• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI DASAR. simbol yang menyatakan bahwa dua hal adalah persis sama. Dimana. persamaanya ditulis dengan tanda sama dengan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI DASAR. simbol yang menyatakan bahwa dua hal adalah persis sama. Dimana. persamaanya ditulis dengan tanda sama dengan."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

II. TEORI DASAR

2.1 Persamaan dan Pertidaksamaan

Persamaan didefinisikan sebagai suatu pernyataan matematika dalam bentuk simbol yang menyatakan bahwa dua hal adalah persis sama. Dimana

persamaanya ditulis dengan tanda sama dengan. Misalnya : 8 3 2 ) 1 ( 5 3 2 2        y x x x x x

Pertidaksamaan didefinisikan sebagai kalimat matematika yang

menunjukkan perbandingan ukuran dua objek atau lebih. Dimana persamaan menggunakan 2 tanda dasar yaitu kurang dari (<) dan tanda lebih dari (>). Misalnya : 8 3 2 0 4 5 1 2 2        y x x x (Wikipedia, 16 Januari 2010).

(2)

Definisi 2.1.1 Persamaan Linear

Persmaan linear dengan n varibel x1,x2,x3xnsebagai pesamaan yang

dapat dinyatakan dalam bentuk b x a x a x a x a1 1 2 2 3 3 n n

Dimana a1, a2, a3,...an dan b merupakan konstanta real. Variabel-variabel dalam persamaan linier seringkali disebut sebagai faktor yang tidak diketahui (Anton-Rorres, 2004) .

2.2 Sistem Persamaan Linear

Sistem persamaan linear atau disebut juga sebagai sistem linear merupakan persamaan linear dengan jumlah tertentu dalam variabel x1,x2,x3xn

(Anton-Rorres, ).

Dimana sistem persamaan linear dengan n-variabel dinyatakan sebagai :

n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a                               3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (Munir, 2006) .

(3)

2.3 Matriks Persegi

Matriks persegi yaitu himpunan unsur-unsur yang disusun berdasarkan penggolongan terhadap dua sifat yang disebut sebagai baris dan lajur (kolom) yang sama atau dilambangkan dengan Mnxn. Suatu matrik juga merupakan himpunan beberapa vektor baris atau vektor kolom.

Suatu matriks ditulis dengan menggunakan tanda kurung siku dan disimbolkan dengan huruf besar abjad Latin.

                 nn n n n n n nxn a a a a a a a a a a a a a a a A        3 2 1 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

Penulisan matriks persegi dapat disederhanakan yaitu

nxn ij nnA(a )

(Triatmojo, 1992)

Definisi 2.3.1 Matriks Segitiga Atas

Suatu matriks persegi n x n dikatakan matriks segi tiga atas (upper-triangular) U(uij) jika unsur pada uij 0 untuk ij1,j2,...n

baris

(4)

Contoh matriks segitiga atas :              9 0 0 0 6 3 0 0 6 0 2 0 7 5 3 1 A (Nasution, 1980).

Definisi 2.3.2 Matriks Segitiga Bawah

Suatu matriks persegi n x n dikatakan matriks segitiga bawah (lower-triangular) L(lij) jika unsur pada lij 0 untuk i1,.2,3j1

Contoh matriks segitiga bawah :

             3 8 7 3 0 5 3 0 0 0 4 2 0 0 0 1 A (Nasution, 1980 ).

Definisi 2.3.3 Matriks Diagonal

Suatu matriks persegi n x n dikatakan matriks diagonal D(dij) dimana 0

ij

d untuk ij, tau dapat dinyatakan dengan skema berikut :

imal satuunsur jika i j j i jika ij

d

0 min 0

(5)

Bentuk umum matriks diagonal :                  nn d d d A           0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 11 (Burden, 1997).

Definisi 2.3.4 Matriks Tridiagonal

Matriks tridiagonal yaitu sutu matriks bujursangkar yang memiliki 3 jalur diagonal. Bentuk umum :                            nn nn n n n n n n a a a a a a a a a a a a a A 1 1 1 1 2 1 34 33 32 23 22 21 12 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0            (Triatmojo, 1992).

Definisi 2.3.5 Matriks Jarang

Suatu matriks persegi n x n dikatakan matriks jarang jika elemen-elemennya didominasi oleh elemen nol.

(6)

Contoh matriks jarang :                     2 0 0 1 0 0 4 0 0 2 0 0 5 0 0 1 2 0 3 0 0 1 0 0 1 A

(Conte & Boor, 1993).

Definisi 2.3.6 Minor Matriks Persegi

Jika A adalah matriks bujur sangkar, maka minor dari A dinyatakan sebagai

ij

M dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tersisa setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Bilangan (1)ijMij dinyatakan sebagai Cij dan disebut sebagai kofaktor dari entri aij.

Misalkan pada :            33 32 31 23 22 21 13 12 11 3 3 a a a a a a a a a A x

Maka matriks minornya adalah :

                     32 31 22 21 13 33 31 23 21 12 33 32 23 22 11 a a a a M a a a a M a a a a M (Anton-Rorres, 2004)

(7)

Definisi 2.3.7 Kofaktor Matriks Persegi

Dengan menggunakan aturan papan catur maka akan diperoleh

ij j i ij M C (1) sebagai berikut :                                         maka diperoleh :C11M11 C12M12 C13M13 C14M14 Misalkan pada :            33 32 31 23 22 21 13 12 11 3 3 a a a a a a a a a A x

Maka matriks kofaktornya adalah :

                      32 31 22 21 13 33 31 23 21 12 33 32 23 22 11 a a a a C a a a a C a a a a C (Anton-Rorres, 2004)

Definisi 2.3.8 Determinan Matriks

Determinan matriks persegi n x n didefinisikan sebagai berikut : 1. Jika A

 

a adalah matriks yang berukuran 1 x 1 maka detAa.

2. Jika A adalah matriks berukuran n x n, dengan matriks minor Mij adalah

determinan matriks berukuran (n-1) x (n-1) yang merupakan submatrik A yang diperleh dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j .

(8)

3. Kofaktor Aij merupakan persekutuan dari Mij yang didefinisikan dengan ij j i ij M A (1) .

4. Determinan dari matriks A yang berukuran n x n dimana n>1 dinyatakan dengan

      n j ij ij j i n j ij ij A a M a A 1 1 ) 1 ( det Untuk i=1, 2, 3 ....n (Burden, 1997).

Jika sebarang matriks A

 

aij berukuran n x n , maka determinan dari A adalah sebagai berikut :

n n nn n n n n n n C a C a C a C a a a a a a a a a a a a a a a a a A 1 1 13 13 12 120 11 11 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 ) det(                                Misal : ) ( ) ( ) ( ) det( 22 31 32 21 13 23 31 33 21 23 23 32 33 22 11 32 31 22 21 13 33 31 23 21 12 33 32 23 22 11 33 32 31 23 22 21 13 12 11 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a A           (Anton-Rorres, 2004)

(9)

Misalkan A merupakan sebuah matriks persegi berukuran n x n maka berlaku :

1. Jika terdapat baris atau kolom yang semua unsurnya adalah nol maka 0

detA .

2. Jika

~

A adalah matriks yang diperoleh dengan menukar baris atau kolom

matriks A (EiEj) dengan ij, maka detA detA

~

 .

3. Jika A memiliki dua baris atau kolom yang sama atau sebanding, maka det A = 0.

4. Jika

~

A adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan salah satu

baris dengan konstanta  yaitu (EiEi), maka detA detA

~

 .

5. Jika

~

A adalah matriks yang diperoleh dengan cara menembakan kolom atau baris dengan kolom atau baris yang lain yaitu

EiEiEj

maka determinannya sama.

(Burden, 1997)

Definisi 2.3.9 Matriks Dominan Diagonal

Suatu matriks persegi A yang berukuran n x n dikatakan dominan diagonal jika :

   n i j j ij ii a a 1 untuk i = 1, 2, 3, ...n

(10)

Contoh matriks dominan diagonal :              6 5 0 1 5 3 0 2 7 A Karena : 5 0 6 1 3 5 0 2 7        

(Gerald & Wheatley, 1997)

Definisi 2.3.10 Invers Matriks

Apabila A didefinisikan sebagai matriks maka matriks inversnya adalah A-1, sedemikian sehingga : ) ( det 1 1 A Adjoin A A 

Invers matriks diagonal dituliskan dengan :

1 1 1 1     i ii D d a D atau Bentuk umum :                  n d d d d D          0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2 1 maka                   n d d d d D / 1 0 0 0 0 / 1 0 0 0 0 / 1 0 0 0 0 / 1 3 2 1 1         

(11)

Berlaku jika dan hanya jika semua entri pada diagonalnya merupakan bilangan tak nol.

(Triatmojo, 1992).

Definisi 2.3.11 Nilai Eigen

Suatu sekalar yang dilambangkan dengan

 

 yang merupakan nilai karakteristik dari suatu matriks dimana nilai ini yang menentukan suatu matriks memiliki solusi yang nontrivial (solusi selain nol)

Persamaan karakteristik didefinisikan sebagai : 0 ) (

det IA

Dan kita dapat mencari nilai

 

 dari persamaan ini. (Anton-Rorres, 2004 ) .

Definisi 2.3.12 Jari-jari Spectral

Jari-jari spectral ( A) dari suatu matriks A didefinisikan dengan : 

(A)max , dimana  adalah nilai eigen dari A.

(Untuk nilai eigen berupa bilangan kompleks i maka kita memiliki

2 / 1 2 2 ) (     ) (Burden, 1997).

2.4 Sistem Persamaan dalam Bentuk Matriks

Sistem persamaan linear (SPL) dapat ditulis dalam bentuk mariks yaitu : Misal terdapat SPL

(12)

n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a                               3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11

Maka sistem persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk :

                                                 n n nn n n n n n n b b b b x x x x a a a a a a a a a a a a a a a a         3 1 1 3 2 1 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 Atau

b

Ax

Dimana : A : Matriks koefisien nxn x : vektor kolom nx1 variable B : vektor kolom nx1 dari kostanta (Triatmojo, 1992)

Jika A adalah sebuah matriks berukuran n x n maka pernyataan beikut ekuivalen :

(13)

2. Suatu sistem persamaan Ax0 memiliki solusi tunggal untuk vektor kolom b berdimensi n.

3. Matriks A dikatakan matriks nonsingular jika A-1 ada dan detA0.

Suatu matriks koefisien

                 nn n n n n n n a a a a a a a a a a a a a a a a A       3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

dapat diubah menjadi :

U L D a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a A n n n n n n n n n n nn n n n n n n n n n n nn nn n n n n n n                                                                                                                                               0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 2 1 1 1 21 1 2 23 1 13 12 33 22 11 1 2 1 2 1 1 1 21 1 2 23 1 13 12 33 22 11 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11                                                           (Faires-Burden, 1998).

(14)

2.5 Metode Iterative

Metode iterative merupakan teknik penghitungan secara numerik untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan linear n x n yang dinyatakan dengan

b

Ax

. Pada metode iterative ini, proses dimulai dari sebarang nilai awal x(o) yang dipenuhi dengan

 

X(k) k1 yang akan konvergen ke suatu nilai x.

Metode iterative menggunakan proses konvers sistem

Ax

b

ke dalam sistem yang ekuivalen xTxc dengan T adalah suatu matriks berukuran n x n dan c merupakan suatu vektor solusi. Setelah itu nilai awal x(o) yang dipilih disubstitusikan ke dalam persamaan iterative

c Tx

x(k)  (k1) Untuk k= 1, 2, 3, ...

Dan dilakukan berulang-ulang sampai mendapat hasil yang konvergen ( Faires - Burden, 1998).

a. Metode Jacobi

Metode Jacobi merupakan salah satu metode iterative dimana pada proses iterasinya menggunakan algoritma yang sangat sederhana. Pada iterasi Jacobi, unsur- unsur dari x(m) hanya digunakan dalam perhitungan dari iterasi berikutnya (Conte & Boor, 1993).

(15)

Misal diberikan suatu sistem persamaan linear : n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a                               3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11

Dan diberikan nilai awal

x

(0)

x

1(0)

,

x

2(0)

,

,

x

n(0)

Maka konsideran yang dapat dibentuk dengan metode Jacobi adalah :

nn k n nn k n k n n k n k n n k k k k n n k k k a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 ) ( 1 1 ) 1 ( 22 ) ( 2 ) ( 3 23 ) ( 1 21 2 ) 1 ( 2 11 ) ( 1 ) ( 3 13 ) ( 2 12 1 ) 1 ( 1                       Dengan k= 0, 1, 2, 3.... Atau dapat disingkat dengan :

ii i ii n i n j j ij i k i a x a x a b x



      1 1 ) 1 ( (Munir, 2006).

Metode Jacobi juga sama artinya dengan metode iterasi titik tetap dimana untuk suatu sistem persamaan dapat dibentuk suatu konsideran dalam bentuk ) ( ) ( ) 1 ( ' ) ( i i i i G x b Bx x     dimana i = 1, 2, 3, ....n

(16)

Yang identik dengan bentuk iterasi titik tetap ) ( 1 i i g x  Dengan menggunakan definisi

U L D

A  

Maka sistem persamaan linear

Ax

b

dapat dinyatakan dengan :

b D x U L D x b x U L D Dx D b x U L Dx b x U L D Ax 1 1 1 1 ) ( ) ) (( ) ( ) (                   

Dari bentuk di atas maka proses itersi Jacobi dapat dinyatakan dengan

b D x U L D x(i1) 1(  ) (i) 1

(Gerald & Wheatley, 1997)

b. Metode Gauss-Seidel

Jika diketahui sistem persamaan linier

Ax

b

berordo n dengan matriks koofisien

A

(

a

ij

)

mempunyai elemen-elemen diagonal yang

semuanya tidak nol, maka berlaku algoritma Gauss-Seidel sebagai berikut : ii n j n i j k j ij k j ij i k i a x a x a b x

       1 1 ) ( ) 1 ( ) 1 (

(17)

Atau dalam matriks formulasi b D L Ux D L x b U L Ux D L x D L D L b Ux x D L 1 1 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (                  

Dalam bentuk iterasi dapat di tulis :

b D L Ux D L x(i1)(  )1 (i)(  )1

Misal diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut :

5

8

5

5

4

2

1

3

3 2 1 3 2 1 3 2 1

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Maka konsideran Gauss-Seidel adalah sebagai berikut : 1) iterasi -1 ) 1 ( 2 ) 1 ( 1 ) 1 ( 3 ) 0 ( 3 ) 1 ( 1 ) 1 ( 2 ) 0 ( 3 ) 0 ( 2 ) 1 ( 1

5

5

2

5

1

x

x

x

x

x

x

x

x

x

2) iterasi-2

) 2 ( 2 ) 2 ( 1 ) 2 ( 3 ) 1 ( 3 ) 2 ( 1 ) 2 ( 2 ) 1 ( 3 ) 1 ( 2 ) 2 ( 1

5

5

2

5

1

x

x

x

x

x

x

x

x

x

(18)

c. Metode SOR (Successive Over-Relaxation)

Metode SOR merupakan metode iterative yang merupakan metode yang dikembangkan menggunakan prinsip kerja yang sama dengan metode Jacobi dan Metode Gauss-Seidel. Dimana pada Metode SOR

menggunkan iterasi sebagai berikut :

) ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 1 ) 1 ( 1 1 ) ( ) 1 ( ) ( 1 ) 1 ( 1 1 ) ( ) 1 ( ) ( 1 ) 1 ( ) 1 ( 1 1 ) ( ) (

                                  n i j i k j ij i j k j ij ii k i k i ii n i j i k j ij i j k j ij k i ii k i n i j i k j ij k i ii i j k j ij k i ii b x a x a a x x a b x a x a x a x b x a x a x a x a           Dengan k = 1, 2, 3, .... dimana  1

Atau dapat dinyatakan dalam bentuk vektor :

b b          1 ) 1 ( 1 ) ( ) 1 ( ) ( ) ( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ) (                L D x U D L D x x U D x L D k k k k

Atau dapat ditulis :

 x c T x(k) (k1) Dimana :  T = (DL)1

(1)DU

c = (DL)1b  = faktor skalar

(19)

Contoh iterasi dengan metode SOR :

Misal diberikan sistem persamaan linear dengan memisalkan 1,2 sebagai berikut :

5

8

5

5

4

2

1

3

3 2 1 3 2 1 3 2 1

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Maka, 1). Iterasi-1 ) 5 5 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 2 5 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 1 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 1 ( 2 ) 1 ( 1 ) 0 ( 3 ) 1 ( 3 ) 0 ( 3 ) 1 ( 1 ) 0 ( 2 ) 1 ( 2 ) 0 ( 3 ) 0 ( 2 ) 0 ( 1 ) 1 ( 1 x x x x x x x x x x x x                2) Iterasi-2  ) 5 5 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 2 5 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 1 )( 2 , 1 ( ) 2 , 1 1 ( ) 2 ( 2 ) 2 ( 1 ) 1 ( 3 ) 2 ( 3 ) 1 ( 3 ) 2 ( 1 ) 1 ( 2 ) 2 ( 2 ) 1 ( 3 ) 1 ( 2 ) 1 ( 1 ) 2 ( 1 x x x x x x x x x x x x               

Sampai iterasi konvergen (Faires-Burden, 1998) .

2.6 Tata Ancang Pivoting

Ada dua macam tata ancang pivoting yaitu : 1. Pivoting Sebagian (partial pivoting)

(20)

Pada tata ancang pivoting sebagian, pivot dipilih dari semua elemen pada kolom p yang memiliki nilai mutlak nterbesar.

2. Pivoting Lengkap

Pada tata ancang pivoting lengkap baris juga diikut sertakan dalam pencarian elemen terbesar kemudian dipertukarkan . pada tata ancang pivoting lengkap, pivot dipilih dari semua elemen baris dan kolom dimana nilai diagonal harus memiliki mutlak terbesar dari mutlak jumlah elemen barisnya (Munir, 2006).

2.7 Galat/Error ()

Penyelesaian numerik dari suatu persamaan matematika hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak dari sustu penyelesaian analitik. Hal ini akan menyebabkan adanya selisih antara nilai dari penyelesaian analitik dengan nilai dalam penyelesaian secara numerik yang biasa disebut sebagai galat (error). Error yang dihasilaknan dari sustu penyelesaian secara numerik dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu :

1. Kesalahan Bawaan

Adalah kesalahan dari nilai data yang biasanya disebabkan karena kesalahan penyalinan data , salah dalam membaca skala, atau

kurangnya pengetian dalam mengenal hukum-hukum fisika (terutama dalam masalah pengukuran).

(21)

2. Kesalahan Pembulatan

Adalah kesalahan yang terjadi karena tidak diperhitungkanya beberapa angka terakhir dari suatu bilangan. Hal ini terjadi apabila bilangan perkiraan digunakan untuk menggantikan bilangan eksak.

Contoh :

8632574 dapat dibulatkan menjadi 8633000 3.1415926 dapat dibulatkan menjadi 3.14

3. Kesalahan Pemotongan

Yaitu kesalahan yang terjadi akibat tidak dilakukannya perhitungan sesuai dengan prosedur matematika yang benar. Misalnya pada suatu proses perhitungan tak hingga yang diganti dengan proses terhingga. Contoh :         ! 4 ! 3 ! 2 1 4 3 2 x x x x ex

Nilai eksak diperoleh apabila semua suku diperhitungkan namun dalam prakteknya sangat sulit memperhitungkan bilangan tak hingga. (Triatmojo,2002)

Terdapat 2 jenis kesalahan (error) yaitu : 1. Kesahan Absolut (absoluth error)

Didefinisikan sebagai berikut :

eksak nilai perkiraan nilai abs  

(22)

2. Kesalahan Relatif

Didefinisikan sebagai berikut :

eksak nilai eksak nilai perkiraan nilai rel   

Dengan presentase kesalahan yaitu :

% 100 /rel x abs prc   

(Purcell & Verberg, 1998)

Namun pada pendekatan numerik secara ietratif, perkiraan sekarang berdasar pada perkiraan sebelumnya. Maka error merupakan selisih antara perkiraan sebelumnya dan perkiraan sekarang sehingga error relatif yang digunakan didefinisikan sebagai berikut :

n ke iterasi dari perkiraan P n ke iterasi dari perkiraan P Dengan x P P P n n n n n rel         : 1 : : % 100 1 1 1  (Munir, 2006)

2.8 Syarat Konvergensi Metode Iterative

1. Kovergensi Metode Jacobi

Iterasi Metode Jacobi akan konvergen ke suatu nilai x jika memenuhi karakteristik berikut :

(23)

b. Diagonalnya tidak ada unsur nol, atau aii0

c. Matriks koefisien sistem persamaan linearnya dominan diagonal Suatu matriks dikatakan dominan diagonal (baris) jika :

 

n i j j ij

a

d

1 1

d. Iterasi dikatakan konvergen pada suatu nilai x jika     ) ( ) 1 ( ) ( k k k x x x

2. Konvergensi Metode Gauss-Seidel

a. Metode Gauss-Seidel konvergen jika sistem persamaan linear konvergen pada Metode Jacobi

b. Jika radius spektral (T)1

Teorema 1 :

Untuk sebarang nilai awal n R x(0) pada

 

( ) 0 k k x Didefinisikan dengan c T x(k) (k1) untuk k1

akan konvergen pada solusi tunggal jika dan hanya jika (T)1.

Bukti :

(24)

c T T x T c c c Tx T T c c Tx T c Tx x k k k k k k ) 1 ( ) ) ( ( ) ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) (                    

Selama (T)1 matriks T konvergen dan 0    ) 0 ( x T im l k k

3. Konvergensi Metode SOR

a. Metode SOR akan konvergen jika sistem persamaan linear(SPL) konvergen pada metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel

b. Jika matriks koefisien memenuhi aii 0 untuk i=1, 2, 3, ...n dan 1

) (T

 maka SPL akan konvergen untuk 0 2.

c. Jika A adalah matriks koefisien yang definit positif dan 0 2 maka metode SOR akan konvergen untuk berapapun nilai awal x(0). d. Jika A adalah matrik koefisien yang definit positif dan merupakan

matriks tridiagonal maka

(T)

2 1 maka  optimal yang dapat dipilih agar iterasi konvergen yaitu :

2

)

(

1

1

2

j

T

(Burden, 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, agar penghuni rumah bisa mengetahuinya, digunakanlah teknologi mikrokontroler ini sebagai alat yang mengendalikan alarm berupa suara dan lampu pengawas pada pagar

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan tempat tinggal dengan penyalahgunaan alkohol pada remaja laki-laki di

Abstrak - Jembatan merupakan suatu bagian dari jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus karena adanya rintangan seperti sungai, danau, lembah,

Cedera aksonal difus menggambarkan kerusakan otak dimana terjadi disrupsi dari proyeksi akson neuronal pada substansi alba cerebral, dan terjadi pada pasien yang mengalami

Ruang lingkup asesmen pada saat anak telah belajar di kelas, meliputi penilaian untuk menentukan apa yang harus diajarkan kepada siswa, dan penilaian untuk menentukan

lahan dan faktor yang mempengaruhinya atau faktor determinan. Penelitian berlokasi di HouayXai District, Bokeo Province, Laos. Hasil pemetaan menunjukkan perubahan

Salah satu konsep pemasaran adalah volume penjualan yang menguntungkan, artinya adalah laba dapat diperoleh melalui.. pemasaran terhadap konsumen. Basu Swasta D.H, MBA.