• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Metode Discovery

2.1.1.1 Pengertian Metode Discovery

Menurut Bruner (dalam Udin S.Winataputra, 2008:3.18) belajar penemuan (discovery) adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Belajar penemuan (discovery) pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya.

Discovery dapat diartikan dalam bahasa Indonesia ”penemuan”, maksudnya

kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik sebenarnya barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada. Menurut Udin Syaefudin (2010:3)

discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan

itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang.

Menurut Suryobroto (dalam Paul Suparno, 2007:73) metode penemuan (discovery) diartikan sebagai cara mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai generalisasi umum. Metode penemuan (discovery) adalah metode dimana dalam proses belajar siswa diperkenankan menemukan sendiri informasinya. Maka keaktifan siswa sangat penting.

Menurut Trowbridge & Bybee (dalam Paul Suparno, 2007:73) menjelaskan

discovery sebagai proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu

(2)

6

mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan berdiskusi, membaca dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar sendiri.

Jadi metode discovery adalah metode pembelajaran dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti. Dengan menemukan sendiri, siswa akan merasa senang dan lebih mudah mengingat materi yang dipelajari.

2.1.1.2 Langkah-langkah Metode Discovery

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery menurut Depdikbud (SEQIP, 2002:7) adalah sebagai berikut:

a) Motivasi

Langkah ini bertujuan menuntun siswa ke arah materi pembelajaran, untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan belajar siswa. b) Perumusan Masalah

Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas. c) Penyusunan Opini

Pendapat siswa berdasarkan pengalaman atau interprestasinya sehingga dapat memberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan.

d) Perencanaan dan Konstruksi Alat

Melakukan persiapan peralatan percobaan yang akan digunakan. e) Pelaksanaan percobaan

Langkah percobaan merupakan titik perhatian pembelajaran, jawaban terhadap pertanyaan ilmiah, disini akhirnya akan ditemukan hasil melalui pengalaman

(3)

percobaan menggunakan peralatan yang khusus dikembangkan untuk tujuan ini.

f) Kesimpulan

Berupa hasil dari kesimpulan suatu prosedur pemecahan masalah. g) Abstraksi

Abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci yang diperoleh melalui kasus khusus dalam melakukan penelitian untuk mencapai syarat-syarat umum. Abstraksi merupakan suatu idealisasi dan suatu generalisasi sejumlah pernyataan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci dan konsep-konsep yang tepat. Jadi dalam langkah ini akan didapatkan hasil ilmiah yang sah.

h) Konsolidasi Pengetahuan

Langkah ini bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang baru diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi pengetahuan itu ke dalam struktur pengetahuan yang sudah ada.

2.1.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery

Menurut Bruner (dalam Paul Suparno, 2007:75) beberapa keuntungan dari penggunaan metode discovery antara lain sebagai berikut:

1. Mengembangkan potensi intelektual. Siswa hanya akan dapat mengembangkan pikirannya dengan berpikir, dengan menggunakan pikiran itu sendiri.

2. Mengembangkan motivasi intrinsik. Dengan menemukan sendiri dalam discovery siswa merasa puas secara intelektual.

3. Belajar menemukan sesuatu. Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, siswa hanya dapat lewat praktik menemukan sesuatu.

4. Ingatan lebih tahan lama. Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan yang dipelajari. Sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan lama dan tidak mudah dilupakan.

(4)

5. Discovery juga menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi siswa untuk terus berusaha menemukan sesuatu sampai ketemu (Byrden & Byrd, hal.104). 6. Melatih keterampilan memecahkan persoalan sendiri dan melatih siswa untuk

dapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri.

Keuntungan belajar discovery (Herdian, 2010) yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar

discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: 1) membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima, 2) penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai, 3) kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, dan 4) kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.

2.1.2 Belajar

2.1.2.1 Pengertian belajar

Belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. (Zainal Aqip, 2002:43).

(5)

Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009:2) learning is shown by a

change in behavior as a result of experience. Belajar adalah perubahan perilaku

sebagai hasil dari pengalaman.

John Dewey (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:44) menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.

Dari berbagai pendapat tentang belajar, semua dapat digunakan dalam pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh perubahan siswa dalam hal perilaku siswa.

2.1.2.2 Hasil Belajar

Menurut Agus Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah: “Pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan’. Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar. Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Dimyati dan Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

(6)

2.1.2.2.1 Ranah Kognitif

Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:26) mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu:

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.1.2.2.2 Ranah Afektif

Kratwohl & Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:27) mengemukakan ranah afektif sebagai berikut:

1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.

2) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.

4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.

(7)

5) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

Penilaian afektif pada penelitian ini menggunakan motivasi belajar siswa. Dengan mengetahui tingkat motivasi belajar siswa akan lebih mudah menilai hasil belajar siswa pada ranah afektif. Karena siswa yang motivasi belajarnya baik, maka hasil belajar pada ranah kognitif dan psikomotor juga akan lebih baik.

2.1.2.2.2.1 Motivasi Belajar

Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif. ( Zainal Aqib, 2010:50).

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. (Agus Suprijono, 2009:163).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik internal maupun eksternal yang dapat merubah perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Mc Clleland dalam Henry Widya Arfiandi (2011:13) mengemukakan 6 (enam) aspek motivasi belajar pada individu :

a) Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi kan selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan selalu menerima tugas dengan senang hati.

b) Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukannya, yaitu individu akan selalu mengharapkan hasil atau feedback dari setiap pekerjaan yang dilakukannya.

(8)

c) Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam tugas, serta dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan, yaitu individu akan tertarik dengan tugas yang menantang serta memberikan hasil yang maksimal.

d) Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas pekerjaannya sebaik mungkin dan pantang menyerah.

e) Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan (spekulasi dan untung-untungan), yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan menghindari pekerjaan yang asalasalan atau berspekulasi karena setiap tugas yang dikerjakan penuh dengan pertimbangan.

f) Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat relisties, yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan selalu bersikap realistis dan mengutamakan keberhasilan dalam tugas.

2.1.2.2.3 Ranah psikomotor

Ranah psikomotor (Simpson) terdiri dari tujuh jenis perilaku (Dimyati dan Mudjiyono (2009:29).

1) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendiskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut.

2) Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan.

4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

(9)

5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien, dan tepat. 6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan

dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan pernyataan khusus yang berlaku. 7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas

dasar prakarsa sendiri.

2.1.3 Pendidikan IPA

Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus. S, 2003 : 11)

Menurut Suyoso (dalam Danang, 2011:13) IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobyek, bermetode dan berlaku secara universal. Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

(10)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Triyono (2010) dalam penelitiannya “Penggunaan metode discovery untuk meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA dalam materi Gaya kelas IV semester II di SD Negeri Seloprojo Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2009/2010”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan. Pada siklus I kondisi awal, prestasi belajar peserta didik termasuk dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 55, sedangkan pada pembelajaran siklus I, prestasi belajar siswa meningkat ke kategori tinggi yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 78,95. Selanjutnya pada siklus II, terjadi peningkatan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 83,75 dengan pencapaian ketuntasan belajar 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV Mata Pelajaran IPA SD Negeri Seloprojo.

Dewi Kurnia Sari (2011) dalam penelitiannya “Studi eksperimental tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan metode

discovery pada pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini

ditunjukkan pada hasil akhir nilai rata-rata sebesar 79,38. Sedangkan yang menggunakan metode konvensional nilai rata-ratanya hanya sebesar 69,69. Jadi kesimpulannya penelitian ini adalah bahwa metode discovery pada pembelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun ajaran 2010/2011. Metode discovery disarankan untuk menunjang pembelajaran IPA yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar.

Dengan demikian peneliti dapat merumuskan efektivitas penggunaan metode

(11)

pada pelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA menggunakan metode discovery sangat memungkinkan siswa dapat terlibat langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu, dengan metode discovery, siswa dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan keterkaitan-keterkaitan baru dan bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode discovery pada dasarnya adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa kelas V SD gugus pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar. 2.1. Skema Kerangka Berpikir

Kognitif

Siswa membuat hipotesis, menemukan sendiri, dan

membuat kesimpulan.

Afektif

Siswa mengemukakan pendapat dan saling

bekerjasama Psikomotor Siswa aktif melakukan

percobaan Metode pembelajaran discovery Pengamatan Menggolongkan Membuat dugaan Menjelaskan Menarik kesimpulan

(12)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis. Menurut Sugiyono (2009:64) mengemukakan Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

1) Ho1 : µ1 = µ2 (metode discovery tidak efektif terhadap hasil belajar kognitif bagi siswa kelas V SD).

Ha1 : µ1 ≠ µ2 (metode discovery efektif terhadap hasil belajar kognitif bagi siswa kelas V SD).

2) Ho2 : µ3 = µ4 (metode discovery tidak efektif terhadap hasil belajar afektif bagi siswa kelas V SD).

Ha2 : µ3 ≠ µ4 (metode discovery efektif terhadap hasil belajar afektif bagi siswa kelas V SD).

3) Metode discovery efektif terhadap hasil belajar psikomotor siswa kelas V SD dengan aspek mengidentifikasi pengertian pesawat sederhana, menggolongkan pengungkit berdasarkan letak titik tumpu, titik beban, dan titik kuasa, mengidentifikasi prinsip kerja bidang miring, menggolongkan katrol berdasarkan posisinya, dan mengidentifikasi prinsip kerja roda berporos jika hasil penilaian unjuk kerja lebih besar dari 34.

Keterangan:

μ1 = Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode konvensional.

μ2 = Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode

discovery.

μ3 = Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode konvensional.

(13)

μ4 = Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode

Referensi

Dokumen terkait

dengan jenis simple random sampling. Dikatakan simple atau sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

Dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke objek-objek tersebut, maka dapat menjadi stimulus bagi wisatawan yang ingin menikmati jenis wisata sejarah di

a) Mampu melakukan asuhan kebidanan komprehensif pada ibu hamil trimester II dan trimester III, dimulai dari pengkajian, pemeriksaan umum, fisik, pemeriksaan

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang

f. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62 tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan dan Penyaluran Batuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2016, Bab IV

Berdasrkan tabel di atas dapat diketahui terjadi peningkatan hasil siswa dalam menulis karangan narasi dengan menggunakan model pembelajaran CIRC dengan persentase peningkatan

P : Peneliti menjelaskan pada seluruh siswa.. P : “Nah, dalam diagram panah itu, kotak yang pertama kan berisi domain dan kotak kedua berisi kodomain, jadi semua

Setelah siswa membaca, tentunya guru akan memberikan pertanyaan tentang isi bacaam (berbicara), dan siswa diminta menceritakan kembali apa yang sudah dibaca, dengan