• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN KLUNGKUNG TENTANG

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM PENELITI

DR. I KETUT WIRAWAN., SH.,M.Hum.

ANAK AGUNG ISTRI ARI ATU DEWI., SH.,MH.

KADEK SARNA., SH.MKn.

I GEDE PUTRA ARIANA,SH.,MKn.

KERJASAMA DPRD KABUPATEN KLUNGKUNG

DENGAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

(2)

ii

NARASI PENGANTAR

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penangulangan Kemiskinan merupakan hasil pekerjaan kajian akademik hukum kerjasasama antara DPRD Kabupaten Klungkung dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Pelaksanaan kerjasama ini dikerjakan oleh Pusat Perancangan Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, Tim Peneliti Pusat Perancangan Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ketua DPRD dan Bapak Bupati Kabupaten Klungkung dan Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana atas kepercayaan yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk mengerjakan kajian akademik dan selanjutnya menyusun Naskah Akademik. Dengan demikian Tim Peneliti dapat mengabdikan ilmu hukum yang dimiliki untuk dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten Kelungkung dan masyarakat. Kesempatan ini sebaliknya juga bermanfaat untuk kepentingan ilmu hukum itu sendiri dalam rangka penelitian yang berorientasi pada kebijakan publik dan kepentingan masyarakat.

Naskah Akademik ini terdiri dari dua bagian, yakni Naskah Akademik dan Konsep Awal Ranperda tentang Penanggulangan Kemiskinan. Naskah Akademik sebagai hasil penelitian hukum dikerjakan dalam cakrawala tiga aspek landasan keberlakuan (validitas norma hukum), yakni yang meliputi landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologi. Ketiga aspek ini ada dalam lingkaran hermeneutika, untuk memahami, menginterpretasi, dan menerapkan antara keseluruhan dan bagian.

Pada akhirnya, kami tempatkan Naskah Akademik ini dalam proses kebijakan publik yang deliberatif, sehingga membuka proses partisipasi bagi masyarakat untuk memberikan masukan baik secara lisan atau tertulis pada pembuatan Naskah Akademik dan Naskah Ranperdaerda tentang Penanggulangan Kemiskinan ini.

Denpasar, 9 Oktober 2015

(3)

iii

KATA PENGANTAR ____________________________________________[ ii] DAFTAR ISI ___________________________________________________ [iii] BAB I PENDAHULUAN _______________________________________ [1] A. LATAR BELAKANG _________________________________________ [1] B. IDENTIFIKASI MASALAH ___________________________________ [5] C. TUJUAN DAN KEGUNAAN _________________________________ [6] D. METODE __________________________________________________ [6] BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ____________ [12] A. KAJIAN TEORITIS ________________________________________ [12] B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN

PENYUSUNAN NORMA __________________________________ [23] C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI

YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

MASYARAKAT ___________________________________________ [27] D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU

YANG AKAN DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TERHADAP ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP ASPEK BEBAN KEUANGAN

DAERAH ________________________________________________ [29]

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ___________________________________ [31] A. EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP KONDISI HUKUM ATAU

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR MENGENAI SUBSTANSI ATAU MATERI YANG AKAN DIATUR[31]

(4)

iv

B. EVALUASI DAN ANALISIS KETERKAITAN PERATURAN DAERAH BARU DENGAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN LAIN ________________________________________ [35]

BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS _ [40] A. PANDANGAN AHLI _________________________________________ [40] B. UU NOMOR 12 TAHUN 2011 _______________________________ [44]

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN ______________________________ [48] A. KETENTUAN UMUM _______________________________________ [48] B. MATERI YANG AKAN DIATUR ______________________________ [49] C. KETENTUAN SANKSI ______________________________________ [50] BAB VI PENUTUP ____________________________________________ [52] A. KESIMPULAN _____________________________________________ [52] B. SARAN ____________________________________________________ [53] DAFTAR PUSTAKA ___________________________________________ [54] LAMPIRAN

(5)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bila berbicara tentang kemiskinan, fenomena kemiskinan ini telah dikenal dan dianggap ada setua peradaban manusia itu sendiri. Persoalannya adalah pemahaman terhadap kemiskinan masih sangat beragam dan upaya untuk mengentaskannya belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini menjadikan adanya indikasi kuat bahwa fenomena kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks.

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui yang dilakukan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja dan sebagainya. Pemecahan masalah kemiskinan memerlukan langkah-langkah dan program yang dirancang secara khusus dan terpadu oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Kabupaten Klungkung sebagai salah satu Kabupaten yang ada di Bali adalah belum memiliki Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan.

Terkait dengan masalah kemiskinan, dalam Pasal 34 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah diatur bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipeliara oleh Negara. Selanjutnya ayat (2) diatur bahwa Negara mengembangkan sistem

(6)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 2

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaanya. Mendasarkan dengan hal diatas dapat dipahami bahwa peran pemerintah Kabupaten Klungkung sangat dibutuhkan dalam penanganan kemiskinan di Kabupaten Kelungkung. Dalam konteks ini juga dapat dipahami, bahwa dalam penanggulangan kemiskinan adalah merupakan kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung dalam membebaskan masyarakatnya dari kondisi keminskinan. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebutuhan dasar. Upaya tersebut harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung sebagai prioritas utama dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera terbebas dari kemiskinan.

Sebagaimana di atur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menentukan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Ketentuan ini merupakan landasan hukum konstitusional bagi pembentukan Peraturan Daerah. Selanjutnya otonomi dan tugas pembantuan dimaksud ditentukan dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

(7)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 3

Sebagai dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu dalam Pasal 236 yang menentukan:

(1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.

(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan:

a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah khususnya dalam Pasal 2 ditentukan bahwa produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan. Memahami produk hukum daerah yang bersifat pengaturan maka dapat berbentuk :

a. Perda atau nama lainnya; b. Perkada;

c. PB KDH; dan d. Peraturan DPRD.

Terkait dengan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Klungkung, dasar kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung dalam Pembentukan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan adalah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (selanjutnya disebut UU 11/2009). Dasar kewenangan pengaturan dalam bentuk Perda yang dapat dilihat dalam:

(8)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 4

• Pasal 5 UU 11/2009 yang menyatakan:

(1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada: a. perseorangan;

b. keluarga;

c. kelompok; dan/atau d. masyarakat.

(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:

a. kemiskinan; b. ketelantaran; c. kecacatan; d. keterpencilan;

e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; f. korban bencana; dan/atau

g. korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.

• Pasal 19 UU 11/2009 yang menyatakan Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

• Pasal 24 UU 11/2009 menyatakan Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menjadi tanggung jawab:

a. Pemerintah; dan b. Pemerintah daerah.

• Pasal 30 huruf a UU 11/2009 menyatakan bahwa wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah penetapan kebijakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang

(9)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 5

bersifat lokal selaras dengan kebijakan pembangunan nasional dan provinsi di bidang kesejahteraan sosial.

Berdasar pada dasar kewenangan di atas, menjadikan betapa pentingnya dilakukan penelitian lebih lanjut dalam rangka pembentukan peraturan daerah yang hasilnya dituangkan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Isu hukum dari penelitian atau penyusunan Naskah Akademik ini adalah bahwa Kabupaten Klungkung belum memiliki Perda Penanggulangan Kemiskinan dan kemiskinan di Kabupaten Klungkung semakin meningkat.

Berdasarkan isu hukum tersebut terdapat 3 (tiga) pokok masalah yang memandu penelitian hukum atau penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu:

1. Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penangulangan Kemiskinan ?.

2. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penangulangan Kemiskinan ?

3. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penangulangan Kemiskinan ?

(10)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 6

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan.

2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.

3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan/panduan dalam melakukan penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, baik bagi lembaga atau pejabat yang berwenang dalam pembentukannya maupun bagi masyarakat yang hendak menggunakan hak partisipasinya.

D. METODE

Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian, sehingga dalam penyusunannya digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan pada metode penelitian. Metode penelitian yang

(11)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 7

digunakan adalah metode penelitian hukum, dengan langkah-langkah sebagai berikut:1

Pertama, dilakukan studi tekstual, yakni menganalisis secara

kritikal terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan serta peraturan pelaksananya terkait dengan isu yang telah ditetapkan. Studi tekstual ini dilakukan guna:

a. menemukan makna yang terjalin dalam suatu teks hukum dengan melakukan kontemplasi terhadap banyak pesan dalam teks hukum dan mencari relasi diantara bagian-bagian dari teks hukum itu;

b. menemukan dan menjelaskan makna teks hukum itu dengan implikasinya terhadap Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Kelungkung) dan masyarakat dalam konteks penanggulangan kemiskinan.

Kedua, melakukan studi empirik: (1) dengan melakukan

identifikasi dan analisis bekerjanya hukum di masyarakat, yaitu bekerjanya UU No 11/ 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta peraturan pelaksanaannya; dan (2) untuk mendapatkan data empirik tentang kondisi riil kemiskinan yang ada di Kabupaten Klungkung dan pengalaman serta pemahaman dari para pejabat di

1 Langkah-langkah penelitian hukum tersebut merujuk pada Metode

Penelitian Hukum berbasis kajian sosio-legal, sebaqgaimana terangkum dalam Marhaendra Wija Atmaja, “Metode Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-undangan”, Risalah Kuliah dalam Mata Kuliah Teori dan Perancangan Peraturan Perundang-undangan pada Progran Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2014, h. 12. Risalah ini merujuk pada Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan kajian soswio-legal dan implikasi metodologisnya”, dalam Adriaan W. Bedner, dkk (Eds.), Kajian Sosio-Legal, (Denpasar: Pustaka Larasan, 2012); dan Soelistyowati Irianto, “Praktik Penelitian Hukum: Perspektif Sosiolegal”, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, (Eds.), Metode Penelitian

Hukum: Knstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,

(12)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 8

lingkungan SKPD pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kelungkung yang membidangi kemiskinan. Studi empirik dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner (daftar pertanyaan), wawancara, dan dan FGD.

Ketiga, melakukan analisis terhadap data yang terkumpul

(baik data peraturan maupun data empirik), yakni dengan merujuk pada pandangan Miles dan Huberman, yang membedakan tentang adanya empat tahap dalam proses analisis, yakni (a) pengumpulan data, (b) reduksi data, (c) penyajian data, dan (d) penarikan kesimpulan. Menurut Miles dan Huberman, analisis data terkandung dalam 3 (tiga) tahapan terakhir yang penggunaannya dalam penelitian hukum penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai berikut:2

a. reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, penyedehanaan, abstraksi data berdasarkan tema-tema yang ditentukan dalam konstelasi penanggulangan kemiskinan;

b. penyajian data (data display), merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, terhadap unsur-unsur maupun totalitas, kemudian menyajikan hasil reduksi data dalam bentuk uraian naratif dan/atau tabulatif dikaitkan dengan permasalahan yang diajukan; dan

c. penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing

and verification), proses akhir analisis adalah penarikan

2 Merujuk pada Miles dan Huberman berdasarkan pemahaman Agus

Salim, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 22-23; dan Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian

Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta:

(13)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 9

kesimpulan, yakni memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diajukan, yang dalam proses penelitian berlangsung pada setiap kesimpulan yang secara terus-menerus diverifikasi sehingga benar-benar diperoleh kesimpulan yang valid.

Keempat, menggunakan hermeneutika hukum, yaitu sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa penyajian data (data display), merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, terhadap unsur-unsur maupun totalitas. Untuk melakukan interpretasi tersebut dilakukan interpretasi berbasis hermeneutika hukum.

Hermeneutika hukum merupakan penerapan hermeneutika pada bidang hukum yang intinya adalah kegiatan menginterpretasi teks hukum, yakni pemberian makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kebijakan. Hermeneutika hukum bekerja berdasarkan prinsip-prinsip dalam aras lingkaran hermeneutika hukum, yakni:3

1. Berkerja dalam tiga horizon, yaitu horizon pengarang (author), horizon teks, dan horizon pembaca (reader). Refleksei di bidang hukum horizon pengarang adalah konteks kelahiran teks hukum (aturan hukum), horizon teks adalah aturan hukum, dan horizon pembaca adalah

3 Marhaendra Wija Atmaja, “Memahami Interpretasi Secara

Hermeneutikal: Menalar Pertimbangan Hukum Pumk Nomor 50/PUU-XII/2014”, Bahan dipersiapkan Dalam Rangka Penerbitan Buku 50th Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 19 Agustus 2014, h. 5-7; dan Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, (Malang: PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012), hlm. 17-18. Kedua tulisan ini merujuk berbagai pandangan tentang hermeneutika hukum dan hermeneutika pada umumnya.

(14)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 10

konteks penerapan aturan hukum. Dalam penelitian pada penyusunan Naskah Akademik ini, interpretasi atas peraturan mengenai penangulangan kemiskinan berbasiskan pada tiga horizon tersebut, paling tidak horizon teks dan horizon konteks penerapan.

2. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara bagian-bagian dan keseluruhan, sehingga terbentuknya pemahaman secara lebih utuh, yakni tiap ayat hanya bisa dipahami berdasarkan pemahaman atas pasalnya dan tiap pasal hanya dapat dipahami berdasarkan pemahaman atas undang-undangnya bahkan dengan sistem hukum yang melingkupinya, sebaliknya undang-undang (sebagai keseluruhan) hanya dapat dipahami berdasarkan pemahaman atas pasal atau ayat sebagai bagian dari undang-undang sebagai keseluruhan.

3. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara kaedah dan fakta, yakni proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Penafsir harus mengkualifikasi fakta-fakta dalam aras kaidah-kaidah dan menginterpretasi kaidah-kaidah dalam aras fakta-fakta. Dengan perkataan lain, penalaran dilakukan dari fakta-fakta ke kaidah-kaidah dalam aturan hukum (ia mengkualifikasi), untuk kemudian dari kaidah-kaidah dalam aturan aturan hukum itu ke fakta-fakta (ia menginterpretasi), dan hal itu terjadi berulang-ulang sampai menemukan sebuah penyelesaian. Dimaksud kaidah-kaidah hukum di sini adalah kaidah-kaidah hukum dalam UU 11 /2009 beserta peraturan pelaksanaannya, dan yang dimaksud dengan fakta-fakta di sini adalah data yang diperoleh dari studi empirik.

(15)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 11

4. Interpretasi secara hermeneutikal berlangsung secara holistik dalam rangkaian keterkaitan satu interpretasi hukum dengan interpretasi hukum lainnya. Model interpretasi ini digunakan dalam penelitian hukum dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan.

5. Interpretasi secara hermeneutikal memerlukan ketepatan pemahaman (subtilitas intellegendi), ketepatan penafsiran (subtilitas explicandi), dan ketepatan penerapan ( subtilitas

applicandi). Dalam penelitian hukum penyusunan Naskah

Akademik ini, tindakan yang dilakukan adalah memahami teks hukum dengan cara menafsirkannya, dan menerapkannya dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan.

(16)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 12

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Pembangunan harus menempatkan manusia sebagai pusat perhatian atau sebagai subjek yang berperan aktif, sedangkan proses pembangunannya harus menguntungkan semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, kelompok rentan, dan semakin meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama. Masalah-masalah tersebut dapat berubah menjadi penyebab instabilitas yang sangat membahayakan pelaksanaan pembangunan. Permasalahan tersebut juga membawa pengaruh negatif, seperti semakin melonggarnya ikatan-ikatan sosial dan melemahnya nilai-nilai, serta hubungan antar manusia. Oleh karena itu perlu dipahami tentang konsep kemiskinan.

Selo Sumardjan (1980) membedakan kemiskinan dengan penyebabnya menjadi:

(1) Kemiskinan individu, berupa kemiskinan yang dialami oleh individu karena ia “malas bekerja” atau karena ia terus menerus sakit;

(2) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosialnya tidak memungkinkan untuk menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia untuknya.

Dari sudut yang hampir sama bahwa kemiskinan juga mengandung makna kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan—artificial poverty—(Sinaga dan White, 1980). Kemiskinan alamiah berhubungan dengan terbatasnya SDA, SDM dan sumber

(17)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 13

daya pembangunan lainnya maupun tingkat perkembangan teknologi, sedangkan kemiskinan buatan berkaitan dengan pertumbuhan atau perubahan ekonomi, teknologi dan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu jenis kemiskinan ini merupakan akibat dari faktor kelembagaan yang membatasi akses suatu kelompok untuk memanfaatkan sumber ekonomi, sehingga kemiskinan buatan identik dengan kemiskinan struktural.

Disamping pembedaan sebagaimana telah disebutkan di atas, kemiskinan dapat pula dibagi kedalam kemiskinan absolut,

kemiskinan relatif, kemiskinan natural, kemiskinan struktural

dan kemiskinan cultural4). Kemiskinan absolut ditandai oleh tingkat pendapatan si miskin yang berada digaris kemiskinan. Kemiskinan relatif yang disandingkan dengan kemiskinan absolut, berkenaan dengan ketimpangan atau kesenjangan yang diperoleh dari perbandingan kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Kemiskinan natural sama dengan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural dapat dipandang sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh hasil pembangunan yang belum seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh nilai-nilai budaya, sikap, kebiasaan dan gaya hidup seseorang atau suatu kelompok masyarakat yang tidak mendukung peningkatan taraf hidupnya.

Sehubungan dengan tipologi kemiskinan tersebut maka pengukuran kemiskinan menurut pandangan beberapa pakar pada dasarnya dapat dilihat dari dua aspek.

Pertama; dari aspek pendapatan seseorang dibandingkan dengan

tingkat pendapatan orang lain untuk mencapai kebutuhan

4Kartasasmita, Ginandjar. 1993. Strategi Menanggulangi Kemiskinan. Dalam

(18)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 14

minimum. Tingkat pembatasan pendapatan minimum inilah yang dijadikan sebagai garis batas kemiskinan (povertyline) antara yang miskin dan tidak miskin.

Kedua, aspek kebutuhan dasar minimum yang dapat dipenuhi

seseorang agar dapat hidup secara layak. Mengenai aspek kebutuhan dasar yang diperlukan untuk mendapatkan kehidupan layak dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) katagori yaitu: (1) kesehatan. (2) kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup, (3) kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.

Selain konsep kemiskinan absolut yang diukur dari pendapatan minimum sebagai garis pembatas kemiskinan dengan pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan juga diukur dari ketimpangan sosial yang terjadi (kemiskinan relatif), yakni semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan penduduk golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikatagorikan miskin.

Berdasarkan tipologi dan kriteria/pendekatan di atas maka pemetaan kemiskinan masyarakat serta sekaligus menjadi factor penyebab dan ciri kemiskinan dapat dirinci sebagai sebagai berikut :

a. Terbatasnya Akses Lapangan Kerja.

b. Terbatasnya Akses Memperoleh Modal Utama c. Terbatasnya Akses Pasar

d. Rendahnya Kepemilikan Asset

e. Lemahnya Akses Terhadap Kesehatan Berkualitas f. Lemahnya Akses Terhadap Pendidikan Berkualitas g. Rendahnya Daya Beli.

(19)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 15

i. Rendahnya Kesempatan Kerja Dan Berusaha. j. Rendahnya Kondisi Perumahan Dan Sanitasi. k. Terbatasnya Pemenuhan Akan Air Bersih.

l. Terbatasnya Kepemilikan Dan Penguasaan Atas Tanah. m. Rendahnya Akses Terhadap Sumberdaya Alam

n. Tingginya Beban Ketergantungan. o. Faktor Budaya Yang Menghambat.

Selanjutnya Supriatna5 menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi yang serba terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonformal yang pada akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal.

Lebih lanjut Emil Salim6 mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin. Kelima karakterisktik penduduk miskin tersebut adalah:

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri;

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri;

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah;

5 Yulianto Kadji, Kemiskinan dan Konsep Teoritisnya,

repository.ung.ac.id/get/simlit..diakses pada tanggal 7 Oktober 2015.

(20)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 16

4. Banyak di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas; dan

5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Setelah memahami konsep kemiskinan maka dapat digambarkan karakteristik kemiskinan tersebut adalah:

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umunya rendah. 4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas .

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Pemahaman terhadap karakteristik kemiskinan tersebut dimaksudkan untuk menentukan strategi serta perencanaan program yang relevan dalam upaya penanggulangannya. Oleh karenanya dalam penentuan strategi serta perencanaan program, maka perlu untuk didapatkan data tentang factor-faktor penyebab adanya kemiskinan di Kabupaten Kelungkung, serta bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten Kelungkung menentukan kreteria miskin bagi warganya. Dengan data yang ada, maka masih perlu dilakukan evaluasi dalam cara penentuan warga miskin, sehingga usaha penangulangan kemiskinan ini jangan sampai salah sasaran.

(21)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 17

Dalam penelitian yang dilakukan, jumlah keluarga miskin di Kabupaten Kelungkung yang terdaftar pada Data Rumah Tangga Sasaran Kabupaten Kelungkung Tahun 2012 adalah berjumlah 11.445 RTS dengan rincian sebagai berikut :

1. RTS untuk kelomok 1 berjumlah 2.663 RTS 2. RTS untuk kelomok 2 berjumlah 4.391 RTS 3. RTS untuk kelomok 3 berjumlah 4.391 RTS

Apabila di lihat data per Kecamatan, maka dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kecamatan Dawan 1.488 RTS 2. Kecamatan Kelungkung 2.129 RTS 3. Kecamatan Nusa Penida 5.857 RTS 4. Kecamatan Banjarangkan 1.971 RTS

Jumlah 11.445 RTS

Untuk mendapatkan bantuan ataupun pembinaan bagi warga yang berkreteria miskin ini dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

Selanjutnya bagi warga miskin di Kelungkung untuk tahun ini dilakukan pembinaan/bantuan melalui program-program sebagai berikut:

1. Bedah rumah 2. Beras miskin

3. Jaminan kesehatan masyarakat miskin 4. Bantuan Langsung Tunai

5. Program Keluarga Harapan 6. Program lainnya

Dalam usaha pemberdayaan, pembinaan, ataupun pemberian bantuan kepada warga miskin, tentu sangat

(22)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 18

diharapkan agar usaha itu tepat sasaran. Maksud dari tepat sasaran di sini adalah bahwa jangan sapai mereeka yang benar-benar miskin tidak mendapatkannya, sedang bagi mereka yang tidak pantas dikategorikan sebagai miskin justru menikmati bantuan-bantuan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi yang ketat agar tidak terjadi salah sasaran sebagaimana yang dimaksudkan. Bila perlu dibuat aturan yang dapat memberikan sanksi baik bagi petugas maupun penerima bantuan yang tidak sepatutnya, di dalam peraturan daerah yang direncanakan.

Berbicara tentang strategi penanggulangan kemiskinan menempatkan pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah sangat relevan sebagai paradigma kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial dalam konteks masalah kemiskinan. Pendekatan ini menyadarkan tentang betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya materi dan nonmaterial. Korten dalam Hikmat7, menyatakan bahwa ada tiga dasar untuk melakukan perubahan-perubahan struktural dan normativ dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yakni: 1. Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah

pada penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha-usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri di tingkat individual, keluarga, dan komunitas.

7 Hikmat, Harry, 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit

(23)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 19

2. Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah sistem organisasi.

3. Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisir secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan pengendalian lokal.

Kendati demikian, model pembangunan yang berpusat kepada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan

(empowerment). Model ini memandang inisiatif-kreatif rakyat

sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material-spiritual rakyat sebagai tujuan yang harus dicapai oleh proses pembangunan. Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya maupun politik menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Reformulasi ini memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk membangun secara partisipatif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa sehingga esensi pemberdayaan tidak terdistorsi. Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah yang bersifat mendesak dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung, dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lainnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana pelayanan sosial kepada

(24)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 20

kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya. Dalam posisi yang demikian, permasalahan sosial khusunya kemiskinan akan dapat ditangani oleh masyarakat atas fasilitasi dari pemerintah. Berkenaan dengan strategi pemberdayaan, Mark G. Hanna dan Buddy Robinson8 mengemukan bahwa ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial, yaitu tradisional,

direct action (aksi langsung), dan transformasi.

1) Strategi tradisional, menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan,

2) Strategi direct-action, membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi, dan

3) Strategi transformatif, menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengiden-tifikasian kepentingan diri sendiri.

Untuk penangulangan masalah kemiskinan di Kabupaten Kelungkung maka perlu dilakukan pilihan pada strategi mana yang akan dilakukan, tentu saja dalam menentukan pilihannya, masih diperlukan kajian agar penangulangannya: (1) dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan, (2) adanya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, (3) tepat sasaran, dan (4) tercapainya pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dengan pilihan yang demikian maka Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung perlu membetuk kebijakan dalam bentuk Perda yang memuat upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten sebagai bentuk penanggulangan kemiskinan.

(25)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 21

Untuk memulai usaha ini maka perlu diketahui terlebih dahulu perkembangan jumlah penduduk perkecamatan di Kabupaten Klungkung dalam 4 (empat) tahun kemuka, yang dapat digambarkan dalam table berikut:

Tabel 1

Kecamatan

Klungkung

Proyeksi Penduduk 2011-2020 (Jiwa)

2011 2012 2013 2014 Nusa Penida 45.270.00 45.270.00 45.340.00 45.380.00 Banjarangkan 37.550.00 37.840.00 38.150.00 38.390.00 Klungkung 55.790.00 56.150.00 56.570.00 57.000.00 Dawan 33.490.00 33.640.00 33.840.00 34.030.00 Total 172.100.00 172.900.00 173.900.00 174.800.00

Data diolah dari Badan Pusat Stastistik Kabupaten Klungkung 2014

Mendasarkan pada jumlah penduduk Kabupaten Klungkung, maka dapat digambarkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Klungkung yang dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 2 Tahun Prosentase Penduduk Miskin Jumlah Penduduk Miskin 2009 5,23 8.800 2010 7,58 12.900 2011 6,10 10.700 2012 5,37 9.300

(26)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 22

2013 7,01 12.200

Data diolah dari Badan Pusat Stastistik Kabupaten Klungkung 2014

Tabel 3

Tahun Garis Kemiskinan

2009 189.830

2010 206.695

2011 223.639

2012 233.764

2013 246.615

Data diolah dari Badan Pusat Stastistik Kabupaten Klungkung 2014

Demikian data yang di dapat dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkkung yang menunjukan bahwa tingkat penduduk miskin meningkat. Keadaan atau situasi ini perlu direspon oleh pemerintah Kabupaten Klungkung secara positif. Paradigma pembentukan kebijakan merupakan bentuk respon dari Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk dapat menanggulangi kemiskinan. Penanggulangan Kemiskinan dapat dilakukan dengan sinergi antara Pemerintah Kabupaten Klungkung, Lembaga Sosial Masyarakat, Desa Pakraman (Desa

Adat) dan masyarakat itu sendiri. Metode penanggulangan

kemiskinan tersebut dapat dilakukan dengan sacara pemberdayaan masyarakat miskin baik dalam peningkatan dibidang perekonomian, pendidikan, keahlian melalui pelatihan-pelatihan dengan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung.

(27)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 23

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN NORMA

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, sebelumnya dikenal secara teoritik dan praktik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, asas ini telah dipositifkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut UU No.12/2011). Asas yang berifat formal9 diatur dalam Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6. Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam penjelasan pasal demi pasal UU No.12/2011. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang bersifat formal berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 4

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal Berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan

Penjelasannya

Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. kelembagaan atau pejabat

pembentuk yang tepat

bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk

9 Sebelumnya, dalam UU 10/2004, Pasal 5 huruf b dan huruf c masing

memuat asas “kelembagaan dan organ pembentuk yang tepat” dan “kesesuaian antara jenis dan materi muatan”, dalam UU 12/2011, Pasal 5 huruf b dan huruf c, menjadi “kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” dan “kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan”.

(28)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 24

Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. d. dapat dilaksanakan bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. e. kedayagunaan dan

kehasilgunaan

bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. kejelasan rumusan bahwa setiap Peraturan

Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mulai dari

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai

kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(29)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 25

Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang bersifat materiil berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 5

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Yang Bersifat Materiil Berdasarkan Pasal 6 yat (1)

dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan

PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6 UU 12/2011

Ayat (1)

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. kemanusiaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

c. kebangsaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus

mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. kekeluargaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. kenusantaraan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

(30)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 26

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. f. bhinneka tunggal ika bahwa Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. keadilan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara. h. kesamaan kedudukan

dalam hukum dan pemerintahan

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan

berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. ketertiban dan kepastian hukum

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

antara lain:

a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan

narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan

berkontrak, dan itikad baik.

Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU 12/2011, maka prinsip-prinsip profesionalitas, transparan dan akuntabel, dan teknokrasi dibutuhkan sebagai kerangka administratif bagi Penanggulangan Kemiskinan. Prinsip-prinsip ini digunakan pula sebagai landasan

(31)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 27

penyusunan norma Naskah Akademis Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penanggulangan Kemiskinan.

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT

Sesuai dengan judul tersebut di atas, maka Bagian ini membahas tiga hal penting yang berkenaan dengan aspek empirik, yakni:

1. Praktik penyelenggaraan Penanggulangan Kemiskinan selama ini, sesuai dengan tindakan langsung dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung yaitu dengan mengadakan rapat koordinasi mengingat masih tingginya jumlah masyarakat kurang mampu atau rumah tangga sasaran, membuat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Klungkung merapatkan barisan. Tim yang terdiri dari instansi terkait ini, mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin Wakil Bupati Klungkung diruang rapat Praja Mandala. Rapat koordinasi tersebut dihadiri Sekda Klungkung, Ketua Pokja Advokasi Daerah, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), SKPD terkait tingkat Provinsi serta undangan lainnya. Dalam rapat tersebut berkembang bahwa dalam program penanggulangan kemiskinan ada beberapa strategi yang perlu diambil, seperti mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dan meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin10.

(32)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 28

2. Dalam Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah Beserta Kerangka Pendanaan Kabupaten Klungkung11 telah menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas. Bahwa penggunaan anggaran tahun 2013-2018 diprioritaskan untuk mendanai kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, ketersediaan bahan pangan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan peranan perempuan, dan penegakan supremasi hukum, pelestarian dan penyelamatan lingkungan, dan peningkatan infrastruktur guna mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Klungkung serta diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan.

3. Dalam rangka pemberdayaan dan pelaku pembangunan dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan pada tanggal 5 September 2007 jam 19.00 Wita Krama Banjar Mergan melaksanakan sangkepan rutin yang dilaksanakan setiap Buda Kliwon, bertempat di Balai Banjar Mergan Kelurahan Semarapura Klod Kangin, Lurah Semarapura Klod Kangin I Nengah Dana beserta Fasilitator Tim P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) melakukan sosialisasi terkait dengan memberantas jumlah masyarakat miskin di perkotaan pada khususnya.

4. Mendasarkan pada 3 (iga) point di atas, bahwa peran pemerintah masih belum optimal dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga berdampak pada mayarakat yaitu meningkatnya maslah kemisikinan di Kabupaten Klungkung. Untuk itu perlu dilakukan pembentukan Perda

(33)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 29

tentang penanggulangan kemiskinan, sebagai bentuk peran pemerintah dalam aspek pengaturan, sehingga tindakan pemerintah Kabupaten Klungkung ketika melakukan penanggulangan kemiskinan menjadi legal atau ada dasar hukum dari Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung untuk bertindak.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU YANG AKAN DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TERHADAP ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH

Sesuai dengan judul di atas, Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung merupakan sarana untuk menjaga agar terlaksananya :

a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penanggulangan Kemiskinan;

b. terwujudnya sistem penanggulangan kemiskinan yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;

c. terpenuhinya penanggulangan kemiskinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan

Dengan demikian pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai dasar dalam

(34)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 30

penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Klungkung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung.

Uraian implikasi terkait dengan Pembentukan Perda tentang Penanggulangan Kemiskinan dapat dipahami sebagai berikut :

1. Implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat. Pertanyaan yang penting untuk didiskusikan antara lain: a) Apakah penerapan sistem baru yang akan diatur dalam

Perda menimbulkan pengaruh positif (misalnya menguntungkan terhadap aspek kehidupan masyarakat?; Siapakah yang diuntungkan?; Mengapa menguntungkan?.

b) Apakah penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Perda menimbulkan pengaruh negatif (misalnya merugikan) terhadap aspek kehidupan masyarakat?; Siapa yang dirugikan?; Mengapa dirugikan?

2. Dampak penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Perda terhadap aspek beban keuangan daerah.

Pertanyaan yang penting didiskusikan antara lain:

a) Apakah penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Perda memberikan beban keuangan daerah?

b) Dalam hal memberikan beban, seberapa banyak beban yang ditimbulkan pada keuangan daerah?

c) Apakah beban atau biaya itu lebih kecil atau lebih besar dari manfaatnya?

(35)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 31

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR

HUKUM DAN YANG TERKAIT

A. KONDISI HUKUM DAN SATUS HUKUM YANG ADA

Dengan diberlakukannya UU 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial, merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(36)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 32

Dalam konteks ini pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Terkait dengan pemahaman di atas mengenai pentingnya mewujudkan kesejahteraan sosial yang merupakan amanat dari Konstitusi, Bupati Klungkung terus berupaya mengungkap keberadaaan warganya yang miskin yang selama ini belum tersentuh bantuan apa pun. Dalam kunjungannya tersebut di Dusun Tulang Nyuh itu Bupati menemukan empat kepala keluarga yang tinggal dalam rumah yang sangat tidak layak huni. Warga kurang beruntung ini tidak pernah mendapatkan bantuan apa-apa karena tidak terdaftar dalam database RTM dan mereka luput dari pemberian bantuan apapun yang mestinya mereka dapatkan. Selain itu akibat dari kemiskinan yaitu anak-anak keluarga miskin ini semuanya putus sekolah. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menuntaskan masalah kemiskinan dengan skala prioritas agar tidak bertahun-tahun mereka menikmati situasi yg menyesakkan. Selain memberikan bantuan bedah rumah dan makanan, bantuan lain seperti pendidikan bagi anak-anak KK miskin ini juga perlu di upayakan supaya tidak

(37)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 33

selamanya keluarga miskin ini hidup dibawah garis kemiskinan dan menetaskan kemiskinan baru.

Dengan memperhatikan kondisi riil yang ada pada masyarakat Klungkung, adalah menajdi tanggungjawab bagi pemerintah daerah untuk mengupayakan dalam mensejahterakan masyarakat dengan mengentaskan kemiskinan. Untuk itu perlu ada dasar hukum terkait dengan Penanggulangan Kemiskinan. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukannya adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 18 ayat (6);

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235).

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

(38)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 34

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia 5294).

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Ketentuan ini merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan Peraturan Daerah pada pemerintahan daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan [Pasal 18 ayat (2) UUD 1945]. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat [Pasal 18 ayat (5) UUD 1945].

Ketentuan tersebut menjadi politik hukum pembentukan peraturan daerah yang bersifat melakukan pelayanan publik. Sebagai dasar hukum formal pembentukan perda ini adalah Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, sebagaimana juga ditentukan pada Pedoman 39 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

(39)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 35

(TP3U) pada lampiran UU 12 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN

Dalam kaitannya dengan peraruran perundang-undangan yang lain maka yang perlu dipahami sebelumnya tentang pendelegasian kewenangan. Adanya pendelegasian kewenangan untuk mengatur, dalam hal mana sumber kewenangan pokoknya ada ditangan legislator, maka pemberian kewenangan untuk mengatur lebih lanjut kewenangan lembaga eksekutif atau lembaga pelaksana haruslah dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang yang akan dilaksanakan. Hal inilah biasanya dinamakan legislative delegation of rule making power.12

Berdasarkan prinsip pendelegasian ini, maka norma hukum yang bersifat pelaksanaan dianggap tidak sah apabila dibentuk tanpa di dasarkan atas delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya.

Sehubungan dengan penangulangan kemiskinan yang terkait dengan Paraturan Perundang-undangan yang lain, dapat di lihat dalam tabel:

(40)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 36

Tabel 6

Materi Muatan

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANAN YANG LAIN

UU 11 tahun 2009 UU 13 Tahun 2011 PP 39 Tahun 2012 Perpres 166 Tahun 2014 ANALISIS Penangg ulangan Kemiskin an Pasal 4 Negara bertang-gung jawab atas penyelengg araan Kesejah-teraan sosial. Pasal 5 Penang-anan fakir miskin dilaksana-kan secara terarah, terpadu, dan berkelan-jutan oleh Pemerin-tah, pemerin-tah daerah, dan masyara-kat Pasal 2 (1) ... (2) Penye- lengga-raan Ke- sejah-teraan Sosial se- bagai-mana dimak-sud pada ayat (1) diprio- ritas-kan kepada mereka yang memi-liki kehi-dupan yang tidak layak secara kema- nusia-an dnusia-an memi-liki kriteria masa-lah sosial: a. Ke- mis-Pasal 1 angka 1 Penang- gulang-an kemis-kinan adalah kebija-kan dan program peme-rintah dan peme-rintah daerah yang dilaku-kan secara siste-matis, terenca-na dan bersi-nergi dengan dunia usaha dan masya-rakat untuk mengu-rangi jumlah pendu-duk miskin dalam rangka Mendasar-kan pada uaraian dalam tabel ini maka untuk pemben-tukan Perda Kabupaten Klungkung tentang Penang-gulangan Kemiskinan ada dasar kewenang-annya, sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung perlu membentuk Perda tentang Panang-gulangan Kemiskin-an.

(41)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 37

kin-an; b. … mening-katkan derajat kesejah-teraan rakyat. Pasal 5 (1) … (2) Penye- lengga-raan kesejah-teraan sosial seba-gaimana dimak-sud pada ayat (1) diprio-ritaskan kepada mereka yang memiliki kehi-dupan yang tidak layak secara kema-nusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial: a. Ke- mis- kin-an b. … Pasal 31 (1) ... (2) Dalam melak- sana--kan tugas seba- gaima-na dimak-sud pada ayat (1), peme-rintah daerah kabu-paten/ kota berwe-nang mene-tapkan kebi-jakan, strate-gis, dan pro-gram tingkat kabu-paten/ kota dalam bentuk renca-na pena-nganan fakir miskin di daerah dengan

(42)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 38

berpe-doman pada kebi-jakan, strate-gis, dan pro-gram Nasio-nal. (3) … Pasal 19 Penang-gulangan kemiskin-an meru-pakan ke-bijakan,… Pasal 24 (1) Penye- lenggara-an kesejah-teraan sosial menjadi tanggung jawab: a. Peme-ritah; b. Peme-rintah Dae-rah (2) …. (3) … Pasal 30 Wewenang pemerintah kabupaten /kota dalam Penyeleng-garaan kesejahte-raan sosial meliputi: a. Pene-tapan

(43)

kebijak-Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 39

an penye- lengga-raan kesejah-teran sosial yang bersifat lokal selaras dengan kebijak-an pem- bangun-an nasional dan provinsi di bidang kesejah-teraan sosial; b. …

Sumber: diolah dari UU 11 Tahun 2009, UU No 13 Tahun 2011, PP 39 Tahun 2012 dan Perpres 166 Tahun 2014.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka ada dasar kewenangan Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan.

(44)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 40

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Pandangan Ahli

Validitas, sebagaimana dimaksudkan oleh Hans Kelsen, adalah eksistensi spesifik dari norma-norma. Dikatakannya bahwa suatu norma adalah valid, dapat diartikan sebagai sama halnya dengan mengakui eksistensinya atau menganggap norma itu telah mengandung “kekuatan untuk mengikat” bagi mereka yang perbuatannya diatur dalam peraturan tersebut13.

Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum, yang menyatakan norma-norma hukum itu mengikat dan mengharuskan orang berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum sebagaimana dimaksud. Suatu norma hanya dianggap valid berdasarkan kondisi bahwa norma tersebut termasuk ke dalam suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas norma, Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan dari Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlakunya hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum14.

13 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul

Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006), hlm. 40

14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti,

2000), hlm. 19

BAB IV

(45)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 41

Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan pada keberlakuan yuridis supaya hukum mencerminkan nilai kepastian hukum

Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie, 15 Bagir Manan16, dan Solly Lubis17. Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 7: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia18

LANDASAN JIMLY ASSHIDDIQIE

BAGIR MANAN M. SOLLY LUBIS

Filosofis Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilai-nilai

Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum

(rechtsidee), baik sebagai sarana yang

Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu

15 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006),

hlm. 169-174, 240-244

16 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Ind-Hill.Co, 1992), hlm. 14-17.

17 M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung:

Penerbit CV Mandar Maju, 1989), hlm. 6-9.

18 Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum ….”, Op. Cit., hlm.

(46)

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Klungkung tentang Penanggulangan Kemiskinan-2015 42

filosofis Negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai “staatsfunda-mentalnorm”. melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara. Sosiologis Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [juga dikatakan, keberlakuan

sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat]. Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian.

-

Yuridis Norma hukum itu

sendiri memang ditetapkan (1) sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi; (2) menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; (3) menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan (4) oleh lembaga yang memang berwenang untuk Keharusan (1) adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan; (2) adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan dengan materi yang diatur; (3) tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (4) mengikuti tata cara tertentu dalam

Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan, yaitu: (1) segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan (2) segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur hal-hal tertentu.

Gambar

Tabel 2  Tahun  Prosentase  Penduduk Miskin  Jumlah Penduduk Miskin  2009  5,23  8.800  2010  7,58  12.900  2011  6,10  10.700  2012  5,37  9.300
Tabel 6  Materi
Tabel 7:  Landasan  Keabsahan  Peraturan  Perundang-undangan  menurut Para Sarjana Indonesia 18
Tabel 8:  Pandangan  teoritik  tentang  landasan  keabsahan  peraturan perundang-undangan  19
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) manakah yang memberikan pemahaman konsep lebih baik, diantara model pembelajaran PBL, TAI dan STAD

pertimbangan penting dalam studi waterflood karena dalam proses injeksi air akan terjadi kontak antara fluida yang diinjeksikan dengan batuan dan fluida formasi, sehingga dapat

Dalam rangka mengantisipasi potensi dampak pemanfaatan air tanah yang tidak berlangsung dengan sebagaimana mestinya, maka penelitian ini menawarkan rekomendasi yaitu :

Parfum Laundry Balikpapan Kota Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Chemical Untuk

oleh proses divergensi dari tiga lempeng litosfer, yaitu : Lempeng Australia yang bergerak ke Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat,

Pada penelitian ini, permasalahan psikologis yang dirasakan pasien gagal ginjal yaitu kecemasan karena gagal ginjal merupakan penyakit terminal sehingga membuat pasien

MA'HADUT THOLABAH Sejarah Kebudayaan Islam KAB.. LEBAKSIU Sejarah Kebudayaan

dengan statistik uji t, dan uji diagnostik (residual berdistribusi normal dan white noise) yang mana jika tidak memenuhi asumsi residual berdistribusi normal diperlukan adanya