BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sejak akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, kota-kota kolonial mulai memiliki makna penting bagi perkembangan kota-kota di Indonesia. Menurut Roosmalen setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan hal itu;
Reformasi Agraria 1870 dan Desentralisasi.1 Perubahan kota saat
itu, bukan hanya terletak pada peningkatan jumlah penduduk saja, kondisi masyarakat dan pola pemerintahan pun mengalami perubahan yang signifikan.
Dalam konteks pertumbuhan Kota Bandung, terdapat 3 hal yang mempercepat akselerasi pertumbuhan kota sebagai nodal, yaitu; Pembukaan wilayah, transportasi dan komunikasi serta
partisipasi.2 Perubahan dan akselerasi inilah yang dikategorikan
Shiraishi sebagai “Zaman Bergerak”.3 Dari ketiga hal tersebut,
1 Pauline K.M. Roosmalen. Designing colonial cities: the
making of modern town planning in the Dutch East Indies and Indonesia 1905-1950 dalam IIAS: International Institute for Asian
Studies. (2011). Hlm, 7-9.
2 Haryoto Kunto. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. (Bandung:
Penerbit PT Granesia, 1984). Hlm, 116.
3 Takashi Shiraishi. “Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat
partisipasi masyarakat kurang memiliki ruang khusus dalam historiografi kota, terutama Kota Bandung. Padahal, peran partisipasi ini bisa dikatakan besar dalam menyediakan fasilitas-fasilitas sosial di Kota Bandung. Perlu di pahami, pengertian partisipasi di sini bersifat terbatas, baik itu pelaku maupun cakupan partisipasinya itu sendiri. Hal itu tidak terlepas dari kondisi kota yang masih dalam kategori kota kolonial.
Seperti yang dikatakan Haryoto Kunto, partisipasi di Bandung mulai muncul sebelum adanya perubahan status
gemeente.4 Biarpun berdiri sebelum munculnya gemeente, organisasi partisipasi ini dimaksudkan untuk mempersiapkan kota menjadi gemeente. Wacana desentralisasi atau pembentukan
gemeente ini memiliki peran penting bagi partisipasi saat itu.
Melalui desentralisasi kota dapat berkembang karena hanya orang-orang di tingkat lokal lah yang mengerti kebutuhan kotanya. Kota kolonial menjadi salah satu „lab‟ nya penerapan desentralisasi kerena di kota lah sebagai basis atau berkumpulnya orang eropa, berpendidikan eropa serta dianggap memiliki
keterampilan teknis maupun manajerial yang memadai.5
4 Haryoto Kunto. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. (Bandung:
Penerbit PT Granesia, 1984). Hlm, 71.
5 Farabi Fakih. Kotabaru and the Housing Estate as Bulwark
Untuk memahami sejauh mana suatu partisipasi berperan dalam perkembangan kota Bandung, organisasi Bandoeng Vooruit bisa mewakili hal tersebut. Bandoeng Vooruit ialah sebuah organisasi atau asosiasi atau wadah partisipasi yang bergerak di
bidang turisme. Kemampuan Bandoeng Vooruit dalam
mendatangkan turis dan keuntungan bagi pemerintah kota juga pihak swasta begitu mengesankan. Dengan motto “Don’t come to
Bandung, if you left a wife at home”, Bandung setidaknya berhasil
mendatangkan 200.000 orang wisatawan. Berbanding dengan penduduk Bandung yang berjumlah 226.877 orang pada tahun
1941.6 Organisasi ini bisa disebut sebagai salah satu wadah
terbesar di Bandung saat itu yang mampu menampung berbagai kalangan yang memiliki kepentingan, terutama dalam memajukan kota.
Di sinilah menariknya, di satu sisi Bandoeng Vooruit memiliki tanggung jawab dalam kepentingan masyarakat Kota, di sisi lain Bandoeng Vooruit sebagai sebuah wadah pariwisata yang dalam kepentingannya untuk menarik turis sebanyak-banyaknya. Penelitian ini hendak membahas hal itu.
and Kampoeng The Modernization of The Indonesia City, 1920-1960. (Verhandelingen KITLV Vol. 295, 2015). Hlm, 152.
6 Haryoto Kunto. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. (Bandung:
B. Permasalahan
Saat Bandung naik sebagai salah satu kota penting dalam perkembangan kota kolonial, Bandung mengalami perkembangan kota yang mengesankan. Untuk mengakselerasi hal itu, masyarakat Bandung mulai memikirkan menjadikan kota lebih nyaman dan bisa menghasilkan keuntungan bagi masyarakatnya. Pembentukan Bandoeng Vooruit tidak terlepas dari kedua hal tersebut. Untuk menemukan fokus kajian tersebut, diterjemahkan dalam dua pertanyaan, diantaranya;
Bagaimana proses pembentukan dan perkembangan
Bandoeng Vooruit?
Apa dan siapa yang bergerak dalam wadah ini?
Selain melalui dua pertanyaan diatas, fokus penelitian ini akan dibantu dengan pembatasan spasial dan temporal. Pembatasan spasial disini sangatlah cair, batas spasial pada penelitian ini mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Bandoeng
Vooruit itu sendiri. Biarpun beberapa hal proyeknya dilakukan di
luar wilayah kota, tetapi Bandung sendiri diposisikan sebagai titik pijak kedatangan turis atau bisa disebut sebagai sebuah nodal.
Adapun batasan temporalnya, merunut pada awal dan akhir asosiasi Bandoeng Vooruit. Asosiasi ini berdiri pada tahun 1925 dan berakhir pada masa kedatangan Jepang.
C. Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah ingin melihat partisipasi masyarakat dalam memajukan kota Bandung, dalam hal ini
Bandoeng Vooruit menjadi kajian utamanya. Tujuan kedua untuk
mengetahui hal apa yang dilakukan dan siapa yang bergerak dalam partisipasi masyarakat kota tersebut. Ketiga, untuk melihat pengelolaan dan promosi turisme di Bandung pada masa kolonial. Terakhir, penelitian ini ingin memperkaya kajian mengenai sejarah kota, khususnya mengenai sejarah kota Bandung maupun partisipasi dalam bentuk perkembangan kota yang masih sangat sedikit untuk dijadikan kajian sejarah yang mendalam.
D. Tinjauan Pustaka
Buku turisme yang menjadi rujukan penelitian ini ialah bukunya Achmad Sunjayadi berjudul Vereeniging Toeristen Verkeer
Batavia (1908-1942): Awal Turisme Modern di Hindia Belanda.7 Buku ini menceritakan mengenai Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV) sebagai salah satu organisasi yang didirikan pemerintah
7 Achmad Sunjayadi. Vereeniging Toeristenverkeer Batavia
1908-1942: Awal Mula Turisme di Hindia Belanda. (Depok: FIB UI
Hindia Belanda dalam mengurus turisme. Perbedaan mendasar antara buku tentang VTV dengan penelitian ini terletak pada pendekatan kotanya. Sehingga nantinya penelitian ini dibawa untuk memahami kondisi atau perkembangan kota, dalam hal ini Bandung, sebagai salah satu bagian terpentingnya. Selain itu, buku ini juga bisa dijadikan sebagai rujukan tingkat partisipasi dalam pengelolaan turisme.
Salah satu buku yang sangat penting dalam penulisan penelitian ini ialah bukunya Haryoto Kunto berjudul Bandoeng
Tempo Doeloe.8 Buku ini menceritakan Bandung dari periode awal (dusun udik) sampai menjadi sebuah kota kolonial. Pembangunan, pengembangan hingga perawatan yang dilakukan Bandoengers sewaktu jaman kolonial tertulis rinci dalam buku ini. Perbedaan mendasar buku Bandoeng Tempo Doeloe dengan penelitian ini ialah pembahasan mengenai kajian partisipasi dan fokus
Bandoeng Vooruit. Meskipun disebutkan bahwa partisipasi
merupakan salah satu hal yang penting, tetapi buku ini seolah-olah membatasi kajiannya dalam mengeksplorasi partisipasi secara jauh. Maksudnya, pembahasan mengenai Asosiasi Bandoeng Vooruit sangat sedikit diangkat, padahal asosiasi ini
8 Haryoto Kunto, Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. (Bandung:
merupakan salah satu wadah terbesar baik itu dalam pengembangan kota maupun turisme.
Buku Kota Lama, Kota Baru: Sejarah Kota-kota di Indonesia
Sebelum dan Setelah Kemerdekaan.9 Buku ini mengkaji sejarah perkotaan di Indonesia. Freek Colombijn, dkk sebagai editor, membagi tulisan dalam buku ini berdasarkan tema tulisan, seperti: perencanaan kota dan pemukiman, sejarah sosial, perubahan ekonomi, konservasi warisan kota dan terdapat pendekatan-pendekatan baru dalam penulisan sejarah kota.
Didalam buku Kota Lama, Kota Baru: Sejarah Kota-kota di
Indonesia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan, terdapat bagian
yang secara khusus membahas mengenai Bandung yang ditulis oleh Reiza D. Dienaputra berjudul Bandung 1906-1970: Studi
Tentang Perkembangan Ekonomi Kota.10 Tulisan ini membahas mengenai dampak dari pembangunan fisik Bandung ketika kolonial. Bagian yang dikaji dalam tulisan ini melihat dampak dari rencana perpindahan ibukota dari Batavia ke Bandung pada periode kolonial. Gudung-gedung pemerintahan seperti Gedung
9 Freek Colombijn, dkk. Sejarah Kota-Kota di Indonesia
Sebelum dan Setelah Kemerdekaan. (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2005).
10 Reiza D. Dienaputra berjudul Bandung 1906-1970: Studi
Tentang Perkembangan Ekonomi Kota. (Dalam buku Sejarah Kota-Kota di Indonesia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan).
Sate dan gedung-gedung yang berada didekatnya dulunya ditujukan sebagai tempat kedudukan pemerintah pusat. Pasca kemerdekaan, gedung-gedung tersebut tidak berubah fungsi, tetap menjadi kantor pemerintahan, tapi ditempati sebagai kantor pemerintah Jawa Barat.
Buku selanjutnya yang menjadi rujukan berjudul Sejarah
Kota Bandung 1945-1979 yang ditulis oleh Edi S. Ekadjati, Sobana
Hardjasaputra dan Ietje Mardiana.11 Tulisan ini dalam rangka
usaha yang dilakukan pemerintah menuliskan sejarah kotanya. Buku ini menjelaskan gambaran kota secara umum pasca kemerdekaan dari sisi pengembangan pemerintahan, ekonomi kota dan sosial budaya.
Buku Venesia dari Timur karangan Dedi Mulyanto Muhammad Santun pada awalnya merupakan sebuah tesis dari
Ilmu Sejarah UGM.12 Meskipun tidak berbicara mengenai
Bandung, buku ini memberi banyak khazanah terhadap penelitian ini. Perubahan simbol yang terjadi di Kota Palembang, bukan
11 Edi S. Ekadjati, dkk. Sejarah Kota Bandung 1945-1979.
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1985).
12 Dedi Mulyanto Muhammad Santun. Venesia dari Timur:
Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial. (Yogyakarta: Ombak, 2010).
hanya dipahami sebagai perubahan fisik semata, juga sebagai perubahan ideologis. Dalam hal ini, buku ini memberikan khazanah mengenai citra yang dibangun oleh sebuah kota. Sehingga citra kota tersebut mempengaruhi perkembangan kota.
Tesis Hafsah Wisananingrum,13 tesis ini menceritakan
mengenai perubahan simbol kota pada jaman kolonial sampai periode pasca kolonial. Ide yang terdapat pada tesis ini, berdasarkan pada pameran industri di Bandung, Jaarbeurs. Pameran yang biasa diadakan pada bulan juni-juli ini merupakan salah satu acara yang dapat mendatangkan banyak turis ke Bandung. Perubahan terjadi selepas terjadinya kemerdekaan Indonesia. Jaarbeurs tidak lagi dilaksanakan, akan tetapi pada tahun 1960an, acara semacam Jaarbeurs dilaksakan kembali di Bandung. Akan tetapi tempat pelaksanaannya berbeda. Wilayah yang biasanya dipakai Jaarbeurs pada masa kolonial terdapat di sekitar Lapangan Saparua, sedangkan setelah kemerdekaan bertempat di Tegalega.
Banyak sekali informasi yang terdapat pada tesis ini yang sangat berguna bagi penelitian ini. Perbedaan signifikan antara tesis tentang Jaarbeurs dengan penelitian ini terdapat pada
13 Hafsah Wisananingrum. Redupnya Gemerlap Parijs Van
Java, Dari Jaarbeurs ke Pameran Industri Jawa Barat 1920-1964.
Tesis (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 2006).
penggunaan organisasi Bandoeng Vooruit. Selain itu, pendekatan partisipasi pun tidak ditemukan dalam penelitian.
Disertasi A. Sobana Hardjasaputra berjudul Perubahan
Sosial di Bandung tahun 1810 – 1906.14 Kajian mengenai Bandung ini sangat membantu bagi penelitian ini terutama saat Bandung mulai membuka diri sebagai sebuah kota. Pembukaan wilayah Priangan dan Bandung khususnya berdampak pada perubahan pola perkembangan kota dalam berbagai aspek. Naiknya Bandung sebagai sebuah kota penting bisa terekam dalam penelitian ini.
E. Metode dan Sumber
Dalam penelitian ini akan digunakan metode sejarah yang terdiri dari lima tahap. Pertama adalah pemilihan topik, tahap kedua adalah pengumpulan sumber atau heuristik, tahap ketiga yaitu verifikasi yang didalamnya termasuk kritik sejarah, kemudian tahap intepretasi yang berupa analisis dan sintesis, dan
terakhir adalah tahap penulisan15. Pemilihan metode sejarah
didasari akan aspek historis yang ditonjolkan dalam penelitian ini
14 Sobana Hardjasaputra. Perubahan Sosial Di Bandung
1810–1906. (Disertasi Universitas Indonesia).
15 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta:
dan juga kebutuhan akan teknik untuk mengumpulkan sumber-sumber masa lampau.
Pemilihan topik ini didasari atas kurangnya penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam perkembangan kota Bandung. Pengumpulan dan pemilahan sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pencarian dokumen, baik itu buku, artikel, kajian akademis, koran juga website.
Dalam pencarian data, penulis banyak mengandalkan sumber dari delpher.nl dan colonialarchitecture.eu. Hal tersebut tidak terlepas dari jarangnya data fisik yang ada baik itu di arsip dan perpustakaan nasional ataupun kota. Penggunaan website diatas pun sudah terverifikasi dan memiliki data banyak mengenai Bandung, dari mulai buku, majalah hingga artikel koran. Selain itu, dalam pengumpulan sumber pun penulis mendatangi beberapa komunitas sejarah atau komunitas peduli kota di Bandung.
Selanjutnya adalah intepretasi dari sumber-sumber yang telah diuji kebenarannya.Tahap ini merupakan penggabungan antara sumber-sumber yang didapat dengan teori-teori yang mendukung beserta pendapat penulis mengenai aspek yang dikaji. Tahap terakhir adalah penulisan, yaitu penuangan ide-ide, teori-teori, beserta fakta-fakta yang dihasilkan dari proses intepretasi.
Tahapan ini kemudian menjadi tahapan akhir, hingga nantinya penelitian ini dapat dikatakan sebagai salah satu wujud dari konsep history as written.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini diuraikan dalam 5 bab, diantaranya;
Bab pertama ini berisi mengenai pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, permasalahan, ruang lingkup, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi dan sistematika.
Bab kedua menjelaskan mengenai naiknya Bandung
sebagai salah satu nodal. Untuk menjabarkan itu, bab ini terdiri dari tiga sub-bab, diantaranya: Pembukaan wilayah, Perubahan sarana transportasi dan kominikasi terutama kereta api dan Perubahan kota, baik itu bentuk pemerintahan kota maupun citra kota.
Bab ketiga dari penelitian ini memaparkan mengenai
partisipasi yang membentuk Bandoeng Vooruit. Ada beberapa organisasi yang akan dibahas dalam bab ini, diantaranya: dua organisasi yang menjadi cikal
bakal Bandoeng Vooruit dan satu organisasi yang merupakan struktur utama Bandoeng Vooruit.
Bab keempat, penelitian ini akan membahas
mengenai Bandoeng Vooruit, dari mulai awal pendirian, kegiatan dan promosi, pendanaan, struktur, anggota dan keterhubungannya dengan perkembangan kota Bandung.