• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

(Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting,

Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor, Prov

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

(Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting,

han Mulyaharja, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

LUISITA FILOSOFIANTI I34060304

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

insi Jawa Barat)

(2)

ABSTRACT

LUISITA FILOSOFIANTI. City Spatial Policy and Agriculture Conversion. (Supervised by: Martua Sihaloho)

There are four purposes in this research. The first is to know the role of land for farmers, local government, and private. The second is to know the formulas, principles, and objectives for spatial planning policies of Bogor City. The third is to know the aspects of spatial planning policies that provide opportunities for agriculture conversion in village Cibereum Sunting, Sub-district Mulyaharja. And the fourth is to know tendensa changes in land use as a form of agriculture conversion in village Cibereum Sunting, Sub-district Mulyaharja. This research take place in village Cibereum Sunting, Sub-district Mulyaharja, District Bogor South, Bogor City with focus on agricultural land have been converted. This research uses qualitative approach. This study has a specificity, which is trying to analyze the linkage between spatial planning policy and agriculture conversion. It is understood from the existence of a condition of limited lands and the increased need for land development along with various non-agricultural sectors such as service sector and industrial sector in an era of economic growth can put pressure on the agricultural sector. In addition, the potential for sources of agricultural land will not be used without the appropriate policy framework. Results from this research to unfolds the role of land for each of different social actors. The social actors who have an interest in land is the farmers, local government, and PT. “A”. In addition to achieve goals on the land, the local government make a city spatial planning which is reflected in the form RDTR/RTRW Bogor City. In the process found that there are various aspects that provide opportunities for agriculture conversion in the spatial planning policy at executive level and at the farmer level. This opportunity then exploited by the private sector and the impact for the function of land.

(3)

RINGKASAN

LUISITA FILOSOFIANTI. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN ALIH

FUNGSI LAHAN PERTANIAN. Studi Kasus di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. (Di bawah bimbingan MARTUA SIHALOHO).

Menurut data Badan Pertanahan Nasional (2004), total lahan pertanian dalam hal ini lahan sawah di Indonesia tercatat sekitar 8,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 187.720 hektar telah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya (Data Badan Pertanahan Nasional, 2004). Dengan demikian, alih fungsi lahan pertanian menjadi suatu fenomena yang terus menjadi ancaman serius. Berdasarkan alasan tersebut perlu dilakukan sebuah penelitian yang menganalisis keterkaitan kebijakan pertanahan, yakni tata ruang wilayah sebagai instrumen penataan ruang dan alih fungsi lahan pertanian yang terjadi. Hal ini berangkat dari adanya suatu kondisi keterbatasan lahan serta terjadinya peningkatan kebutuhan tanah seiring dengan berkembangnya beragam sektor non-pertanian, seperti sektor jasa dan sektor industri di era pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan tekanan pada sektor pertanian. Selain itu, potensi sumber agraria tanah yang besar tidak akan dapat dimanfaatkan tanpa adanya kerangka kebijakan yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peranan tanah bagi petani, pemerintah daerah, dan swasta; (2) mengetahui rumusan, asas, dan tujuan penataan ruang wilayah Kota Bogor; (3) mengetahui aspek-aspek dari perencanaan tata ruang wilayah yang memberikan peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja; (4) mengetahui tendensa perubahan penggunaan lahan sebagai bentuk alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pilihan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja). Alasan pemilihan lokasi antara lain: (1) kajian di lokasi penelitian ini dapat menjawab permasalahan pokok studi ini secara mendalam dan spesifik; (2) lokasi tercakup ke dalam salah satu daerah pinggiran kota

(semi-urban) metropolitan dengan dinamika masalah pembangunan yang sering terjadi di

dalamnya, seperti alih fungsi lahan pertanian yang banyak terjadi untuk berbagai kepentingan; (3) berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Bogor Selatan Tahun 2002, terdapat alokasi peruntukkan permukiman hingga mencapai 2.309,67 hektar atau 74,96 persen (Data Dinas Penataan Ruang Kota Bogor). Lokasi ini merupakan wilayah alih fungsi lahan pertanian, dimana sebagian dan hampir keseluruhan dari total wilayah di Kampung Cibereum Sunting, telah beralih fungsi menjadi kompleks perumahan yang pada awalnya adalah lahan pertanian produktif.

Penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), dimana dalam pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini didasarkan oleh realitas sosial, yakni didasarkan pada fakta tentang perilaku manusia. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode non survey yang dapat ditangkap melalui metode studi kasus. Studi kasus digunakan untuk menjelaskan wawasan dan pemahaman mendalam mengenai kebijakan penataan ruang dan mengenai aspek-aspek dari kebijakan penataan

(4)

ruang yang memberikan peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian di tingkat pelaksana kebijakan dan di tingkat masyarakat, yang dalam hal ini petani.

Metode non survey pada pelaksanaannya di lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta terbatas, dan penelusuran (analisis) data sekunder sebagai instrumennya. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan dokumen atau data yang diperoleh dari data statistik Badan Pusat Statistik Kota Bogor, data dari Dinas Penataan Ruang Kota Bogor, Dinas Cipta Karya Kota Bogor, dan Kelurahan Mulyaharja. Sedangkan, data primer diperoleh dari responden dan informan baik dari pihak pejabat dan perangkat Dinas Penataan Ruang Kota Bogor, pejabat dan perangkat Tata Pemerintahan Kota Bogor, pejabat dan perangkat Dinas Cipta Karya Kota Bogor, pejabat dan perangkat Kantor Pertanahan Kota Bogor, pejabat dan perangkat Kelurahan Mulyaharja, Swasta (PT. A), dan petani pemilik.

Upaya mencari benang merah untuk mencari jawaban atas rumusan masalah yang diajukan adalah dengan melakukan penelitian terkait. Hasil yang didapatkan adalah peran tanah merupakan “panggung” lahirnya berbagai kompleksitas masalah. Hal ini dapat dipahami, karena nilai penting dari tanah yakni bernilai strategis dan selanjutnya dapat berimplikasi pada ‘interest” pemanfaat sumber agraria. Bila ditarik garis, ternyata fungsi atau peran tanah dapat menimbulkan motivasi kepentingan. Kepentingan itu terwujud dalam pemanfaatan sumber agraria tanah. Pemanfaatan sumber agraria tanah tersebut dilakukan oleh aktor-aktor sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Aktor-aktor sosial yang memiliki kepentingan atas tanah dalam konteks ini, yakni pemerintah daerah, PT. A, dan petani. Peran tanah bagi masing-masing aktor sosial tersebut, antara lain: (1) bagi pemerintah daerah adalah sebagai pembangunan infrastruktur fisik dan perumahan; (2) bagi swasta digunakan sebagai aset untuk meningkatkan surplus dan melakukan akumulasi modal; (3) bagi petani adalah berperan dalam hal ekonomis dan sosiologis. Peran ekonomis tanah bagi petani ditandai adanya pandangan bahwa tanah merupakan sumber hidup manusia dan tanah dianggap sebagai aset dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peran tanah secara sosiologis, menurut penelitian ini memiliki fungsi sosial yaitu sebagai perekat hubungan sosial atau kohesi sosial pada komunitas di Kampung Cibereum Sunting. Peranan tanah bagi kehidupan pemerintah daerah, swasta, dan petani tersebut menghasilkan pemetaan aktor sosial atau subyek atas sumber agraria tanah.

Peran tanah merupakan panggung lahirnya berbagai perebutan kepentingan antara aktor-aktor sosial, selanjutnya mereka berupaya melancarkan berbagai cara untuk mendapatkan tujuannya di atas sumber agraria tanah. Seiring dengan masuknya Kota Bogor dalam babak otonomi daerah (dijelaskan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999), maka terjadi pelimpahan kewenangan kepada daerah. Dengan sendirinya Kota Bogor mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mencapai tujuannya di atas tanah maka pemerintah daerah membuat arahan perencanaan terhadap tata ruang kota yang tercermin dalam bentuk RTRW dan RDTR Kota Bogor. Dasar yang digunakan sebagai landasan dibentuknya RTRW dan RDTR Kota Bogor terutama bersumber pada amandemen UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dan dipertegas oleh pasal 1 ayat 2 UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Pada

(5)

prosesnya, ternyata kebijakan penataan ruang memperlihatkan aspek-aspek yang memberikan peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian, yakni di tingkat pelaksana kebijakan dan di tingkat petani (sasaran kebijakan).

Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pelaksana mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Pertama, Tahap Perencanaan. Perencanaan penataan ruang untuk Kota Bogor ternyata dialokasikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa, permukiman, industri, pariwisata, dengan skala pelayanan nasional, internasional, dan regional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahap perencanaannya saja sudah mengacu pada arahan penggunaan ke dalam konteks non-pertanian. Kedua, Tahap Pelaksanaan. Pelaksanaan tata ruang mencakup upaya pembinaan, yakni dilakukan melalui sosialisasi. Namun upaya pembinaan ini dirasa belum efektif dan kurang menyentuh masyarakat luas. Selain itu, pelaksanaan penataan ruang Kota Bogor dapat disoroti secara spesifik dengan mengacu pada ketersediaan dana pembangunan. Sumber pembiayaan terkait dengan pembangunan dan pengembangan Kota Bogor juga didapat dari pihak swasta. Aturan yang menjelaskan diperbolehkannya sumber pembiayaan pembangunan dan pengembangan kota oleh PT. A sebagai swasta, memberikan peluang bagi PT. A untuk melakukan kapitalisme besar-besaran.

Ketiga, Tahap Pengendalian. Dalam rangka pengendalian ruang maka

diturunkan beberapa aturan, seperti aturan mengenai mekanisme izin lokasi dan Surat Keterangan Pemanfaatan Ruang (SKPR). Izin lokasi adalah izin yang diberikan pemerintah daerah kepada perusahaan (pengembang) dalam rangka penanaman modal. Ternyata pengawasan terhadap pelaksanaan pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden RI Nomor 55/1993 berkaitan dengan pembebasan lokasi yang terdapat dalam mekanisme izin lokasi belum dapat dilakukan secara optimal. Akibatnya, PT. A dapat memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan dari para petani dengan terus berupaya mencari cara agar para petani menjual lahannya. Sementara itu, SKPR sebagai produk pengendalian ruang juga belum menjadi peraturan daerah yang sah. Akibatnya, kekuatan hukumnya belum sepenuhnya kuat dan masih dapat disimpangkan.

Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat petani dapat teridentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya posisi tawar para petani. Hal ini karena para petani di Kampung Cibereum Sunting tidak memiliki kesiapan untuk berpartisipasi dalam penataan ruang, yakni dipengaruhi oleh ketiadaan akses pengetahuan terhadap kebijakan penataan ruang. Ketidaktahuan petani terhadap tata ruang dapat dipahami, karena petani kurang memiliki wacana dan kemampuan untuk mempertajam terminologi akibat rendahnya pendidikan. Rendahnya pendidikan petani juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani yang juga rendah. Selain itu, posisi tawar petani yang rendah dipengaruhi oleh ciri-ciri petani, yakni tersubordinasi, memiliki prinsip “safety first”, dan terintegrasi oleh sistem ekonomi makro. Pada intinya, adanya aspek-aspek peluang dari kebijakan penataan ruang tersebut lebih lanjut dimanfaatkan oleh PT. A (swasta) untuk mencapai tujuannya atas tanah.

Pemanfaatan yang dilakukan oleh swasta pada aspek kebijakan penataan ruang di tingkat pelaksana dan petani tersebut memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kampung Cibereum Sunting, yakni dari lahan pertanian menjadi kompleks perumahan. Bila dianalisis lebih lanjut dengan melihat

(6)

fenomena yang terjadi, ternyata faktor yang paling mempengaruhi perubahan alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting adalah faktor luar, yakni pihak swasta dan intervensi pemerintah daerah. Berdasarkan faktor-faktor penggerak utama alih fungsi lahan, pelaku, pemanfaatan, dan proses alih fungsi lahan, maka tipe alih fungsi lahan yang terjadi di Kampung Cibereum Sunting adalah tipe sistematik berpola ”enclave”.

(7)

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

(Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting,

Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor, Prov

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PER

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

(Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting,

han Mulyaharja, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

LUISITA FILOSOFIANTI I34060304

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

insi Jawa Barat)

(8)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Luisita Filosofianti

Nomor Pokok : I34060304

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Kebijakan Penataan Ruang dan Alih Fungsi Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat).

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Martua Sihaloho, SP. MSi NIP: 19770417 200604 1 007

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP: 19550630 198103 1 003

(9)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2010

Luisita Filosofianti I 34060304

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Luisita Filosofianti yang dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 03 Mei 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Lilik Subiantoro dan Ibu Lilis Sulistyowati. Penulis memiliki dua kakak perempuan yang bernama Liza Fajar Upaya Sari Subiantoro, Si dan Lidya Dwi Sundari Subiantoro, Si dan satu adik perempuan yang bernama Lupita Desi Listiani Subiantoro yang masih duduk di kelas 2 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Semenjak Sekolah Dasar (SD) dan sampai saat ini penulis tinggal di Kota Bogor. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Angkasa tahun 1994, SD Angkasa tahun 2000, SLTPN 5 Bogor tahun 2003, dan SMAN 2 Bogor tahun 2006. Penulis juga mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor tahun ajaran 2006-2007 melalui jalur USMI dan tahun 2007 menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis berkesempatan menjadi asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Komunikasi tahun 2008-2010. Penulis juga sempat mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), yakni Music Agriculture X-Pression tahun 2007-2009 dan mengikuti Himpunan Profesi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun 2008-2010. Penulis juga mengikuti dan menjadi panitia dalam beragam event di kampus.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana latar belakang Binjai dijuluki sebagai kota rambutan, mengetahui peranan petani rambutan untuk meningkatkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penerbitan sertipikat, pelaksanaan asas aman dalam penerbitan sertipikat serta permasalahan pelaksanaan asas aman

Diantara peraturan pemerintah yang mengatur tata cara revisi substansi kehutaan dan penyelenggaraan penataan ruang.

Pemerintah Kabupaten Bandung dengan menggandeng pihak swasta melakukan penataan terhadap keberadaan pasar tradisional Cicalengka melalui upaya pembangunan kembali

Selain menyajikan program acara televisi yang bersifat pengetahuan umum, televisi lokal swasta ataupun pemerintah, khususnya yang ada di kota Banjarmasin bertujuan

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) menjadi dasar pokok penataan ruang, artinya konsep tata ruang yang baik dan terintegrasi akan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pembelajaran dengan menerapkan asas-asas CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan sikap terhadap matematika dan

Pembuatan zona nilai tanah merupakan salah satu tahap dalam proses penataan ruang yang bertujuan untuk menyediakan informasi nilai tanah yang representatif sebagai dasar penentuan nilai pasar tanah di wilayah