemuda Indonesia

Mendikbud Anies Baswedan:

Ada kesadaran baru,

suku-suku bangsa

di Nusantara ini

akan meraih masa

depan gemilang,

jika mereka bisa

menemukan rumus

sederhana untuk

semua. Persatuan

dan kebersamaan

adalah rumusan itu.

Sumpah Pemuda diakui berbagai kalangan sebagai tonggak penyatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari

beragam suku, agama, bahasa, dan adat istiadat. Lewat tiga butir sumpah yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia berhasil meruntuhkan sekat-sekat pembeda. Tantangan yang kini menanti adalah melanjutkan dan memperbarui semangat kaum muda tersebut dalam menyikapi era globaisasi, salah satunya dengan memeratakan dan meningkatkan

pendidikan. Foto: Heru PIH

Pemerintah, melalui

Kabinet Kerja

2014-2019, menempatkan

pembangunan

pendidikan dan

kebudayaan pada

posisi yang sangat

strategis, sebagai

upaya membangun

kehidupan

berbangsa dan

bernegara.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan bertindak sebagai pembina upacara membacakan amanat dalam upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda, Selasa (28/10) di lapangan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

(4)

Suasana kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud) di bilangan Senayan, Jakarta, Senin (27/10) siang, agak beda daripada hari-hari sebelumnya. Hari itu awak media massa

berkerumun di sekitar pintu masuk utama kantor di

Jalan Jenderal Sudirman. Terlihat sebuah OB van salah satu stasiun televisi nasional bersiap menyuguhkan tayangan langsung. Rupanya mereka hendak meliput acara pisah-sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan sebagai Mendikbud dan

mendengar pernyataan langsung dari Mendikbud periode 2014-2019, Anies Baswedan.

Antisipasi awak media ternyata tidak meleset. Sekitar pukul 17.00 WIB, sebuah mobil sedan hitam berplat RI 26 memasuki halaman Kemendikbud dan berhenti tepat

di depan pintu masuk utama. Yang ditunggu, Anies Baswedan, turun dari sedan tersebut. Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im langsung menyambut kedatangan Mendikbud, dan bergerak menuju lantai 2, tempat penyelenggaraan acara pisah-sambut

digelar. Di ruangan itulah, tampak Mohammad Nuh bersama mantan Wakil Mendikbud, Musliar Kasim dan Wiendu Nuryanti yang telah hadir terlebih dahulu.

Anies Baswedan mengaku, hari itu bukan kali pertama ia menginjakkan kaki di kantor Kemendikbud. Ketika duduk di bangku sekolah menengah, ia pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Dasar. Saat itu ia diberi kesempatan mengunjungi ruangan Menteri Fuad Hasan. “Saya merasa kembali ke habitat yang selama ini telah bergaul bersama-sama,” ujarnya.

Ia mengucapkan terima kasih atas sambutan yang hangat dari keluarga besar Kemendikbud. Menurutnya, perjalanan ke depan harus dijalani bersama dengan tetap mengedepankan suasana kekeluargaan yang profesional. “Jalan akan mendaki. Kalau jalan tersebut dilalui dengan benar, Insya Allah akan sampai puncak untuk kemajuan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia,” tutur Mendikbud Anies Baswedan.

Ia mengingatkan agar menjadikan tiga prinsip berikut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam

menjalankan tugas. Pertama, syukuri perkembangan yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Kedua, segera perbaiki kekurangan yang ada, dan ketiga bekerja bersama-sama. “Kita punya tanggung jawab yang tidak kecil,” katanya.

Pesan Presiden

Dalam acara pisah-sambut itu, Mendikbud menjelaskan, ada sejumlah pesan yang diamanatkan Presiden RI, Joko Widodo, dalam rapat kabinet yang digelar usai acara pelantikan menteri. Pesan tersebut adalah meningkatkan kemakmuran yang berkeadilan. “Setiap

kementerian dalam programnya harus berorientasi kepada meningkatkan kemakmuran yang berkeadilan,” ucap nya, mengulang pesan Presiden.

Mendikbud Anies Baswedan menjelaskan bahwa presiden menekankan, setiap kementerian harus memiliki berbagai terobosan dalam bekerja. Lakukan dengan cara baru dan cepat. Dalam hal ini, dunia pendidikan menjadi tempat yang paling banyak menyumbang, karena perubahan dimulai dari dunia pendidikan. Sumbangan yang harus diberikan dalam dunia pendidikan adalah memberikan akses yang lebih

adil dan merata.

Kesadaran masyarakat terhadap dunia pendidikan perlu ditingkatkan. Menurut Mendikbud berbagai masalah pendidikan terjadi bukan karena tidak mampu melakukan, tetapi karena tidak mau melakukan. “Pak Presiden menekankan agar berbagai program dilakukan dengan cara yang cepat dan tepat,” tuturnya. Pesan terakhir yang disampaikan presiden, lanjut Mendikbud, adalah pentingnya koordinasi

antar-kementerian. Untuk itu, pihaknya segera merapat untuk mendiskusikan berbagai terobosan yang dapat dilakukan untuk bidang pendidikan dan kebudayaan.

Nomenklatur Kemendikbud

Dalam kesempatan yang sama, Mendikbud juga mengatakan, nomenklatur yang digunakan tetap dengan nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nomenklatur ini sudah sesuai dengan surat keputusan Presiden Republik Indonesia yang dibacakan dalam acara pelantikan menteri Kabinet Kerja. “Yang dipindahkan hanya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), tetapi unit kerja lainnya tetap sama,” katanya.

Ditjen Dikti yang semula masuk di dalam Kemendikbud, sekarang bergabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im mengatakan, dengan penggabungan ini, pegawai Ditjen Dikti akan pindah ke kementerian yang dipimpin oleh Menteri M. Nasir. (Seno, Ratih)

Berikan Akses Pendidikan

Secara Adil dan Merata

Pisah Sambut Mohammad Nuh-Anies Baswedan

Usai mengikuti sidang kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/10), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, langsung meluncur menuju kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melaksanakan berbagai agenda. Saat itu juga Mendikbud

menyampaikan pesan Presiden RI, Joko Widodo, yang baru saja diterimanya ketika mengikuti sidang kabinet.

Jalan akan mendaki.

Kalau jalan tersebut

dilalui dengan benar,

Insya Allah akan

sampai puncak untuk

kemajuan pendidikan

dan kebudayaan di

Indonesia.

Presiden menekankan,

setiap kementerian

harus memiliki berbagai

terobosan dalam bekerja.

Lakukan dengan cara baru

dan cepat. Dalam hal ini,

dunia pendidikan menjadi

tempat yang paling banyak

menyumbang, karena

perubahan dimulai dari

dunia pendidikan.

Mohammad Nuh (kanan) memberikan buku “Menyiapkan Generasi Emas 2045” kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan (kiri) saat acara Pisah Sambut di kantor Kemendikbud, Senin (27/10).

(5)

Siang itu, Selasa (28/10), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, keluar dari ruangannya. Ia didampingi Sekretaris Jenderal, Ainun Na’m, dan sejumlah wartawan. Rombongan berjalan menuju gedung tempat para pegawai melaksanakan tugasnya.

“Ini hari pertama, barusan tadi upacara. Setelah itu nanti siang kami akan ada pertemuan, untuk melihat situasinya seperti apa, barulah nanti kami keluarkan terobosan,” kata Mendikbud kepada wartawan.

Mendikbud berkeliling mulai dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal-Informal, Ditjen Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Menengah, Ditjen Kebudayaan, Inspektorat Jenderal, serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Tinjauan singkat tersebut bertujuan untuk mengenal dan mengetahui situasi dalam lingkungan kerja Kemendikbud.

Ia juga menyempatkan diri singgah di Unit Pelayanan Tunjangan Profesi Pendidik yang

dibentuk untuk membantu para guru yang mengalami permasalahan dalam urusan tunjangan profesi pendidik. Selama berkeliling, ia melontarkan pertanyaan kepada staf yang ditemui, seputar tugas-tugas harian yang dilakukan.

Di kantor Ditjen Kebudayaan, ia berdiskusi dengan Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud), Kacung Maridjan, mengenai konsolidasi pengelolaan museum. Konsolidasi pengelolaan museum itu menjadi arahan utama

Presiden Joko Widodo pada sektor kebudayaan.

”Kemarin saya mendapatkan arahan dari Pak Presiden untuk melakukan konsolidasi pengelolaan museum,” ujarnya saat meninjau ruang kerja

Dirjenbud. Ia berharap, konsolidasi ini dapat memaksimalkan promosi museum kepada masyarakat.

Pada kesempatan itu, Kacung menjelaskan bahwa Kemendikbud mengelola lebih dari 300 museum di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lima museum berada di Jakarta, yaitu Museum Gajah, Museum Kebangkitan, Museum Proklamasi, Museum Sumpah Pemuda, dan Museum Basuki Abdullah.

Kacung mengakui, standardisasi pengelolaan museum masih belum sama antara satu museum dengan museum lain. “Namun, rancangan peraturan pemerintah terkait standardisasi ini sudah selesai dan tinggal ditandatangani presiden,” jelasnya. Ke depan, peraturan perundangan itu akan mengatur pengelolaan dan pengamanan koleksi museum berbentuk peraturan

Mendikbud. “Jadi, nanti museum juga memiliki akreditasi,” ujarnya.

Layanan Pendidikan

Pada layanan pendidikan, Mendikbud mengaku akan memprioritaskan penuntasan persoalan guru selama lima tahun ke depan. Menurutnya, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan garda terdepan dalam layanan pendidikan. Dengan meningkatkan mutu guru dan kepala sekolah, maka kualitas pendidikan juga akan meningkat.

“Bila guru itu bisa menjalankan tugasnya dengan baik, maka kualitas pendidikan Insya Allah akan baik. Mereka kunci keberhasilan pendidikan. Sehebat apapun materinya dan sehebat apapun fasilitasnya, tapi jika guru atau tenaga pengajarnya, tidak mumpuni, itu tidak akan berjalan dengan baik,” katanya.

Ia menambahkan, tugas Kementerian adalah memastikan para PTK bekerja dengan baik. Sementara urusan yang menjadi tanggung jawab Kemendikbud

dan hak PTK akan diselesaikan dengan baik. Di kantor Ditjen Dikdas, Mendikbud yang pernah mengenyam pendidikan Ilmu Politik di Northern Illinois University ini, cukup lama menghabiskan waktu untuk meninjau. Saat berada di ruang kerja Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (P2TK Dikdas), ia berinteraksi dengan para guru yang sedang mengurus pencairan tunjangan profesi pendidik atau dikenal juga dengan nama tunjangan sertifikasi.

“Unit ini sangat penting untuk bisa memastikan guru kita bisa mendapatkan (tunjangan) sertifikasi, dan terlayani dengan baik, dan bisa diselesaikan bila ada masalah. Makanya saya mampir ke sini,” ujarnya.

Di sana, Mendikbud menyempatkan diri untuk berdiskusi bersama Direktur P2TK Dikdas, Sumarna Suryapranata. Pada kesempatan yang sama

Mendikbud juga turut menguji coba layanan data pokok pendidikan (dapodik) yang memuat informasi lengkap mengenai sekolah, siswa, dan PTK di seluruh Indonesia. “Saya ingin mencari rasio guru yang ada di Ashmore, itu pulau terluar dekat Darwin Australia,” ujarnya.

Usai mendapatkan data, Mendikbud mengaku cukup kagum atas lengkapnya data yang tersimpan dalam dapodik. “Saya lihat database-nya cukup baik, nanti kita lihat bagaimana kita dapat kembangkan,” tutupnya. (Gloria, Harris, Ratih)

Mendikbud

Singgung

Pengelolaan

Museum

dan Puji

Dapodik

Sehari setelah dilantik, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, bertindak sebagai inspektur upacara dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda. Usai memimpin upacara, Mendikbud yang mengenakan seragam Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) berkeliling kantor untuk meninjau lingkungan kerja di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Saat meninjau, Mendikbud memberi perhatian khusus terhadap program yang dijalankan Kemendikbud.

Hari Pertama Pascapelantikan

Kemarin saya

mendapatkan

arahan dari Pak

Presiden untuk

melakukan

konsolidasi

pengelolaan

museum.

Bila guru

itu bisa

menjalankan

tugasnya

dengan baik,

maka kualitas

pendidikan

Insya Allah

akan baik.

Mereka kunci

keberhasilan

pendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan meninjau tempat pelayanan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dalam pengurusan tunjangan profesi pendidik di Gedung C, kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (28/10).

(6)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, mengadakan pertemuan dengan para wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Pendidikan dan

Kebudayaan (Fortadikbud). Pertemuan santai itu berlangsung di kantor Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta, Kamis (30/10), sebagai ajang menjaring masukan dari para wartawan tentang berbagai hal dalam dunia pendidikan. Dalam kesempatan itu, Mendikbud dan para awak media saling memperkenalkan diri. Mendikbud menilai, perkenalan semacam ini penting karena ke depan interaksi jajaran Kemendikbud dengan para wartawan akan lebih sering. “Saya juga ingin mendengar dari teman-teman tentang kebijakan atau yang menyangkut tentang aktivitas rekan-rekan wartawan di sini, dan bagaimana agar kita bisa bersinergi dengan lebih baik,” katanya.

Ia menyadari, salah satu masalah yang dihadapi pemerintah adalah komunikasi antara program atau kebijakan yang dijalankan, dengan apa yang dikomunikasikan kepada masyarakat. Tak jarang, yang dikerjakan dan yang dikomunikasikan membentuk opini yang berbeda di masyarakat.

Menurutnya, salah satu tantangan ke depan dalam demokrasi kebijakan publik adalah

komunikasi dan persepsi. “Teman-teman melaporkan apa yang terjadi di Kementerian. Di sisi lain, teman-teman melihat apa yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, kerja sama dengan teman-teman media menjadi sangat penting,” katanya.

Mantan Rektor Universitas Paramadina ini menuturkan, ekspektasi masyarakat yang begitu tinggi menjadi tantangan tersendiri. “Selain harus bekerja serius, kita juga harus menjelaskan dengan baik kepada masyarakat apa yang sedang kita kerjakan. Banyaknya telepon dan pesan singkat yang masuk ke nomor saya menandakan bahwa harapan itu besar dan tinggi,” tutur Mendikbud.

Buka Mata dan Telinga

Lebih lanjut Mendikbud mengatakan, pola kerja yang akan diterapkan ke depan untuk mengatasi masalah pendidikan adalah dengan terlebih dahulu membuka mata, telinga, penciuman, baru kemudian berbicara dan bekerja. “Jangan dibalik, mulutnya dulu yang ngomong, tetapi dia belum melihat, mendengar, dan mencium. Intinya adalah kementerian ini memiliki tanggung jawab yang amat besar dalam menjalankan dunia pendidikan. Apapun yang kita katakan eksekusinya di tempat ini dan di seluruh Indonesia,” katanya.

Maka, komunikasi harus juga dilakukan, baik dengan kalangan internal kementerian hingga ke satuan pendidikan di daerah-daerah, termasuk para pemangku kepentingan di luar Kemendikbud. Masalah yang ada di dunia pendidikan, kata dia, akan dilihat secara komprehensif dan dievaluasi secara serius untuk mencari terobosan yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

Pada kesempatan yang sama, Mendikbud mengajak para wartawan yang hadir untuk memberi informasi serta masukan dari apa yang ditemui di lapangan. “Saya ingin mendengar dari teman-teman tentang hal yang saya perlu tahu. Saya sangat terbuka untuk itu,” ujar Mendikbud.

Sejumlah wartawan kemudian menyampaikan

persoalan pendidikan yang ada di lapangan. Persoalan itu misalnya, kasus kejahatan seksual di sekolah dan pesantren hingga kenakalan remaja yang meresahkan. Wartawan juga menyampaikan harapannya agar dapat diberikan akses yang cukup dengan Mendikbud, sehingga informasi yang akan diteruskan kepada masyarakat berasal dari sumber yang paling akurat.

Mendikbud mengapresiasi masukan dan harapan yang disampaikan kepadanya. Masukan itu akan segera ditindaklanjuti dan berdiskusi dengan seluruh pimpinan di lingkup Kemendikbud.

Kenalkan KIP

Pertemuan santai itu juga dimanfaatkan Mendikbud untuk memperkenalkan secara singkat tentang program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Program ini menyasar tidak hanya bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin, tetapi juga bagi keluarga rentan miskin. KIP diluncurkan bersama

dengan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan

Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta, Senin (3/11). Mendikbud mengatakan, dana bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) disalurkan langsung ke keluarga penerima dan diharapkan mampu menarik kembali anak putus sekolah untuk kembali mengikuti pelajaran di kelas. Atau, dana KIP ini dapat digunakan untuk mengikuti pelatihan di balai-balai kerja. Tujuannya untuk meningkatkan keterampilan agar bisa mendapatkan pekerjaan atau berwirausaha.

“KIP bukan sekadar memberikan dana bantuan bagi yang sudah berada di dalam sekolah, tetapi juga kepada anak-anak usia sekolah yang terhenti karena faktor ekonomi,” katanya. (Ratih, Aline)

Ekspektasi Masyarakat

Jadi Tantangan

Media massa menjadi salah satu sarana pemerintah untuk menyebarluaskan

program dan kebijakan kepada masyarakat. Peran demikian menjadikan posisi media sangat strategis dalam membangun komunikasi harmonis dengan pemerintah dan masyarakat.

Salah satu masalah

yang dihadapi

pemerintah

adalah komunikasi

antara program

atau kebijakan

yang dijalankan,

dengan apa yang

dikomunikasikan

kepada masyarakat.

Silaturahim dengan Wartawan Fortadikbud

Dana bantuan Kartu

Indonesia Pintar

(KIP) disalurkan

langsung ke

keluarga penerima

dan diharapkan

mampu menarik

kembali anak putus

sekolah untuk

kembali mengikuti

pelajaran di kelas.

Foto: Ridwan PIH

(7)

Matrikulasi untuk Penuhi

Kompetensi Dasar Kurikulum 2013

Implementasi Kurikulum 2013 yang diselenggarakan secara menyeluruh-terbatas pada tahun pelajaran 2014/2015

berimplikasi pada berbedanya kompetensi dasar yang menjadi tuntutan Kurikulum 2013 yang diterima peserta didik. Agar siswa mendapat kompetensi yang diinginkan itu, maka setiap satuan pendidikan melakukan matrikulasi untuk melakukan penyesuaian antara kurikulum sebelumnya dengan Kurikulum 2013. Harapannya, peserta didik tidak terkejut dengan perubahan pola pembelajaran yang diajarkan pada Kurikulum 2013. (Ratih)

(8)

Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 156928/ MPK.A/KR/2013 tentang

Implementasi Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa pada tahun pelajaran 2014/2015, seluruh sekolah di Indonesia, baik yang negeri maupun swasta, menerapkan Kurikulum 2013. Implementasi kurikulum secara menyeluruh-bertahap itu berimplikasi pada kesesuaian kompetensi peserta didik yang pada 2013 lalu belum memeroleh pembelajaran

Kurikulum 2013. Struktur kurikulum yang termuat dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum memiliki perbedaan dari sisi jumlah dan jenis mata pelajaran dengan kurikulum sebelumnya. Karena itu, Kementerian membuat panduannya agar setiap satuan pendidikan dapat melaksanakan matrikulasi ini kepada peserta didik.

Kepala Unit Implementasi Kurikulum 2013, Tjipto Sumadi, kepada Asah Asuh, Jumat (24/10) di ruang kerjanya, mengatakan, matrikulasi adalah penyesuaian antara peserta didik dengan materi pembelajaran yang harus dikuasai. Namun, penyesuaian ini dilakukan

hanya jika diperlukan. Ia menuturkan, materi pembelajaran dalam konteks

keilmuwan antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya sama. Perbedaan ada pada pergeseran sasaran pendidikan yang tidak lagi mengutamakan pengetahuan semata, tetapi juga pada sikap dan keterampilan peserta didik. Matrikulasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah dengan melihat kemampuan siswa. Jika siswa belum mampu melakukan penyesuaian terhadap proses pembelajaran yang belum ditemukan di kelas X tapi ada di kelas XI, maka matrikulasi dapat dilakukan secara terstruktur. Matrikulasi dapat pula dilakukan dengan memberikan pembelajaran di kelas secara langsung dengan melakukan pengayaan-pengayaan terhadap materi yang secara

sekuensial diberikan terlebih dahulu. “Guru dapat melakukan apersepsi proses pembelajaran, langsung menanyakan kepada siswa. Kemudian guru bisa melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap pokok bahasan yang akan diajarkan pada kelas tersebut,” ujarnya.

Ia menambahkan, selama ini pihaknya hanya mendapatkan sedikit

pertanyaan seputar matrikulasi. Ini berarti di lapangan tidak banyak persoalan terhadap pelaksanaan matrikulasi, karena dalam pelatihan guru sebelumnya juga telah diberikan materi tentang matrikulasi ini. Selain itu masing-masing direktorat terkait, seperti Direktorat Pembinaan SMA, telah menerbitkan petunjuk teknik pelaksanaan matrikulasi di sekolah.

“Pertanyaan tentang matrikulasi yang masuk ke Klinik dan Konsultasi Pembelajaran (KKP) sangat sedikit, misalnya tentang bagaimana jika anak tidak segera memahami materi pelajaran yang baru karena pada 2013 yang lalu belum menerapkan Kurikulum 2013? Kami sarankan untuk melakukan apersepsi,” tutur Tjipto. Menurutnya, apersepsi merupakan cara yang dapat

ditempuh sekolah dengan tanpa biaya, karena tidak memerlukan waktu khusus. Apersepsi cukup dilakukan saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Namun, jika memang sangat diperlukan, siswa dan guru dapat mengambil waktu tambahan di luar jam pelajaran. “Kepala sekolah melakukan kebijakan matrikulasi dengan merujuk pada juknis yang

dikeluarkan Direktorat Pembinaan SMA,” katanya.

Implementasi Matrikulasi

Matrikulasi sebagaimana tercantum dalam buku “Panduan Matrikulasi Kurikulum 2013 di SMA” diartikan sebagai kegiatan pemenuhan kompetensi peserta didik agar kesenjangan antara muatan/substansi dan pengalaman belajar dari kurikulum yang berbeda dapat dipenuhi sesuai dengan kompetensi yang harus dipenuhi. Kegiatan ini harus dikelola satuan pendidikan secara terencana, terarah, terprogram, dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Dalam buku tersebut tertulis pula, bahwa kesenjangan kompetensi yang ada pada kurikulum sebelumnya dengan Kurikulum 2013 memiliki

konsekuensi pembelajaran di kelas XI. Program matrikulasi diharapkan dapat memfasilitasi capaian taraf kemampuan atau entry level untuk menjamin keberhasilan pembelajaran di kelas XI dan XII. Termasuk juga untuk mengikuti tahap evaluasi di akhir jenjang pendidikan. Sebelum memutuskan perlu-tidaknya matrikulasi, satuan pendidikan terlebih dahulu menganalisis dan mengindentifikasi kompetensi peserta didik dengan cermat untuk mendapatkan dua kelompok siswa dengan tindakan berbeda. Pertama, kelompok peserta didik yang perlu mengikuti matrikulasi dan kedua, kelompok peserta didik yang tidak perlu mengikuti kegiatan matrikulasi. (Ratih)

Pada saat masih kelas X, tidak semua siswa yang kini duduk di kelas XI memeroleh pembelajaran berbasis Kurikulum 2013. Mereka menjalani proses pembelajaran dengan menggunakan kurikulum lama. Hal itu disebabkan Kurikulum 2013 diterapkan secara terbatas dan bertahap. Namun, pada tahun pelajaran 2014/2014 ini, kelompok siswa demikian memeroleh pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 melalui program matrikulasi. Pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada satuan pendidikan masing-masing.

Matrikulasi Disesuaikan

dengan Kemampuan Siswa

Matrikulasi adalah

penyesuaian

antara peserta

didik dengan

materi

pembelajaran

yang harus

dikuasai. Namun,

penyesuaian ini

dilakukan hanya

jika diperlukan.

Matrikulasi dapat

pula dilakukan

dengan memberikan

pembelajaran di

kelas secara langsung

dengan melakukan

pengayaan-pengayaan

terhadap materi yang

secara sekuensial

diberikan terlebih

dahulu.

Foto: Yus PIH

(9)

Matrikulasi dilakukan oleh guru bidang studi yang sebelumnya dilatih oleh instruktur nasional. Dalam matrikulasi ini, siswa diberitahu bagaimana cara belajar dengan pola Kurikulum 2013. Cara belajar tersebut dengan mengambil beberapa contoh kasus di mata pelajaran yang dimatrikulasi. Matrikulasi ini diterapkan pada awal tahun pelajaran 2014/2015.

“Matrikulasi pada dasarnya untuk memberikan basis terhadap pelajaran berikutnya, sehingga perlu diajarkan terlebih dahulu agar siswa tidak kaget saat berada di kelas XI, sementara basis itu sebelumya belum diajarkan di kelas X dengan pola Kurikulum 2013,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Achmad Jazidie, di Jakarta, belum lama ini.

Ia menambahkan, sekolah diberikan pilihan dalam penerapan matrikulasi ini dengan mengacu pada petunjuk teknis yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Dikmen. Selain itu, sekolah dapat menyesuaikan dengan kompetensi siswa yang akan menerima matrikulasi.

Provinsi DKI Jakarta termasuk daerah yang hampir seluruh sekolahnya sudah menerapkan Kurikulum 2013 sejak tahun lalu.

Itu sebabnya, matrikulasi ini tidak banyak dilaksanakan di provinsi ibu kota negara tersebut. “Matrikulasi dilakukan bagi siswa pindahan yang di sekolah sebelumnya belum mendapatkan Kurikulum 2013,” ujar Wakil Kepala SMA Negeri 1 Jakarta, Ujang Suherman saat dihubungi Asah Asuh, beberapa waktu lalu.

Di Kota Medan, Sumatera Utara, sejumlah sekolah yang juga telah melaksanakan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014, tidak

menerapkan matrikulasi kepada siswa kelas XI. Seperti dikatakan Kepala SMA

Negeri 4 Medan, Ramly. “Di tempat kami matrikulasi tidak ada, sebab kami sudah pelaksana dari tahun awal Kurikulum 2013 diterapkan,” katanya.

Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, menjadi salah satu daerah yang melaksanakan matrikulasi bagi siswa di tingkat sekolah menengah. Data Sistem Elektronik Pemantauan Implementasi

Kurikulum 2013 (SEPIK)

menyebut, di kabupaten ini baru ada tujuh SMA/SMK piloting Kurikulum 2013 pada tahun lalu. Agar pelaksanaan matrikulasi berjalan dengan baik, khususnya di tingkat SMK, Masyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK bekerja sama dengan semua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di SMK Kebumen sudah menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Matrikulasi Kurikulum 2013 sebelum pelaksanaan matrikulasi benar-benar dilakukan di sekolah.

Matrikulasi untuk tingkat SMK di DKI Jakarta juga dilakukan. Menurut Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Bowo Irianto, banyak materi pelajaran atau kompetensi dasar di kelas X yang belum terakomodasi pada Kurikulum 2013. Oleh karena itu, penyesuaian terhadap materi dengan kurikulum yang baru itu dilakukan di sekolah-sekolah. Matrikulasi ini diharapkan tidak membebankan siswa dan materi yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik.

Matrikulasi di SMP

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Hamid Muhammad, menjelaskan, matrikulasi juga dilaksanakan di tingkat SMP/ MTs. Matrikulasi di tingkat ini diberikan bersamaan dengan dimulainya pembelajaran tahun pelajaran 2014/2015.

Matrikulasi diperlukan untuk mengatasi gap antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum yang digunakan sebelumnya.

Misalnya, dalam pelajaran matematika SMP, pada kurikulum sebelumnya tidak mengajarkan tentang membaca data dan grafik, seperti yang termuat dalam Kurikulum 2013. “Matrikulasi hanya untuk siswa SMP. SD tidak ada karena sifatnya topik. Di kelas I SD siswa belajar membaca, menulis, dan berhitung, jadi tidak bisa ada matrikulasi,” kata Hamid, beberapa waktu lalu.

Matrikulasi di tingkat SMP diberikan pada siswa kelas VIII, yang pada 2013 atau ketika masih duduk di kelas VII, belum mendapatkan Kurikulum 2013. “Mereka itulah yang diberikan matrikulasi,” ujar Hamid. Waktu pembelajaran matrikulasi diadakan siang atau sore hari setelah jam sekolah selesai.

Sekolah harus bersikap fleksibel dalam mengajarkan materi matrikulasi sesuai kebutuhan siswa. (Ratih, dari berbagai sumber)

Dirjen Dikmen, Achmad Jazidie:

Memasuki tahun pelajaran 2014/2015, sekolah-sekolah tingkat menengah yang belum menerima Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran sebelumnya, telah menerapkan matrikulasi untuk siswa kelas XI. Matrikulasi dilakukan sebagai pembekalan bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013, sekaligus menghilangkan gap dengan pembelajaran di kurikulum sebelumnya.

Sekolah diberikan

pilihan dalam

penerapan

matrikulasi ini

dengan mengacu

pada petunjuk

teknis yang

telah ditetapkan

Direktorat

Jenderal Dikmen.

Matrikulasi Beri Basis

Pelajaran Berikutnya

Matrikulasi di tingkat

SMP diberikan pada

siswa kelas VIII,

yang pada 2013

atau ketika masih

duduk di kelas VII,

belum mendapatkan

Kurikulum 2013.

(10)

Matrikulasi diperlukan saat peserta didik terindikasi belum memiliki pengetahuan dan kemampuan standar yang dipersyaratkan oleh Kurikulum 2013. Program matrikulasi pada dasarnya bertujuan untuk mencapai “entry level” yang sama bagi seluruh peserta didik. Matrikulasi berisi pemantapan materi, yang belum dikuasai oleh siswa tertentu.

Dalam panduan matrikulasi tingkat sekolah menengah yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan bahwa matrikulasi dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan gabungan antara tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri secara utuh ataupun terbatas dalam periode waktu tertentu.

Sekolah dapat pula melakukan kegiatan matrikulasi tanpa pertemuan tatap muka di kelas, tetapi hanya penugasan dan kegiatan mandiri. Namun, sebelum memutuskan perlu-tidaknya siswa diberikan matrikulasi, sekolah terlebih dulu melakukan analisis kompetensi dasar dan kompetensi inti mata pelajaran dan perencanaan program matrikulasi. Satuan pendidikan dapat menerapkan pola matrikulasi mata pelajaran melalui uji kompetensi untuk seluruh mata pelajaran, atau untuk mata pelajaran tertentu dan penugasan untuk mata pelajaran lainnya. Sekolah juga diberi pilihan untuk tidak melakukan uji kompetensi dan penugasan, tetapi langsung menyertakan seluruh siswa mengikuti pembelajaran matrikulasi untuk semua mata pelajaran.

Pelaksanaan manajemen matrikulasi dimulai dengan

menganalisis jenis dan jumlah mata pelajaran yang terdapat di kelas X antara kurikulum sebelumnya dengan Kurikulum 2013. Tahap selanjutnya sekolah menganalisis dengan membandingkan kompetensi dasar kelas X, kemudian menentukan unsur-unsur yang terlibat dalam program matrikulasi.

Implementasi di Sekolah

Saat sekolah memutuskan bahwa matrikulasi memang diperlukan, sekolah dapat menambah jam pelajaran pada jadwal mata pelajaran tersebut atau menjadwalkan khusus di luar jadwal mata pelajaran. Hal ini dilakukan melalui proses pembelajaran utuh, mengingat kompetensi yang harus dikuasai memerlukan waktu dan proses yang utuh.

Kegiatan ini diperlukan pada mata

pelajaran yang memuat kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berbeda antara standar isi pada kurikulum sebelumnya dan Kurikulum 2013, serta mengalami perubahan total pada hampir seluruh kompetensi dasar. Hal ini terlihat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, prakarya, kewirausahaan, serta antropologi.

Sekolah juga dapat melakukan matrikulasi dengan membuat jadwal tertentu di luar jadwal mata pelajaran. Hal ini dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka terbatas untuk beberapa kompetensi dasar, sementara kompetensi dasark lainnya dapat dilakukan dengan penugasan. Atau sekolah juga dapat memberikan penugasan kepada peserta didik untuk beberapa kompetensi dasar hingga kompetensi itu dikuasai. Kegiatan ini dilakukan apabila semua kompetensi yang harus dikuasai pada mata pelajaran terkait dapat dilakukan melalui penugasan.

Pelaksanaan penugasan

dilakukan terhadap kompetensi dasar yang telah disampaikan di kelas X pada Kurikulum 2006, namun kompetensi ini terdapat di kelas XI pada Kurikulum 2013. Tujuannya agar kompetensi dasar tersebut tidak

diajarkan berulang, maka cukup disampaikan melalui penugasan.

Waktu Pelaksanaan Dalam panduan matrikulasi itu juga menyebutkan petunjuk tentang waktu pelaksanaan matrikulasi yang dapat diambil. Sebagai contoh, peserta didik yang mengikuti matrikulasi secara utuh dapat dilakukan pada masa libur semester 2 dan di sela-sela pelaksanaan

pembelajaran semester 1 dan 2 di kelas XI.

Sementara itu, untuk mata pelajaran sesuai kompetensi dasar yang harus dimatrikulasi, pelaksanaannya dapat dilakukan dengan tes untuk mengetahui

kompetensi yang telah dicapai peserta didik. Sebelum dilakukan tes, peserta didik diinformasikan terlebih dahulu materi apa yang perlu dipelajari secara mandiri.

Bagi peserta didik yang telah lulus tes atau memenuhi kriteria kompetensi, dapat langsung mengikut kegiatan belajar mengajar di kelas XI tanpa harus mengikuti pembelajaran matrikulasi. Sebaliknya, jika dari hasil tes diketahui bahwa peserta didik

belum memenuhi syarat kompetensi, maka siswa tersebut harus mengikuti matrikulasi.

Dalam panduan itu pula disebutkan bahwa sekolah perlu mempertimbangkan waktu agar pada minggu yang sama mata pelajaran yang dimatrikulasi tidak lebih dari tiga. Sekolah juga perlu memperhatikan untuk mendahulukan pelaksanaan

matrikulasi bagi kompetensi dasar mata pelajaran yang menjadi prasyarat. Sementara itu, siswa yang melalui matrikulasi dengan penugasan, sekolah harus memberikan penjelasan singkat tentang materi yang ditugaskan itu. (Ratih)

Pembekalan terhadap siswa kelas XI yang pada tahun sebelumnya belum menerima pembelajaran Kurikulum 2013 dilakukan dalam bentuk matrikulasi. Langkah ini bertujuan agar siswa tersebut memiliki kompetensi dasar seperti yang dituntut oleh Kurikulum 2013. Bentuk kegiatan matrikulasi dapat dilakukan dalam beberapa pola, misalnya melalui pembelajaran tatap muka, penugasan dari guru mata pelajaran, dan kegiatan mandiri.

Sekolah Bebas Tentukan

Bentuk Kegiatan Matrikulasi

Sebelum

memutuskan

perlu-tidaknya siswa

diberikan

matrikulasi,

sekolah

terlebih dulu

melakukan

analisis

kompetensi

dasar dan

kompetensi

inti mata

pelajaran dan

perencanaan

program

matrikulasi.

Setelah melakukan analisis terhadap kompetensi dasar siswanya, sekolah dapat menentukan pola matrikulasi yang tepat. Salah satunya melalui penugasan, yaitu siswa diminta mempelajari materi yang terdapat dalam matrikulasi dalam bentuk tugas sekolah.

Pelaksanaan

manajemen

matrikulasi dimulai

dengan menganalisis

jenis dan jumlah

mata pelajaran yang

terdapat di kelas X

antara kurikulum

sebelumnya dengan

Kurikulum 2013.

(11)

Layanan pendidikan, kesehatan, dan gizi, merupakan aspek penting yang perlu diperoleh untuk mendukung perkembangan anak-anak usia dini. Ketiga aspek tersebut harus diberikan seoptimal mungkin, agar upaya menyiapkan generasi bangsa berkualitas menjadi lebih lancar.

Hal itu dikatakan Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hamid Muhammad, sebelum membuka secara resmi kegiatan Gebyar PAUD 2014 di Alun-alun MTQ, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (19/9) lalu.

Ia menambahkan, upaya tersebut membutuhkan dukungan dari semua pihak. “Ini harus kita kerjakan

bersama-sama. Kalau hanya mengandalkan pemerintah pusat, tidak mungkin kami dapat melayani dengan baik anak usia dini yang jumlahnya hampir 30 juta,” tutur Hamid.

Pada saat ini, layanan pendidikan yang perlu diberikan kepada anak usia dini difokuskan pada pendidikan karakter. Membangun karakter tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan langkah-langkah yang berkelanjutan. “Ia akan dibawa hingga dewasa. Itulah mengapa pendidikan karakter sejak usia dini sangat penting,” ujarnya.

Sementara itu, menurut survei terakhir yang dilakukan Kementerian Kesehatan, sebanyak 46 persen siswa SD di Indonesia mengalami malnutrisi. Jika ditarik mundur ke anak usia dini, fakta ini juga tampaknya tidak jauh berbeda terjadi pada mereka. Untuk itu, memberikan layanan kesehatan dan gizi semaksimal mungkin menjadi penting, karena kesehatan dan gizi yang memadai

akan meningkatkan kemampuan psikomotorik anak.

Layanan terakhir yang juga tidak boleh diabaikan adalah perlindungan. Kasus yang terjadi pada anak usia dini, beberapa waktu lalu, di salah satu sekolah di Jakarta membuktikan bahwa perlindungan terhadap anak belum benar-benar diberikan.

Hal ini agar menjadi perhatian seluruh pihak untuk berperan dalam memberikan perlindungan seoptimal mungkin kepada anak-anak. “Dengan demikian, kita bisa menyiapkan generasi bangsa kita menjadi lebih baik,” tutur Hamid.

Pendidikan Inklusif

Sebagai bagian dari rangkaian acara puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) di Kendari, Sulawesi Tenggara, dilakukan pula deklarasi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai daerah pendidikan inklusif. Pencanangan tersebut dilakukan oleh Wakil Gubernur Sultra, HM. Saleh Lasata, disaksikan oleh Hamid Muhammad. Deklarasi Sultra sebagai daerah yang ramah terhadap penyandang disabilitas itu ditandai dengan pelepasan ratusan balon ke udara.

Dengan pencanangan ini, Sultra menjadi provinsi ke-7 yang mendeklarasikan diri sebagai daerah inklusif. Sultra menyusul Kalimantan Selatan, Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.

Upaya Sultra menjadi provinsi pendidikan inklusif diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di 14 sekolah. Selain itu, Sultra telah menyediakan sebanyak 45 sekolah luar biasa (SLB) yang tersebar di delapan kabupaten/kota. Masih ada lima kabupaten/kota di daerahnya yang belum memiliki SLB.

Saleh Lasata mengatakan, pendidikan yang

menjadi hak seluruh warga negara mendapat perhatian serius pemerintah daerah. Misalnya dengan menganggarkan lebih dari Rp 4 miliar, khusus untuk pendidikan inklusif.

Ia menyadari keberadaan SLB dan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif masih sangat kurang. Hal ini mengingat, berdasarkan

data potensi desa di Sultra tahun 2011, jumlah penduduk yang mengalami ketunaan di Sultra mencapai 6.084 orang dan di antaranya masih berada di rentang usia pendidikan. “Artinya masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan akses layanan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah daerah, termasuk pemerintah kabupaten/kota di Sultra, bertekad untuk terus mengembangkan dan memajukan pelayanan pendidikan inklusif,” jelas Wagub.

Ia menambahkan, salah satu cara yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif. “Ini lebih efektif dan efisien dibandingkan membangun SLB baru,” ucap Wagub.

Kepala Dinas Pendidikan Sultra, Damsid mengatakan, pendidikan inklusif adalah pendidikan yang dilaksanakan dengan semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai kepribadian, dan keberfungsian fisik dan psikologis. Pendidikan inklusi di Sultra telah dilakukan sejak 2013 dan mulai tahun ini diupayakan diselenggarakan di seluruh kabupaten/kota. (Ratih)

Pendidikan,

Kesehatan,

dan Gizi

Tiga Aspek Penting

Perkembangan Anak Usia Dini:

Kalau hanya

mengandalkan

pemerintah

pusat, tidak

mungkin kami

dapat melayani

dengan baik

anak usia

dini yang

jumlahnya

hampir 30 juta.

Balon udara dilepaskan sebagai tanda diluncurkannya program Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai daerah pendidikan inklusif. Peluncuran ini dilakukan di sela-sela rangkaian puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) 2014 yang berlangsung di Alun-alin MTQ, Kendari.

Pemerintah

daerah, termasuk

pemerintah

kabupaten/kota di

Sultra, bertekad

untuk terus

mengembangkan

dan memajukan

pelayanan

pendidikan inklusif.

(12)

Pencapaian Indonesia dalam bidang keaksaraan terus mendapat apresiasi. Setelah pada 2012 meraih penghargaan aksara King Sejong dari UNESCO Paris, tahun ini Indonesia dilibatkan dalam Sejong

Project, sebuah program pendidikan

keaksaraan pemerintah Korea Selatan yang dikerjasamakan dengan forum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Tidak hanya itu, Indonesia juga dipercaya menjadi tuan rumah penyelenggara seminar internasional: “PKBM dan Masyarakat Sipil Penggiat Pendidikan Nonformal” selama lima tahun berturut-turut. Bahkan dalam seminar internasional tahun ini, Indonesia

berperan dalam mewujudkan

komitmen 14 negara yang hadir untuk selalu konsisten memberdayakan PKBM dan masyarakat sipil lainnya dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan pendidikan untuk kewargaan global.

“Hal itu adalah tujuan kelima dari tujuh kesepakatan, yaitu belajar sepanjang hayat untuk semua,” ujar Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hamid Muhammad, dalam sambutan pada acara puncak peringatan Hari Aksara Internasional ke-49 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (20/9).

Upaya pemerintah untuk

mengurangi angka tuna aksara terus dilakukan. Hasilnya, setiap tahun angka tuna aksara berangsur turun. Hingga September 2014, Indonesia

telah berhasil menurunkan angka buta aksara orang dewasa hingga tinggal 3,8 persen atau tersisa 6,2 juta orang. Padahal pada 2005, masyarakat yang belum mengenal huruf masih tinggi yakni sekitar 15 juta orang. “Penurunan angka buta aksara ini cukup signifikan,” katanya.

Selain itu, lanjut Hamid, disparitas antar provinsi juga semakin membaik. Buktinya saat ini hanya tinggal dua provinsi yang masih menempati persentase sepuluh persen dan tujuh provinsi dengan tuna aksara di atas 200.000 orang. Untuk itu, Hamid menegaskan, ke depan pihaknya akan berupaya untuk membantu provinsi dan kabupaten/kota yang masih mempunyai jumlah penduduk dengan tuna aksara yang sangat

besar.

Hamid menyebut, pihaknya memang memiliki komitmen untuk memberantas buta aksara. HAI yang selalu diperingati secara nasional setiap tahun menunjukkan konsistensi dan komitmen pemerintah Indonesia terhadap kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri Negara anggota PBB pada 1965, yang bertekad membebaskan warga dunia dari buta aksara.

Peringatan HAI ke-49 memiliki arti khusus bagi pemerintah Indonesia. Hal ini karena peringatan HAI tahun ini diselenggarakan di penghujung pengukuran

pencapaian tujuan pembangunan milenium dan pendidikan untuk semua. Selain itu peringatan HAI ke-49 ini juga diselenggarakan di Kota Kendari Sulawesi Tenggara yang mempunyai hampir 70 persen pulau terpencil, namun mampu mencapai tingkat keaksaraan hingga 96 persen. “Tentu ini merupakan capaian luar biasa,” katanya.

Keaksaraan untuk Peradaban

Dua hari sebelumnya, Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal PAUDNI, Kemdikdud, Wartanto mengungkapkan kaitan antara keaksaraan dan peradaban. Menurutnya, dengan menguasai pengetahuan, masyarakat menjadi berbudaya, dan pada tingkatan berikutnya menjadi masyarakat beradab. Melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM), warga diajak untuk memiliki pengetahuan, melalui kegiatan keaksaraan, yaitu baca, tulis, dan hitung (calistung). Fungsi TBM erat kaitannya dengan peradaban suatu bangsa.

Pernyataan itu ia sampaikan saat membuka secara resmi Festival Taman Bacaan Masyarakat 2014 di Alun-alun MTQ, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (18/9). Ia menjelaskan, seseorang yang beradab memiliki sikap mental yang mendukung setiap pembangunan. Ia juga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mendukung

kemajuan bangsa, dan ia adalah seseorang yang memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. “Nah, orang yang beradab ini bisa tercapai jika orang itu sudah memiliki kebudayaan. Ia sudah membudayakan dirinya dengan sikap mental yang diperoleh melalui proses setiap hari. Orang yang berbudaya adalah orang yang sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui proses pendidikan,” paparnya.

Menurutnya, orang yang

berpendidikan adalah orang yang sudah pasti menguasai pengetahuan dasar melalui kemampuan calistung. “Tidak mungkin seseorang yang tidak menguasai pengetahuan, dapat menjadi orang yang terdidik, berbudaya, dan beradab. Maka, hubungan antara kemampuan calistung atau program keaksaraan melalui TBM, untuk menuju

masyarakat yang beradab, sangat kental hubungannya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wartanto

menjelaskan, ketika sudah gemar membaca, pihaknya terus mendorong agar masyarakat menjadi gemar menulis. Padahal, katanya, setiap orang punya ilmu, pengalaman, pengetahuan yang dapat didokumentasikan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi yang lain. “Untuk itu saya berterima kasih kepada para penggiat TBM untuk ikut mendorong masyarakat untuk mau menulis, baik dalam bentuk puisi, pengalaman, maupun yang lain,” ujar Wartanto.

Senada dengan Wartanto, Ketua Forum TBM Indonesia, Heri Hendrayana Harris atau lebih dikenal dengan nama pena Gol A Gong mengatakan, kemampuan membaca

perlu ditingkatkan dengan menulis. “Pepatah China mengatakan, menulis adalah membaca dua kali. Maka, ketika kita sudah hobi membaca, jika tidak menulis, maka itu akan menguap sia-sia,” ujarnya. Membaca, menurut Gong adalah menunda umur, sementara menulis berarti memperpanjang umur. Ketika seseorang hanya membaca dan tidak menulis, saat meninggal ia akan dilupakan begitu selesai dimakamkan. “Tapi jika menulis, maka usia kita barang kali seperti yang dikatakan Chairil Anwar, “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Mudah-mudahan semua yang hadir di tempat ini bisa hidup lebih panjang dari jazadnya, karena ada karya yang kita sumbangkan,” katanya seraya mengapresiasi kegiatan ini. (Ratih)

Sukses di Bidang Keaksaraan,

Indonesia Dapat Apresiasi Dunia

Indonesia patut berbangga. Indonesia termasuk negara dengan pencapaian tingkat keaksaraan dan pendidikan untuk semua (education

for all) yang paling pesat di

dunia. Penilaian itu dilakukan langsung oleh UNESCO. Kerja keras seluruh pihak dalam mendukung program keaksaraan menjadi kunci prestasi tersebut.

Piu (50) (kanan), warga belajar program keaksaraan, berbincang ringan dengan anggota kelompok lawak “Empat Sekawan”, Ginanjar dalam acara puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-49 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (20/9). Setelah mampu membaca, Piu mengaku tidak perlu bantuan lagi jika menemukan tulisan yang perlu dibaca.

Suasana diskusi buku pada Festival Taman Bacaan Masyarakat 2014 yang berlangsung di Alun-alun MTQ, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (18/9).

Kemampuan

membaca perlu

ditingkatkan dengan

menulis. Pepatah

China mengatakan,

menulis adalah

membaca dua kali.

Hingga September 2014,

Indonesia telah berhasil

menurunkan angka buta

aksara orang dewasa

hingga tinggal 3,8 persen

atau tersisa 6,2 juta

orang.

(13)

Sanggar Kegiatan

Belajar (SKB)

Bantul,

DI Yogyakarta

Juara I SKB

Berprestasi

Penghargaan ini sungguh di luar dugaan. Kami sama sekali tidak menyangka, karena selama ini kami bekerja dengan tulus, tanpa mengharap pengakuan semacam ini. Saya sebagai Kepala SKB sering menyampaikan kepada para pendidik di sini untuk bekerja dengan ikhlas dan hati. Dengan demikian, segala macam pekerjaan yang dilakukan tentu akan berjalan dengan baik dan lancar, tanpa ada beban dan kesulitan berarti. Dalam mengembangkan SKB, kami paham betul bahwa kualitas adalah yang utama. Untuk itu kami terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan pada seluruh program yang kami jalankan. Lembaga kami telah mendapat pengakuan ISO 9001:2008 sejak 2010. Selain itu, empat program utama kami juga telah memeroleh akresitasi BAN-PNF. Dalam bekerja, kami

menggunakan strategi “Komit Kerjaku”. Ini merupakan akronim untuk kompak, mitra kerja, dan kualitas.

Kompak, artinya bekerja dengan mengedepankan rasa kekeluargaan, saling kenal, memberi kesempatan, kepercayaan, dan kesejahteraan. Mitra kerja berarti membangun kerja sama dengan para profesional di bidangnya. Misalnya, kami telah menjalin kerja sama dengan sejumlah narasumber dari kalangan profesional untuk menjadi tenaga pengajar lepas di bidang tata rias pengantin dan tata busana. Terakhir kualitas. Tanpa kualitas, program yang kami jalankan tentu akan sia-sia.

Tidak hanya sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), SKB Bantul juga menjadi tempat uji kompetensi (TUK). Kami bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK). Sejak 2011, telah ada sekitar 1.620 pendidik PAUD yang lulus dari TUK di SKB ini.

Sebagai bukti bahwa SKB ini mengedepankan kualitas, sejumlah prestasi telah kami torehkan. Misalnya pada 2012 yang lalu, kami meraih juara tiga tingkat nasional untuk lomba tata rias pengantin. Di tahun yang sama, kami juga meraih juara satu tingkat nasional untuk lomba merias hantaran. Sementara pada 2014, Alhamdulillah kami meraih juara satu untuk lomba kepala SKB dan SKB berprestasi, serta masih banyak prestasi lainnya.

Untuk menjangkau masyarakat lebih luas, kami memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi mengenai kegiatan dan program yang kami lakukan. Kami juga bermitra dengan media massa cetak dan elektronik. Kami juga memiliki portal www.skb-bantul.com yang dapat diakses oleh masyarakat.

Ke depan, tentu kami tidak akan terlena dengan predikat sebagai SKB berprestasi juara pertama. Kami menyadari, mempertahankan prestasi lebih

berat ketimbang meraihnya. Untuk itu kami akan terus bekerja lebih baik lagi. SKB yang baik dan berkualitas pasti dicari oleh masyarakat. Bahkan ada peserta kursus yang berasal dari luar kota sengaja datang jauh-jauh untuk mengikuti pendidikan di SKB kami.

Taman Bacaan

Masyarakat (TBM)

Bakau,

Sumatera Utara

TBM

Kreatif-Rekreatif

Meraih penghargaan sebagai TBM kreatif-rekreatif tentu sebuah kebanggaan bagi kami. Berdiri sejak 2012, taman baca Bakau ikut berperan dalam memberikan pendidikan nonformal kepada masyarakat sekitar pesisir. Setidaknya ada tiga program unggulan yang kami lakukan, yaitu visual literasi, pendidikan lingkungan, dan pengembangan masyarakat (community development).

Visual literasi dikenalkan pertama kali kepada masyarakat pada awal 2013. Program enam bulanan ini mengajarkan kemampuan membaca dan peningkatan minat baca kepada tiga kelompok masyarakat. Kelompok A adalah peserta didik prasekolah untuk persiapan masuk ke jenjang pendidikan dasar. Kelompok B adalah peserta didik yang memiliki masalah membaca, misalnya pelajar atau orang dewasa yang belum mampu membaca dan menulis. Kelompok C diisi oleh anak-anak yang lebih dewasa untuk meningkatkan minat baca dengan metode yang menyenangkan.

Apa itu visual literasi? Ini adalah program pengenalan literasi kepada masyarakat dengan menggunakan visualisasi. Contoh mudahnya adalah sebelum memulai pelajaran, peserta didik diajak ke luar ruangan untuk melihat benda atau objek yang ada di sekitarnya. Misalnya mereka melihat pohon, kemudian akan dijelaskan oleh pengajar bagaimana menulis kata itu. Ada sekitar 65 orang yang bergabung dalam program visual literasi ini.

Program kedua adalah pendidikan lingkungan. Hidup di wilayah pesisir sangat tergantung dengan kondisi alam yang dipengaruhi lingkungan. Maka, menjaga lingkungan di wilayah pesisir ini sangat penting, salah satunya agar dapat menjaga hasil tangkapan para nelayan. Secara periodik kami bawa warga belajar untuk melakukan aksi menanam pohon bakau (mangrove). Bahkan kami telah memiliki Pusat Pendidikan Penanaman Mangrove yang berlokasi di dekat TBM. Sudah ada sekitar 30 ribu pohon mangrove yang kami tanam.

Harapan kami, lewat pendidikan lingkungan ini, anak-anak nelayan dapat lebih mencintai dan menghargai pentingnya alam bagi kelangsungan kehidupan ekonomi mereka. Karena bagi seorang nelayan, ekosistem hutan mangrove sangat mempengaruhi hasil tangkapan mereka. Kehidupan ekonomi yang terganggu akan berdampak pada bidang kehidupan lainnya, seperti sosial dan pendidikan.

Sementara itu, program ketiga adalah pengembangan masyarakat yang diperuntukkan bagi masyarakat nelayan yang tidak sedang melaut. Kami berikan pelatihan keterampilan yang bisa menghasilkan ekonomi tambah. Misalnya mengelola limbah laut dan sampah plastik menjadi kerajinan, seperti vas bunga, dan lain-lain. Produknya kemudian dijual dan secara periodik menerima pesanan dari berbagai kalangan.

Baru-baru ini kami juga mengelola daun jeruju, yaitu daun yang terdapat di pohon mangrove, untuk dibuat sebagai teh. Saat ini kami terus memperbaiki kualitas dan diharapkan pada 2015, saat produknya memang semakin baik, kami akan meluncurkannya kepada masyarakat. Untuk pengujian laboratorium teh daun jeruju ini, kami akan menjalin kerja sama dengan pihak perguruan tinggi.

Kami memiliki cita-cita, suatu saat nanti dapat mewujudkan perahu baca. Perahu ini diharapkan dapat menjangkau masyarakat nelayan di pesisir timur Sumatera Utara, serta kawasan terdekat dari Deli Serdang dan Medan. Dengan perahu baca ini diharapkan semakin banyak anak-anak nelayan yang terjangkau dengan buku, sehingga mampu meningkatkan kapasitas mereka. (Ratih)

Bekerja dengan Tulus,

Wujudkan Perahu Baca

Aktif berperan di tengah masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lembaga peraih penghargaan keaksaraan ini. Ide dan langkah kreatif menjadi bagian dalam menjalankan roda organisasi hingga menjadi gerakan yang tak terpisahkan dari masyarakat. Pengakuan pemerintah yang terwujud

dalam penghargaan merupakan salah satu pendorong bagi lembaga pendidikan ini, seperti penghargaan yang diberikan oleh pemerintah pada acara puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-49 di Kendari, Sulawesi Tenggara, belum lama ini. Berikut ini penuturan dua lembaga periah penghargaan tersebut kepada kepada Asah Asuh, Senin (20/10).

(14)

Generasi Muda Harus Berkarakter

Kaji Informasi Koleksi Museum

Generasi muda, yang kelak akan berada di tampuk pemerintahan, harus memiliki kepribadian dan karakter. Hal itu dapat dibentuk dalam pendidikan, karena pendidikan sebagai pilar utama untuk membentengi diri dari perilaku menyimpang, seperti korupsi dan sikap tidak peduli terhadap sesama.

“Pesan saya, jadi apapun nanti, harus dijalani secara jujur. Jangan mau disuap,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menjawab pertanyaan siswa peserta Kongres Pelajar Nusantara, Senin (10/11), di Surabaya, Jawa Timur.

Lebih dari 600 pelajar dari

seluruh Indonesia mengikuti Kongres Pelajar Nusantara di Surabaya, 8-12 November lalu. Kegiatan yang dibuka oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, ini membahas perihal sosial, lingkungan hidup, nasionalisme, kepemimpinan, dan kewirausahaan.

Terkait sikap tak acuh yang cenderung menghinggapi generasi muda, Abraham mengatakan, harus dihilangkan mulai dari anggota masyarakat terkecil, yaitu diri sendiri. Perilaku menyimpang seperti itu harus dibuang. “Oleh karena itu pendidikan menjadi sangat utama,” tegasnya.

Ditemui usai pembukaan kongres di Airlangga Convention Center, Universitas Airlangga, Surabaya, Tri Rismaharini, menjelaskan bahwa kongres ini bertujuan mempertemukan pelajar di seluruh Nusantara untuk mempererat tali persaudaraan. “Pesan yang ingin disampaikan dalam kongres ini

adalah semua pelajar adalah saudara. Jadi, diharapkan tidak ada tawuran pelajar atau apapun,” katanya.

Berbagai kegiatan mewarnai pertemuan pelajar yang merupakan ketua OSIS seluruh Indonesia ini. Beberapa kegiatan bukan hanya diikuti peserta, melainkan juga melibatkan ratusan pelajar kota Surabaya. “Saya dapat teman dari Lombok. Dia sangat menyenangkan,” kata Yoga, siswa SMK Khusus Angkatan Laut Surabaya. (Aline)

Kongres Pelajar Nusantara

Museum diharapkan mampu menata, mengkonservasi koleksi, dan mengkaji informasi, yang terdapat pada koleksi yang dimilikinya. Hal itu bertujuan mendapatkan pemahaman mengenai makna benda koleksi tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, ketika memberi sambutan sekaligus membuka seminar ‘Hasil Kajian Benda Koleksi Museum Nasional’ di Gedung Museum Nasional, Jakarta, Selasa (11/11).

Museum Nasional yang berdiri sejak tahun 1997, memiliki kurang lebih 142.000 benda koleksi yang terdiri atas 7 jenis koleksi, yaitu koleksi prasejarah, arkeologi, keramik, numismatik dan heraldik, sejarah, etnografi dan geografi.

Kacung menjelaskan, kajian tersebut bertujuan mencari kebenaran

mengenai informasi dari benda koleksi yang dimiliki oleh Museum Nasional. Untuk menggali informasi tersebut, Museum Nasional mengkaji empat koleksi yang dimilikinya, yaitu Makara di Jawa, Uang Kampua dari Kerajaan Buton, Tempayan Singkawang, dan Seraung Kalimantan Timur.

Ia menambahkan, benda koleksi tersebut dahulu diciptakan tidak hanya dengan fungsi tertentu, melainkan juga memiliki nilai yang dianut dan dipegang teguh oleh masyarakat pada waktu itu. Dengan begitu, pengkajian yang bertujuan mendapatkan pemahaman mengenai makna dalam benda koleksi tersebut, harus dilakukan.

Kepala Museum Nasional, Intan Mardiana, mengemukakan kepada wartawan, kajian yang sedang dilakukan merupakan bagian dari usaha

untuk memberikan informasi yang otentik kepada masyarakat. Selain melalui seminar, Museum Nasional telah menjalin kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Kerjasama tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai benda koleksi yang dimiliki museum nasional, serta mendapat perbandingan tentang kajian yang telah dilakukan dengan informasi yang ada di daerah dan di masyarakat.

Kajian tersebut dilakukan dengan studi literatur yang ada di perpustakaan, studi data kuno, prasasti, melihat sejarah kerajaan yang pada masa lalu, dan naskah sejarah lainnya. “Kami melakukan studi literatur yang ada di perpustakaan, dan secara langsung membandingkan apa yang kami dapat dari bahan-bahan yang sudah kami kumpulkan dengan apa yang ada di lapangan, sehingga kami tidak ngarang,” ujar Intan. (Harriswara)

Seminar Kebudayaan

Foto: Jilan PIH

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada gambaran histopatologis hati pada tikus yang diberikan perlakuan ekstrak etanolik bayam merah dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB memperlihatkan

Kedua, kitab risa>lah ahlu al- sunnah wa al-jama>’ah yang ia tulis sangat berpengaruh dan menjadi rujukan utama dalam kajian hadis ketika itu, kitab ini

Sedangkan Houdong Hu dkk (2015) menggunakan modul Image Representation and Features yang berisi two-step object detection and localization yang hasilnya sangat

Berdasarkan temuan penelitian dan hasil penelitian, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa disain riset perangkat pembelajaran listrik dinamis IPA SMP menggunakan

atau budaya organisasi juga diartikan sebagai nilai-nilai dan norma perilaku yang diterima dan dipahami secara bersama oleh anggota organisasi sebagai dasar dalam

Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967 maka dapat disimpulkan bahwa lapisan ini

pembelajaran didominasi oleh penggunaan modus representasi dari gabungan teks. dan

Hasil penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan rasio NPL pada tahun 2012- 2014 terhadap Bank Umum Milik Negara dan Bank Umum Milik Swasta memperoleh predikat