1.1 Latar Belakang
Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur), fuyu (musim dingin). Setiap musim mempunyai ciri khas tersendiri. Salah satu ciri khas tersebut bisa terlihat dari peristiwa maupun fenomena alam yang terjadi pada masing musim. Selain itu, juga terdapat kosakata yang identik pada masing-masing musim di Jepang yang digunakan untuk menulis haiku (puisi pendek khas Jepang). Peristiwa, fenomena alam, dan kosakata tersebut dimuat dalam buku yang berjudul Saijiki (歳時記). Menurut kamus Kumon no Gakushuu Kokugo Jiten (1988: 352), Saijiki mempunyai dua makna. Makna yang pertama adalah buku yang menjelaskan peristiwa maupun keadaan alam yang terjadi pada setiap musim selama setahun. Kemudian, makna yang kedua adalah buku yang memuat kigo (kosakata khas dari setiap musim) yang dipakai untuk menulis haiku (puisi pendek khas Jepang) berdasarkan musim.
Buku Nihongo Saijiki yang ditulis oleh Horii Reiichi ini menjelaskan kosa kata yang berkaitan dengan peristiwa, fenomena alam dan kehidupan masyarakat Jepang. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang asal/makna asli dari kata yang digunakan sekarang ini. Misalnya, kata fune pada dasarnya bermakna wadah besar, tetapi pada zaman sekarang ini maknanya berubah menjadi perahu.
Buku ini memiliki empat bab yaitu haru (春), natsu (夏), aki (秋), dan fuyu (冬). Dalam Tugas Akhir ini, materi yang akan diterjemahkan adalah sub bab 1-8 bab haru. 8 sub bab tersebut adalah Haru wa Akebono (musim semi merupakan fajar), Momo no Sekku (festival persik), Hinaningyou (boneka hinaningyou), Sumire (bunga sumire), Agura (duduk bersila), Omizutori (upacara pengambilan air suci), Hibari (burung hibari), dan Fune (perahu).
Buku Nihongo Saijiki ini dipilih untuk diterjemahkan karena isinya yang menarik. Selain itu, di Indonesia jarang ditemukan buku terjemahan yang menjelaskan mengenai asal/makna asli kosa kata dalam bahasa Jepang. Kemudian bab haru dipilih karena bab haru merupakan bab pertama pada buku ini. Diharapkan terjemahan buku Nihogo Saijiki ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya pembaca yang mempunyai minat untuk mempelajari asal/makna asli dari suatu kata.
1.2 Pokok Bahasan
Pokok bahasan pada Tugas Akhir ini adalah terjemahan sub bab 1-8 dari bab haru buku Nihongo Saijiki karya Horii Reiichi dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Menerjemahkan sub bab 1-8 dari bab haru buku Nihongo Saijiki dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, sehingga dapat menjadi karya terjemahan yang mudah dipahami.
2. Memberikan informasi tentang peristiwa, fenomena alam dan asal/makna asli kosakata melalui isi terjemahan sub bab 1-8 dari bab haru buku Nihongo Saijiki karya Horii Reiichi.
1.4 Metode Penerjemahan
Melalui Djuharie (2004: 18-20) dalam buku “Teknik dan Panduan Menerjemahkan: Bahasa Inggris–Bahasa Indonesia”, Newmark (1988) mengajukan metode terjemahan yang menitikberatkan pada penekanan bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). Penekanan pada bahasa sumber dan sasaran, masing-masing melahirkan empat metode terjemahan, sehingga terdapat delapan metode terjemahan.
Berikut adalah empat metode terjemahan yang menitikberatkan penekanan terhadap bahasa sumber.`
1. Penerjemahan Kata Demi Kata
Penerjemahan ini dilakukan secara interlinear, antar baris, dengan kosakata BSa berada tepat di bawah BSu-nya. Susunan kata dalam kalimat dipertahankan dan kosa katanya diterjemahkan satu demi satu,
dengan arti yang paling umum, tanpa mempertimbangkan konteks. Kosakata cultural diterjemahkan secara harfiah. Penggunaan utama penerjemahan ini untuk memahami cara penyusunan (struktur) BSu, atau untuk menafsirkan teks yang sukar sebagai proses awal penerjemahan.
2. Penerjemahan Harfiah
Dalam terjemahan ini, konstruksi tata bahasa diubah sedekat mungkin dengan padananannya dalam BSa, tetapi kata-katanya diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks. Ini digunakan dalam proses awal penerjemahan untuk menunjukkan masalah yang harus dipecahkan.
3. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia berusaha menghasilkan makna kontekstual yang tepat pada teks asal dengan keterbatasan struktur tata bahasa BSu. Dalam penerjemahan ini, kosakata cultural ‘dialihkan’ dan tingkat ‘abnormalitas’ gramatikal dan leksikal dipertahankan. Penerjemahan diusahakan agar betul-betul setia pada maksud dan realisasi teks dari penulis BSu. Jadi cara ini cenderung untuk sejauh mungkin mempertahankan atau setia pada isi dan bentuk BSu.
4. Penerjemahan Semantik
Penerjemahan semantik berbeda dari penerjemahan setia hanya karena penerjemahan semantik lebih mempertahankan nilai estetika (bunyi yang indah dan alamiah) teks BSu dan menyesuaikan ‘makna’
bilamana perlu supaya irama kata, penggunaan dan pengulangan kata tidak mengganggu dalam versi terjemahan. Dalam penerjemahan ini, kata-kata cultural yang kurang penting diterjemahkan tidak dengan istilah cultural, tetapi dengan istilah fungsional atau yang netral secara cultural. Juga dalam terjemahan ini mungkin ada penyesuai-penyesuaian dengan khalayak pembaca. Perbedaan antara penerjemahan ‘setia’ dengan penerjemahan ‘semantik’ adalah bahwa yang pertama tidak menyesuaikan diri dan dogmatic, sedangkan yang kedua lebih lentur dan membolehkan kreatifitas dengan tak mengikuti 100% kesetiaan pada teks BSu.
Kemudian, berikut ini adalah empat metode terjemahan yang menitikberatkan pada penekanan terhadap bahasa sasaran.
1. Adaptasi
Ini merupakan bentuk penerjemahan yang paling ‘bebas’ dan terutama digunakan dalam penerjemahan drama (komedi) dan puisi. Tema, karakter, dan alur biasanya dipertahankan, tetapi kultur BSu diubah ke dalam kultur BSa dan teksnya ditulis kembali.
2. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan Bebas memproduksi masalah (matter) tanpa cara (manner), atau isi tanpa bentuk asli. Biasanya terjemahan ini merupakan paraphrase yang jauh lebih panjang dari bahan aslinya, yang juga disebut ‘penerjemahan intrabahasa’, sering bertele-tele,
3. Penerjemahan Idiomatis
Penerjemahan idiomatic mereproduksi ‘pesan’ asli tetapi cenderung mengubah nuansa asli dengan lebih banyak menggunakan bahasa sehari-hari (kolokual) dan idiom yang tidak ada dalam BSu. 4. Penerjemahan Komunikatif
Penerjemahan komunikatif berusaha mengalihkan makna kontekstual yang tepat dari BSu sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya mudah diterima dan dapat dipahami oleh pembaca.
Dari metode-metode terjemahan di atas, metode yang cocok untuk menerjemahkan buku Nihongo Saijiki karya Horii Reiichi adalah metode terjemahan komunikatif. Melalui metode penerjemahan komunikatif, isi dari teks bahasa sumber bisa tersampaikan dalam bahasa sasaran dengan mencari padanan kata yang semirip mungkin dengan makna aslinya, sehingga hasil terjemahan bisa diterima dan dapat dipahami oleh pembaca.
1.5 Langkah-Langkah Penerjemahan
Menurut Nida dan Taber (via Djuharie, 2004: 13-14) langkah penerjemahan dibagi menjadi tiga tahap, meliputi:
1. Tahap Analisa
Tahap analisa merupakan tahap memahami dan menganalisa hubungan gramatikal dan makna dari masing-masing kata sehingga diperoleh pesan atau maksud dari materi yang akan diterjemahkan. 2. Tahap Pengalihan
Dalam tahap pengalihan, materi yang telah dianalisa, ditelusuri dan dipahami pada tahap pertama dialihkan/ditransfer dalam benak penerjemah dari Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Indonesia. Pada tahap ini struktur kerja batin (kerja oatak) beroperasi yang berguna untuk mencari kesepadanan setiap informasi yang terpahami dari tahap pertama.
3. Tahap Rekonstruksi Ulang
Tahap rekonstruksi ulang merupakan tahap penerjemah menulis ulang atau mengungkapkan kembali materi yang sudah terolah pada tahap pertama dan kedua. Pada tahap ini, informasi-informasi yang sudah ada dibenak penerjemah dirumuskan dan diruntutkan dalam suatu redaksi yang dapat dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan tahap menerjemahkan yang dikemukakan oleh Nida dan Taber tersebut, langkah-langkah dalam menerjemahkan buku Nihongo Saijiki ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, memahami dan menganalisis maksud dari buku ini serta mencari kosakata yang belum dimengerti di kamus maupun internet. Kedua, setelah memahami dan mencari kosakata yang tidak dimngerti di
tahap pertama, kemudian mencari kesepadanan kata dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia yang tepat bagi materi yang akan diterjemahkan. Ketiga, menyusun kalimat ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dipahami oleh pembaca yang sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang, pokok bahasan, tujuan penulisan, metode penerjemahan, langkah-langkah penerjemahan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi terjemahan perkalimat dan terjemahan keseluruhan. Bab ketiga berisi penutup.