• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis

Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan gaharu yang terbentuk dari gigitan tupai, fungi yang menempel pada batang, pemangkasan dahan dan pelukaan akar. Hasil isolasi total mikrob pada beberapa pohon A.

malaccensis disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Populasi Mikrob pada Beberapa Pohon A. malaccensis Kode Pohon Fungi Bakteri SPK/gram BKM G1 0.54 x 104 11.97 x 107 G2 6.87 x 104 1.28 x 107 G3 5.34 x 104 0.30 x 107 G4 1.86 x 104 7.06 x 107 G5 0.46 x 104 3.00 x 107 G6 0.02 x 104 13.53 x 107 Rata-rata 3 x104 6.19 x 107

Berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan dari ke enam sampel, diketahui populasi fungi paling banyak ada pada G2. Populasi bakteri terbanyak didapat pada sampel G6. Pada sampel yang sama, dapat diketahui juga bahwa populasi fungi lebih rendah dibanding yang lain. Sampel G3 mempunyai populasi bakteri terendah dibandingkan ke lima sampel yang lain. Populasi mikrob terbanyak (bakteri dan fungi) pada A. malaccensis (G2 dan G6) terdapat pada bagian dahan pohon dan gaharu terbentuk secara alami. Pada sampel dengan populasi bakteri paling rendah (G3) gaharu terbentuk dari proses pemangkasan dahan.

Populasi mikrob dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti: suhu, kelembaban, pH, ketersediaan oksigen, cahaya, dan tekanan osmotik. Faktor lingkungan yang berperan penting terhadap jumlah populasi mikrob pada beberapa pohon A. malaccensis adalah cahaya. Zabel & Morrel (1992) menyatakan, secara umum cahaya berbahaya untuk pertumbuhan vegetatif mikrob

(2)

perusak kayu dan menyebabkan berkurangnya tingkat pertumbuhan mikrob. Hal ini kemungkinan disebabkan efek dari intensitas radiasi ultraviolet (UV) yang tinggi.

Pernyataan Zabel & Morrel (1992) menjelaskan kondisi yang terjadi pada G2, G3, dan G6. Meskipun ketiganya diambil dari bagian dahan pohon, tapi G3 memiliki total populasi bakteri paling sedikit dibanding pohon lain (0.30 x 107). Banyaknya populasi fungi pada G2 (6.87 x 104) dan bakteri pada G6 (13.53 x 107) dikarenakan sampel G2 dan G6 tertutupi oleh kanopi. Tutupan kanopi membuat mikrob terlindung dari radiasi UV dan menjaga kelembaban sehingga mikrob bisa tumbuh dengan baik. Kanopi juga menyediakan banyak oksigen dari hasil fotosintesis yang dibutuhkan organisme aerob.

Sedikitnya populasi bakteri pada G3 dikarenakan gaharu yang terbentuk berasal dari pemangkasan dahan, sehingga sampel tidak mendapatkan perlindungan dari radiasi matahari. Selain itu, pemangkasan dahan menyebabkan nutrisi pada tanaman berkurang karena tidak mendapatkan nutrisi yang merupakan hasil fotosintesis. Ketersediaan nutrisi yang sedikit menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat dan populasi lebih sedikit dari yang lain.

Keadaan yang terjadi pada G6 mengindikasikan adanya kompetisi antara bakteri dan fungi. Madigan et al. (2009) mengungkapkan kompetisi di antara mikrob dipengaruhi oleh tingkat penyerapan nutrisi, tingkat metabolisme, dan tingkat pertumbuhan. Bakteri memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibanding fungi karena penyerepan nutrisinya lebih tinggi. Terbatasnya nutrisi yang didapat oleh fungi menyebabkan rendahnya populasi fungi yang ada pada G6.

Hasil penelitian Sumarna (2008) menunjukkan suhu udara Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi berkisar antara 20 – 33o C. Suhu pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa mikrob yang ada termasuk ke dalam kelompok mesofil (mikrob yang hidup pada kisaran suhu 8 – 48oC). Zabel & Morrel (1992) mengemukakan bahwa suhu memberikan efek langsung terhadap aktivitas metabolisme mikrob. Reaksi metabolisme akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai batas tertentu.

(3)

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa, banyaknya populasi bakteri dan fungi yang terdapat pada beberapa pohon A. malaccensis tidak berkorelasi dengan banyaknya gaharu yang ditemukan pada pohon tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan, gaharu banyak terbentuk pada pohon G1. Hasil isolasi menunjukkan bahwa populasi bakteri dan fungi terbanyak tidak berasal dari pohon G1, tetapi berasal dari pohon G6 (13.53 x 107) dan G2 (6.87 x 104).

Untuk mendapatkan isolat terbaik, dilakukan seleksi terhadap isolat yang telah didapat. Seleksi dilakukan berdasarkan kemampuan isolat melarutkan selulosa dan pektin. Aktivitas selulolitik dan pektinolitik ditentukan berdasarkan pembentukan zona bening pada media biakan setelah dilakukan pewarnaan. Dari hasil isolasi diperoleh 19 isolat fungi dan 9 isolat bakteri. Setelah dilakukan uji pelarutan selulosa dan pektin didapatkan 5 isolat terbaik yang terdiri dari 3 isolat fungi dan 2 isolat bakteri, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks Pelarutan Isolat Terbaik dari beberapa Pohon A. malaccensis Mikrob Kode Isolat Indeks

selulolitik

Indeks

Pektinolitik Asal Pohon

Fungi F1 1.95 1.18 G5, G6

F18 2.00 1.20 G1

F19 2.00 2.03 G2

Bakteri B7 1.60 2.67 G3

B8 4.20 2.27 G3

Pengujian berdasarkan zona bening menghasilkan indeks selulolitik antara 1.95 – 2.00 untuk fungi, dengan indeks tertinggi pada F18 dan F19 sebesar 2.00. Indeks selulolitik bakteri 1.60 pada B7 dan 4.20 pada B8. Sedangkan pengujian pektinase menghasilkan indeks antara 1.20 – 2.03 untuk fungi dengan indeks tertinggi 2.03 oleh F19. Pengujian pektinolitik bakteri adalah 2.27 dan 2.67 dengan indeks tertinggi adalah B7.

Terbentuknya zona bening pada uji pelarutan selulosa merupakan hasil dari penguraian selulosa oleh tiga kompleks enzim selulase (endoglukanase,

(4)

eksoglukanase, dan ß-glukosidase). Ketiga enzim ini bekerja secara terstruktur seperti dijelaskan oleh Teeri et al. (1997 dalam Lynd et al., 2002). Endoglukanase memotong secara acak ikatan internal selulosa amorf pada rantai selulosa, selanjutnya eksoglukanase mereduksi ujung rantai menjadi glukosa dan selobiosa. Selanjutnya, ß-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa yang bisa digunakan oleh mikrob.

Terbentuknya zona bening pada pengujian pektin karena adanya degradasi pektin oleh enzim pektinase atau pektolitik. Agrios (2005) menjelaskan, proses degradasi pektin diawali oleh kerja enzim pektin metil esterase yang membuang cabang dari rantai pektin. Pektin metil esterase merubah tingkat kelarutan pektin sehingga mudah dipisahkan oleh pektinase. Selanjutnya, rantai pektin melepaskan rantai yang lebih pendek yang terdiri dari satu atau beberapa molekul galakturonan. Rantai galakturonan dipecah oleh enzim pektinase berupa Poligalakturonase dan pektinliase. Pemecahan ini dilakukan agar galakturonan bisa dimanfaatkan mikrob. Poligalakturonase dan Pektinliase memutuskan rantai dengan menghidrolisis penghubung di antara dua molekul galakturonan.

Pektinase dan selulose sebagai enzim pendegradasi dinding sel merupakan faktor penting dalam patogenesis. Hal ini dikarenakan degradasi pektin dan selulosa akan melemahkan dinding sel tanaman. Degradasi pektin menyebabkan terputusnya ikatan antara selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel. Degradasi selulosa akan melemahkan dinding sel karena jumlah selulosa paling banyak dibanding pektin dan hemisellulosa.

4.2 Hubungan Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik dengan Pembentukan Gaharu

Hipotesis pertama pembentukan gaharu adalah karena adanya infeksi dari patogen yang menyebabkan keluarnya resin. Mikrob yang berada pada gubal gaharu bisa jadi ikut dalam pembentukan gaharu atau hanya sebagai mikrob yang berasosiasi pada pohon tersebut, karena itu tidak semua mikrob bisa menyebabkan terbentukya resin. Mikrob pendegradsi selulosa dan pektin diharapkan bisa memicu pembentukan gaharu. Pohon gaharu diharapkan mengeluarkan resin karena adanya mikrob yang menjadi parasit pada pohon tersebut. Untuk

(5)

membuktikan hipotesis pertama, dilakukan pendataan banyaknya mikrob selulolitik, pektinolitik, serta mikrob selulolitik dan pektinolitik pada beberapa pohon A. malaccensis.

Dari Tabel 3 berikut ini diketahui bahwa, fungi pendegradasi selulosa terbanyak ditemukan pada pohon G1 dan G5 di mana masing–masing pohon terdapat 3 jenis fungi. Fungi pendegradasi pektin terbanyak terdapat pada pohon G1, G5, dan G6 sebanyak 3 jenis fungi per pohon. Fungi yang mendegradasi selulosa dan pektin terbanyak pada pohon G1 dengan jumlah 3 jenis. Bakteri terbanyak yang mampu mendegradasi selulosa, pektin, ataupun mendegradasi keduanya didapatkan dari pohon G3 sebanyak 2 jenis.

Tabel 3. Banyaknya Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik pada Beberapa Pohon A.

malaccensis

Kode Pohon Selulolitik Pektinolitik

Selulolitik & Pektinolitik

Fungi Bakteri Fungi Bakteri Fungi Bakteri

G1 3 1 3 0 3 0 G2 2 0 2 0 1 0 G3 1 2 2 2 1 2 G4 1 0 0 0 0 0 G5 3 1 3 0 2 0 G6 2 0 3 0 2 0

Banyaknya jenis fungi yang ditemukan pada G1 sejalan dengan banyaknya gaharu yang terbentuk pada pohon ini. Pada pohon G1 banyak ditemukan bekas gigitan tupai (Lampiran 2). Gigitan tupai ini bisa mempengaruhi banyaknya jenis fungi maupun bakteri yang ditemukan pada pohon G1. Hal ini dikarenakan tupai bisa menjadi media perpindahan bakteri ataupun spora fungi dari suatu tempat ke tempat lain. Pohon G2 memiliki populasi fungi terbanyak, tapi fungi yang bisa melarutkan selulosa atau pektin tidak sebanyak G1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua fungi bisa merangsang pembentukan gaharu.

4.3 Peran Hara Tanaman terhadap Populasi Mikrob dan Pembentukan Gaharu

Unsur hara sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara juga dibutuhkan untuk pertumbuhan mikrob sebagai sumber nutrisi. Mikrob mendapatkan sumber nutrisi dengan cara menguraikan senyawa

(6)

organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme. Proses metabolisme menghasilkan senyawa yang lebih sederhana yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk mikrob. Karena itulah, mikrob bisa ditemukan bersimbiosis dengan tanaman, baik simbiosis mutualisme, komensalisme, ataupun parasitisme.

Sebagai sumber nutrisi, unsur hara mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan mikrob. Fungsi unsur hara pada pertumbuhan mikrob di jelaskan Zabel & Morrel (1992) dan Madigan et al. (2009). Unsur Nitrogen (N) berfungsi untuk sintesis protein dan unsur pokok lain seperti: nukleoprotein, lipoprotein, enzim dan kitin. Unsur Fosfor (P) berfungsi untuk sintesis asam nukleat dan fosfolipit. Kalsium (Ca) berperan menjaga kestabilan dinding sel pada kebanyakan mikrob. Unsur logam juga dibutuhkan mikrob untuk reaksi enzimatik.

Tabel 4. Kandungan Hara pada Beberapa Pohon A. malaccensis

Merujuk pada Tabel 4, diketahui unsur hara yang tertinggi pada beberapa pohon A. malaccensis adalah nitrogen (N). Rata – rata kadar N 1.40%, dengan kadar N tertinggi pada G1 (1.58%). Hal ini sejalan dengan pendapat Sutejo (2002)

Kode Pohon N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn % ppm G1 1.58 0.07 0.70 0.57 0.26 265 32 136 2325 G2 1.43 0.26 0.63 0.60 0.17 198 41 159 1815 G3 1.16 0.06 0.52 0.62 0.16 82 3 86 1919 G4 1.24 0.06 0.46 0.74 0.19 137 34 110 1785 G5 1.57 0.20 0.69 0.62 0.32 94 37 111 1381 G6 1.42 0.10 0.81 0.49 0.21 98 8 77 1286 Rataan 1.40 0.13 0.64 0.60 0.22 146 26 113 1752 Mg

(7)

yang menyatakan bahwa nitrogen menjadi bahan terbanyak yang dikandung oleh tanaman setelah C, H, dan O. Kadar Fe dan Mn pada G1 juga paling tinggi dari ke enam sampel, yaitu 265 ppm Fe dan 2325 ppm Mn. Sementara itu pohon G2 memiliki kadar P, Cu, dan Zn tertinggi sebesar 0.26% untuk P, 41 ppm untuk Cu, dan 159 ppm untuk Zn. Kadar Ca tertinggi adalah 0.74% pada G4. Untuk kadar K dan Mg tertinggi berada pada G6 dan G5 sebesar 0.81% dan 0.32%.

Merujuk pada Tabel 4, terlihat bahwa kadar unsur mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn) berkorelasi dengan populasi fungi pada beberapa pohon A. malaccensis. Pohon G2 yang memiliki kadar unsur mikro tinggi memiliki populasi fungi yang banyak (6.87 x 104). Rendahnya kadar unsur mikro pohon G6 berkorelasi dengan sedikitnya populasi fungi (0.02 x 104) pada pohon tersebut. Kadar hara tanaman tidak begitu berpengaruh pada populasi bakteri. Rendahnya kadar unsur makro dan mikro pohon G3 berkorelasi dengan sedikitnya populasi bakteri (0.30 x 107) pada pohon tersebut. Pohon G6 yang memiliki populasi bakteri paling banyak (13.53 x 107) memiliki kadar unsur mikro rendah, dan unsur makro tidak terlalu tinggi.

Mikrob pada tanaman mendapatkan sumber nutrisi dari throughfall dan

stemflow. Throughfall adalah bagian curah hujan yang lolos mencapai tanah

melalui sela-sela kanopi ataupun sebagai jatuhan setelah tersangkut di kanopi.

Stemflow adalah bagian curah hujan yang mencapai tanah dengan mengalir pada

batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Schort et al. (2001) yang menunjukkan bahwa throughfall dan stemflow umumnya mengandung beberapa hara potensial (N, P, K, Ca, Mg). Hara tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikrob. Sridhar (2009) menambahkan, throughfall dan

stemflow ini menguntungkan bagi mikrob karena mereka bisa mendapatkan nutrisi

dari bahan yang tersedia (daun, kulit kayu, ranting, dan sampah kering).

Tingginya kadar N dan Mn pada G1 berkorelasi dengan banyaknya gaharu yang didapatkan pada pohon ini. Pada G1 ditemukan gaharu yang terbentuk dari gigitan tupai dan pemangkasan dahan bagian pucuk. Gaharu yang terbentuk pada G1 berwarna lebih hitam dibanding gaharu dari lima pohon lain. Hal ini

(8)

dikarenakan nitrogen (N) dibutuhkan untuk memproduksi fitoaleksin dan unsur mangan (Mn) dalam tanaman berfungsi mengaktifasi senyawa aromatik.

Fitoaleksin adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup hanya setelah dirangsang oleh berbagai mikrob patogenik atau oleh kerusakan mekanis dan kimia (Agrios,1997). Gangguan mekanis pada G1 berupa gigitan tupai dan pemangkasan dahan bagian pucuk lebih banyak dibanding pohon lain (Lampiran 2). Pada pohon G1 juga ditemukan fungi selulolitik dan pektinolitik terbanyak (Tabel 3). Keadaan ini merangsang pohon memproduksi fitoaleksin lebih banyak dari lima pohon lainnya sebagai mekanisme pertahanan diri berupa senyawa sesquiterpenoid yang beraroma harum.

4.4 Hasil Uji Lapang

Uji lapang isolat terpilih dilaksanakan di Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Inokulasi dilakukan pada bulan Mei 2012 dan pengamatan dilakukan pada bulan Oktober 2012. Hasil uji lapang berupa jarak vertikal dan horizontal jaringan batang yang berwarna kecoklatan di sekitar lubang bor ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Panjang Infeksi yang Terbentuk pada Pohon A. malaccensis Setelah Inokulasi

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, infeksi yang terbentuk cenderung ke arah vertikal dibandingkan arah horizontal (sejajar diameter batang).

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 F1 F18 F19 B7 B8 Pan ja n g In fe ks i (C m ) Kode Isolat

Chart Title

Vertikal Horizontal

Panjang Infeksi yang Terbentuk Setelah Inokulasi

(9)

Jarak terpanjang (vertikal ) dibentuk oleh isolat F1, sepanjang 3.75 cm, sedangkan jarak terpendek dibentuk oleh isolat F18, 1.9 cm. Isolat F 18 mampu membentuk jarak terlebar (horizontal), sebesar 1 cm, sedangkan isolat F1 membentuk jarak tersempit, sebesar 0.8 cm.

Pembentukan gaharu yang cenderung ke arah vertikal dikarenakan pada arah ini terdapat jaringan transportasi makanan, di mana fungi mendapatkan makanan sekaligus melakukan infeksi. Pohon yang diinokulasi isolat B7 dan B8 tidak menunjukkan tanda–tanda terbentuknya gaharu. Hal ini dikarenakan fungi lebih adaptif dibanding bakteri. Fungi cenderung mudah tumbuh, sementara bakteri membutuhkan lingkungan tumbuh yang lebih spesifik.

Gambar

Tabel 1. Populasi Mikrob pada Beberapa Pohon A. malaccensis  Kode Pohon  Fungi  Bakteri  SPK/gram BKM  G1  0.54 x 10 4  11.97 x 10 7  G2  6.87 x 10 4  1.28 x 10 7  G3  5.34 x 10 4  0.30 x 10 7  G4  1.86 x 10 4  7.06 x 10 7  G5  0.46 x 10 4  3.00 x 10 7  G6
Tabel 2. Indeks Pelarutan Isolat Terbaik dari beberapa Pohon A. malaccensis  Mikrob  Kode Isolat  Indeks
Tabel 3. Banyaknya Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik pada Beberapa Pohon A.
Tabel 4.  Kandungan Hara pada Beberapa Pohon A. malaccensis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah dengan kemudahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Peran Pembiasaan Keislaman Terhadap Religiusitas Santri

Di Indonesia krisis tersebut tercermin dari terkoreksinya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang mencapai titik terendahnya yaitu 12.006 rupiah pada November 2012, selain itu

Selanjutnya Pasal 19 ayat (1) menyatakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan peralatan medis, obat-obatan dan fasilitas kesehatan

Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan mengenai pengaruh intensitas komunikasi dalam

Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Kepemilikan Manajerial (K.MANJ) mampu memoderasi pengaruh Keputusan Investasi (MBVE) terhadap

Indeks gini adalah untuk menunjukkan seberapa meratanya pendapatan dan pengeluaran didistribusikan diantara populasi indeks gini – 0 menunjukkan pemerataan sempurna

Perusahaan memiliki tujuh forklift yang disewa dari pihak ketiga dengan biaya sewa yang tinggi sehingga terjadi pemborosan dan mengakibatkan perusahaan menjadi tidak

lucidum dapat diberikan pada ternak ayam guna menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging yang dihasilkan.. Kata Kunci: Karkas, Ayam, Lemak, Kolesterol, Bakteri Asam Laktat,