• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRA-PEMROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DAUBECHIES UNTUK PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRA-PEMROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DAUBECHIES UNTUK PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PRA-PEMROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DAUBECHIES UNTUK PEMODELAN

STATISTICAL DOWNSCALING

Vivin Mandasari (1306 100 069)1, Dr. Ir. Setiawan, M. S (19601030 198701 1 001)2

1

Mahasiswa Jurusan Statistika ITS , 2 Dosen Jurusan Statistika ITS e-mail: [email protected], 2 [email protected]

Abstrak

Dalam pemodelan statistical downscaling (SD) data luaran Global Circulation Model (GCM) perlu dilakukan suatu pra-pemrosesan data yaitu reduksi dimensi untuk mengatasi masalah dimensi yang tinggi dan multikolinieritas pada data luaran GCM. Salah satu metode reduksi dimensi adalah transformasi wavelet. Transformasi wavelet adalah suatu konvolusi antara fungsi wavelet dengan sinyal. Pada makalah ini menggunakan metode reduksi dimensi, transformasi wavelet Diskrit dengan mother wavelet yang digunakan yaitu wavelet Daubechies. Prosedur transformasi wavelet diskrit mensyaratkan ukuran data 2N. Pada hasil reduksi dari transformasi wavelet Daubechies tidak dapat mengatasi multikolinieritas, sehingga hasil reduksi dimensi direduksi kembali dengan PCA. Berdasarkan nilai RMSE dan nilai R2, pada umumnya hasil pemodelan regresi linier berganda dari metode gabungan transformasi wavelet Daubechies dan PCA (Hybrid) lebih baik dari pada metode gabungan transformasi wavelet Haar dan PCA (Hybrid).

Kata kunci : Global Circulation Model (GCM), statistical downscaling (SD), reduksi

dimensi, dan transformasi wavelet Daubechies 1. Pendahuluan

Wilayah Indonesia yang berada pada posisi strategis, menyebabkan kondisi iklim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa fenomena seperti fenomena global, regional, dan lokal, sehingga menambah beragamnya kondisi iklim di Indonesia (www.bdg.lapan.go.id). Adanya berbagai fenomena yang mempengaruhi kondisi iklim di Indonesia maka upaya regionalisasi (downscaling) menggunakan Global Circulation Model (GCM) perlu dilakukan dalam pemanfaatan kajian iklim. GCM merupakan metode yang paling berpotensi untuk mensimulasikan iklim masa lampau, sekarang dan memprediksi perubahan-perubahan iklim yang mungkin terjadi di masa akan datang. Skala yang digunakan dalam GCM beresolusi rendah/berdimensi tinggi. Salah satu cara untuk menurunkan skala spasialnya digunakan metode downscaling. Metode downscaling merupakan suatu teknik dengan untuk memperoleh informasi di suatu area dengan skala lokal menggunakan GCM. Beberapa metode downscaling yang dikembangkan antara lain

dynamical downscaling, statistical downscaling, dan dynamical statistical downscaling.

Metode statistical downscaling (SD) adalah suatu proses downscaling yang bersifat statik yang bertujuan untuk menentukan data pada grid berskala lebih kecil dengan menggunakan data pada grid-grid berskala besar dalam periode dan jangka waktu tertentu (Wigena, 2006). Beberapa permasalahan yang muncul dalam SD dengan menggunakan variabel GCM adalah reduksi dimensi. Salah satu metode reduksi dimensi adalah transformasi

wavelet. Transformasi wavelet adalah sebuah transformasi matematika yang digunakan

untuk menganalisis sinyal bergerak. Sinyal bergerak ini dianalisis untuk didapatkan informasi spektrum frekuensi dan waktunya secara bersamaan. Pada penelitian sebelumnya Suprapti (2009) mencoba transformasi wavelet Haar untuk mereduksi dimensi pada data

(2)

2

curah hujan. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pemodelan regresi berganda dengan variabel bebas koefisien wavelet kurang memuaskan karena antar koefisien wavelet masih banyak korelasi yang cukup tinggi dan hasil reduksi dengan PCA lebih baik dibandingkan dengan transformasi wavelet diskrit. Pada makalah ini reduksi dimensi yang digunakan adalah Transformasi Wavelet Diskrit (TWD) dengan mother

wavelet yang dipakai adalah wavelet Daubechies.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Global Circulation Model (GCM)

Global Circulation Model (GCM) adalah suatu model matematika berbasis

komputer yang terdiri atas persamaan numerik dan deterministik yang terpadu dan mengikuti hukum-hukum fisika (Wigena, 2006). Beberapa model GCM yang ada antara lain GISS (Goddard Institute for Space Studies) dari NASA, GFDL (Geophysical Fluid

Dynamic Laboratory) dari NOAA, UKMO (United Kingdom Meteorological Office),

CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization) dari Australia, dan NCEP (National Centers for Environmental Prediction). Skala yang digunakan dalam GCM beresolusi rendah/berdimensi tinggi. Salah satu cara untuk menurunkan skala spasialnya agar dapat menjelaskan variabilitas dalam skala lokal yang lebih detail yaitu dengan menggunakan metode downscaling.

2.2 Metode Statistical Downscaling (SD)

Metode downscaling adalah teknik untuk memperoleh informasi di suatu area dengan skala lokal menggunakan GCM. Metode downscaling yang dikembangkan antara lain dynamical downscaling, statistical downscaling, dan dynamical statistical

downscaling. Metode statistical downscaling (SD) adalah suatu proses downscaling yang

bersifat statik yang bertujuan untuk menentukan data pada grid berskala lebih kecil dengan menggunakan data pada grid-grid berskala besar dalam periode dan jangka waktu tertentu (Wigena, 2006). Metode SD merupakan metode yang aplikasinya cepat untuk GCM yang berbeda dan komputasinya relatif murah untuk dikerjakan.

2.3 Transformasi Wavelet Diskrit (TWD)

Transformasi wavelet adalah suatu konvolusi antara fungsi wavelet dengan sinyal (Addison, 2002 dalam Ohyver, 2008). Transformasi wavelet dibagi menjadi dua yaitu transformasi wavelet diskrit (TWD) dan transformasi wavelet kontinu (TWK). Perbedaannya terletak pada pada nilai a dan b. Pada transformasi wavelet diskrit nilai a, b dibatasi pada nilai-nilai yang diskrit yaitu a = a0m dan b = nb0a0m , m, n Z, dengan a0 >

1, b0 > 0. Transformasi wavelet diskrit (TWD) dari x untuk mother wavelet (ψ)

didefinisikan (Daubechies, 1992): 1 0 1 2 0 , , ) ( N j k k j k j j d t f (1)

Misalkan diasumsikan p = 2N dan x = (x0, x1, . . . , xp-1)’, dimana N merupakan

bilangan bulat positip, maka suatu vektor data x dapat dihubungkan dengan suatu fungsi f pada selang [0,1] dengan persamaan sebagai berikut (Setiawan dan Notodiputro, 2005):

1 2 0 2 ) 1 ( 2 ) ( N N N k k t k kI x t f (2)

Sehingga diperoleh DWT (Kaist, 2005): ) ( ) ( ) ( 1 0 1 2 0 , , 0 , 0 t d t c t f N j k k j k j j (3)

(3)

3 Dimana:

j = level resolusi berupa bilangan bulat

c0,0 = koefisien pemulusan bagian pendekatan dari suatu fungsi

dj,k = koefisien wavelet

t = mother wavelet )

(t = father wavelet

Persamaan (3) disebut transformasi wavelet diskrit, nilai f(t) dapat diperoleh secara tepat, jika semua level resolusi diambil untuk dekomposisi, yaitu semua (N-1) level resolusi pertama. Dengan mengambil nilai t dan (t) untuk semua t, maka persamaan (3) dapat dituliskan dengan notasi matriks dengan persamaan sebagai berikut :

x = WT d (4) karena W ortogonal maka diperoleh

d = W x (5)

Kemudian memilih level-level resolusi tertentu, sehingga:

D*(nxm) = x(nxp) WT*(pxm) (6) Dimana: d (c ,d ,d ,d ,...,d M )T 0 , 1 2 0 , 1 1 , 1 0 , 0 0 , 0

W = matrik yang elemen-elemen barisnya adalah nilai dari φ(t) dan ψj ,k(t) untuk berbagai t.

D* = matrik koefisien wavelet dari kombinasi level-level resolusi yang terpilih

WT* = matrik yang elemen-elemen barisnya adalah nilai dari φ(t) dan ψj ,k(t)

terpilih.

Persamaan di atas mereduksi pengamatan p variabel menjadi m koefisien wavelet terpilih, dimana m < p.

2.4 Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda merupakan pengembangan dari regresi linier sederhana. Pada regresi linier sederhana hanya menggunakan satu variabel bebas (x), tetapi pada regresi linier berganda menggunakan variabel bebas sebanyak k variabel bebas (x1, x2, ...,

xk).

Model regresi linier berganda dapat didefinisikan sebagai berikut :

i k k

i x x x

Y 0 1 1 2 2 ... (7)

Model regresi linier berganda pada persamaan (7) dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

n k nk n k k k x x x x x x y y y . . . . . . . . . 1 . . . . . . . . . . . . 1 . . . 1 . . . 2 1 1 0 1 2 21 1 11 2 1 (8)

Persamaan (7) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut :

y = Xβ + ε (9)

Dimana :

y = vektor variabel respon

(4)

4

β= vektor koefisien regresi

ε= vektor galat

Salah satu metode pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah menggunakan metode least square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan galat.

2.5 Principal Component Analysis (PCA)

Prosedur Principal Component Analysis (PCA) bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component (PC).

PC dapat diperoleh dari pasangan eigenvalue-eigenvektor matriks kovarian maupun matriks korelasi. Selanjutnya bila Σ adalah matriks varian-kovarian dari vektor random X’=[ X1,X2,…, Xp] dan Σ memiliki pasangan eigen value-eigen vektor ( 1e1), ( 2e2), … ,

( pep) dimana 1 2 ... p 0. Model PC ke-i dapat juga ditulis dengan notasi Zi =

ei’X dimana : i = 1,2,...,p dan oleh karenanya :

i i i e e Z Var( ) ' i 1,2,..., p (10) k i k i Z e e Z Cov( , ) ' i k (11)

PC tidak berkorelasi dan mempunyai varians yang sama dengan eigenvalue dari , sehingga: p tr p i i X Var pp 1 2 ... 1 ... 22 11 (12)

Bila total variansi populasi adalah pp ... p 2 1 ...

22

11 , maka:

Proporsi varians ke-i =

p i ... 2 1 (13) Apabila PC yang diambil sebanyak k dimana (k<p), maka:

Proporsi variansi k PC = p k ... 2 1 ... 2 1 (14)

Selanjutnya, bila yang dipakai di awal adalah matriks kovariansi dari data yang terstandarisasi, karena diagonal utama matriks berisi nilai satu, maka total variansi populasi untuk variabel terstandarisasi adalah p, yang merupakan jumlah elemen diagonal matriks . Sehingga:

Proporsi variansi ke-i =

p

i

(15)

2.6 Validasi Model

Validasi adalah proses penentuan apakah model merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata. Untuk menguji hasil prediksi dari model yang telah diperoleh maka dapat menggunakan kriteria nilai The Root Mean Square Error (RMSE) dan The

Root Mean Square Error of Prediction (RMSEP). RMSE dan RMSEP didefinisikan

(5)

5 RMSE 1 ) ˆ ( 1 1 2 1 n Y Y n i i i RMSEP 1 ) ˆ ( 2 1 2 2 n Y Y n i i i (16)

Selain itu, untuk menguji hasil prediksi dari model yang telah diperoleh dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi yaitu R2 dan R2prediction yang dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus :

R2 1 1 1 2 1 2 ) ( ) ˆ ( n i i n i i Y Y Y Y R2prediction 2 2 1 2 1 2 ) ( ) ˆ ( n i i n i i Y Y Y Y (17) 2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang sudah dikembangkan menggunakan metode SD untuk mereduksi dimensi antara lain transformasi wavelet Haar dan PCA (Suprapti, 2009) dan estimator MCD (Khotimah, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Suprapti (2009) diperoleh kesimpulan bahwa hasil reduksi dengan PCA lebih baik dibandingkan dengan transformasi

wavelet diskrit, karena jumlah variabel baru yang dihasilkan dari PCA lebih sedikit dengan

nilai keragamannya cukup besar. Berdasarkan hasil pemodelan regresi berganda, metode PCA lebih baik dilihat dari nilai RMSEP dan R2 validasi model dibandingkan metode gabungan transformasi wavelet diskrit dan PCA. Berdasarkan hasil penelitian Khotimah (2009) diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok antara jumlah komponen utama optimal hasil dari reduksi dimensi dengan metode PCA dan ROBPCA, kecuali pada variabel HUSS. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil validasi model SD menggunakan metode regresi PCA dan regresi ROBPCA. Namun secara umum metode regresi PCA cenderung menghasilkan dugaan yang lebih baik dibanding dengan regresi ROBPCA.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan periode 1967-2000. Grid yang digunakan adalah 3x3, 8x8, dan 12x12.

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yang merupakan variabel luaran CSIRO-Mk3 yang meliputi: precipitable water (PRW), tekanan permukaan laut (SLP), komponen angin meridional (VA), komponen zonal (UA), ketinggian geopotensial (ZG), dan kelembaban spesifik (HUS). Ketinggian (level) yang akan digunakan dalam penelitian adalah 850 hPa, 500 hPa, dan 200 hPa. Sedangkan variabel respon yang digunakan untuk memodelkan data luaran GCM adalah variabel curah hujan di lima stasiun di Kabupaten Indramayu yaitu Losarang, Karangasem, Sumurwatu, Indramayu, dan Juntinyuat. Namun, pada periode tertentu terdapat data yang

missing, sehingga periode yang digunakan untuk kelima stasiun tersebut adalah tahun

1981-2000.

Adapun langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan data dan pereduksian dimensi dengan metode transformasi wavelet

Daubechies.

(6)

6

3. Validasi model dan membandingkan hasil pemodelan hasil reduksi dimensi menggunakan metode transformasi wavelet Daubechies dengan transformasi

wavelet Haar.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Reduksi Dimensi dengan Transformasi Wavelet Daubechies

Reduksian dimensi dengan metode wavelet harus memenuhi syarat bahwa jumlah pengamatan yang akan direduksi harus 2N. Apabila syarat tersebut belum terpenuhi maka perlu dibuat plot spektra agar dapat ditentukan pengamatan mana yang bisa dihilangkan. 4.1.1 Reduksi Dimensi pada Tiap Variabel

Pada data luaran GCM grid 3x3 memiliki 9 pengamatan dan grid 12x12 memiliki 144 pengamatan. Sehingga untuk memenuhi asumsi 2N perlu dibuat plot spektra. Variabel bebas yang akan diuraikan secara lengkap adalah variabel precipitable water (PRW).

Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa plot dari semua pengamatan hampir sama. Hal ini terlihat dari fluktuasi plot yang terletak berada pada sekitar nilai tertentu. Maka tidak ada kriteria untuk menentukan pengamatan mana yang perlu dihilangkan. Agar memenuhi asumsi 2N yaitu pada grid 3x3 perlu dihilangkan satu pengamatan yaitu pengamatan kesembilan dan pada grid 12x12 perlu dihilangkan 16 pengamatan yaitu pengamatan kelipatan sembilan. Untuk memilih level resolusi yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah pengamatan maka dilakukan kombinasi pada level resolusi. Hasil kombinasi diregresikan dengan variabel respon curah hujan Losarang untuk mendapatkan nilai R2. Kombinasi level resolusi yang memiliki nilai R2 paling besar yang digunakan untuk memilih koefisien wavelet.

Tabel 1. Nilai R2 Kombinasi Level Resolusi Variabel PRW Pada Tiap Grid

Grid Kombinasi Level

Resolusi R 2 3x3 0 dan 1 31.8 0 dan 2 38.9 1 dan 2 40.9 8x8 0;1; dan 2 43.8 0;1; dan 3 43.5 0;2; dan 3 46.9 1;2; dan 3 47.1 12x12 0;1; dan 2 42.0 0;1; dan 3 43.3 0;2; dan 3 45.8 1;2; dan 3 46.9

Gambar 1. Plot Spektra Variabel

PRW Grid 3x3

Gambar 2. Plot Spektra Variabel PRW

(7)

7

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada grid 3x3 diambil 7 koefisien

wavelet terpilih pada level resolusi 1 dan 2 serta 1 koefisien pemulusan. Sedangkan pada

grid 8x8 dan grid 12x12 masing-masing mengambil 14 koefisien wavelet terpilih pada level resolusi 1, 2 dan 3 serta 1 koefisien pemulusan.

4.1.2 Reduksi Dimensi pada Seluruh Variabel

Reduksi dimensi dilakukan dengan menggabungkan seluruh variabel bebas menjadi satu pada masing-masing luasan grid yang berbeda. Setelah asumsi 2N terpenuhi maka seluruh variabel tersebut dilakukan transformasi wavelet Daubechies untuk mendapatkan koefisien-koefisien wavelet dengan level resolusi tertentu. Hasil kombinasi diregresikan dengan variabel curah hujan untuk mendapatkan nilai R2. Kombinasi level resolusi yang memiliki nilai R2 yang paling besar digunakan untuk memilih koefisien wavelet.

Tabel 2. Nilai R2 Kombinasi Level Resolusi Seluruh Variabel

R2 Kombinasi Level Resolusi Grid 3x3 8x8 12x12 0;1;2;3;4;5 59.0 59.6 59.6 0;1;2;3;4;6 67.6 69.3 69.3 0;1;2;3;5;6 71.3 73.1 72.6 0;1;2;4;5;6 72.5 74.4 74.6 0;1;3;4;5;6 73.0 76.4 75.5 0;2;3;4;5;6 73.3 76.7 77.0 1;2;3;4;5;6 73.4 76.7 77.3

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada masing-masing grid 3x3 dan 12x12 diperoleh 126 koefisien wavelet terpilih pada kombinasi level resolusi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 serta 1 koefisien pemulusan, sedangkan pada grid 8x8 diperoleh 125 koefisien

wavelet terpilih pada level resolusi 0, 2, 3, 4, 5, dan 6 serta 1 koefisien pemulusan.

4.2 Pemodelan Statistical Downscaling (SD)

Pemodelan data luaran GCM dilakukan dengan metode regresi linier berganda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik hasil pereduksian dimensi pada tahap pra-pemrosesan data. Reduksi dimensi dengan menggunakan transformasi wavelet Daubechies menghasilkan jumlah variabel baru yang cukup besar dan terdapat korelasi yang sangat tinggi di antara variabel baru tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan multikolinieritas ini adalah Principal Component Analysis (PCA). Sebelum melakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut terhadap model regresi yang dihasilnya, ada baiknya dilakukan beberapa uji asumsi. Pada model regresi grid 3x3 dengan variabel respon yang digunakan adalah curah hujan Losarang diperoleh hasil bahwa residual tidak berdistribusi normal, independen dan tidak identik.

4.2.1 Pemodelan dari Hasil Reduksi Dimensi Tiap Variabel Bebas

Penentuan jumlah PC yang digunakan dalam pemodelan regresi berganda berdasarkan nilai kumulatif proporsi 85%. Berdasarkan pegujian individu pada pemodelan grid 3x3 tidak semua koefisien regresi bermakna dalam model. Variabel HUSS, PRW, UAS dan VAS memiliki koefisien bermakna terhadap curah hujan Losarang, variabel HUS500, PRW, UA500, UA850 dan VAS memiliki koefisien bermakna terhadap curah hujan Karangasem, variabel PRW, SLP, UA200, VA500, VA850, VAS, dan ZG850 memiliki koefisien bermakna terhadap curah hujan Sumurwatu, variabel PRW, VAS, dan ZG200 memiliki koefisien bermakna terhadap curah hujan Indramayu, dan variabel PRW, UA200, dan VAS memiliki koefisien bermakna terhadap curah hujan Juntinyuat.

(8)

8

Tabel 3. Nilai RMSE dan R2 dari Regresi Hybrid dari Reduksi Tiap Variabel

Stasiun Grid 3x3 Grid 8x8 Grid 12x12

RMSE R2 RMSE R2 RMSE R2

Losarang 85.41 51.5 79.33 58.1 80.69 59.5 Karangasem 76.53 45.7 68.15 56.9 71.41 52.7 Sumurwatu 80.98 54.3 75.26 60.5 75.38 60.4 Indramayu 104.51 49.0 95.89 57.1 93.08 59.5 Juntinyuat 82.18 49.2 77.02 55.4 75.55 57.1

Tabel 3 memberikan informasi bahwa nilai RMSE dan nilai R2 stasiun Losarang, Indramayu dan Juntinyuat dimana semakin besar luasan ukuran grid maka nilai RMSE yang semakin kecil dan nilai R2 yang semakin besar. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada stasiun Karangasem dan Sumurwatu.

Tabel 4. Nilai RMSEP dan R2pred Validasi Regresi Hybrid dari Reduksi Tiap Variabel

Stasiun Grid 3x3 Grid 8x8 Grid 12x12

RMSEP R2pred RMSEP R2pred RMSEP R2pred

Losarang 98.39 31.3 104.28 17.4 111.63 14.3 Karangasem 87.74 24.5 86.95 20.0 91.04 24.2 Sumurwatu 106.37 52.5 118.11 44.5 133.35 23.4 Indramayu 158.43 19.6 155.99 24.0 186.89 6.2 Juntinyuat 131.73 5.5 124.1 4.1 145.71 1.1

Tabel 4 memberikan informasi bahwa bahwa sebagian besar luasan ukuran grid yang digunakan mempengaruhi besarnya validasi model. Semakin luas ukuran grid yang digunakan maka kinerja pemodelan data curah hujan dengan hasil reduksi dimensi gabungan transformasi wavelet Daubechies dengan PCA kurang memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari nilai RMSEP dan nilai R2pred stasiun Losarang, Sumurwatu dan Juntinyuat

dimana semakin besar luasan ukuran grid maka nilai RMSEP yang semakin besar dan nilai R2pred yang semakin kecil. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada stasiun Karangasem dan

Indramyu. Selain itu dapat diketahui bahwa validasi model pada stasiun Indramayu dan Juntinyuat mempunyai nilai RMSEP dan R2pred yang paling kecil dibandingkan dengan

stasiun yang lain. Hal itu dikarenakan letak dari kedua stasiun tersebut dekat dengan laut. Sehingga, curah hujan pada stasiun tersebut tidak stabil dan sangat beragam.

4.2.2 Pemodelan dari Hasil Reduksi Dimensi Seluruh Variabel Bebas

Penentuan jumlah PC yang digunakan dalam pemodelan regresi berganda berdasarkan nilai kumulatif proporsi 85% .

Tabel 5. Nilai RMSE dan R2 Regresi Hybrid dari Reduksi Seluruh Variabel

Stasiun Grid 3x3 Grid 8x8 Grid 12x12

RMSEP Rpred RMSEP Rpred RMSEP Rpred

Losarang 88.81 33.9 90.86 32.2 92.64 28.8 Karangasem 78.74 35.1 75.31 39.9 81.00 30.8 Sumurwatu 117.31 40.8 100.91 61.2 112.61 49.1 Indramayu 149.28 27.6 148.66 27.3 161.54 14.4 Juntinyuat 113.78 15.0 113.85 15.6 131.03 2.9

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa meningkatnya ukuran grid tidak menjamin meningkatnya kebaikan hasil pemodelan. Hal tersebut diketahui dari ketidak konsistenan nilai RMSE dan R2 terhadap luasan grid. Akan tetapi jika hanya melihat pada

(9)

9

grid 8x8 dan 12x12 terlihat bahwa sebagian besar luasan ukuran grid yang digunakan mempengaruhi besarnya pemodelan. Semakin luas ukuran grid yang digunakan maka kinerja pemodelan data curah hujan dengan hasil reduksi dimensi gabungan transformasi

wavelet Daubechies dengan PCA semakin memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari nilai

RMSE dan nilai R2 pada semua stasiun dimana semakin besar luasan ukuran grid maka nilai RMSE yang semakin kecil dan nilai R2 yang semakin besar.

Tabel 6. Nilai RMSEP dan R2pred Validasi Regresi Hybrid dari Reduksi Seluruh Variabel

Stasiun Grid 3x3 Grid 8x8 Grid 12x12

RMSEP Rpred RMSEP Rpred RMSEP Rpred

Losarang 88.81 33.9 90.86 32.2 92.64 28.8 Karangasem 78.74 35.1 75.31 39.9 81.00 30.8 Sumurwatu 117.31 40.8 100.91 61.2 112.61 49.1 Indramayu 149.28 27.6 148.66 27.3 161.54 14.4 Juntinyuat 113.78 15.0 113.85 15.6 131.03 2.9

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar luasan ukuran grid yang digunakan mempengaruhi besarnya validasi model. Semakin luas ukuran grid yang digunakan maka kinerja pemodelan data curah hujan dengan hasil reduksi dimensi gabungan transformasi wavelet Daubechies dengan PCA kurang memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari nilai RMSEP dan nilai R2pred stasiun Losarang, dan Indramayu dimana

semakin besar luasan ukuran grid maka nilai RMSEP yang semakin besar dan nilai R2pred

yang semakin kecil. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada stasiun Karangasem, Sumurwatu, dan Juntinyuat.

4.3 Perbandingan antara Metode Transformasi Wavelet Haar dan Transformasi Wavelet Daubechies

Berdasarkan langkah reduksi dimensi dengan metode transformasi wavelet Daubechies dan transformasi wavelet Haar pada tahap pra-pemrosesan diperoleh kesimpulan bahwa metode transformasi wavelet Daubechies umumnya lebih baik dibandingkan metode transformasi wavelet Haar dalam hal mereduksi dimensi data luaran GCM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah variabel baru yang dihasilkan pada reduksi dimensi menggunakan metode transformasi wavelet diskrit lebih sedikit daripada transformasi

wavelet Haar. Berdasarkan hasil pemodelan regresi berganda dan validasi model, metode

gabungan transformasi wavelet Daubechies dan PCA lebih baik daripada metode gabungan transformasi wavelet Haar dan PCA. Hal ini dapat diketahui dari nilai RMSE, RMSEP yang lebih kecil dan R2 dan R2pred yang lebih besar.

5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil reduksi dimensi tiap variabel dengan transformasi wavelet Daubechies untuk grid 3x3 diambil tidak lebih dari 6 koefisien wavelet terpilih dan 1 koefisien pemulusan, pada grid 8x8 dan 12x12 diambil tidak lebih dari 14 koefisien wavelet terpilih dan 1 koefisien pemulusan. Sedangkan hasil reduksi dimensi seluruh variabel dengan transformasi wavelet Daubechies untuk grid 3x3 dan 12x12 diambil 126 koefisien wavelet terpilih dan 1 koefisien pemulusan, pada grid 8x8 diambil 125 koefisien wavelet terpilih dan 1 koefisien pemulusan. Berdasarkan pemodelan regresi berganda dan validasi model regresi hybrid dengan variabel bebas PC dari hasil reduksi dimensi PCA kurang memuaskan. Hal itu dapat diketahui dari nilai RMSE dan RMSEP yang besar serta nilai R2 dan R2pred yang

(10)

10

kecil. Pada perbandingan metode, pada umumnya hasil reduksi dengan transformasi

wavelet Daubechies lebih baik dibandingkan dengan transformasi wavelet Haar.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya, dapat digunakan metode transformasi wavelet diskrit dengan mencoba mother wavelet yang lain maupun metode reduksi dimensi yang lain. Sehingga permasalahan dalam data luaran GCM dapat teratasi dan dapat diketahui metode reduksi dimensi yang sesuai dengan data yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Wavelet. http://www.wikipwedia.org (tanggal akses: 30 September 2009).

Anonim. (2009). Evaluasi Kondisi Variabilitas Iklim Indonesia Selama Bulan Maret 2009 dan Prosfektifnya Beberapa Bulan Mendatang.http://www.bdg.lapan.go.id/moklim/ (tanggal akses: 26 Oktober 2009)

Daubechies, I. (1992). Ten Lecture on Wavelets. Society for Industrial and Applied Mathematic, Philadelphia.

Draper, N.R., dan Smith, H. (1992). Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Haryoko, U. (2004), Pendekatan Reduksi Dimensi Luaran GCM untuk Penyusunan Metode Statistical Downscaling. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Johnson, R.A and Wichern, D.W. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis. 5th Ed. New Jersey: Prentice Hall.

Jolliffe, I.T. (1986). Principal Component Analysis, Second Ed. New York: Springer-Verlag. Kaist. (2005). The Discrete Wavelet Transform.http://www.colorado.edu/engineering/CAS/

courses.d/SystemID.d/kaist.lecture.04.2005.pdf (tanggal akses: 30 Sepember 2009).

Khotimah, K. (2009). Reduksi Dimensi ROBUST dengan Estimator MCD untuk Pra-Pemrosesan Data Pemodelan Satistical Downscaling. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Manorang, J. (2009). Analisis Komponen Utama Kernel untuk Pra-Pemrosesan Pemodelan Statistical Downscaling. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Ohyver, M. (2008). Transformasi Wavelet Kontinu pada Model Kalibrasi Variabel Ganda, Tesis,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Ravnjak, M., Grgic, M., dan Zovko, B. (1999). Filter Comparison In Wavelet Transform Of Still Image. University of Zagreb, Croatia.

Sandberg, K. (2000), The Haar Wavelet Transform. http://www.colorado.edu. (tanggal akses: 1 Oktober 2009)

Setiawan, dan Notodiputro K.A. (2005). Regresi Kontinum sebagai Bentuk Umum dari RKT, RKU, serta RKTP. Prosiding Seminar Nasional Statistika VII. Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya.

Soemartini. (2008). Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode Untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Universitas Padjadjaran, Jatinagor.

Sunaryo, S. (2005). Model Kalibrasi dengan Transformasi Wavelet sebagai Metode Pra-pemrosesan. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprapti, A. (2009), Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO-Mk3 dengan Metode Transformasi Wavelet Diskrit. Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sutikno. (2008). Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan

Produksi Padi. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wigena, A.H. (2006). Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Persuit untuk Peramalan Curah Hujan. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Perwujudan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel telah dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) dan mendasarkan

Di lahan belukar muda berumur 10 tahun telah dijumpai jenis suksesi lanjut (Rinorea anguifera) yang mendominasi tapak, sedangkan di tapak belukar dan agroforest berumur lebih dari

individu dan kepuasan keda mampu menjelaskan variasi pada variabel kepemimpinan transformasional' Kepuasan kerja menjadi variabel yang penting unhrk diperhatikan karena

This research aimed to improve students’ learning achievement on the topic of nature preservation using model combination of group investigation and numbered heads

Berdasarkan uraian di atas, budidaya paprika banyak dikembangkan di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat, padahal daerah yang memiliki kondisi fisik dan

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2016 tentang sistem Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara telah

Tabel 5. Hasil Uji Regresi Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan leverage

Persamaan-persamaan yang dihasilkan dengan metode pendugaan 3SLS, yang dinyatakan lebih baik, dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan sisi produksi,