• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN TERHADAP HASIL BELAJAR

IPA SISWA KELAS IV

I Pt. Adi Budi Mahardika

1

, I Gst. A. Agung Sri Asri

2

, I Gst. Agung Oka Negara

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

{putuadi2573@gmail.com, xgungasrix@gmail.com,

okanegaragustiagung@gmail.com}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Negeri di Gugus Dewi Sartika Denpasar Timur. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan non-equivalent control group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri di Gugus Dewi Sartika yang terdiri dari 9 kelas IV dengan jumlah siswa sebanyak 358 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 85 siswa, 40 siswa kelas IVA SD Negeri 3 Kesiman sebagai kelompok eksperimen dan sebanyak 45 siswa kelas IVB SD Negeri 3 Kesiman sebagai kelompok kontrol. Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditentukan dengan teknik random sampling. Pengumpulan data hasil belajar IPA dilakukan dengan metode tes dan instrumen yang digunakan adalah berupa tes objektif pilihan ganda biasa. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis uji-t. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 6,229 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,989, pada taraf

signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 40+45–2 = 83. Sehingga H0 ditolak

yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA siswa. Rerata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen yaitu 84,10 dan kelompok kontrol yaitu 73,20. Perhitungan hasil belajar IPA dalam PAP skala lima pada kelompok eksperimen yaitu 84,10% (kategori tinggi) dan kelompok kontrol 73,20% (kategori sedang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri di Gugus Dewi Sartika Kecamatan Denpasar Timur.

Kata kunci: problem solving, media lingkungan, hasil belajar IPA. Abstract

This research aimed to know the significant difference of the science learning outcomes between student is learned by model problem solving using environmental with student who is learned by conventional learning model for fourth grade students of SD Negeri at Gugus Dewi Sartika, East Denpasar subdistrict. This research is an quasi experiment using Non-equivalent control group design. The population in this research are all the fourth grade student of SD Negeri at Gugus Dewi Sartika, East Denpasar that formed by consisting of nine fourth grade formed by 358 students. Sample for this research as much as 85 students, 40 fourth A grade students of SD Negeri 3 Kesiman as experiment group and as much 45 fourth grade B SD Negeri 3 Kesiman as control group. Determination of experiment group and control group are using random sampling technique. The accumulation data of science learning outcomes by test method and instrument that used is either be multiple choice objective test. Obtained data is

(2)

2

analyzed by using t-test. Based on analyze result obtainable thitung= 6,229 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 =

1,989 with 5% significance level with degrees of freedom (df)

= 40+45–2 = 83

. So, that H0 ignored that mean there is significance. Mean of science learning outcomes result in

experiment group is 84,10 and in control group is 73,20. The calculation of IPA learning outcomes in PAP scale of five in the experimental group was 84.10% (high category) and control group 73.20% (medium category). Therefore, can be concluded that model problem solving using environmental take effect to the science learning outcomes of fourth grade students Gugus Dewi Sartika, East Denpasar District.

Keywords: problem solving, environmental, science learning outcomes

PENDAHULUAN

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional dipaparkan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selanjutnya Pasal 1 Ayat 6 UU No. 20/2003 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Sisdiknas, 2003:3).

Sukardjo (2012:2) pendidikan merupakan proses yang kompleks karena membutuhkan jalinan pemikiran teoretis sebagai dasar pijak dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman beragam gejala yang faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan berbagai unsur yang terkait langsung di dalam proses pendidikan. “Tujuan pendidikan yaitu memberikan penyadaran terhadap apa yang diketahuinya, kemudian pengetahuan tersebut harus direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta mengetahui hubungan kausal, yaitu alasan dan alur pikirnya (Sukardjo, 2012:14)”. Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik, mendidik. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga formal sangat berperan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia

melalui peningkatan mutu pendidikan dengan mengadakan pembaharuan dalam model, metode, dan strategi pembelajaran agar terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas dalam meraih tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 atau bisa juga disebut kurikulum tematik secara sederhana, dapat diartikan sebagai kurikulum yang memuat konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada para peserta didik (Hajar, 2013:21).

Salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam pembelajaran tematik yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA di sekolah dasar tidak hanya memberikan pengetahuan semata, tetapi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, sikap, dan kecakapan-kecakapan dasar siswa yang berpijak pada kenyataan kehidupan. Fokus utama dalam pembelajaran IPA adalah untuk memahami alam. Namun, hal tersebut belum dapat terlaksana dengan maksimal karena ditemukannya beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan dalam pembelajaran IPA adalah kurangnya waktu untuk mendiskusikan materi sesuai dengan metode yang menarik, menantang, dan bervariasi. Hal tersebut berdampak pada kurang sabarnya guru untuk mengaplikasikan metode yang sudah direncanakan sehingga pembelajaran berjalan tidak sesuai dengan yang direncanakan guru. Pada akhirnya, keadaan demikian yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku teks saja sehingga cenderung mendorong siswa untuk berusaha

(3)

3 mengahafal pada setiap kali akan diadakan tes atau ulangan. Mengingat juga pembelajaran IPA di sekolah dasar memegang peranan penting dalam pembelajaran IPA di jenjang-jenjang berikutnya sebab pengetahuan awal siswa sangat berpengaruh pada minat dan kecenderungan siswa untuk belajar IPA. Dengan kata lain jika minat siswa pada saat pembelajaran IPA di SD sudah rendah kemungkinan untuk jenjang selanjutnya hal yang sama akan terjadi (Widiana, 2016).

Berdasarkan informasi dari masing-masing wali kelas IV di SD Gugus Dewi Sartika dengan jumlah 9 wali kelas, terkait nilai ulangan akhir semester I, menunjukkan bahwa sebagian besar nilai pengetahuan siswa pada muatan pembelajaran IPA masih belum mampu menunjukkan hasil belajar yang baik. Dari informasi di lapangan, hal tersebut diakibatkan karena pembelajaran yang masih dikemas secara monoton sehingga menjadi kurang menarik. Metode pembelajaran seperti itu tentu saja mengakibatkan kurangnya pertisipasi siswa dalam proses pembelajaran karena pembelajaran menjadi kurang bermakna dan siswa menjadi kurang paham dengan materi yang disampaikan. Hal tersebut dapat menimbulkan kebosanan dan kurangnya minat belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA yang berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik.

Permasalahan tersebut menjadikan guru harus selektif dalam memilih model dan metode pembelajaran yang dapat menyajikan mata pelajaran IPA dengan kreatif dan menarik sehingga dapat menghilangakan kebosanan pada siswa, meningkatkan minat belajar dan keaktifan, yang pada hakekatnya akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar pengetahuan IPA. Pemilihan metode dan model belajar yang sesuai dengan karakteristik siswa dapat mengembangkan kreativitas dan potensi peserta didik seluas-luasnya untuk menjadi manusia berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang berlandaskan pada kurikulum 2013.

Setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda-beda sesuai dengan kreativitasnya. Dalam proses pembelajaran

semua peserta didik dalam satu kelas dianggap memiliki kebutuhan dan kemampuan yang sama sehingga guru memperlakukan mereka dengan cara yang sama pula. Namun, seharusnya perbedaan perlakuan setiap individu perlu diperhatikan. Guru hendaknya memiliki alternatif pembelajaran yang memungkinkan tercapainya kebutuhan peserta didik secara menyeluruh. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran problem solving.

Problem Solving atau pemecahan

masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 2011:151). Pada model pembelajaran

problem solving setiap kelompok terdiri dari

4-6 orang secara heterogen yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi antar siswa sehingga dapat menjalin suasana kelas yang kondusif karena sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa.

Selain menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui metode dan model pembelajaran yang bervariasi, faktor luar misalnya lingkungan juga dapat meningkatkan keberhasilan tujuan pembelajaran. Menurut Marisa, dkk (2011:6.1) menyatakan jika dipandang dari segi potensinya, lingkungan alam sekitar sekolah dan luar sekolah perlu dipertimbangkan sebagai alternatif untuk memberikan variasi dalam mengajar. Lingkungan alam ini bisa sangat efektif jika guru mampu memanfaatkannya dengan kreatif. Lingkungan belajar banyak berperan dalam meningkatkan semangat belajar peserta didik. Dengan kata lain, tingginya minat peserta didik terhadap suatu kegiatan pembelajaran, salah satunya ditentukan oleh faktor lingkungan belajar.

Menerapkan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan, maka dapat meningkatkan kerjasama, berpikir kritis terhadap suatu masalah serta mencarikannya solusi. Peserta didik dapat mengetahui

(4)

4 perkembangan hasil belajarnya, dan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas akan lebih menarik. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya penguasaan kompetensi pengetahuan IPA pada peserta didik. Disisi lain, penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran IPA disamping mengupayakan pembelajaran berkualitas, keselamatan dan kelestarian lingkungan hendaknya senantiasa diperhatikan (Subamia, dkk., 2015).

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa pemilihan model dalam proses pembelajaran sangatlah penting dilakukan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik di dalam kelas khususnya mata pelajaran IPA. Namun seberapa jauh model dapat berperan dalam mengoptimalkan hasil belajar siswa, maka diadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Media Lingkungan Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Gugus Dewi Sartika Denpasar Timur Tahun Ajaran 2016/2017”.

Adapun tujuan penelitian ini yaitu, 1) untuk mengetahui hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan pada siswa kelas IV, 2) Untuk mengetahui hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvesional pada siswa kelas IV, 3) Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV.

METODE

Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu (quasi experiment design) karena tidak semua

variabel dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas diantaranya

meliputi model pembelajaran problem

solving yang diterapkan pada kelompok

eksperimen dan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol terhadap hasil belajar IPA siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control

group design (Sugiyono, 2016:79).

Gambar 1. Gambar Penelitian Eksperimen Semu Menggunakan “Nonequivalent

Control Group Design”

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas IV SD Negeri di Gugus Dewi Sartika Kecamatan Denpasar Timur, yang terdiri dari 6 (enam) sekolah, dengan seluruh siswa kelas IV sebanyak 358 siswa. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2016:118). Dapat dirangkum, sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi dalam penelitian. Penelitian ini dalam menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dari populasi tersebut, peneliti menggunakan teknik random sampling. Langkah-langkah penentuan sampel sebagai berikut (Sugiyono, 2016:118). 1) dilakukan teknik pengambilan sampel dengan cara undian, sehingga semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Pada penelitian ini, kelas yang sudah terbentuk merupakan unit-unit populasi yang lebih kecil. Untuk

O

1

X

O

2

(5)

5 mendapatkan dua kelas yang dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol maka dilakukan pada kelas yang sudah terbentuk sehingga terpilih dua kelas yang representatif untuk dijadikan sampel penelitian, 2) setelah dua kelas terpilih melalui pengundian, maka dilakukan uji kesetaraan untuk mengetahui tingkat kesetaraan kedua kelas yang dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan nilai hasil belajar pengetahuan siswa pada tema sebelumnya. Data rerata dari hasil belajar pengetahuan siswa pada tema sebelumnya dilakukan uji analisis dengan uji beda rerata antar kelompok kelas. Hasil belajar pengetahuan siswa dianalisis dengan uji beda (uji-t), varians homogen dengan n1 ≠ n2 untuk sampel yang tidak

berkorelasi, 3) apabila semua kelas sudah setara maka dilakukan pemilihan kelas sebagai kelompok eksperimen dengan perlakuan model pembelajaran problem

solving berbantuan media lingkungan dan

kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil perhitungan uji kesetaraan dan uji-t, maka diperoleh dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu kelas IVA di SD Negeri 3 Kesiman sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 40 siswa, dan kelas IVB di SD Negeri 3 Kesiman sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 45 siswa.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah 1) menentukan populasi penelitian, 2) menentukan sampel penelitian dengan teknik random sampling, 3) menyusun instrumen penelitian yang berupa tes objektif pilihan ganda biasa untuk mengukur hasil belajar IPA siswa, 4) mengkonsultasikan instrumen penelitian dengan dosen pengampu mata kuliah IPA dan dengan guru kelas IV di SD, 5) melakukan uji coba instrumen, 6) melakukan analisis data untuk mendapatkan validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran, 7) menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan model pembelajaran yang akan diterapkan, 8) memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol, 9) memberikan post test pada semua kelas sampel untuk mendapatkan data berupa skor hasil belajar IPA siswa, dan 10) melakukan analisis hasil penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data mengenai hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Gugus Dewi Sartika Denpasar Timur Tahun Ajaran 2016/2017. Menurut pendapat Agung (2014:89) “Data adalah bahan mentah atau informasi, dapat berupa angka-angka dan kategori-kategori mengenai objek tertentu”. Metode pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan data/informasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes. Arifin (2014:118) menyatakan bahwa “Tes merupakan suatu teknik yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek tertentu”. Jenis tes yang digunakan yaitu tes objektif pilihan ganda biasa, yaitu terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa jawaban pengecoh (Suharsimi, 2015:183).

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya (Sugiyono, 2016:102). Instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diberikan perlakuan berbeda, yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan dan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Tes yang

(6)

6 diberikan kedua kelas tersebut pada akhir perlakuan akan digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian.

Instrumen tes yang baik terlebih dahulu harus disusun dengan meminta masukan para ahli, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang disusun sudah mencerminkan materi yang disampaikan. Tes hasil belajar IPA siswa yang telah disusun kemudian diuji cobakan untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang kelayakan tes tersebut dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Hasil uji coba dianalisis terlebih dahulu untuk mendapatkan validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran tes. Analisis perhitungan hasil uji coba instrumen menggunakan bantuan

Microsoft Excel 2013 for Windows. Tujuan

dari uji kualitas instrumen penelitian yaitu untuk dapat menentukan apakah suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas atau daya ketepatan mengukur (Sudijono, 2013:163). “Tes hendaknya disusun sesuai dengan prinsip dan prosedur penyusunan tes” (Arifin, 2014:246). Jadi, validitas suatu instrumen adalah pengujian yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah tes tersebut valid (sahih) atau tidak serta bertujuan untuk mengukur ketepatan suatu alat ukur. Berdasarkan hasil uji coba instrumen, soal yang digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA siswa berjumlah 30 butir soal.

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa dengan model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan terhadap hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, maka data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan uji-t. Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2013:29). Teknik analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan data hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran problem

solving berbantuan media lingkungan dan

hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Teknik analisis dengan data kuantitatif dapat menggunakan teknik statistik deskriptif diantaranya menentukan nilai rerata

(mean), simpangan baku, dan varians.

Sebelum melaksanakan pengujian guna mendapatkan simpulan, maka data yang diperoleh harus terlebih dahulu diuji normalitas dan homogenitas variansnya. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran frekuensi skor pada setiap variabel berdistribusi normal atau tidak. Chi

Kuadrat (𝑋2) satu sampel adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana data berbenuk nominal dan sampelnya besar (Sugiyono, 2013:107). Uji normalitas data dilakukan terhadap data post test hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pengujian normalitas menggunakan uji Chi Kuadrat (𝑋2) pada taraf signfikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = (k-1) = 6 – 1 = 5. Kriteria pengujian adalah jika 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 ≤ 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 , maka data berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dilakukan untuk mencari tingkat homogen (kesamaan) antara dua pihak yang diambil dari kelompok-kelompok terpisah satu populasi yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji F (Fisher). Dengan kriteria pengujian 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka sampel homogen. Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (dk) untuk 𝑛𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔− 1 dan derajat kebebasan (dk) untuk 𝑛𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡− 1.

Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu menggunakan uji-t dengan rumus

polled varians dan db = n1 + n2 – 2. Uji-t ini

digunakan karena sampel dalm penelitian ini tidak berkorelasi atau terpisah yang jumlah anggota sampelnya tidak sama tetapi memiliki varians yang homogen. Kriteria pengujian ini dengan taraf signifikansi 5% yang mengkomparasikan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Apabila 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua variabel atau

(7)

7 sampel (H0 ditolak) (Sugiyono, 2013:138).

Adapun rumus t-test yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑡 =

𝑥̅1− 𝑥̅2 √(𝑛1− 1)𝑆12+ (𝑛2−1)𝑆22 𝑛1+ 𝑛2−2 ( 1 𝑛1+ 1 𝑛2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan skor

post test hasil belajar IPA siswa pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, diperoleh hasil analisis data statistik deskriptif yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Deskripsi Hasil Penelitian Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Banyak Sampel 40 45 Skor Tertinggi 96,00 90,00 Skor Terendah 70,00 56,00 Rerata (mean) 84,10 73,20 Standar Deviasi 6,92 8,52 Varians 47,89 72,66

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memperoleh Rerata

(mean) lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol yaitu dengan skor 84,10. Standar deviasi dari kelompok eksperimen adalah 6,92, maka dapat dikatakan bahwa skor dari kelompok eksperimen cenderung tinggi. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk diagram akan tampak seperti gambar 1 berikut.

Gambar 2. Gambar Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA

Kelompok Eksperimen

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan mengikuti PAP Skala Lima, maka hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan yaitu 84,10% pada persentase

penguasaan 80 – 89 dengan kategori tinggi.

Selanjutnya, skor rerata (mean) kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok eksperimen yaitu 73,20, dengan standar deviasi 8,52, maka dapat dikatakan bahwa skor dari kelompok kontrol cenderung rendah. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk diagram akan tampak seperti gambar 2 berikut.

Gambar 3. Gambar Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA

Kelompok Kontrol

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan mengikuti PAP Skala Lima, maka hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 73,20% pada persentase penguasaan 65 – 79 dengan kategori tinggi. 0 5 10 15 70 73 76 80 83 86 90 93 96 FREK UEN S I

Nilai X

0 5 10 15 70 73 76 80 83 86 90 93 96 FREK UEN S I

Nilai X

(8)

8 Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka diperoleh hasil perhitungan uji normalitas post test kelompok eksperimen yaitu 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 3,19 dan 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 = 11,07 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 6 – 1 = 5. Ini berarti bahwa 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 < 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 , maka data hasil post test kelompok eksperimen berdistribusi normal. Selanjutnya, hasil perhitungan uji normlitas kelompok kontrol diperoleh 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 3,62 dan 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 = 11,07 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 6 – 1 = 5. Ini berarti bahwa 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 < 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 , maka data hasil post test kelompok kontrol berdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan 𝑑𝑘𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 = 45 – 1 = 44 dan 𝑑𝑘𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡 = 40 – 1 = 39 pada taraf signifikansi 5% diketahui 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,52 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,69. Hasil ini berarti bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, sehingga data post test kemampuan berpikir kritis siswa memiliki varians yang homogen.

Berdasarkan hasil perhitungan hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh hasil analisis data seperti disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Tabel Hasil Uji Hipotesis

Sampel N Mean Dk 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Ket Eksperimen 40 84,10

83 6,229 1,989 H0 ditolak

Kontrol 45 73,20

Tabel 2 menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 6,229, sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,989 dengan dk = 45 + 40 – 2 = 83 pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (6,229 > 1,989), maka H0 ditolak dan Ha

diterima. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di SD Negeri Gugus Dewi Sartika Kecamatan Denpasar Timur Tahun Ajaran 2016/2017.

PEMBAHASAN

Dengan diterapkannya model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan pada siswa kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada siswa kelompok kontrol, tentunya untuk mengetahui pengaruh hasil belajar dari penerapan pendekatan tersebut. Setalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan perlakuan, maka kedua kelas tersebut diberikan post

test untuk mencari hasil belajar IPA.

Adapun hasil analisis data penelitian pada kedua kelas diperoleh bahwa rerata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen adalah 𝑋̅ = 84,10 dan kelompok kontrol adalah 𝑋̅ =73,20. Selanjutnya data hasil belajar IPA diuji menggunakan statistik uji-t dan diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 6,229 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,989. Hal ini berarti hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan

model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dengan taraf signifikansi 5% diterima. Hal tersebut didukung juga adanya perbedaan nilai rerata hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen yaitu 𝑋̅ = 84,10 dan 𝑋̅ =73,20 pada kelompok kontrol. Hasil konversi nilai rata-rata ke dalam PAP skala lima juga menunjukkan hasil yang berbeda, pada kelompok eksperimen memperoleh hasil 84,10% (kategori tinggi), sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh hasil 73,20% (kategori sedang). Hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen lebih baik apabila dibandingkan dengan hasil belajar siswa pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan dapat menarik minat siswa dan memotivasi siswa belajar lebih aktif. Selain itu, problem solving merupakan sebuah model pembelajaran dimana guru

(9)

9 membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi masalah dalam bentuk pertanyaan dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru yang menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dalam model pembelajaran ini melibatkan siswa untuk mendapatkan solusi atau alternatif dalam setiap permasalahan yang bersifat membuka cara berpikir kritis siswa. Model pembelajaran ini dapat digabungkan dengan berbagai media seperti media lingkungan, yaitu salah satu contohnya memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Menggabungkan model pembelajaran dengan media tersebut akan semakin menambah ketertarikan siswa untuk belajar. Maka dengan diterapkannya model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil analisis data post

test nilai rata-rata hasil belajar IPA

kelompok eksperimen yaitu 𝑋̅ = 84,10 dan hasil perhitungan dengan membandingkan M(%) ke dalam PAP skala lima yang memperoleh hasil 84,10% yang masuk pada kategori tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan memperoleh hasil belajar IPA yang sangat baik.

Berdasarkan hasil analisis data post

test nilai rata-rata hasil belajar IPA

kelompok kontrol yaitu 𝑋̅ = 73,20 dan hasil perhitungan dengan membandingkan M(%) ke dalam PAP skala lima yang memperoleh hasil 73,20% yang masuk pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional memperoleh hasil belajar IPA yang baik.

Hasil penelitian analisis data post

test menunjukkan bahwa rerata hasil

belajar IPA kelompok ekseperimen lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol (84,10 > 73,20). Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 6,229 dan

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan dk = 40 + 45 – 2 = 83 pada taraf signifikansi 5% adalah 1,989 karena 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (6,229 > 1,989), maka H0

ditolak. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem

solving berbantuan media lingkungan

berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Gugus Dewi Sartika Denpasar Timur Tahun Ajaran 2016/2017.

Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang mengembangkan inovasi dalam merancang pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 yang bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan adanya kurikulum 2013, diharapkan guru mampu menerapkan pendekatan saintifik yang lebih optimal dipadukan dengan model pembelajaran

problem solving berbantuan media lingkungan. Selain itu, dengan penerapan model pembelajaran problem solving berbantuan media lingkungan menjadi salah satu pendekatan yang diterapkan guru dalam kegiatan pembelajaran pada pembelajaran IPA yang dapat menarik minat dan menimbulkan rasa senang siswa dalam belajar. Dengan demikian dapat memberikan konstribusi yang baik terhadap hasil belajar siswa.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan kondisi yang mampu memotivasi dan meningkatkan kualitas guru-guru dalam merancang pembelajaran yang inovatif dalam membelajarkan siswa sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum 2013, sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas sekolah menjadi lebih unggul dan inovatif.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Gede. 2014. Metodelogi Penelitian

Pendidikan. Malang: Aditya Media

Publishing.

Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2015. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Akasara.

Hajar, Ibnu, 2013. Panduan Lengkap

Kurikulum Tematik. Yogyakarta: Diva

Press.

Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor

57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.

Marisa, dkk. 2011. Komputer dan Media

Pembelajaran. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Subamia, I Dewa Putu dkk. 2015.

Pengembangan Perangkat Praktikum Berorientasi Lingkungan Penunjang Pembelajaran IPA SMP Sesuai Kurikulum 2013. (Tidak diterbitkan).

Jurnal Pendidikan Indonesia.

Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA.

Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Sukardjo, M. 2012. Landasan Pendidikan

Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Widiana, I Wayan. 2016. Pengembangan

Asesmen Proyek dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

(Tidak diterbitkan). Jurnal Pendidikan Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Tabel Deskripsi Hasil Penelitian  Statistik  Kelompok  Eksperimen  Kelompok Kontrol  Banyak Sampel  40  45  Skor Tertinggi  96,00  90,00  Skor Terendah  70,00  56,00  Rerata (mean)  84,10  73,20  Standar Deviasi  6,92  8,52  Varians  47,89  72,66
Tabel 2. Tabel Hasil Uji Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

1.) Require Data, beberapa atribut harus selalu mengandung nilai yang valid, dengan kata lain tidak boleh mengandung nilai null. 2.) Atribut Domain Constraint, setiap atribut

(1) Setiap Kontraktor, Produsen Dalam Negeri, dan Penyedia Barang danfatau Jasa yang melakukan pengadaan barang danfatau jasa pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:(1) Pola Interaksi pada Orang Tua Beda Agama di Dusun Trenceng, Desa Mrican, Jenangan, Ponorogo dapat disimpulkan

Metode ceramah adalah suatu cara mengajar atau penyajian materi melalui penuturan dan penerapan lisan oleh guru kepada siswa. agar siswa efektif dalam proses belajar

Motivasi belajar siswa pada pembelajaran online dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan penggunaan media yang menarik, sehingga akan membuat siswa tertarik kepada

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat meneyelesaikan Paper dengan judul Tumor Jinak Palpebra guna memenuhi persyaratan

38 Oleh karena itu, filsafat tidak hanya menjadi sebuah wacana pemikiran, namun sejatinya telah menjadi satu identitas dari sekian produk pandangan hidup yang memberikan

Dalam kegiatan produksi, seperti Live Studio program “Sinar Kasih” penulis menjadi semakin mengerti tentang kerja sama tim dan terbiasa dengannya karena produksi yang