• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MAKNA SIMBOLIK PADA BENTUK SENJATA TRADISIONAL ARAJANG MASYARAKAT BOLANO DI DESA BOLANO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN MAKNA SIMBOLIK PADA BENTUK SENJATA TRADISIONAL ARAJANG MASYARAKAT BOLANO DI DESA BOLANO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MAKNA SIMBOLIK PADA BENTUK SENJATA TRADISIONAL ARAJANG MASYARAKAT BOLANO DI DESA BOLANO

KECAMATAN BOLANO LAMBUNU KABUPATEN PARIGI MOUTONG SULAWESI TENGAH (PERSPEKTIF SEMIOTIKA) Ilzar1 Mursidah Waty2 Syarif Munawar3 ABSTRAK

Ilzar. 2014. Kajian Makna Simbolik Pada Bentuk Senjata Tradisional Arajang masyarakat Bolano Di Desa Bolano, Kecamatan Bolano-Lambunu, Kabupaten Parigi-Moutang, Provinsi Sulawesi Tengah (Perspektif Semiotika). Skripsi. Program Studi S1 Pendidikan Teknik Kriya, Jurusan Teknik Kriya, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I: Mursidah Waty, S.Sn., M.Sn, dan pembimbing II: Syarif Munawar, S.Sn., M.Sn.

Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengungkap makna simbolik yang terkandung pada bentuk senjata tradisional Arajang Masyarakat Bolano di Desa Bolano.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, subjek penelitian ini adalah senjata tradisional Arajang (STA) masyarakat Bolano dengan objek penelitian ini adalah kajian makna simbolik.

Adapun hasil penelitian ini sebagai berikut : A) senjata tradisional Arajang yaitu mata tombak yang terdiri dari empat jenis yaitu arajang, markajani, tubaja, dan paji, dan memiliki asal-usul yang berbeda; B) dari keempat senjata tradisional Arajang yaitu, bentuk garis, bidang dan gempal, juga menempati ruang tiga dimensi. Disamping itu terdapat dua jenis yang memiliki ornamentik yaitu senjata markajani dan senjata tubaja; C) makna simbolik pertama sintaksis: fonem STA terdiri mata tombak, penyambung antara mata tombak dan gagangnya, dan gagang tombak. Sedangkan ornamen adalah kesatuan dari mata tombak, morfem STA Susunannya yaitu senjata arajang sebagai sturuktur pertama, kemudian senjata markajani kedua, selanjutnya senjata tubaja, dan terakhir senjata paji. Struktur atau susunan ini tidak bisa dibolak-balik, kedua semantik: penanda terdiri dari Klasifikasi tanda dapat ditemukan pada konsep STA diuraikan melalui fonem dan morfem, petanda (makna) lebih berhubungan dengan kosmik kehidupan yaitu bentuk makrokosmos dan mikrokosmos, ketiga pragmatik: Aspek pragmatik semiotik lebih menekankan pada dua simbol dalam prosesi ritual. Kedua simbol yang dimaksud yaitu simbol rokok dan simbol wudhu.

Kata kunci: kajian, makna, simbolik, senjata tradisional Arajang ABSTRACK

Ilzar. 2014. Study of Symbolic Meaning In Shape Traditional Weapons Arajang community Bolano, In the village of Bolano, sub-district-Lambunu Bolano, Parigi-Moutang, Central Sulawesi province (Semiotic of perspective). Thesis. Engineering Education Program S1 Craft, Craft Engineering Department, Faculty of Engineering, University of Gorontalo. Supervisor I: Mursidah Waty, S.Sn., M.Sn, and Advisor II: Munawar Sharif, S.Sn., M.Sn.

(2)

This study determine and reveal the symbolic meaning contained in the form of a traditional weapon Community Arajang Bolano, in the village of Bolano.

This study uses descriptive qualitative method, the subject of this research is the traditional weapon Arajang Bolano community with the object of this research is the study of symbolic meaning.

This study to obtain results in the form of findings as follows: A) traditional weapons Arajang that spear which consists of four types, namely arajang, markajani, tubaja, and Paji, and have different origins; B) of the four traditional weapons Arajang ie, form a line, plane and stocky, also occupy three-dimensional space. In addition, there are two types that have ornamental ie markajani weapons and weapons tubaja; C) The first symbolic meaning syntax: STA phoneme consists spear, spear and a connector between the handle, and a spear. While the ornament is the unity of the spear, morpheme STA Structure namely weapons arajang as sturuktur first, then the second markajani weapons, weapons tubaja next, and last Paji weapons. Structure or arrangement can not be inverted, the two semantics: marker consisted of Classification sign can be found in the concept of STA described by phoneme and morpheme, signified (meaning) is associated with cosmic life that forms the macrocosm and microcosm, the third pragmatic: Aspects of pragmatic semiotic more emphasis on the two symbols in ritual procession. The second symbol is a symbol that is a symbol of cigarettes and ablution.

Keywords: assessment, meaning, symbolic, traditional weapons Arajang PENDAHULUAN

Kabupaten Parigi Moutong atau lebih dikenal dengan “sebutan pantai timur” Sulawesi Tengah, pernah berkembang kerajaan besar yang diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kerajaan yang selalu disebut-sebut adalah Kerajaan Sausu, Kerajaan Parigi, Kerajaan Tinombo, Kerajaan Kasimbar, Kerajaan Lambunu dan Kerajaan Moutong (Haliadi Sadi, 2012:27). Di samping itu pula terdapat penguasa-penguasa setempat atau biasa disebut Olongian. Diantaranya adalah Olongian Bolano.

Kenyataan yang ada sekarang bahwa besarnya Kerajaan Moutong dan Kerajaan Lambunu sangat sulit untuk menemukan bukti peninggalan kerajaan. Ini disebabkan oleh garis keturunan kerajaan tidak mau memperlihatkan dengan terbuka kepada masyarakat umum yang ingin melihat peninggalan kerajaan tersebut.

Tetapi berbeda dengan Olongian Bolano, salah satu dari daerah kekuasaan Moutong yang masih memiliki senjata tradisional sebagai bukti peninggalan keolongianan Bolano. Senjata tradisional tersebut kini dipegang oleh garis keturunan keluarga Olongian disimpan dengan aman. Senjata tradisional saat ini

(3)

ditutupi dengan kelambu dan bagian depan kelambu tersebut dibuka sebagai bentuk penerimaan terhadap pengunjung yang ingin melihat senjata tradisional tersebut. Dalam keseharian masyarakat Bolano biasa menyebut senjata tradisional dengan nama “Arajang” yang berarti Puang atau Datuk dan atau Raja (Haliadi Sadi, 2012:46).

Keberadaan senjata tradisional Arajang masyarakat Bolano ini tidak didukung oleh ketersediaan dokumentasi. Jika senjata tradisional ini didokumentasikan maka keberadaannya tidak dapat disangsikan sebagai benda peninggalan yang memiliki kekuatan dokumen yang jelas.

Menurut masyarakat setempat senjata tradisional Arajang merupakan pemberian dari kerajaan di Maluku Utara kepada masyarakat Bolano-Lambunu sebagai hadiah dalam perlawanan masyarakat Bolano-Lambunu terhadap penjajah Belanda (Jamaludin Matalau: manuskrip sejarah Lambunu). Senjata tradisional ini disebut sebagai hadiah kepada Tau Soolipu yang berarti masyarakat pribumi Bolano-Lambunu dari kerajaan Maluku Utara. Dengan bentuk menyerupai bentuk trisula, yang pada akhirnya berbeda dengan senjata tradisional kerajaan pada umumnya di Sulawesi Tengah yang berbentuk seperti keris atau pedang.

Pandangan masyarakat Bolano mengenai senjata tradisional Arajang di atas pantas untuk dikaji dari aspek seni rupa yaitu pertama dari segi bentuk senjata tradisional Arajang tersebut. Kajian kedua pada makna simbolik yang terkandung pada senjata tradisional Arajang.

Disamping itu bentuk merupakan salah satu unsur seni (Sanyoto, 2009:93). Terungkapnya bentuk tidak serta-merta tanpa adanya pengungkapan makna simbolik yang terkandung pada karya. Sehingga Hal ini kemungkinan dapat dilakukan pada senjata tradisional Arajang sebagai bentuk kajian terhadap karya kriya dengan formulasi judul “Kajian makna simbolik pada bentuk senjata tradisional Arajang masyarakat Bolano di Desa Bolano Kecamatan Bolano-Lambunu Kabupaten Moutong Sulawesi Tengah (Perspektif Semiotika)”.

(4)

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengungkap makna simbolik yang terkandung pada bentuk senjata tradisional Arajang Masyarakat Bolano di Desa Bolano Kecamatan Bolano-Lambunu Kabupaten Moutong Sulawesi Tengah dalam Perspektif semiotika.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian bentuk dalam seni sebagaimana yang telah dikemukakan Feldmen dalam buku Art as Image and Idea terjemahan SP. Gustami (dalam Gulendra, http://www.isi-dps.ac.id) “bentuk merupakan manifestasi fisik luar dari suatu objek hidup dan kesadaran akan bentuk melalui kontur-kontur dan warna-warna pada bidang atau ruang yang mereka pagari”.

Menurut Palmer (dalam Djajasudarma, 2009: 6) menjelaskan bahwa beberapa fungsi dari makna diantaranya ialah memiliki muatan aspek pengertian/sense dan tujuan/intention.

Pierce (dalam Eco, 1996: 43) menyatakan bahwa semiotika adalah kerjasama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Lebih lanjut dikatakan Pierce (Ibid., Hal. 43) tanda adalah sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda dapat berarti sesuatu bagi seseorang jika hubungan yang “berarti” ini diperantarai oleh interpretan.

Dalam relasi antara tanda tersebut studi semiotika dimulai dengan penjelasan sintaksis, kemudian dilanjutkan dengan penelitian dari segi semantik dan sampai pada kajian pragmatik. Tidak tepat jika hanya membatasi diri pada penelitian sintaksis, karena penelitian semiotik pada akhirnya harus berlanjut hingga semantik dan pragmatik; tanpa ketiganya penelitian akan tetap tidak membuahkan hasil (Zoest, 1996: 4-5). Penjelasan tiga tahap kajian semiotika tersebut adalah sebagai berikut:

- Apabila studi tentang tanda ini berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, pada caranya bekerja sama dalam menjalankan fungsinya, itu adalah kerja dalam sintaks semiotik.

(5)

- Apabila studi ini menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya, itu adalah kerja semantik semiotik.

- Apabila studi tentang tanda ini mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya, itu adalah kerja pragmatik semiotik. (Ibid., hal 5-6).

Sedangkan dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yaitu hubungan “menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan oleh Pierce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) (dalam Budiman, 2011: 78).

Menurut Jakob (2006: 1) semua karya seni adalah artefak, teks, dan benda. Ada yang berfungsi sebagai benda religi dan ada pula yang berfungsi sekuler. Karena kebudayaan pra-modern Indonesia berfokus pada sistem religinya (Budaya mistis-spiritual) maka segi ideal-rasional dapat kita tafsirkan bangunannya. Inilah kunci untuk mambaca, dan menafsirkan benda-benda seni mereka (Jakob, 2006: 3-4).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:1038) senjata berarti: (i) alat yang dipakai untuk berkelahi atau berperang (keris, senjata, dsb): --api; gudang--; (ii) sesuatu (surat, kop surat, cap, memo, dsb) yang dipakai untuk memperolah suatu maksud: ijazah palsu itu dijadikan -- untuk mencari rezeki; (iii) tanda bunyi pada tulisan arab (fatah, kasra, damah, dsb).

Sedangkan tradisional berarti: (i) sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun; (ii) menurut tradisi (adat); upacara --, upacara menurut adat. kemudian tradisional dari akar kata tradisi yang berarti: (adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; (iii) penilaian dan anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan paling benar: perayaan hari besar agama itu janganlah hanya

(6)

Senjata tradisional Arajang merupakan senjata tradisional yang berbentuk tombak. Nama Arajang berarti Puang, Datuk, atau Raja. Ini terbukti dengan di wilayah bekas Kerajaan Kasimbar menyebut nama salah seorang pemimpin dengan nama Arajang Logas (dalam Haliadi Sadi 2012: 46). Senjata tradisional

Arajang mempunyai 4 bentuk dengan masing-masing mempunyai bentuk

berbeda.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Bolano Kecamatan Bolano-Lambunu. penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga bulan November 2014. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. penelitian yang bertujuan memberikan suatu deskripsi secara rinci, penuh makna yang mendalam tentang subjek yang berhubungan dengan permasalahan di atas.

Subjek pada penelitian ini yaitu senjata tradisional Arajang. Kemudian yang menjadi objek pada penelitian ini yaitu pertama bentuk senjata tradisional

Arajang; kedua makna simbolik pada senjata tradisional Arajang. Prosedur

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan data yang telah dikumpulkan dianalisis menjadi kajian melalui mereduksi data, penyajian data, dan diverifikasi datanya. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bolano Tengah yang didasarkan pada keberadaan pusaka peninggalan keolonginan Bolano berupa senjata tradisional. Lebih tepatnya dirumah Ibu Intjehani Ande (55 tahun). senjata tradisional

Arajang-selanjutnya disebut STA-terdiri dari empat bilah tombak. Nama keempat

jenis senjata tradisional tersebut, yaitu: Arajang, Markajani, Tubaja, Paji.

Senjata arajang –selanjutnya disebut SA, merupakan hadiah kepada

keolongianan Bolano dari kerajaan Bone di Makassar (Sulawesi Selatan).

Kemudian senjata markajani –selanjutnya disebut SM, merupakan hadiah dari kerajaan Mandar (Sulawesi Barat). Senjata tubaja –selanjutnya disebut sebagai ST, merupakan hadiah dari kerajaan Maluku pada saat pernikahan putra kerajaan

(7)

Maluku dengan putri Keolongianan Bolano yang bernama Elempitu. Sedangkan Senjata paji –selanjutnya disebut sebagai SP, merupakan salah satu senjata peninggalan keolongianan Bolano.

Bentuk Senjata Tradisional Arajang

Secara menyeluruh wujud SA memiliki bentuk garis, bidang, dan gempal (volume). Sedangkan ruang yang ditempati adalah ruang tiga dimensi. Senjata tradisional wujud SM memiliki bentuk garis, bidang, dan gempal (volume). SA dalam realitasnya juga menempati ruang tiga dimensi. wujud ST memiliki tiga bagian penting yang dapat dianalisa bentuknya yaitu mata tombak, sambungan mata tombak dan gagangnya. Sedangkan memiliki dua bagian penting yang dapat dianalisa bentuknya. Dua bagian tersebut yaitu mata tombak dan gagangnya. Dari dua bagian ini memiliki bentuk garis, bidang, gempal (volume).

Makna Simbolik Senjata Tradisional Arajang

Pendekatan sintaksis kajian STA jika mencermati secara fonem, maka SA dapat pecah menjadi tiga elemen tanda. Tiga elemen tersebut yaitu mata tombak, sambungan antara gagang dan mata tombak (selanjutnya akan disebut penyambung), dan gagang tombak. Kemudian SM secara fonem dapat pecah menjadi tiga elemen pembeda makna. dua elemen yaitu mata tombak dan gagang tombak. Sedangkan elemen ketiga yaitu elemen hiasan pendukung yang bisa disebut sebagai ornamen. ST secara fonem, maka ST dapat pecah menjadi empat elemen pembeda makna. dua elemen yaitu mata tombak, penyambung mata tombak dan gagan, dan gagang tombak. Sedangkan elemen keempat yaitu elemen hiasan pendukung yang bisa disebut sebagai ornamen. Selanjutnya SP secara fonem, maka SP dapat pecah menjadi dua elemen pembeda makna. dua elemen yaitu mata tombak dan gagang tombak. Sedangkan pendekatan sintaksis pada struktur morfem pada STA, terdiri dari empat jenis yaitu arajang, markajani, tubaja, dan paji.

Tataran semantik berupa klasifikasi fonem dan morfem yang merupakan tanda. Makna SA, Pertama mata tombak arajang mengarah pada simbol-simbol

(8)

seni berpola dua yaitu bentuk mata tombak yang simetris. Kedua penyambung antara mata dan gagang tombak lebih merepresentasikan suatu simbol penghubung. maka penyambung pada SA memiliki makna yang berbeda. Menurut Jakob (2006: 67) bahwa kalau terdapat ruang lain di antara keduanya bukan berarti penghubung tetapi lebih pada batas atau pemisah. Ketiga gagang tombak, jika dikaitkan dengan nilai fungsi praksis lebih bermakna simbol kokoh, kuat dan tegas.

Sedangkan simbol SA sebagai bentuk secara utuh (tanpa terpisah), dapat dinalisis dari segi fungsi ritualnya. Sehingga simbol SA pada pola Jakob memiliki keterkaitan erat dengan makna kosmologi suku Bugis. kosmologi suku Bugis dikenal dengan nama kosmologi I La Galigo Suku Bugis. Struktur kosmologi I La Galigo tersusun atas tiga simbol. Representasi ketiga simbol kosmologi suku Bugis ini lebih dikaitkan dengan tiap bagiannya. Seperti, bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah.

Klasifikasi tanda SM terdiri dua tanda yaitu mata tombak dan gagang tombak. Sedangkan tanda ornamen yang melekat merupakan satu kesatuan bentuk dari mata tombak. mata tombak markajani lebih mengarah pada fungsi praksis sebagai aspek penting dalam menjalankan fungsinya sebagai alat untuk berperang baik menyerang atau mempertahankan diri. Sedangkan aspek makna simbol dari tanda tersebut lebih mengarah pada makna kesatuan bentuk secarah holistik (utuh). Makna yang dapat dianalisa dari kesatuan tanda SM, merupakan bentuk dari pola dua. Tombak SA direpresentasikan sebagai simbol dunia atas dan pada gagang direpresentasikan sebagai simbol dunia bawah.

Identifikasi sebelumnya bahwa penanda-penanda ST terdiri tiga tanda yaitu mata tombak, sambungan, dan gagang tombak. Jika analisis ST mengarah pada fungsi praksisnya, maka aspek penting fungsinya adalah sebagai peralatan perang. Sedangkan aspek fungsi spiritual, maka terdapat makna-makna simbol dari pola tersebut. Pola tiga ST juga diarahkan pada makna kesatuan bentuk secarah holistik (utuh).

Makna simbol ST dilihat dari fungsi ritualnya, yaitu terdapat pada pola tiga. Masyarakat pola tiga dalam kebudayaan pra-modern Indonesia berkembang

(9)

di lingkungan primordial yang hidup dengan cara berladang. Perkawinan keduanya akan menciptakan entitas ketiga, yakni kehidupan di muka bumi. Langit atas, Bumi di bawah, dan kehidupan muncul di tengah-tengah langit dan bumi (dalam Jakob, 2006: 72).

klasifikasi tanda SP di atas, maka dapat ditemukan bahwa SP terdiri dua tanda yaitu mata tombak dan gagannya. Senjata paji dapat di kategorikan sebagai bentuk pola dua yaitu pola masyarakat peramu atau pola dualis-antagonistik. Menurut Jakob (2006: 49) pola pikir dua yaitu pola pikir dualistik-antagonistik, pasangan-pasangan oposisi substansial lebih menekankan “pertentangan” dari pada “komplementer”, meskipun disadari makna saling melengkapi. Hal ini dasari pada hidup itu pemisahan (dalam Jakob, 2006: 33 ). Simbol dari bentuk mata tombak dua juga bermakna jamak, seperti langit-bumi, terang-gelap, hulu-hilir, pihak lawan dan pihak kawan dan sebagainya (Jakob, 2006: 55).

STA dengan masyarakat Bolano dalam pragmatik lebih menekankan sebagai identitas masyarakatnya. Identitas ini didasari oleh nilai kesakralan yang terkandung dalam STA tersebut. Nilai sakral dari STA sangat tampak dari perlakuan oleh masyarakat yang ada. Hal dapat ditelusuri dengan adanya relasi tanda yang terdapat dalam prosesi ritual tersebut. Tanda yang ada menunjukkan adanya simbol yang terdapat di dalamnya. Simbol yang menonjol dalam praktek ritual STA yaitu simbol rokok dan simbol wudhu.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik bahwa Senjata tradisional

Arajang yaitu bentuk tombak, terdiri atas empat jenis, nama, dan asal-usul yang

berbeda. Senjata tradisional arajang merupakan hadiah dari kerajaan Bone (Sulawesi selatan). Senjata tradisional markajani merupakan hadiah dari bangsa Mandar (Sulawesi Barat). Senjata tradisional tubaja merupakan hadiah dari kerajaan di Maluku. Senjata tradisional paji merupakan bentuk senjata olongian Bolano

(10)

Dari kajian bentuk yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan, bahwa Bentuk-bentuk yang lebih dominan dari keempat senjata tradisional Arajang yaitu, bentuk garis, bidang dan gempal, juga menempati ruang tiga dimensi. Disamping itu terdapat dua jenis yang memiliki ornamentik yaitu senjata markajani dan senjata tubaja.

Makna senjata tradisional Arajang dengan perspektif semiotik dari kajian sintaksis dibagi menjadi dua bagian yaitu struktur dan pola, fonem dan morfem. Kajian sintaksis fonem pada STA terdiri mata tombak, penyambung antara mata tombak dan gagangnya, dan gagang tombak itu sendiri. Sedangkan ornamen merupakan satu kesatuan dari mata tombak.

Kajian sintaksis morfem pada konsep STA terdiri dari hubungan hirarki dalam arti struktur atau susunannya tidak berubah. Susunannya yaitu senjata arajang sebagai sturuktur pertama, kemudian senjata markajani kedua, selanjutnya senjata tubaja, dan terrakhir senjata paji. Struktur atau susunan ini tidak bisa dibolak-balik.

Pemakanaan yang dilakukan pada STA menggunakan konvensi Jakob,

pertama menentukan atau mengklasifikasi tanda; kedua memberikan pemaknaan

melalui tanda. Klasifikasi fonem, SA terdiri dari mata tombak, penyambung mata dan gagang tombak, dan gagang tombak. SM terdiri dari mata tombak, ornamen pendukung, dan gagang tombak. ST terdiri dari mata tombak, ornamen pendukung, dan gagang tombak. SP mata tombak dan gagang tombak. Sedangkan pada morfem lebih mengarah pada konsep STA sebagai struktur hirarki di dalamnya.

STA dilihat dari fungsi paksis sebagai alat untuk peperangan baik digunakan untuk menyerang maupun untuk pertahanan. Sedangkan makna dari fungsi ritual STA merupakan hubungan antara pola dua dan pola tiga. Di mana pola dua merupakan bentuk pemisahan dan berujung pada bentuk keseimbangan. Sedangkan pola tiga lebih berhubungan dengan kosmik kehidupan yaitu bentuk makrokosmos dan mikrokosmos. Dengan menunjuk pada dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Dunia atas merupakan daya penguasa kosmik langit. Dunia

(11)

tengah merupakan simbol dunia manusia. Kemudian dunia bawah menyimbolkan bumi atau laut tempat manusia dan makhluk lainnya tinggal.

Aspek pragmatik semiotik lebih menekankan pada dua simbol dalam prosesi ritual. Kedua simbol yang dimaksud yaitu simbol rokok dan simbol wudhu. Hal ini disebabkan, kedua simbol ini tidak dapat dipisahkan dari prosesi ritual yang terjadi, keduanya memberikan kenyataan tentang nilai yan terkandung pada STA bagi masyarakat Bolano.

Saran

Setelah melalui proses penelitian, mulai dari sajian proposal, penelitian, dan penyusunan karya tulis dalam bentuk skripsi ini, maka disaran yang disampaikan Kepada pemerintah Kabupaten Parigi-Moutong, untuk terus menggali kebudayaan baik melalui tulisan maupun pameran-pameran karya tradisional. Bagi masyarakat Bolano, untuk tetap menjaga eksistensi senjata tradisional Arajang. Bagi peneliti lanjutan, untuk membiasakan melakukan kajian mengenai karya baik menggunakan pendekatan teori semiotika atau pendekatan teori lain.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Depertemen Pendidikan Nasional. 2009. Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Negeri Gorontalo

Djajasudarma, T. Fatimah. 2009. Semantik 2. Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama

Gulendra, I Wayan. 2010. Pengertian Garis dan Bentuk. (http://www.isi-dps.ac.id. Di akses 20 Maret 2014)

Moleong, J. Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

(12)

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. R dan D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sudjiman Panuti dan Aart Van Goest. 1996. Serba-serbi semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sumardjo, Jakob. 2006. Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press Sumber internet:

anninni.blogspot.com/2012/8/pendekatan- sturuktural-semiotik.html. diunduh 28 September 2014

Informan:

Informan I Ibu Intjehani Ande Informan II Bapak Talib Joto

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan Analisis Spasial dan Regresi Berganda pada Penentuan Bahan Organik Tanah di Kabupaten Sampang

Tujuan observasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data penelitian aktivitas peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai afektif pada pembelajaran tari bedana di SMA

Dapat menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis sebagai suatu logaritma pemahaman konsep namun masih melakukan beberapa kesalahan1. Dapat menyajikan

All that parcel of land together with the building thereon and appurtenances thereof situate at Jalan Patingan, Kuching, containing an area of 483.2 square metres, more or less,

Materi berisikan tentang Aksara Jawa yang terdiri dari Aksara Carakan, Aksara Pasangan, Aksara Sandhangan, dan Aksara Angka sesuai dengan yang tertuang dalam

Pada musim 2010-11 rata-rata jumlah kehadiran penonton dalam setiap pertandingan Liga Premier adalah 35.363, yang merupakan jumlah tertinggi kedua dari liga sepak

Khidmat Sokongan dan Sistem Penyampaian Bersandarkan kepada tugas yang diamanahkan dan teras pembangunan yang telah ditetapkan, salah satu komoditi yang menjadi

mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Kemampuan dosan dalam mengelola pembelajaran meliputi