• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI). 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI). 1"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dunia yang berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Oleh karena itu, barang dan jasa produksi merupakan suatu hasil kemampuan dari kreativitas manusia yang dapat menimbulkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI).1

Saat ini, HKI telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat perhatian, baik di forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS) dalam paket World Trade Organization (selanjutnya ditulis WTO) pada Tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI diseluruh dunia.

Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah kekayaan manusia yang tidak berwujud nyata tetapi berperan besar dalam memajukan peradaban umat manusia, sehingga perlindungan HKI diberikan oleh negara untuk merangsang minat para Pencipta, Penemu, Pendesain, dan Pemulia, agar mereka dapat lebih bersemangat dalam menghasilkan karya-karya intelektual yang baru demi kemajuan masyarakat.

Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan intelektual manusia dalam berbagai bidang yang menghasilkan suatu proses atau

1 Surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No.M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.24/M/PAN/1/2000 menyebutkan bahwa istilah Hak Kekayaan Intelektual dapat disingkat dengan HKI atau HAKI. Lihat A. Zen purba: “Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Sistem HAKI Nasional “, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol.13, April 2001. Dalam tulisan ini akan memakai singkatan HAKI, namun juga tidak menutupkemungkinan mengutip HKI atau HAKI bila asli kutipan demikian; namun pengertian yang dimaksud adalah sama.

(2)

produk yang bermanfaat bagi umat manusia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra di bidang teknologi merupakan contoh karya cipta sebagai hasil kreativitas intelektual manusia, melalui cipta, rasa, dan karyanya. Karya cipta tersebut menimbulkan hak milik bagi pencipta atau penemunya.Jadi, HAKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial.2

Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat, juga mendorong globalisasi Hak Kekayaan Intelektual. Suatu barang atau jasa yang hari ini diproduksi di satu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan di negara lain. Kehadiran barang atau jasa yang dalam proses produksinya telah menggunakan Hak Kekayaan Intelektual, dengan demikian juga telah menghadirkan Hak Kekayaan Intelektual pada saat yang sama ketika barang atau jasa yang bersangkutan dipasarkan. Kebutuhan untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual dengan demikian juga tumbuh bersamaan dengan kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa sebagai komoditi dagang. Kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa dari kemungkinan pemalsuan atau dari persaingan yang tidak wajar (curang), juga berarti kebutuhan untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan pada atau untuk memproduksi barang atau jasa tadi.

Pengaturan Merek dalam ruang lingkup Hak Atas Kekayaan Inteletual (HAKI), diuraikan bahwa UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan UU No. 21 Tahun 1961 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan di bidang perdagangan, yang sebetulnya sudah disempurnakan melalui UU No. 14 Tahun 1997. Sejauh menyangkut prinsip-prinsip pokok dan pengertian-pengertian, ternyata UU No. 19 Tahun 1992 tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 1997 yang secara substansial

(3)

telah menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam Perjanjian TRIP’S).3

Indonesia saat ini telah mempunyai undang Merek terbaru yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yang diUndang-undangkan pada tanggal 1Agustus 2001 seiring dengan telah diratifikasinya Konvensi Pembentukan World Trade Organization (WTO). Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Latar belakang lahirnya Undang-Undang Merek antara lain didasari munculnya arus globalisasi di segenap aspek kehidupan umat manusia, khususnya di bidang perekonomian dan perdagangan. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi mendorong tumbuhnya integrasi pasar perekonomian dan perdagangan global. Kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi atas suatu produk sekarang ini merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar, oleh karena itu perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari Hak Kekayaan Intelektual, khususnya hak atas merek suatu produk akan menjadi sangat penting yaitu dari segi perlindungan hukum, karenanya untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah, mengingat

3

(4)

dibutuhkannya juga waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran.

Setelah Undang-undang tersebut berlaku, pemerintah pun segera melakukan tindakan pembenahan dalam setiap hal yang berkaitan dengan merek. Hal ini untuk memberikan pelayanan bagi para pengusaha atau pedagang agar dalam mengembangkan usahanya, mereka memperoleh perlindungan hukum atas tenaga, pikiran, waktu dan biaya yang telah mereka korbankan dalam rangka membangun suatu reputasi perusahaan dalam wujud merek. Adanya pengaturan tentang merek diharapkan dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya, serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri.4 Hal ini tertuang dalam konsiderans Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek bagian menimbang butir a yang berbunyi: “bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.5

Merek menurut UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Pada dasarnya, merek di bedakan menjadi merek dagang dan merek jasa serta merek kolektif. Sebenarnya, merek sudah di gunakan sejak lama untuk menandai produk dengan tujuan menunjukkan asal-usul barang.Perlindungan hukum atas merek semakin meningkat seiring majunya perdagangan dunia. Demikian juga pun merek makin

4

H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), ( PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 329.

5

Republik Indonesia, ,Lembaran Negara Tahun 2001No.110,Undang-undang No 15 Tahun 2001, Tentang Merek, Jakarta: 1 Agustus 2001, bagian “menimbang” butir a.

(5)

meningkat untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya serta untuk menghindari peniruan.6

Undang-Undang Merek 2001 tidak menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya intelektual. Sebuah karya yang didasarkan kepada olah pikir manusia, yang kemudian terjelma dalam bentuk benda immaterial. Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam kerangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak cipta.7

Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Merek dengan brand image-nya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu, merek adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan yang dapat menghasilkan aspek keuntungan besar, tentunya bila di dayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan manajemen yang baik.8

Merek berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya; sebagai alat promosi sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya; dan jaminan atas mutu barangnya. Dalam era perdagangan bebas seperti sekarang ini, merek merupakan suatu basis dalam perdagangan modern. Dikatakan basis karena merek dapat menjadi dasar perkembangan perdagangan modern yang dapat digunakan sebagai Goodwill, lambang,

6

Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia Indonesia,Bogor, 2005, hlm. 7.

7Erma Wahyuni, Op. Cit. hlm 75. 8

(6)

standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar dan diperdagangkan dengan jaminan guna menghasilkan keuntungan besar. Terdapatnya merek dapat lebih memudahkan konsumen mendapatkan produk yang akan dibeli oleh konsumen dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, maupun atribut lain yang melekat pada merek.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mewajibkan merek tersebut didaftarkan, agar setiap produsen atau pengusaha atau pedagang mempunyai jaminan perlindungan hukum terhadap hak atas merek barang dagangannya, Dengan terdaftarnya merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang tersebut, barulah pemegang merek akan diakui atas kepemilikan merek produk dagangannya. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dianut oleh Undang-undang Merek Indonesia, yakni first to file principle, bukan first come, first out principle.Berdasarkan prinsip tersebut, maka seseorang yang ingin memiliki hak atas merek harus melakukan pendaftaran atas merek yang bersangkutan.9

Kebutuhan untuk melindungi hak merek, termasuk merek terkenal menjadi hal yang sangat penting, ketika dalam praktek perdagangan barang atau jasa dijumpai adanya pelanggaran dibidang merek yang merugikan semua pihak, tidak saja pemilik merek yang berhak, tetapi juga konsumen sebagai pemakai barang atau jasa.

Adanya perlindungan terhadap merek melalui ketersediaan Undang-undang merek seharusnya sudah dapat mengatasi permasalahan-permasalahan merek yang muncul di Indonesia. Sayangnya, permasalahan yang terkait dengan merek, khususnya merek terkenal justru semakin banyak dan kompleks antara lain pelanggaran merek dengan menjiplak, memalsukan, dan juga pendomplengan. Seolah-olah undang-undang merek belum mampu memberikan penyelesaian berbagai permasalahan pelanggaran hukum merek yang terjadi di Indonesia. Tahapan suatu merek dari suatu produk menjadi sebuah merek yang dikenal (well known/famous mark) oleh masyarakat konsumen dan menjadikan merek yang dikenal oleh

9

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 85.

(7)

masyarakat sebagai aset perusahaan adalah tahapan yang sangat diharapkan, baik oleh produsen maupun pemilik merek, tahapan ini disebut sebagai ekuitas merek.

Terkait dengan pengertian merek terkenal, yurisprudensi Mahkamah Agung telah pula memberikan kriteria sebagai berikut “Suatu merek termasuk dalam pengertian Well-Known Marks pada prinsipnya diartikan bahwa merek tersebut telah beredar keluar dari batas-batas regional, malahan sampai kepada batas-batas transnasional, karenanya apabila terbukti suatu merek telah didaftar dibanyak negara didunia, maka dikwalifisir sebagai merek terkenal karena telah beredar sampai ke batas-batas diluar negara asalnya.10 Yurisprudensi Mahkamah Agung juga memberikan kreteria hukum sebagai berikut, “Kriteria terkenal atau tidaknya suatu merek yang merupakan masalah hukum dan tunduk pada pemeriksaan kasasi, kiranya telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung, yang didasarkan pada apakah suatu merek telah menembus batas-batas nasional dan regional, sehingga merek tersebut sudah nasional dan regional, sehingga merek tersebut sudah berwawasan globalisasi dan dapat disebut merek yang tidak mengenal batas dunia.11

Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak menjabarkan defenisi dari merek terkenal. Akan tetapi berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.03-HC.02.01 tahun 1991 yang menyatakan bahwa merek terkenal adalah sebuah merek dagang secara umum dikenal dan digunakan dalam perdagangan barang dan jasa oleh seorang individu atau badan hukum di wilayah Republik Indonesia ataupun Negara-negara lain, secara hukum menunjukkan bahwa Indonesia mengakui adanya keberadaan merek terkenal di dalam wilayahnya dan secara global.12

Kenyataannya sekarang ini ialah banyaknya pelanggaran terhadap pemanfaatan merek-merek terkenal yang disebabkan karena menjanjikan keuntungan yang besar dengan

10

Lihat Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1486 K/Pdt./1991 tanggal 28 Nopember 1995

11

Lihat Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 426 PK/Pdt./1994, tanggal 3 Nopember 1995,

12

http:/ /www.dgip.go.id.8080 / article /article view /74/1/17 (diakses tanggal 12 Februari 2015, pukul 12.11)

(8)

menggunakan merek-merek terkenal dibandingkan dengan menggunakan merek sendiri. Dalam Undang-Undang Merek Pasal 94 Ayat (1) yang tertulis “Barang siapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barangdan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”, dengan jelas dilarang tetapi yang terjadi sekarang ini khususnya di daerah Kota Medan perdagangan barang-barang contohnya Tas Chanel yang palsu dijual bebas memiliki sangat banyak peminat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut bahwa masih banyaknya celah untuk melakukan pelanggaran merek di Indonesia terutama di Kota Medan, maka dari itu perlu diadakan penelitian yang berhubungan dengan masalah perlindungan hukum terutama merek-merek terkenal dengan harapan apabila telah diketahui faktor-faktor penyebab pelanggaran merek maka dapat dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk mencegah pelanggaran sejenis di masa yang akan datang.

Mengingat krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan barang yang menggunakan merek yang palsu tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan yang asli. Banyaknya peminat dari barang-barang palsu ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dibandingkan dengan harga barang yang aslinya, apalagi dikalangan masyarakat ada dikenal barang kualitas super yang menurut mereka barang yang palsu tersebut kualitasnya hampir sama dengan yang asli dan harganya tentu saja terjangkau dan menguntungkan bagi para produsen. Dengan memanfaatkan merek terkenal, produsen yang ilegal tidak perlu mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena

(9)

mereka tinggal menjiplak produk orang lain. Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta di lapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan namun tetap ingin tampil bergaya mutakhir. Bukan hanya tas banyak barang-barang palsu lain seperti baju, celana, jaket dan berbagai barang elektronik lainnya sangat mudah didapat dan ditemukan di kota-kota besar khususnya Kota Medan,. Peredarannya pun meluas mulai dari kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah. Dengan adanya fakta diatas dapat disimpulkan bahwa banyak sekali permasalahan HKI khususnya merek yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Medan. Bahkan sekalipun Undang-Undang Merek sudah ada tetapi dalam kenyataannya masih banyak penyimpangan – penyimpangan yang terus terjadi padahal dengan adanya Undang-Undang yang mengatur diharapkan terciptanya kepastian dan keadilan bagi semua pihak.

Hal terpenting dalam hukum Merek adalah perlindungan terhadap merek terkenal. Ciri spesifik dari merek terkenal adalah bahwa reputasi dari nama merek tidak terbatas pada produk tertentu atau jenis tertentu, misalnya Panther tidak hanya untuk jenis kendaraan, tetapi juga untuk produk minuman. Perlindungan diberikan dalam hubungan pemakaian secara umum dan tidak hanya berhubungan dengan dengan jenis-jenis barang dimana merek didaftarkan.13

Perkembangan peniruan atau pembajakan merek terkenal ini mulai berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia yang telah menganut system ekonomi terbuka. Hal itu dimulai di awal tahun 70-an ketika kasus TANCHO14 yang terjadi di antara pengusaha lokal Cina dengan perusahaan asing Jepang. Dan kasus-kasus merek terkenal mengalami peningkatan di tahun 80-an sehingga Pemerintah mengganggap perlu

13

Endang Purwaningsih, Op. Cit., hlm. 9.

(10)

mengeluarkan SK Menteri Kehakiman 1987 yang kemudian di revisi lagi di tahun 1991 tentang perlindungan merek terkenal yang justru menambah semarak perkara-perkara pembatalan terkenal yang di ajukan ke Pengadilan.

Seiring dengan berkembangnya perdagangan Internasional, terwujudlah persetujuan TRIP’s yang memuat norma standar perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual, termasuk didalamnya tentang Hak Merek. Indonesia pun telah meratifikasinya di tahun 1997. Setiap revisi dari UU Merek Indonesia dimaksudkan untuk selalu mengikuti perkembangan global, khususnya di dalam perdagangan Internasioanal, menyediakan iklim persaingan usaha yang sehat dan mengadaptasi konvensi-konvensi internasional.

Melihat maraknya pelanggaran akan merek terkenal tersebut diatas serta menimbang pentingnya perlindungan hukum bagi pemilik merek terkenal dan dalam rangka mewujudkan penegakan hukum merek, maka peneliti dalam penelitian ini akan mengangkat isu berupa:“Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan

Merek Terkenal berdasarkan UU No 15 tahun 2001 tentang Merek (Studi di Kota Medan)

B. Permasalahan

1. Bagaimana Praktik Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal di Kota Medan ?

2. Bagaimana Efektivitas UU NO. 15 tahun 2001 tentang Merek dalam Hal Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal di Kota Medan ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak di capai dalam penulisan skripsi ini adalah :

(11)

1. Untuk mengetahui dengan jelas bagaimana Praktik Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal di Kota Medan

2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas dari UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek dalam hal Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal di Kota Medan

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka penerapan ketentuan Undang Merek, guna terwujudnya efektivitas Undang-Undang Merek di tengah-tengah masyarakat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca baik dari kalangan teoritis maupun praktisi hukum, untuk penegakan Undang-Undang Merek sebagaimana mestinya.

E. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam menjawab permasalahan pembahasan skripsi ini adalah Penelitian Yuridis Normatif, yakni mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum di dalam masyarakat.15Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan dengan melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan yang selengkap-lengkapnya tentang merek, khususnya merek terkenal dan untuk mengetahui sejauh mana perlindungan akan pelanggaran merek terkenal

15

(12)

yang terjadi di Kota Medan. Selanjutnya akan dianalisa untuk mencari permasalahannya serta jawaban dari permasalahan tersebut. Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala lainnya.Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori baru.16

2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh informasi atau data yang akurat, yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan dan penyelesaian penulisan skripsi ini maka penelitian dilakukan di Pajak USU dan Pasar Petisah. Di adakan di kota Medan, Sumatera Utara karena Medan merupakan kota besar di Indonesia dengan perdagang barang-barang palsu cukup pesat dikarenakan keinginan masyarakat yang ingin memiliki barang bermerek dengan harga yang relatif murah sangat tinggi.

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini penulis menggunakan populasi yang berada di Kota Medan. Sampel yang digunakan adalah pedagang di Pajak USU, Pasar Petisah dan masyarakat Kota Medan.

4. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: a. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh berdasarkan proses

wawancara terhadap sampel dan narasumber dalam hal ini adalah para pedagang di Pajak USU dan Pasar Petisah Kota Medan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan berupa buku-buku, jurnal, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan merek.

16

(13)

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode library research (penelitian kepustakaan), yakni dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, putusan pengadilan yang berkaitan dengan judul skripsi yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan penganalisaan masalah-masalah yang dihadapi.

Metode lain yang dilakukan selain library research yakni field research artinya mencari dan mempelajari data melalui wawancara berupa tanya jawab yang dilakukan secara langsung dengan responden. Responden yang dimaksud dalam hal ini yakni pedagang di Pajak USU dan Pasar Petisah. Selanjutnya dengan memanfaatkan Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis kepada responden. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang relavan dengan tujuan penelitian, guna memperoleh informasi sedetail dan seakurat mungkin.

6. Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data pada penelitian ini adalah dengan metode analisis kualitatif dengan cara pengolahan yang deskriptif. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yakni data yang diperoleh dari hasil penelitian, dikelompokkan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti berdasarkan kualitas kebenarannya sehingga akan memperoleh kesimpulan dari permasalahan yang ada. Analisis dalam penelitian ini bersifat deskriptif, yakni metode pelaporan dalam penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan menyusun, menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan dari permasalahan yang ada.

(14)

Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan mengunakan metode deduktif, yaitu cara penarikan kesimpulan yang dilakukakan akan dibahas terlebih dahulu tentang data secara umum yang sudah diketahui, diyakini, dan dikumpulkan secara lengkap. Kemudian, melalui data atau gejala umum ini dibandingkan serta dianalisis dengan data atau gejala-gejala yang diteliti dalam lapangan yang bersifat khusus.17 Dengan begitu, kesimpulan dapat berupa apakah data atau gejala di lapangan sesuai atau tidak dengan data bersifat umum yang diyakini tersebut.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal berdasarkan UU No 15 tahun 2001 tentang Merek (Studi di Kota Medan)” merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dan oleh karena itu, sudah seharusnya bahwa penulisan skripsi ini didasarkan pada ide dan pemikiran secara pribadi, terlepas dari segala bentuk peniruan (plagiat).

Berdasarkan pengamatan dan penulusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada lingkungan Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi dengan judul yang telah disebutkan diatas belum pernah dilakukan dengan pendekatan yang sama. Namun terdapat beberapa skripsi yang telah mengulas masalah pelanggaran Merek yang sama, misalnya:

1. Ides Maria Thresia Munthe, 010222096. Fungsi Pendaftaran Merek Dagang Asing dengan Peranannya dalam Mengatasi Pemalsuan Merek (UU No. 15 Tahun 2001) Permasalahan :

(15)

a. Bagaimana bentuk penyelesaian hukum yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran hak merek barang terdaftar?

b. Bagaimana sanksi hukum yang dapat diberikan Undang-Undang terhadap pelanggaran merek barang terdaftar tersebut ?

c. Bagaimana sistem pendaftaran hak atas merek ?

d. Bagaimana perlindungan hukum hak atas merek terdaftar di Indonesia ? e. Bagaimanakah pembatalan pendaftaran merek barang terdaftar?

2. Winca Purba, 030200089. Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Bidang Merek Menurut Konsepsi UU Merek (UU NO.15 TAHUN 2001) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No.02/Merek/2004/PN.Niaga Mdn)

Permasalahan :

a. Bagaimana kedudukan pemilikan hak atas merek terdaftar oleh Pemegang merek yang sah ?

b. Bagaimana fungsi pendaftaran hak atas merek dalam perdagangan Nasional ?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penyelesaian perselisihan pada pemakaian merek yang sama dalam pasar perdagangan Nasional ?

G. Sistematika Penulisan

Adapun yang menjadi sistematika penulisan skripsi yang digunakan secara garis besar dapat di uraikan sebagai berikut :

(16)

Bab ini menguraikan tentang pokok-pokok latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan

Bab II . Tinjauan Umum Tentang Merek

Pada bab ini penulis akan meninjau merek secara kepustakaan, yakni defenisi merek, perkembangan hukum merek di Indonesia, jenis dan bentuk merek, permohonan pendaftaran merek dengan pembagian syarat dan tata cara, merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak, permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas, pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek, perubahan dan penarikan kembali permohonan pendaftaran merek, dan mengenai pendaftaran merek, pemeriksaan substantive, pengumuman permohonan, keberatan dan sanggahan, pemeriksaan kembali, permohonan banding kepada komisi banding merek, serta pengalihan hak atas merek.

Bab III. Tinjauan Umum Tentang Merek Terkenal

Pada bab ini penulis akan meninjau merek terkenal secara kepustakaan, yakni kriteria merek terkenal, merek terkenal dalam UU No 15 Tahun 2001, merek terkenal dalam TRIPs dan merek terkenal dalam Konvensi Paris.

Bab IV. Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal berdasarkan UU No 15 tahun 2001 tentang Merek (Studi di Kota Medan)

Bab ini berisikan mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan penulis yakni, bagaimana praktik perdagangan barang tiruan yang menggunakan merek terkenal di Kota Medan, bagaimana efektivitas

(17)

UU NO. 15 tahun 2001 tentang Merek dalam hal praktik perdagangan barang tiruan yang menggunakan merek terkenal yang marak terjadi di Kota Medan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Merupakan Bab terakhir dari keseluruhan tulisan yang disampaikan penulis. Dimana pada bab ini, penulis akan merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan dan dilanjutkan dengan memberikan beberapa saran yang diharapkan akan berguna dalam praktik sehari-hari

Referensi

Dokumen terkait

skripsi dengan judul “ Fitoremediasi Tanah Sawah Terkontaminasi Pb Menggunakan Kombinasi Pupuk Anorganik, Agrobacterium sp I 3 atau Kompos dengan Rami ” dapat

Faktor varietas pisang (V) berpengaruh nyata terhadap aroma, rasa, dan warna yang timbul pada sari buah pisang, sedangkan konsentrasi ragi (S) tidak berpengaruh nyata terhadap

Bila satu pa- sangan suami istri terancam bercerai, segala usaha harus dibuat oleh pasangan itu dan oleh anggota jemaat atau keluarga yang menggembalakan mereka untuk men-

Maka, bila ditinjau dari sisi penderma, waktu terbaik untuk memberikan dana adalah pada saat penderma sedang berlatih me- ditasi vipassanā dan secara otomatis hal

Hu& chuang menyatakan bahwa produk merek retail tidak membutuhkan iklan karena akan dijual dengan strategi yang berbeda dengan produk manufaktur.. Produk retail

Penelitian mengenai terapi musik religi telah di lakukan untuk meningkatkan kebutuhan tidur pada lansia (Chun, 2014), namun belum ada penelitan yang menganalisis pengaruh musik

Pakaian adat batak karo untuk laki-laki menggunakan uis nipes beka buluh atau kain sebagai penutup kepala, sertali rumah-rumah atu hiasan leher, sertali rumah- rumah

Tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 20 peserta didik yang menjadi sampel dalam penelitian ini, terdapat 2 peserta didik atau 10% yang memilih selalu mengulangi