• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL

PEMBELAJARAN

Dinda Ayu Novariandhini I24070034

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011

Dinda Ayu Novariandhini NIM I24070034

(3)

This study aims was to analyze the self-esteem, self-efficacy, learning motivation, and academic achievement of high school students in various learning models. The study involved 26 students of the acceleration class, 30 students of the international class and 30 students of the regular class in the city of Bogor. Primary data in this study were self-esteem, self-efficacy, and learning motivation which include internal and external motivatio. Students achievement data was collected through report card. Data was collected by observation techniques and self-report with the help of a questionnaire. The Study using descriptive analysis and inference analysis. The results showed different intrinsic motivation between the three classes (p < 0,05) where the regular class has the best intrinsic motivation, the second is the SBI and the third is the acceleratio n class. The results also indicated a difference in the report value of the three classes (p<0,05) where accelerated class have the highest value of cognitive and psychomotor, the second is the SBI and the last is the regular class. The highest affective value owned by the regular classroom. The study also found a positive relationship between self-esteem with self-efficacy (r=0,567), intrinsic motivation (r=0,520), and extrinsic motivation (r=0,289). In addition it also found a positive relationship between self-efficacy with intrinsic motivation (r=0,451) and extrinsic motivation (r=0,420). The results also showed a negative relationship between intrinsic motivation with cognitive value (r=-0,217) and the psychomotor (r=-0,256).

Key words: self-esteem, self-efficacy, motivation to learn, and academic achievement ABSTRAK

DINDA AYU NOVARIANDHINI. Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan

Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran. Dibimbing oleh

MELLY LATIFAH.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik siswa SMA pada berbagai model pembelajaran. Penelitian melibatkan 26 siswa kelas akselerasi, 30 siswa kelas internasional dan 30 Siswa kelas reguler di Kota Bogor. Data primer dalam penelitian ini adalah self-esteem, self-efficacy, serta motivasi belajar yang meliputi motivasi internal dan eksternal, sedangkan untuk data sekunder adalah nilai rapor yang meliputi nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi dan self-report dengan alat bantu kuesioner. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan motivasi intrinsik pada ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas reguler memiliki motivasi intrinsik paling baik, kedua adalah kelas SBI dan ketiga adalah kelas akselerasi. Hasil penelitian pun menunjukan adanya perbedaan nilai rapor di ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas akselerasi memiliki nilai kognitif dan psikomotorik paling tinggi, kedua adalah kelas SBI dan terakhir adalah kelas reguler. Nilai afektif tertinggi dimiliki oleh kelas reguler. Penelitian ini juga menemukan hubungan yang postif antara self-esteem dengan self-efficacy (r=0,567), motivasi intrinsik (r=0,520), dan motivasi ekstrinsik (r=0,289). Selain itu ditemukan pula hubungan yang positif antara self-efficacy dengan motivasi intrinsik (r=0,451) dan ekstrinsik (r=0,420). Hasil penelitian pun menunjukan adanya hubungan yang negatif antara motivasi intrinsik dengan nilai kognitif (r=-0,217) dan nilai psikomotorik (r=-0,256).

(4)

dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran Dibimbing oleh MELLY LATIFAH.

Menurut HDI (Human Development Index) 2008 sumberdaya manusia di Indonesia masih berada dalam kategori yang rendah yaitu urutan 119 dari 179 negara. Salah satu upayauntuk meningkatkan sumberdaya manusia yang ada di Indonesia adalah dengan melakukan peningkatan dalam sektor pendidikan. Pemerintah melakukan peningkatan sektor pendidikan dengan melakukan otonomi dalam sektor pendidikan dan setiap daerah bebas untuk membuka model pembelajaran di sekolah yang berada di daerahnya. Model pembelajaran tersebut antara lain adalah kelas akselerasi, kelas internasional, dan kelas reguler. Dengan adanya pebedaan di ketiga kelas tersebut diduga menyebabkan self-esteem (penilaian diri sendiri), self-efficacy (keyakinan terhadap diri sendiri), motivasi belajar, serta prestasi siswa diketiga kelas tersebut berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis karakteristik siswa dan keluarga pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler; 2) menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi, dan prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler; 3) menganalisis hubungan karakteristik siswa dengan esteem dan self-efficacy; 4) menganalisis hubungan self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi; 5) menganalisis hubungan motivasi dengan prestasi akademik siswa.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di SMA Kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan April hingga Mei 2011. Populasi contoh dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas akselerasi, kelas SBI, kelas reguler yang berada di Kota Bogor dengan rentang usia 14-18 tahun. Jumlah contoh yang diambil adalah 26 contoh yang merupakan siswa akselerasi, 30 contoh siswa kelas SBI dan 30 contoh kelas reguler yang dipilih secara purposive di kelas yaitu kelas XI.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer yang digunakan untuk penelitian ini meliputi karakteristik siswa, karakteristik keluarga siswa, self-esteem, self-efficacy, dan motivasi belajar, sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data prestasi belajar yang berada dalam rapor siswa. Self-esteem pada penelitian ini menggunakan kuesioner Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form kemudian dimodifikasi oleh peneliti, terdiri dari 20 item pertanyaan dengan skala Likert 1-4. Self-efficacy siswa diukur menggunakan kuesioner oleh Hambawany (2007) kemudian dimodifikasi oleh peneliti, terdiri dari 30 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert 1-4. Motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Rahmaisya (2011) yang mengacu kepada Pelletier,et al. (1995) yang dimodifikasi oleh peneliti, kuesioner motivasi belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi belajar ini terdiri atas 30 pertanyaan dengan skala Likert 1-4.

(5)

menggunakan proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasi Spearman dan Pearson, serta analisis uji beda one way annova.

Hasil penelitian menggunakan uji one way anova menunjukan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan self-esteem dan self-efficacy antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Motivasi yang diukur meliputi motivasi internal dan motivasi eksternal. Hasil uji beda one way annova menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata motivasi intrinsik yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) dengan motivasi intrinsik paling baik dimiliki oleh kelas reguler, kedua adalah kelas SBI, dan ketiga adalah kelas akselerasi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan motivasi yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05).

Prestasi akademik siswa yang diukur menggunakan nilai rapot memiliki tiga aspek penilaian yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif di kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler (p < 0,05). Nilai kognitif dan nilai psikomotorik yang paling baik adalah kelas akselerasi, kedua adalah kelas SBI, dan ketiga adalah kelas reguler, sedangkan untuk nilai afektif paling baik dimiliki oleh kelas reguler.

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara usia anak dengan self-esteem, artinya semakin tinggi usia anak maka akan semakin baik self-esteem yang dimilikinya. Selain itu terdapat hubungan positif dan signifikan antara self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, artinya semakin tinggi self-esteem dan self-efficacy anak maka semakin tinggi pula motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik anak. Hasil penelitian pun menunjukan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik dengan prestasi yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotorik, artinya semakin tinggi motivasi intrinsik anak maka semakin rendah nilai kognitif dan psikomotorik anak.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

DINDA AYU NOVARIANDHINI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(8)

Tanggal Lulus :

Nama : Dinda Ayu Novariandhini

NIM : I24070034

Dosen Pembimbing

Ir. Melly Latifah, M.Si Pembimbing I

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(9)

memberikan kesempatan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepadaorang-orang yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini :

1. Ir. Melly Latifah, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, saran, dan nasihat-nasihat selama penulisan skripsi ini dilakukan. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si sebagai Pembimbing Akademik penulis

selama masa perkuliahan yang selalu memberikan saran serta motivasinya. 3. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc dan Nety Herawati, SP, M.Si sebagai

desen penguji skripsi ini serta Alfiasari, SP, M.Si sebagai dosen pemandu seminar untuk masukan dan sarannya agar skripsi ini lebih baik lagi.

4. Kelas akselerasi, kelas SBI, dan Kelas Reguler SMA di Kota Bogor tempat melakukan penelitian atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian.

5. Orangtua Bapak H. Singgih Budi Setiawan dan Ibu Hj. Chairina Selfiati yang telah memberikan doanya, mendukung dan memotivasi. Selain itu untuk adik penulis Dhyanti Ayu Febiriandhini yang selalu memberikan semangat.

6. Seluruh keluarga besar serta eyang yang selalu memberikan doa serta dukungannya kepada penulis.

7. Teman-teman seperjuangan Restu Dwi Prihatina, Herti Herniati dan Nadia Nandana Lestari sebagai teman berbagi suka dan duka dalam penelitian payung ini serta saling memberikan masukan dan semangat kepada penulis. 8. Teman-teman IKK 44 yang telah menjadi keluarga selama perkuliahan

berlangsung, tempat mencurahkan perasaan dan berbagi suka serta duka serta selalu memberikan kekompakan.

9. Gumilar Sulistiawan yang telah memberikan doa, perhatian, motivasi serta selalu mengingkatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

November 2011

(10)

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan ... 5 Kegunaan Penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Karakteristik Keluarga ... 7 Remaja ... 8 Self-Esteem ... 9 Self-Efficacy ... 11 Motivasi Belajar ... 16 Prestasi Akademik ... 17 Model Pembelajaran ... 18 KERANGKA PEMIKIRAN ... 21 METODE PENELITIAN ... 25

Desain, Tempat, dan Waktu ... 25

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan data ... 26

Pengolahan dan Analisis data ... 27

Definisi Operasional ... 28

HASIL PENELITIAN ... 31

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 31

Karakteristik Keluarga ... 32 Usia Orangtua ... 32 Besar keluarga ... 33 Pendidikan Orangtua ... 34 Pekerjaan Orangtua ... 35 Pendapatan Orangtua ... 36 Karakteristik Contoh ... 37 Jenis Kelamin ... 37 Usia Contoh ... 37

Urutan dalam keluarga ... 38

Self-Esteem ... 39

Self-Efficacy ... 40

Motivasi Belajar ... 41

Prestasi Akademik ... 43

Hubungan Antar Variabel ... 44

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Self-esteem dan Self-efficacy ... 44

(11)

Hubungan antara self-efficacy dengan motivasi ... 47

Hubungan self-esteem dengan prestasi akademik ... 48

Hubungan self-efficacy dengan prestasi akademik... 49

Hubungan motivasi dengan prestasi ... 49

PEMBAHASAN ... 53

SIMPULAN DAN SARAN ... 57

Simpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(12)

2. Jenis dan cara pengambilan data ... 26

3. Jenis data dan pengkategoriannya ... 27

4. Sebaran contoh berdasarkan usia ayah ... 32

5. Sebaran contoh berdasarkan usia ibu ... 33

6. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah ... 34

7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu ... 35

8. Seb Sebaran contoh bedasarkan pekerjaan ayah ... 35

9. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu ... 36

10. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 37

11. Sebaran contoh berdasarkan usia ... 38

12. Sebaran contoh berdasarkan self-esteem ... 39

13. Sebaran contoh berdasarkan self-efficacy ... 40

14. Sebaran contoh berdasarkan motivasi intrinsik ... 42

15. Sebaran contoh berdasarkan motivasi ekstrinsik ... 42

16. Sebaran contoh berdasarkan motivasi ... 43

17. Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik ... 44

18. Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan self-esteem dan self-efficacy ... 45

19. Sebaran self-esteem berdasarkan self-efficacy ... 45

20. Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-esteem ... 46

21. Sebaran motivasi ekstrinsik berdasarkan self-esteem ... 46

22. Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy ... 47

23. Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy ... 48

24. Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-esteem ... 48

25. Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-efficacy ... 49

26. Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi intrinsik ... 50

27. Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi ekstrinsik ... 51

(13)

2. Cara pemilihan contoh ... 25

3. Sebaran contoh berdsarkan besar keluarga ... 33

4. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ... 37

5. Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga ... 39

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-esteem pada ketiga kelompok contoh ... 67

2. Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-efficacy pada ketiga kelompok contoh ... 68

3. Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen motivasi belajar pada ketiga kelompok contoh ... 70

4. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ayah contoh pada ketiga kelompok contoh ... 72

5. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ibu contoh pada ketiga kelompok contoh ... 73

6. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test pendapatan keluarga pada ketiga kelompok contoh ... 74

7. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia contoh pada ketiga kelompok contoh ... 75

8. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test motivasi intrinsik pada ketiga kelompok contoh ... 76

9. Hasil uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai kognitif) pada ketiga kelompok contoh ... 77

10. Hasil Uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai psikomotorik) pada ketiga kelompok contoh ... 77

11. Hasil Uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai afektif) pada ketiga kelompok contoh ... 78

12. Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan karakteritik anak dengan self-esteem dan self-efficacy ... 79

(14)

Sumberdaya yang berkualias merupakan salah satu modal penting untuk pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki sumberdaya yang bermutu tinggi maka akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk mengukur kualitas sumberdaya yang terdapat di dalam suatu negara menggunakan suatu indikator yang dikenal dengan HDI (Human Development Index). Menurut Human Development Report (2008) HDI Indonesia menempati urutan yang rendah yaitu urutan ke 119 dari 179 negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus mengejar ketinggalannya dibandingkan negara lain di dunia. Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, perlu dikembangkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu menggerakkan roda pembangunan bangsa sehingga bangsa Indonesia mampu bersaing di tingkat global.

Sumberdaya manusia yang berkulitas bisa didapatkan apabila sektor pendidikannya diperhatikan. Sejak tahun 2001 otonomi daerah sudah diberlakukan dan menjadikan sektor pendidikan mengalami perubahan dalam aspek pendanaan dan aspek penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut menyebabkan adanya desentralisasi pendidikan meliputi pemberian kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal (Alisjahbana 2000). Pemerintah daerah berhak menuntukan model pembelajaran untuk sekolah yang ada di daerahnya seperti dengan membuka kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Kelas akselerasi merupakan kelas yang dikhususkan untuk anak-anak yang memiliki nilai dan IQ di atas rata-rata dan hanya menempuh masa pendidikannya selama dua tahun sedangkan kelas SBI adalah kelas yang mengunakan standar internasional dengan menggunakan dua bahasa pengantar yaitu bahasa inggris dan indonesia. Fasilitas di kedua kelas tersebut juga sangat memadai seperti adanya pendingin ruangan, kelas yang cukup luas, dan kenyamanan lainnya. Berbeda sekali dengan keadaan kelas reguler yang biasa-biasa saja sarana prasarananya. Perbedaan yang sangat menonjol dalam hal fasilitas antar ketiga kelas tersebut

(15)

diduga akan mempengaruhi pencapaian berbagai macam prestasi baik itu prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Prestasi yang baik dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mampu dan bisa mendapatkan hasil yang baik serta memuaskan. Pengenalan akan diri sendiri dapat meningkatkan prestasi seseorang. Pengenalan terhadap diri sendiri dan keyakinan kuat yang dimiliki oleh seseorang dapat terbentuk dari lingkungan terkecilnya yaitu keluarga. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam suatu ekosistem. Selain dari keluarga hal tersebut juga bisa terbentuk karena pengaruh lingkungan lebih besarnya lagi yaitu teman sebaya dan sekolah tempat mereka mencari ilmu.

Penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan disebut dengan self-esteem. Individu dengan self-esteem tinggi tidak mudah terpengaruh pada penilaian orang lain mengenai sifat dan kepribadiannya, baik itu positif maupun negatif. Penilaian terhadap diri sendiri dapat membantu seseorang untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri dan potensi apa yang menonjol dari diri sendiri sehingga seseorang dapat mengetahui sejak dini potensi yang dimilikinya dan dapat mengasah poensi tersebut untuk membentuk manusia yang memiliki kualitas sumberdaya yang tinggi.

Selain penilaian terhadap diri sendiri hal lain yang penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk pencapaian prestasi yang tinggi adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif (Santrock 2002). Keyakinan seseorang dalam penguasaan situasi ini disebut dengan Self-efficacy. Self-efficacy merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Dengan adanya kepercayaan tersebut, pretasi dan potensi yang dimiliki dapat dikontrol dengan baik sehingga pengoptimalan potensi tersebut dapat meningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ada di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan kekuatan pemikirannya dan kebergunaan pemikirannya sehingga dapat menyebabkan pencapaian segala sesuatu yang diinginkannya dapat terorganisir dengan baik menggunakan

(16)

kekuatan penilaian terhadap dirinya sendiri dan juga keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri.

Self-esteem dan self-efficacy yang berada didalam diri seseorang akan menciptakan suatu motivasi yang baik sehingga dapat meningkatkan pencapaian prestasi seseorang. Motivasi bukan merupakan suatu kondisi namun motivasi timbul dari dalam diri manusia sendiri yaitu dengan adanya keinginan untuk dapat mengerjakannya dan menyelesaikan sesuatu dengan baik dan benar. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Peran motivasi dalam proses belajar dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar dan yang nantinya akan mempengaruhi pencapaian prestasi yang akan didapatkan oleh anak. Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa-siswi SMA pada berbagai model pembelajaran.

Perumusan Masalah

Sistem umum pendidikan yang sedang dijalankan di Indonesia saat ini memiliki berbagai model pembelajaran yaitu, kelas akselerasi dan kelas SBI. Di Indonesia, terdapat terdapat 311 sekolah dari 126.000 sekolah umum yang ada dan 12 sekolah madrasah di seluruh Indonesia yang mewadahi kelas akselerasi (Anonim 2010). Untuk tingkat SMA terdapat sebanyak 1.329 kelas SBI yang izinnya diberikan pada 2006-2010 (Amang 2011). Program-program tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Keunggulan tersebut bisa berupa keungulan dalam bidang prestasi akademik maupun dalam bidang prestasi non akademik, selain itu pada kelas akselerasi dan kelas SBI didukung oleh fasilitas dan sarana penunjang yang sangat memadai berbeda dengan kelas reguler yang biasa-biasa saja. Kelemahan dari kelas akselerasi dan kelas SBI adalah terkadang siswa pada kedua kelas tersebut merasa lebih eksklusif dari siswa kelas reguler.

(17)

Ketiga kelas tersebut yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler memiliki lingkungan serta metode pembelajaran yang berbeda-beda sehingga menghasilkan prestasi akademik yang didapatkan oleh siswa pada ketiga kelas tersebut pun berbeda. Pencapain prestasi akademik tersebut dapat dilihat pada hasil penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, dan Bahasa Inggris yang merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangakan iptek.

Pencapaian prestasi yang berbeda-beda tersebut diduga karena motivasi yang mendorongnya untuk mencapai prestasi tersebut pun berbeda pada setiap kelas. Motivasi merupakan dorongan baik dalam diri sendiri ataupun dari luar untuk pencapaian suatu hasil. Untuk mendapatkan motivasi tersebut seseorang harus memiliki penilian terhadap diri sendiri atau yang sering disebut dengan self-esteem. Pada jurnal Self-Esteem and Self-Motivational Needs of Disabled and Non-Disabled oleh Omolayo 2009 menyebutkan bahwa self-esteem memiliki hubungan dengan motivasi seseorang. Keyakinan terhadap diri sendiri atau yang sering disebut dengan self-efficacy pun diduga memiliki hungan dengan motivasi yang akan meningkatkan prestasi akademik. Seperti pada jurnal self-efficacy for Learning and Achivment oleh Schunk Pajares 2001 menyebutkan bahwa self-efficacy baik secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi prestasi akademik yang diperoleh oleh anak.

Karakteristik siswa, karakteristik keluarga, penilaian terhadap diri sendiri (self-esteem) serta keyakinan kemampuan diri sendiri (self-efficacy) diduga akan berbeda pada setiap siswa di berbagai model pembelajaran tersebut. Self-esteem dan self-efficacy pada setiap model pembelajaran akan mempengaruhi motivasi mereka dalam belajar. Untuk itu permasalahan-permasalahan yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabannya adalah

1. Bagaimana karakteristik siswa dan karakterisik keluarga dari berbagai model pembelajaran?

2. Bagaimana perbedaan self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran?

3. Bagaimana hubungan karakteristik siswa dan karakterisik keluarga terhadap self-esteem dan self-efficacy?

(18)

4. Bagaimana hubungan self-esteem dan self-efficacy terhadap motivasi belajar siswa serta motivasi dengan prestasi akademik siswa?

Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis esteem, self-efficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik siswa SMA pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis karakteristik siswa dan keluarga pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

2. Menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi, dan prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

3. Menganalisis hubungan karakteristik siswa dengan esteem dan self-efficacy.

4. Menganalisis hubungan self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi. 5. Menganalisis hubungan motivasi dengan prestasi akademik siswa.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi pihak sekolah, dan orangtua mengenai self-esteem, self-efficacy dan motivasi belajar terhadap prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang perkembangan anak dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA  

Karakteristik Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso bagi anak atau lingkungan paling terdekat bagi anak yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.

Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memiliki struktur sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Terdapat tiga elekmen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional, aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat berhubungan dan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999).

Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut. Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua, dan besar keluarga.

Tingkat Pendidikan Orangtua

Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memiliki tinkap pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukan

(20)

bahwa orang yang memiliki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan tinggi, hal ini terjadi karena orantua berperan sebagai pengetahuan, pengembangan karir, dan memberikan fasilitas belajar.

Pendapatan Keluarga

Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai moral.

Jenis Pekerjaan Orangtua

Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh seorang ibu saja tetapi ayah sebaiknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun mereka bekerja di sektor publik ataupun di organisasi tertentu untuk menambah pendapatan keluarga.

Besar Keluarga

Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hastuti 2008). Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Remaja

Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa kanak-kanak dengan msa dewasa (Santrock 2003). Rentan usia masa remasa adalah dari usia 12 tahun sampai 19 tahun. Santrock (2003) membagi masa remaja kedalam dua fase

(21)

yaitu remaja awal (usia 11 tahun sampai 15 tahun) dan remaja akhir (usia 16 tahun sampai 19 tahun). Masa remaja adalah masa yang penting dalam kehidupan karena pada masa ini merupakan peralihan, masa perubahan dan dimana saat individu mencari identitas diri. Remaja disebut juga sebagai suatu masa perkembangan yang rawan karena tugas utama remaja adalah membentuk suatu identitas untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari dalam diri. Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dalam dirinya.

Santrock (2003) meyebutkan tugas perkembangan anak sesuai periode kehidupan manusia. Tugas perkembangan masa remaja antara lain : 1) mencapai hubungan pertemanan atau hubungan dengan lawan jenis yang lebih stabil, 2) mencapai peran sosial maskulin dan feminim, 3) menerima kondisi fisik diri sendiri dan menggunakan atau memanfaatkannya secara efektif, 4) menginginkan, menerima, dan mencapai perilaku bertanggung jawab, 5) mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, 6) mempersiapkan karir ekonomi, 7) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga, 8) menggunakan sistem nilai dan etika sebagai panduan perilaku, dan mengembangkannya sebagai ideologi.

Self-esteem

Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian remaja adalah self-esteem. Self-esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan (Coopesmith 1967).

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang dapat mengalami krisis identitas (Santrock 2002). Terjadinya krisis identitas tersebut maka remaja melakukan pencarian identitas diri, dalam hal ini remaja berusaha mencari orientasi hidup yang memenuhi atribut diri yang sesuai dengan harapan sosial. Remaja berusaha menemukan suatu peran yang dapat memenuhi tuntutan biologis, psikologi dan sosial hidupnya serta menemukan apa saja yang mereka percayai, sikap-sikap yang ada pada mereka dan sikap-sikap yang ideal bagi diri

(22)

mereka. Kemudian remaja menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan masyarakat sesuai peran yang dimainkannya tersebut, jika remaja berhasil mencapai identitas ini, maka self-esteem juga akan tercapai. Self-esteem yang dicapai ini akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya (Heseelbein 1997).

Pentinganya perkembangan diri pada remaja dapat dilihat dari pengaruh esteem tersebut pada remaja. Remaja yang identitas dirinya lemah atau self-esteem maka akan sulit untuk menyesuaikan diri dan cendrung menarik diri dalam pergaulan serta mudah dipengaruhi oleh orang lain (Robinson 1991). Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi pada masa kanak-kanak cenderung akan menjadi remaja yang memiliki self-esteem yang tinggi. Beberapa studi menunjukan bahwa sejak masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir, dan menuju dewasa muda, self-esteem akan cendrung stabil atau mungkin meningkat.

Menurut Heider (1958) faktor yang memperngaruhi self-esteem pada diri seseorang adalah jenis kelamin, atribusi, dan pengasuhan orang tua. Jenis kelamin perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan tinggi dalam pelajaran bahasa (Harter 1983), sedangkan self-esteem pada laki-laki biasanya dipengaruhi oleh teman sebaya dan lebih tinggi pada bidang olah raga dan matematika (Harter 1983).

Faktor yang mempengaruhi keadua adalah atribusi. Menurut Heider (1958) atribusi merupakan penyimpulan terhadap kejadian-kejadian yang lalu. Konsep atribusi ini sangat penting kaitannya dengan cara anak dalam mencari penyebab dari kegagalan dan keberhasilan yang mereka alami. Atribusi ini pun dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tingkah laku tertentu.

Faktor yang ketiga adalah pola asuh dan sikap orangtua. Pada usia yang rendah proses pembentukan self concept serta self-esteem terjadi. (Baron dan Bryne 1994). Pola asuh dan sikap orangtua serta apa yang dialami anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan tersebut. Menurut Baron & Bryne (2000) anak-anak cenderung untuk mengevaluasi dirinya berdasarkan pada evaluasi orangtua terhadap diri mereka. Self-esteem yang dimiliki anak adalah fungsi dari refleksi penghargaan orangtua terhadap keberadaan diri mereka.

Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem menurut Harter (1983) ada dua sumber yang digunakan oleh anak untuk mengembangkan

(23)

self-esteem pada dirinya yaitu sumber dari dalam diri individu (inner source) yang merupakan perasaan mampu atau kompetisi diri dan sumber dari luar diri individu (outer source) yang merupakan persepsi diri terhadap penerimaan orang lain atas dirinya.

Menurut Coopersmith (1967) karakteristik individu berdasarkan self-esteem yang dimilikinya berbeda-beda. Karakteristik individu dengan self-self-esteem yang tinggi adalah aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, berhasil dalam bidang akademik dan dalam mengadakan hubungan sosal, dapat menerima kritik dengan baik, tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri, yakin pada diri sendiri karena memang memiliki kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang baik, tidak terpengaruh pada penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya yang positif ataupun negatif, mudah menyesuaikan diri, lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tercipta tingkat kecemasan yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.

Individu yang memiliki self-esteem yang rendah memiliki karakteristik memiliki perasaan yang inferior, takut dan mengalami kegagalan dalam hubungan sosial, terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi, merasa dirinya diasingkan dan tidak diperhatikan, kurang dapat mengekspresikan diri, tidak konsisten, sangat tergantung pada lingkunganm secara pasif akan mengikuti apa yang berada dilingkungannya atau tidak memiliki pendirian, rentan terhadap kritik dan penolakan, serta sulit berkomunikasi dengan orang lain.

Self-Efficacy

Selain Self-esteem, salah satu yang menjadi faktor penting dalam kepribadian remaja adalah self-efficacy. Menurut Bandura dalam Santrock (2002) self-efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif, sedangkan menurut Pajares 2006 self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan

(24)

self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.

Menurut Bandura dalam Santrok (2002) self-efficacy memiliki empat macam fungsi yaitu menentukan pilihan tingkah laku, kedua adalah menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha, ketiga adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional, dan yang terakhir adalah menentukan standar yang akan dilakukan selanjutnya.

Menentukan pilihan tingkah laku. Setiap individu cenderung memilih tugas yang mampu diselesaikan dengan baik, serta menghindari tugas yang sulit untuk dikerjakan. Perbedaan yang besar antara penilaian seseorang akan kemampuannya dengan kemampuannya yang sebenarnya akan menimbulkan berbagai konsekuensi. Orang yang memiliki overestimate terhadap kemampuannya makan akan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh di atas kemampuannya, akibatnya ia akan menemui berbagai kesulitan, hambatan, dan kegagalan. Sebaliknya, orang yang memiliki underestimate terhadap kemampuannya akan membatasi diri mereka terhadap aktivitas-aktivitas yang ia lakukan. Anak-anak selalu meragukan kemampuannya dan selalu memikirkan hambatan-hambatan yang sebenarnya belum tentu ada (Bandura 1986). Disebutkan pula bahwa orang yang memiliki self-efficacy yang rendah berusaha untuk menghindari tugas-tugas yang sulit sedangkan untuk orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan sangat termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit.

Menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha. Self-efficacy dapat mempunyai efek terhadap komitmen seseorang akan tugas dan goal yang dia inginnkan. Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi pada suatu tugas, maka akan berusaha secara maksimal dalam menyelesaikan tugas itu dengan baik. Apabila ia menemukan hambatan maka ia tidak akan cepat putus asa dan menyerah. Ia malah akan memperbesar dan lebih semangat dalam usaha yang dilakukannya. Pada orang yang memiliki self effiacy yang rendah terhadap suatu tugas maka ia tidak akan berusaha keras dan bila ia menemukan kesulitan maka akan menyerah begitu saja tanpa mau memperjuangkannya (Pervin 1996). Selain itu, Bandura menyebutkan bahwa

(25)

orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi belajar yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah.

Mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan pola pikir seseorang. Orang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mengalami level stres dan kecemasan yang lebih banyak selama mengerjakan tugasnya daripada orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi (Pervin 1996). Orang yang meliki self-efficacy yang rendah pun akan lebih banyak memikirkan kekurangan dirinya dibandingkan untuk memperbaikinya (Pervin 1996). Ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang kompleks, maka orang dengan self-efficacy yang rendah maka cara berpikirnya menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan.

Menentukan standar yang akan diterapkan selanjutnya. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan kognitif seseorang atas jarak antara stadard yang telah ditetapkan sebelumnya dengan performance. Oleh sebab itu seseorang dapat termotivasi atau tidak dalam menentukan standar selanjutnya. Orang yang menganggap keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan tugas cendrung menetapkan standard yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mengangga keberhasilnannya adalaha faktor keberuntungan. Standard yang tinggi dianggap sebagai tantangan yang menghasilkan motivasi baru untuk meyelesaikan tugas dan tantangan tersebut. Self-efficacy dapat mempengarui reaksi seseorang dalam menapai standard yang telah ia buat. Jika memiliki self-efficacy yang tinggi maka ia akan termotivasi untuk memperbesar usahanya untuk meraih hasil yang optimal. (Pervin 1996).

Bandura merangkum perbedaaan ciri-ciri antara orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi dengan orang yang memiliki self-self-efficacy yang rendah dalam tabel berikut :

(26)

Tabel 1 Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah

Self-efficacy Tinggi Self-efficacy Rendah

Menetapkan target yang tinggi Menetapkan target yang rendah Menunjukan komitmen yang tinggi Menunjukan komitmen yang rendah Mengerahkan banyak usaha Mengerahkan sedikit usaha

Tidak mudah menyerah ketika menemukan hambatan

Mudah menyerah ketika menemukan hambatan

Membayangkan skenario keberhasilan yang optimis

Membayangkan skenario kegagalan yang pesimis

Menerima tugas-tugas yang sulit Menghindari tugas-tugas yang sulit Bersedia mencoba hal-hal baru Tidak mau mencoba hal-hal baru Selalu mengembangkan diri Selalu membatasi kemampuan diri Melihat kemampuan diri merupakan hal

yang dapat ditingkatkan

Melihat kemampuan diri merupakan hal yang sudah menetap

Mengatribusikan kegagalan sebagai kurangnya keterampilan atau usaha

Melihat kegagalan sebagai ketidakmampuan

Menekankan pada pengembangan diri dan penyelesaian tugas

Menekankan pada perbandingan dengan orang lain

Tahan saat menemui kesulitan Tidak dapat mengatasi ancaman Merasa mampu mengatasi masalah lebih

baik dari orang lain

Merasa tidak mampu mengatasi masalah lebih baik dari orang lain

Memikirkan kelebihan yang dimiliki Mengeluhkan kekurangan yang dimiliki Tidak mudah mengalami gangguan

emosional, stres, depresi, dan cemas

Lebih rentan terhadap stres, kecemasan dan depresi

Sumber : Efficacy Mecahanism on Human Agenc, Albert Bandura

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Menurut Bandura (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, Persuasi Sosial, dan terakhir adalah keadan fisiologis dan emosional.

Pengalaman Keberhasilan. Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacynya.

Pengalaman Orang Lain. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.

(27)

Self-efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self-efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. Orang yang melihat keberhasilan orang memiliki karakteristik sama seperti model akan meningkatkan harapan individu tersebut untuk melaksanakan aktivitas yang serupa.

Persuasi Sosial. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

Keadaan fisiologis dan emosional. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

Strategi untuk Meningkatkan Self-efficacy

Bandura 1995 menyebutkan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan yaitu Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya, memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang, memberikan reward untuk performa siswa, mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi timbal balik pada siswa tentang hasil pembelajarannya, memberikan support atau dukungan pada siswa, meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan self-efficacy siswa, dan menyediakan siswa model yang bersifat positif. Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman sebayanya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan anak-anak.

(28)

Motivasi Belajar

Self-esteem dan self-efficacy merupakan faktor penting dalam perkembangan remaja, namun ada lagi yang tidak kalh penting yaitu motivasi. Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas tertentu(Santrock 2008). Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan.

Ada beberapa perspektif dari motivasi, diantaranya adalah perspektif behavioral. Perspektif ini menekankan tentang pentingnya motivasi ekstrinsik dalam achievement. Menurut perspektif ini, rewards dan punishment eksternal merupakan kunci yang menentukan motivasi siswa. Hal itu disebabkan karena insentif merupakan suatu stimulus baik positif maupun negatif yang dapat memotivasi tingkah laku siswa.

Motivasi dapat juga berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan adanya motivasi belajar yang kuat maka akan menunjukan hasil yang baik pula. Dengan usaha yang tekun dan rajin dan didasari oleh motivasi yang kuat, maka akan memangun siswa untuk mencapai hasil prestasi yang baik. Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh pribadi siswa, pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan situasi dan kondisi sekolah. (Winkel 1989).

Motivasi yang ada pada setiap orang dalam melakukan suatu kegiatan atau dalam mengejar suatu prestasi berbeda-beda setiap orang. Menurut Santrock 2008 motivasi dibedakan menjadi motif intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motif interinsik, yaitu motif yang dapat berfungsi tanpa harus dirangsang dari luar dan dapat mendorong mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam diri individu sendiri memang telah ada dorongan itu. Seseorang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya. Misalnya, orang yang gemar membanca tanpa ada yang mendorong, ia akan mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya.

(29)

Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena ada perangsangan dari luar. Motivasi ini mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu, tetapi motivasi itu terlepas atau tidak berhubungan langsung dengan kegiatan yang ditekuninya.

Strategi untuk Meningkatkan Motivasi

Ada beberapa strategi untuk mengkatkan motivasi siswa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu menyediakan model yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk belajar, menciptakan atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi, mengkomunukasikan pada siswa bahwa mereka akan menerima dukungan akademik dan emosional, mendorong motivasi intrinsik siswa untuk belajar, bekerja sama dengan siswa untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana serta memonitor perkembangannya, menyeleksi tugas-tugas pembelajaran yang merangsang ketertarikan dan keingintahuan siswa, dan menggunakan teknologi secara efektif.

Prestasi Akademik

Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya belajar baik secara formal ataupun non formal. Belajar adalah proses aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi maupun pada pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004).

Semenjak manusia melakukan usaha untuk mendidik anak-anaknya, usaha untuk menilai hasil usaha mereka dilakukan penilaian yang bermacam-macam. Maksud dari penilaian tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari anak. Dalam hal belajar penilaian yang dilakukan dengan melihat prestasi akademik yang didapatnya. Penilaian prestasi akademik yang dilakukan disekolah dengan melihat hasil rapor. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil akademik murid-muridnya selama masa tertentu (Suryabrata 2005).

Ahmadi dan Supriyono (2004) mengatakan prestasi akademik yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang

(30)

mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) yaitu faktor jasmaniah dan psikologis maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu yaitu faktor sosial, budaya dan lingkungan.

Goleman (1999) mengatakan bahwa kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar. Berbagai perubahan terjadi pada diri remaja baik fisik maupun psiskis mempengaruhi keseluruhan pola perilakunya termasuk dalam pencapaian prestasi akademik. Remaja dalam masa perkembangannya memiliki kebutuhan yang berbeda dengan taraf perkembangan lainnya. Slameto (2003) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah satu kebutuhan yang ada pada masa remaja. Menurunnya motivasi belajar pada remaja erat hubungannya dengan masa perkembangan remaja itu sendiri dalam menghadapi lingkungan sekitarnya yaitu peer group, guru dan orangtua.

Motivasi berprestasi salah satu faktor yang sangat berperan dalam pencapaian prestasi seseorang. Menurut Mc. Clelland (1995), motivasi berprestasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mempengaruhi tigkah laku seseorang dalam bertindak. Untuk mendapatkan prestasi yang baik. Motivasi berprestasi pun merupakan kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar keunggulan yang merupakan suatu dorongan yang terdapat di dalam diri seseorang untuk hasil yang baik.

Model Pembelajaran Akselerasi

Pengertian akselerasi adalah suatu proses percepatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Dalam program akselerasi ini peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya yang mengikuti program reguler.

Menurut Munandar (2004) akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyeleseakan pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi belajar tidak sama dengan loncat kelas sebab dalam akselerasi belajar

(31)

setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya dipelajari. Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau lembar kerja yang disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar peserta didik yang berkemampuan tinggi dapat mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan peserta didik yang lain.

Perbedaan kurikulum akselerasi dengan reguler terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan setengah materi kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas dua yang tersisa dan seluruh materi kelas tiga.

Kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum nasional dan muatan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi yang dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan. Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum yang diberlakukan untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga lulusan program akselerasi memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama dengan lulusan program reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila dibanding dengan program reguler.

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

Pengertian Sekolah Bertaraf SBI menurut Permendiknas No. 78 Tahun 2009 yaitu sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk membantu pemerintahan negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi dalam hal masalah ekonomi.

(32)

Sekolah bertaraf internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar nasional pendidikan yang meliputi standar input, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.

Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, maka sekolah dapat melakukan antara lain dengan dua cara, yaitu adaptasi dan adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu dengan standar pendidikan salah satu negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memilki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.

Cara yang kedua adalah adopsi, yaitu penambahan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.

Penyelenggaraan kelas SBI meliputi output, proses, dan input. Output/lulusan kelas SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus SBI sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global. Proses penyelenggaraan kelas SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi). Input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai meliputi peserta didik baru yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Peserta didik baru diseleksi secara ketat melalui saringan rapor, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif ekologi, karena seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial yang langsung yaitu orangtua, saudara, sekolah, kemudian lingkungan luar lain yang lebih luas seperti tetangga, teman orangtua dan lainnya. Teori tersebut tertuang dalam suatu model yang dikenal dengan An Ecological Model of Child Development yang menjelaskan interaksi antar lingkungan dengan anak, sebagai hasil interaksi lingkungan mikro, meso, ekso, dan makro (Berns 1997).

Keluarga adalah tempat pertama setiap anak untuk melakukan proses tumbuh dan berkembang. Menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Proses tersebut dapat membentuk seorang anak hingga mempunyai penilaian terhadap dirinya sendiri yang sering disebut dengan self-esteem. Penilaian yang timbul dalam dirinya bisa berupa penilaian yang negatif ataupun penilaian yang positif. Baron dan Bryne (1994) menyatakan bahwa pola asuh orangtua serta apa yang dialami oleh anak pada masa kecil merupakan hal yang penting karena anak mengalami proses pembentuk self-esteem yang pertama dan utama di dalam lingkungan keluarga.

Selain itu kemampuan seseorang seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan (self-efficacy) Menurut Bandura (1986) self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Bandura pun menyebutkan bahwa self-efficacy memiliki hubungan yang sangat kuat dengan motivasi seseorang untuk berprestasi.

(34)

Self-esteem dan self-efficacy yang dimiliki oleh anak akan mempengaruhi anak tersebut dalam memotivasi dirinya untuk mendapatkan suatu prestasi yang baik dalam sekolahnya. Apabila anak tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Walaupun begitu hal itu kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila motivasi anak itu rendah umumnya diasumsikan bahwa prestasi siswa yang bersangkutan akan rendah. Mc. Cleland (1953) menyatakan bahwa orang yang memiliki motivasi tinggi mempunyai sifat yang positif terhadap suatu situasi yang mengacu kearah prestasi.

Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

Selain self-esteem, self-efficacy, dan motivasi berprestasi anak, prestasi belajar anak pun dipengaruhi oleh pola dan fasilitas belajar yang disediakan dirumah ataupun disekolah. Pola dan fasilitas belajar berhubungan dengan karakteristik keluarga yang terdiri dari pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut Slameto (2003) bahwa salah satu yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah lingkungan keluarga. Hal ini berkaitan dengan peran orangtua dalam memikul tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, guru dan pemimpin bagi anak-anaknya.

Selain itu desentralisasi pendidikan yang sudah dilakukan di Indonesia yang memungkinkan setiap daerah membuka berbagai model pembelajaran di sekolah pada daerahnya seperti kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler itu sendiri pun membuat perbedaaan antara self-esteem, self-efficacy, motivasi serta prestasi yang di miliki oleh setiap anak pada berbagai model pembelajaran. Model-model pembelajaran tersebut berbeda dari segi jam pelajaran, fasilitas hingga cara belajar yang diterapkan sehingga di duga menimbulkan perbedaan-perbedaan tersebut.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

(35)

Gambar 1 Kerangka pemikiran self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran Karakteristik Contoh :

• Umur

• Jenis kelamin • Urutan anak dalam

keluarga Karakteristik Keluarga : • Pendidikan Orangtua • Pekerjaan Orangtua • Pendapatan Keluarga • Besar Keluarga Self esteem Prestasi Akademik Self efficacy • Motivasi Intrinsik • Motivasi Ekstrinsik Model Pembelajaran : • Kelas Akselerasi • Kelas SBI • Kelas Reguler 23

(36)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di salah satu SMA di Bogor yang memiliki kelas akselerasi dan kelas SBI, serta salah satu SMA di Bogor yang memiliki kelas reguler. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan April hingga Mei 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 86 Siswa yang berasalah dari 26 siswa SMA kelas XI akselerasi, 30 siswa SMA kelas SBI, dan 30 siswa SMA kelas reguler di Kota Bogor yang dipilih secara purposive. Sebelumnya di pilih sekolah yang memiliki kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler yang ada di kota Bogor secara purposive. Setalah terpilih sekolah yang di dalamnya terdapat kelas-kelas tersebut maka di pilih kelas secara purposive juga. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.

Purposive

Purposive

Purposive

Gambar 1 Kerangka sampling penelitian Kota Bogor

SMA X Bogor SMA Y Bogor

Kelas Akselerasi n = 26 Siswa Kelas SBI n = 224 Siswa Kelas Reguler n = 195 Siswa Kelas XI n = 26 Siswa Kelas XI n = 30 Siswa Kelas XI n = 30 Siswa

(37)

Jenis dan Cara Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer yang digunakan untuk penelitian ini meliputi karakteristik siswa, karakteristik Keluarga, self-esteem, self-efficacy, dan motivasi belajar sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data prestasi belajar yang berada dalam rapor siswa serta profil sekolah SMA. Tabel 2.

Tabel 2 Peubah, skala, jenis data, dan cara pengumpulannya

Jenis Data Variabel Alat Bantu Skala Data

Primer Karakteristik keluarga: - Besar keluarga - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua

Kuesioner Ordinal Rasio Nominal Rasio Primer Karakteristik individu - Umur - Jenis kelamin - Urutan kelahiran Kuesioner Rasio Nominal Nominal

Primer Self-esteem Kuesioner Oradinal

Primer Self-efficacy Kuesioner Ordinal

Primer Motivasi belajar Kuesioner Ordinal

Sekunder Prestasi belajar Keadaan umum sekolah Rapor siswa Rasio -

Self-esteem siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri atas 15 pertanyaan dengan skala Likert 1-4 dengan STS=sangat tidak sesuai; TS=tidak sesuai; S= sesuai SS=sangat sesuai.

Self-efficacy siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Hambawany (2007) kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri dari 30 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert 1-4 dengan keterangan STS=sangat tidak sesuai; TS=tidak sesuai; S=setuju SS=sangat sesuai.

(38)

Motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Rahmaisya (2011) yang mengacu kepada Pelletier,et al. (1995) yang dimodifikasi oleh peneliti, kuesioner motivasi belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi belajar ini terdiri atas 30 pertanyaan dengan skala Likert dengan keterangan: STS=sangat sesuai; TS=tidak sesuai; S= sesuai SS=sangat sesuai.

Reliabilitas alat ukur yang akan digunakan pada penelitian diketahui reliabilitas nilai cronbach alpha untuk self-esteem adalah 0.646, self-efficacy 0.867, dan motivasi belajar 0,805.

Tabel 3 Jenis data dan pengkategorian data Jenis Data Pengkategorian Data

Karakteristik keluarga: - Besar keluarga - Umur orangtua - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua

Keluarga kecil, Keluarga sedang, Keluarga besar

Dewasa Muda (18-40 tahun), Dewasa Madya (41-60 tahun), Dewasa Akhir (>60 tahun)

Tidak Tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, D1/D2/D3, S1/S2/S3

Tidak Bekerja, Wiraswasta, PNS, Swasta, TNI/ABRI, Buruh, Pensiunan, Dokter, Supir

≤ Rp. 1 000 000,00 ; Rp 1 000 001.00 – Rp. 2 000 000.00 ; Rp 2 000 001.00 – Rp. 3 000 000.00 ; Rp 3 000 001.00 – Rp. 4 000 000.0 ; ≥ Rp. 5 000 000,00 Karakteristik individu - Umur - Jenis kelamin - Urutan kelahiran

≤ 15 tahun, 16-17 tahun, ≥ 18 tahun Laki-laki, Perempuan

Anak Sulung, Anak tengah, Anak bungsu Self-esteem Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 %

Rendah : < 60 % Self-efficacy Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Motivasi belajar Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Prestasi belajar Nilai Kognitif Nilai Psikomotorik Nilai Afektif Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 %    

(39)

Pengolahan dan Analisis data

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer yang sesuai. Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan, hal ini bertujuan untuk mengetahui pilihan bentuk kuesioner (pernyataan atau pertanyaan), kedalaman pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal wawancara dan mengukur reabilitas kuesioner (cronbach’s Alpha).

Data self-esteem, self effacacy, motivasi dan prestasi akademik diberi skor, dipersentase kemudian masing-masing dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Setelah diberi skor untuk maing-masing pertanyaan dari tiap variabel lalu variabel tersebut dikategorikan berdasarkan nilai skor yang didapat dengan menggunakan teknik cut off point yaitu : a) Tinggi > 80 % , b) Sedang 60 % - 80 % , c) Rendah < 60 %.

Prestasi belajar dilihat dari rata-rata nilai rapor mata pelajaran B.Indonesia, B.inggris, IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Agama, PKN, TIK, dan olahraga dari semester satu kelas sepuluh sampai semester 1 kelas sebelas. Nilai rapor dilihat dari aspek kognitif, aspek psikomotorik dan aspek afektif.

Analisis hubungan antar variabel secara statistik deskriptif digunakan tabulasi silang (Crosstab). Analisis secara statistik inferensial yang digunakan sebagai berikut:

1. Uji beda one way anova digunakan untuk melihat perbedaan antara setiap variabel yang ada pada contoh yaitu siswa kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler.

2. Uji korelasi spearman dan pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik contoh, self-esteem, self-efficacy, motivasi dan prestasi akademik yang diperoleh.

(40)

Definisi Operasional

Karakteristik Contoh adalah ciri-ciri khas contoh yang diteliti yang meliputi umur, jenis kelamin, dan urutan anak dalam keluarga.

Contoh adalah siswa-siswi kelas XI yang berada di kelas akselerasi dan kelas SBI SMA di Bogor.

Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Besar Keluarga adalah jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga, yang

terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang hidup dari sumberdaya yang sama. Pendidikan Orangtua adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh orangtua

contoh (ayah dan ibu), dinyatakan dalam tamatan sekolah.

Pekerjaan Orangtua adalah pekerjaan utama yang dilakukan oleh orangtua yang memberikan penghasilan terbesar meliputi Wiraswasta/Pedagang, Swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan, Buruh, ABRI, PNS, Dokter, Supir, Ibu Rumah Tangga.

Pendapatan Keluarga adalah jumlah uang yang diterima oleh anggota keluarga, dapat berasal dari kepala keluarga, istri, anak ataupun anggota keluarga lain yang berpenghasilan ataupun sumbangan setiap bulannya.

Model Pembelajaran adalah kondisi umum sekolah yang dibedakan dengan lingkungan, kurikulum dan metode pembelajaran. Dipakai tiga model pembelajaran yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Self-Esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif.

Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif.

Motivasi adalah dorongan yang bisa berasal dari dalam ataupun luar diri untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Motivasi dibagi kedalam dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi Intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu.

Gambar

Tabel 1 Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah  Self-efficacy Tinggi  Self-efficacy Rendah  Menetapkan target yang tinggi  Menetapkan target yang rendah  Menunjukan komitmen yang tinggi  Menunjukan komitmen yang rendah  Mengerahkan b
Gambar 1 Kerangka pemikiran self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran Karakteristik Contoh :
Gambar 1 Kerangka sampling penelitian Kota Bogor
Tabel 2 Peubah, skala, jenis data, dan cara pengumpulannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode etnografi dengan memfokuskan pada studi kasus mengenai lapangan pekerjaan bangunan pada masyarakat sub urban di

(1) Dalam hal ganti rugi dalam bentuk selain uang, maka apabila yang berhak atas ganti rugi telah menandatangani kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b

Penerapan Model Pembelajaran (Clis) Children’s Learning In Science Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dalam Pembelajaran Ipa Materi Pesawat Sederhana. Universitas

Dari pengertian bank diatas memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank.. Demikian pula

[r]

Latar belakang itulah yang kemudian membuat penulis ingin meneliti mengenai tingkat kepuasan pembaca di Kota Yogyakarta terhadap berita olahraga Surat Kabar Harian Jogja

Kegiatan yang ditandai adanya kesengajaan dari kedua belah pihak yaitu pihak pendidik yang sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang senagja untuk

[r]