• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Cyber Notary Dalam Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Sebagai Hasil Program Legislasi Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep Cyber Notary Dalam Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Sebagai Hasil Program Legislasi Nasional"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Cyber Notary Dalam Perubahan Undang-Undang Jabatan

Notaris Sebagai Hasil Program Legislasi Nasional

Oleh:

Respati Nadia Putri 110620170034

Dosen:

Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H. Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Politik Hukum

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

2017

(2)

i DAFTAR ISI ... i PERNYATAAN ... iii ABSTRAK ... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONSEP CYBER NOTARY DI INDONESIA DALAM PERUBAHAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Peranan Notaris dalam Konsep Cyber Notary . ……….6

1. Notaris sebagai Pejabat Umum ……….…..6

2. Pebedaan Ketentuan dalam UUJN dan PUUJN ………7

3. Konsep Cyber Notary dalam PUUJN …….………...13

B. Keabsahan Akta Notaris ... 16

1. Akta Otentik dan Akta Notaris ……….16

2. Nilai Pembuktian Akta Otentik ……….……18

3. Sanksi Perdata ………20

a. Batasan Akta Notaris yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian Sebagai Akta Di Bawah Tangan ……….20

(3)

ii

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……….……….. 23 B. Rekomendasi... 23

(4)

iii

Dengan ini menyatakan bahwa tugas ini dibuat oleh saya sendiri tanpa bekerja sama dengan pihak lain. Adapun sumber kutipan dan referensi yang digunakan dalam tugas ini telah saya cantumkan sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah di Universitas Padjadjaran. Apabila pernyataan ini terbukti sebaliknya saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Bandung, 22 Desember 2017

(5)

iv

ABSTRAK

Politik hukum merupakan kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Politik hukum juga akan mempengaruhi kebijakan dalam segala sistem hukum. Prolegnas merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melakuakn pembangunan hukum di Indonesia. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penerapan konsep cyber notary yang merupakan konsep baru dari perubahan undang-undang jabatan notaris yang telah mendapatkan pengesahan pemerintah dalam Prolegnas tahun 2011.

(6)

1

Politik hukum yaitu sebagai aktivitas memilik dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.1 Politik hukum juga dapat diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.2 Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku menjadi sesuai dengan kenyataan sosial, selain itu untuk menjauhkan tatanan hukum dari kenyataan sosial dalam hal politik hukum menjadi alat dalam ruling class yang hendak menjajah tanpa memperhatikan kenyataan sosial itu.3 Setiap negara pasti memiliki tujuan negara yang dicita-citakan, maka setiap negara memiliki politik hukum nasional.

Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-citakan. Pada umunya dikatakan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.4 Menurut Mahfud M.D dalam bukunya berpendapat bahwa tujuan negara Indonesia secara definitif tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang

1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. hlm 352 2

Imam Syaukani & A.Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. hlm 58

3 Abdul Latif & Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. hlm 21 4

(7)

2

penyelenggaraannya didasarkan oleh Pancasila.5 Agenda yang ditekankan dalam politik hukum nasional, yaitu:6

1. Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak; 2. Penyelenggaraan negara pembentuk kajian dasar tersebut;

Bermanfaat untuk memahami faktor-faktor yang mempengruhi karakteristik politik hukum nasional. Faktor-faktor tersebut meliputi:7 a. Sejarah; b. Geografi; c. Tradisi lokal; d. Kostelasi sosial-politik; e. Ekonomi; f. Agama.

3. Materi hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku;

4. Proses pembentukan hukum; dan 5. Tujuan politik hukum nasional.

Tujuan politik hukum nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan cita-cita Negara Republik Indonesia.

Hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut, selain mengacu pada Pancasila, juga berfungsi dan mengacu pada prinsip cita hukum, yaitu:8

1. Melindungi semua unsur bangsa demi keutuhan;

2. Mewujudkan keadilan sosial dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan;

3. Mewujudkan kedaulatan rakyat dan negara hukum; dan

4. Menciptakan toleransi atas dasar kemanusiaan dan berkeadaban dalam hidup bersama.

5 Moh.Mahfud M.D., Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Depok: PT. Raja

Grafindo Persada, 2010. hlm 17

6 Loc.Cit, Imam Syaukani & A. Ahsin Thohari. hlm 58 7 Ibid. hlm 113

8

(8)

Empat prinsip cita hukum tersebut menjadi asas umum yang memandu terwujudnya cita-cita dan tujuan negara. Cita hukum merupakan kerangka keyakinan yang bersifat normative dan konstitutif. Bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif dan konstitutif karena mengarahkan hukum pada tujuan yang dicapai oleh negara.9

Lembaga yang dapat melakukan kewenangan dalam menentukan politik hukum nasional dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang telah mengalami amandemen sebanyak empat kali yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). MPR berwenang untuk melakukan penetapan atau perubahan terhadap UUD, hal ini merupakan politik hukum, yang mana segala bentuk perubahan dan penetapan yang dilakukan merupakan salah satu kebijaksanaan dasar dari penyelenggara negara dan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan negara.10 DPR dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk undang-undang karena kedudukannya sebagai lembaga legislatif.11

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional memberikan definisi tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yaitu salah satu instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Prolegnas terbagi menjadi Prolegnas jangka menengah dan Prioritas tahunan. Prolegnas muncul sebagai upaya mengatasi persoalan dalam pembangunan hukum. Pembangunan hukum ditujukan untuk mengakhiri tatanan sosial yang tidak adil dan menindas hak asasi manusia, sehingga politik hukum yang didasarkan pada prinsip demokrasi dan keadilan sosial dalam bangsa Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.12 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa proses pembangunan merupakan suatu perubahan yang

9

Ibid. hlm 18

10 Op.Cit, Imam Syaukani & A. Ahsin Thohari. hlm 115 11 Ibid. hlm 118

12

(9)

4

harus diupayakan agar berjalan teratur dan berkelanjutan disetiap sektor baik politik, ekonomi, demografi, psikologi, intelektual, hukum, maupun teknologi.13 Perubahan dalam pembangunan dipengaruhi oleh:14

1. Pemikiran manusia melalui akal budi yang akan selalu berkembang ari waktu ke waktu;

2. Manusia selalu menginginkan agar kebutuhannya selalu terpenuhi;

3. Cara hidup manusia;

4. Kemampuan cipta sarana manusia yang telah melahirkan kemajuan teknologi.

Prolegnas merupakan instrumen perencanaan yang digunakan oleh DPR untuk menjalankan fungsi legislasi dan selanjutnya akan menetukan target yang akan dicapai, dari capaian tersebut kemudian menjadi bahan evaluasi legislasi untuk perbaikan kedepannya.15 Dalam mengevaluasi UU dapat ditinjau dari dua aspek yaitu kualitas dan kuantitas.

Pada kenyataannya, hukum seringkali tidak mampu mengimbangi dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Akibatnya peraturan perundang-undang sering tertinggal dan mengalami perubahan ataupun penggantian. Indonesia tidak dapat terlepas dari perkembangan hukum modern tersebut. Salah satu produk hukum yang akan direvisi berdasarkan daftar Prolegnas prioritas Tahun 2011 adalah UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Sehubungan dengan revisi UUJN maka konsep cyber notary merupakan salah satu topik yang akan menjadi pembahasan menarik karena isu ini muncul di kalangan notaris di Indonesia yang mana konsep cyber notary berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan notaris berbasis teknologi informasi yang mengacu pada dua aspek yang menjadi yaitu kewenangan dan teknologi.

13

Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Bandung:Alumni 1986. hlm 1

14 Paul B. Horton&Chester L. Hunt, Sosiologi, Jakarta:Erlangga, 1984. hlm 85

15 R.M. Firmansyah, “Urgensi Pembenahan Instrumen Perencanaan Legislasi”,

(10)

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah pengaturan konsep cyber notary dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

2. Bagaimanakah keabsahan akta notaris dalam melakukan praktik cyber notary di Indonesia?

(11)

6 BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI KONSEP CYBER NOTARY DI INDONESIA DALAM PERUBAHAN UNDANG-UNDANG JABATAN

NOTARIS A. Peranan Notaris dalam Konsep Cyber Notary

1. Notaris Sebagai Pejabat Umum

Pejabat umum yang dituangkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata belum dijabarkan secara jelas dan lengkap. Akan tetapi, dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 (PUUJN) dicantumkann bahwa notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta otentik yang terkait dengan semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan minuta akta, memberikan grosse akta, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang memberikan pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain oleh peraturan perundang-undangan.16

Pasal 1 ayat (1) PUUJN menyebutkan bahwa notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh negara untuk melaksanakan sebagian wewenang dari kekuasaan negara khusus membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata. Sebagaimana wewenang yang diberikan kepada notaris oleh negara merupakan wewenang atribusi yaitu wewenang yang diberikan langsung oleh Undang-undang Jabatan Notaris, maka jabatan notaris bukanlah jabatan struktural dalam organisasi pemerintahan. Dalam hal ini notaris tidak lagi disebut sebagai

16

(12)

Openbaar Ambtenaar yang dalam konteks ini tidak bermakna umum tetapi bermakna publik.17

Menurut Soegondo Notodisoerjo yang memberikan pengertian mengenai pejabat umum sebagai seorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat dan ciri khas yang membedakannya dari jabatan-jabatan lainnya dalam masyarakat.18

Berkaitan dengan diangkatnya notaris sebagai pejabat umum, telah diatur tersendiri tentang pengangkatan dan pemberhentian notaris yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal tersebut telah tercantum dalam Pasal (PUUJN) dan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2014.

2. Perbandingan Ketentuan Dalam UUJN dan PUUJN

Perubahan undang-undang jabatan notaris, yang sekarang telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (PUUJN) telah memberikan ketentuan baru bagi instansi notaris dalam menjalankan jabatannya. Terdapat pasal-pasal yang mengalami amandemen baik perubahan, penambahan, atau penghapusan. Hal ini dianggap penting karena memiliki implikasi yang berbeda. Adapun perbedaan pengaturan dalam UUJN dan PUUJN yaitu:19

Perbedaan UU No 30 Tahun 2004 UU No 2 Tahun 2014

Implikasi

17

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:Bina Ilmu, 1987. hlm 80

18

Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan Akta, Bandung: Mandar Maju, Bandung, 2011., hlm. 5

19

“Mengubah Aturan Main Para Notaris di UU Jabatan Notaris Baru”, <www.hukumonline.com>, [17/12/2017]

(13)

8

Notaris Pengganti Khusus

Diatur di Pasal 1 angka 4. Dihapus Tugas Notaris

Pengganti Khusus adalah membuat akta tertentu sebagaimana yang disebutkan dalam surat penetapannya sebagai notaris karena hanya ada seorang notaris di satu kabupaten tersebut. Sementara itu, UUJN melarang notaris yang bersangkutan untuk membuat akta yang dimaksud dalam surat penetapan itu. Sehingga berdasarkan UUJN yang baru tidak ada lagi notaris yang membuat akta tertentu untuk dirinya sendiri dengan alasan hanya satu notaris yang ada di wilayah jabatannya.

Masa Magang Notaris

Pasal 3 huruf f menyatakan masa magang hanya 12 bulan berturut-turut pada kantor notaris. Berubah menjadi 24 bulan Baru bisa diangkat menjadi notaris setelah magang selama 2 tahun berturut-turut. Perpanjangan masa memulai menjalani kewajiban

Mulai dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari sejak pengambilan sumpah.

Dalam jangka waktu 60 hari sejak pengambilan sumpah. Jika tidak dilaksanakan, Pasal 7 ayat (2) UUJN yang baru

(14)

notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) seperti menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan stempel, serta menyampaikan berita acara sumpah. dengan tegas mengenakan sanksi kepada notaris berupa peringatan tertulis; pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat. Pelekatan Sidik Jari di Minuta Akta

Tidak diatur Diatur dalam Pasal

16 ayat (1) huruf c Notaris wajib melekatkan sidik jari para penghadap di minuta akta dengan alasan keamanan. Sidik jari yang diambil cukup menggunakan jempol kanan atau kiri. Larangan rangkap jabatan sebagai PPAT atau Pejabat Lelang Kelas II

Rangkap jabatan yang di larang adalah di luar wilayah jabatan Notaris (Pasal 17 huruf g). Rangkap jabatan yang di larang adalah di luar tempat kedudukan Notaris (Pasal 17 ayat (1) huruf g). Kewenangan Notaris melakukan pekerjaan jabatan PPAT dan Pejabat Lelang Kelas II hanya boleh dilakukan di kabupaten atau kota tempat Notaris berkantor, tidak boleh lagi dilakukan untuk satu Provinsi. Masalah ini semakin diperkuat dengan

(15)

10 pasal berikutnya, yaitu Pasal 19 angka 2, yaitu tempat kedudukan PPAT wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris. Artinya, notaris tidak boleh membuka kantor PPAT berbeda dengan tempat kedudukan kantor notarisnya. Apabila dilanggar, Notaris mendapatkan sanksi. Bentuk usaha yang dijalankan notaris

Pasal 20 ayat (1) mengatur bahwa Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata. Diubah menjadi, notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata. Dengan perubahan dari perserikatan perdata ke persekutuan perdata, artinya seorang notaris dapat bergabung dengan beberapa notaris membentuk satu badan usaha dan mengelolanya secara bersama-sama secara terus menerus dan bertujuan mencari keuntungan. Revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

(16)

Sehatberupaya juga mengatur hal ini. Bahasa Akta sebagaimana diatur dalam Pasal 43.

Bahasa akta yang

digunakan adalah bahasa Indonesia.

Bahasa asing dapat digunakan jika para pihak menghendakinyasepanjang undang-undang tidak menentukan lain.

Bahasa akta yang digunakan

adalahwajib Bahasa Indonesia. Jika para pihak menghendaki, akta dapat dibuat dalam bahasa asing.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam ketentuan baru semakin dipertegas dengan kata “wajib”. Akan tetapi, kewajiban ini sedikit melunak dengan diperbolehkannya penggunaan bahasa asing jika para pihak menghendakinya. Terlebih lagi, untuk pembuatan akta yang menggunakan bahasa asing ini tidak lagi dibatasi dengan koridor “sepanjang undang-undang tidak menentukan lain”. Sehingga,

akta apa saja sepanjang para pihak menghendaki dapat menggunakan bahasa asing. Berhati-hatilah dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu

(17)

12

Kebangsaan. Bisa jadi kontrak yang dibuat secara notaril dimintakan pembatalannya di muka hakim. Wewenang suatu badan dalam memberikan persetujuan kepada penyidik dalam due process Sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Wewenang untuk memberikan persetujuan kepada Penyidik, penuntut umum, atau hakim

untuk due processberada di tangan Majelis Pengawas Daerah. Kewenangan tersebut berada di tangan Majelis Kehormatan Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim ketika ingin mengambil fotokopi minuta akta notaris atau memanggil notaris itu sendiri harus dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Namun, frasa “dengan persetujuan MPD” ini telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK No. 49/PUU-X/2012. Akan tetapi, UUJN yang baru memasukkan kembali “perlindungan” notaris ini melalui frasa “dengan persetujuan Majelis Kehormatan”.

(18)

Tunggal

menyebutkan notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi.

wadah tunggal yang dimaksud adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI).

INI tidak diakui eksistensi

3. Konsep Cyber Notary dalam PUUJN

Cyber notary adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, seperti: digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara elektronik, pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara telekonferensi, dan hal-hal lain yang sejenis.Adapun manfaat dari cyber notary adalah mempermudah transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi. Pemegang saham yang berada di luar negeri, dapat mengikuti RUPS dengan menggunakan media telekonferensi dengan pemegang saham lainnya.20

Cyber Notary memiliki fungsi utama yaitu untuk melakukan sertifikasi dan autentifikasi dalam lalu linstas transaksi elektronik. Sertifikasi itu sendiri memiliki pengertian bahwa notaris mempunyai kewenangan untuk bertindak sebagai Certification Authority (trusted third party) sehingga notaris dapat mengeluarkan digital certificate kepada para pihak yang berkepentingan. Lain halnya dengan fungsi autentifikasi yang berkaitan dengan aspek hukum yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan transaksi elektronik.21

Penerapan cyber notary merupakan proses harmonisasi yang penting terkait dengan persyaratan otentifikasi akta karena melibatkan beberapa peraturan perundang-undangan, namun dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia masih terdapat aturan yang bertolak belakang, misalnya Pasal 15 PUUJN dengan Pasal 16 PUUJN dan dikaitkan dengan Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 19

20

Luthvi Febryka Nola, Peluang Penerapan Cyber Notary dalam Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal Negara Hukum:Vol.2, No1, Juni 2011. Hlm 78

21 Zainatun Rossalina, et.al, “Keabsahan Akta Notaris Yang Menggunakan Cyber Notary

(19)

14

Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE dan PUU ITE) .

Sehubungan dengan kewenangan notaris dalam pembuatan akta, penerapan cyber notary notaris mengalami kendala salah satunya yaitu keharusan para penghadap untuk menandatangani akta, tanda tangan para pihak merupakan hal penting dalam suatu akta, karena tanda tangan pihak merupakan tanda bahwa para pihak setuju dengan seluruh isi akta tersebut. Di Belanda sudah memulai untuk menggunakan tanda tangan elektronik dan mengaturnya dalam richtlijnen elektronische handtekeningen Tahun 1999, yang di dalamnya, untuk menjamin identifikasi originalitas tanda tangan tersebut dilakukan penitipan tanda tangan ke suatu lembaga independen disebut Trusted Third Party.22

Trusted Third Party bertugas menyimpan tanda tangan digital, menjamin kebenaran pertukaran data dan menyimpan data lainnya dengan metode orytografie. Selain Belanda, Amerika Serikat juga mengeluarkan undang-undang e-signature yang mengatur tanda tangan elektronik dengan keabsahan yang sama dengan tanda tangan tanda tangan manual/biasa23. Indonesia telah mempunyai peraturan mengenai tanda tangan elektronik yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.24

Pada hakikatnya, notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum harus mengacu pada asas pemerintahan yang baik ditambah dengan asas proporsionalitas dan asas profesionalitas, adapun substansi dari asas-asas tersebut yaitu:25

a. Asas Persamaan

Asas ini menjelaskan bahwa setelah adanya UUJN yang semakin menguatkan institusi notaris, dalam memberikan palayanan kepada

22 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2008. hlm 221

23

Ibid. hlm 221

24

Op.Cit., Zainatun Rossalina, dkk. hlm 7

25

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008. hlm 82

(20)

masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan lainnya baik berdasarkan keadaan sosial ekonominya maupun alasan lainnya.

b. Asas Kepercayaan

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Salah satu bentuk notaris sebagai jabatan kepercayaan, maka notaris mempunyai kewajiban salah satunya untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang telah diperoleh sesuai dengan sumpah jabatan notaris. c. Asas Kepastian Hukum

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepastian hukum pada para pihak.

d. Asas Kecermatan

Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku, meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak sebagai dasar dalam membuat akta.

e. Asas Pemberian Alasan

Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris harus mempunyai alasan atau fakta yang mendukung untuk akta tang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.

f. Asas Larangan Penyalahgunaan Wewenang

Penyalahgunaan wewenang yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris diluar wewenang yang telah ditentukan, jika notaris melakukan tindakan tersebut dan merugikan para pihak, maka para pihak dapat menuntut notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang menderita kerugian

(21)

16

dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan/atau bunga kepada notaris.

g. Asas Proporsionalitas

Notaris dalam menjalankan jabatannnya wajib menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan jabatan notaris dan mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang menghadap notaris.

Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dalam akta notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan dalam akta notaris.

h. Asas Profesionalitas

Pasal 16 mengatur bahwa notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN atau PUUJN kecuali ada alasan untuk menolaknya. Asas ini mengutamakan keilmuan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya yang diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan notaris atau oleh notaris.

B. Keabsahan Akta Notaris 1. Akta Notaris

Pasal 1867 KUH Perdata mengatur mengenai akta otentik dan batasannya yang diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Adapun yang dimaksud dalam akta otentik adalah akta tersebut harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum berdasarkan ketentuan yang diatur oleh undang-undang dan memiliki kekuatan yang sempurna, karena dalam akta otentik telah mencakup semua unsur bukti, yaitu:26

a. Tulisan; b. Saksi-saksi; c. Persangkaan-persangkaan; d. Pengakuan; 26

Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011. hlm 6

(22)

e. Sumpah.

Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat ditentukan bahwa pihak yang terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.27

Dalam pelaksanaan cyber notary terjadi konflik antara Pasal 15 dan 16 ayat (1) PUUJN merupakan dua pasal yang berada dalam satu undang-undang. Pasal 15 PUUJN merupakan kewenangan yang diberikan notaris untuk melakukan sertifikasi transaksi secara cyber notary, sedangkan Pasal 16 PUUJN telah sejalan dengan unsur-unsur keotentikan akta yang tercantum dalam pasal 1868 KUH Perdata. Cyber notary telah dilaksanakan oleh notaris seperti pelaksanaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas yang mana aktanya merupakan jenis akta relaas. Hal ini dikarenakan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas khususnya Pasal 77 Undang-undangNomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menyebutkan bahwa penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara langsung berpartisipasi dalam rapat. Selain itu, penggunaan komputer dalam pembuatan akta dan pada saat proses pendaftaran badan hukum secara online melalui website Sistem Administrasi Badan Hukum (sisminbakum) merupakan suatu tanda bahwa notaris di Indonesia sudah mulai menggunakan sistem komputer dan internet dalam pelaksaan tugas jabatannya.

Dalam hal pembuatan Akta Partij sepertinya tidak memungkinkan atau sulit untuk dilakukan dengan cara cyber notary. Hal ini dikarenakan notaris harus melihat dan mendengar secara langsung dalam pembacaan dan penandatanganan yang dilakukan oleh para pihak, saksi dan notaris itu sendiri (Pasal 16 ayat (1) huruf m PUUJN.28 Akan tetapi, apabila dimungkinkan untuk

27

Ibid. hlm 6

(23)

18

membuat akta partij dengan cara cyber notary seperti yang telah dilakukan dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, dan dengan diiringi dengan paying hukum yang kokoh, mungkin di akhir akta diberikan klausula bahwa pembacaan akta dan penandatanganannya dilakukan di lebih dari satu kota sesuai dengan tempat para pihak yang bersangkutan dengan cara menggunakan alat elektronik.

2. Nilai Pembuktian Akta Otentik

Akta notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian dapat dilihat secara lahiriah, formal, dan materil.29 Kemampuan akta notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Aspek pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah yaitu akta tersebut harus dilihat apa adanya. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika terdapat pihak yang menilai bahwa akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut lahir secara tidak otentik.30

Secara formal akta notaris harus memberikan kepastian kepada suatu kejadian dan fakta dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris, untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak, para saksi dan notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh notaris dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap.31

Kepastian tentang materil suatu akta sangat penting bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian lain yang menyatakan sebaliknya. Keterangan atau

29

Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1998. hlm 123

30

Op.Cit. Habib Adjie. hlm 72

31

(24)

pernyataan yang dimuat dalam akta pejabat atau keterangan para pihak yang disampaikan dihadapan notaris dari para pihak harus dinilai benar.32

Hukum pembuktian perdata di Indonesia secara yuridis formal belum mengakomodasikan dokumen atau informasi elektronik sebagai alat bukti dalam menyelesaikan sengketa melaui pengadilan. Meskipun demikian Indonesia telah melakukan tindakan yang mengarah kepada dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah, misalnya sarana elektronik sebagai media penyimpanan dokumen perusahaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.33

Dalam perkembangannya, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur mengenai bukti elektronik, yang mengatakan bahwa:

1) Informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah. 2) Informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hokum acara yang berlaku di Indonesia. 3) Informasi dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila

menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

4) Ketentuan mengenai informasi dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk:

a) Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b) Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Batasan mengenai dokumen elektronik menurut Pasal 1 ayat (14) UU ITE adalah setiap informasi yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau

32

Ibid. hlm 74

33 Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Bandung: PT.

(25)

20

disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnet, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti yang dapat dipahami oleh orang yang memahaminya.

3. Sanksi Perdata

a. Batasan Akta Notaris yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian Di Bawah Tangan

Pasal 1869 KUH Perdata menentukan batasan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena:34

1) Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan; 2) Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan; 3) Cacat dalam bentuknya.

Akta ini tetap memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangai oleh para pihak. Ketentuan seperti ini juga diatur dalam PUUJN.

Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta otentik dan akta yang dibuat menjadi berkekuatan pembuktian di bawah tangan dengan kualifikasi:35

1) Pasal 16 ayat (1) huruf I dan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8) termasuk ke dalam cacat bentuk akta notaris, karena pembacaaan akta oleh notaris dihadapan para pihak dan para saksi merupakan salah satu kewajiban untuk menjelaskan bahwa akta tersebut telah sesuai dengan kehendak dari pihak yang bersangkutan dan di bagian akhir akta dicantumkan klausul bahwa akta tersebut telah dibacakan.

34

Op.Cit., Habib Adjie. hlm 94

(26)

2) Pasal 41 yang merujuk pada Pasal 39 dan 40 PUUJN berkaitan dengan aspek subjektif sahnya akta notaris yaitu kecakapan bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Pelanggaran terhadap pasal ini termasuk dalam ketidakmampuan pejabat umum yang bersangkutan dalam memahami batasan kedewasaan untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Pasal 41 yang merujuk pada Pasal 40 PUUJN, dalam hubungan perkawinan dengan notaris atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa batasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga antara notaris dengan para pihak. Pasal ini termasuk ke dalam tidak berwenangnya pejabat umum yang bersanngkutan, artinya ada penghalang bagi notaris dalam menjalankan kewenangannya.

b. Batasan Akta Notaris yang Batal Demi Hukum

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, yaitu objeknya tidak tertentu dan kausa yang terlarang, maka perjanjian itu batal demi hukum. Ketentuan – ketentuan yang dilanggar oleh notaris dalam membuat akta, akan berakibat akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan selain itu dapat menjadi akta yang batal demi hukum, yaitu jika:36

1) Melanggar kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke Daftar Pusat Wasiat dalam waktu 5 hari pada minggu pertama setiap bulan; 2) Melanggar kewajiban tidak mempunyai stempel yang memuat

lambang negara dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan;

3) Pada bagian akhir akta tidak dinyatakan secara tegas mengenai penyebutan akta yang dibacakan untuk akta yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya, memakai penerjemah resmi, penjelasan, penandatanganan akta;

(27)

22

4) Tidak memberikan paraf atau tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi-saksi, dan/atau notaris terhadap renvoi yang dibuat;

5) Tidak memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam minuta akta yang telah ditandatangani dan tidak membuat berita acaranya.

(28)

24

1. Konsep cyber notary di Indonesia dalam PUUJN masih kurang kuat dalam pengimplementasiannya terhadap kewenangan notaris, dalam PUUJN pasal 15 membuka peluang untuk praktik cyber notary namun berbenturan dengan pasal 16 dalam undang-undang yang sama. Hal ini yang menjadi kendala dalam melaksanakan konsep cyber notary, selain itu masih belum memadainya fasilitas dan teknologi yang menunjang praktik cyber notary di Indonesia.

2. Keabsahan akta notaris dalam melakukan praktik cyber notary, sepanjang akta tersebut berupa bentuk yang diatur dalam undang-undang jabatan notaris, maka akta tersebut adalah sah. Sebagaimana diatur pula dalam UU ITE Ketentuan mengenai informasi dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk:

a) Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b) Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

B. Rekomendasi

1. Adanya pengaturan tambahan mengenai konsep cyber notary dalam UU JN atau dibentuk dalam peraturan perundang-undangan tersendiri sebagai peraturan yang bersifat materiil dan formiil secara konkrit dan disertai dengan dukungan penuh berupa pemberian fasilitas yang memadai untuk menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan cyber notary di Indonesia. 2. Pertegas kedudukan akta notaril dan penerapan cyber notary di Indonesia

jika hal tersebut memungkinkan untuk terlaksana. Karena dengan adanya pasal-pasal yang berbenturan akan menciptakan ketidakpastian hukum.

(29)

24

Daftar Pustaka A. Buku

Abdul Latif & Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010

Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Bandung: PT. Alumni, 2011.

Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011

….. , Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008

Imam Syaukani & A.Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Lumbuan Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1983

Moh.Mahfud M.D., Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2010

Paul B. Horton&Chester L. Hunt, Sosiologi, Jakarta:Erlangga, 1984

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:Bina Ilmu, 1987

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991

Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan Akta, Bandung: Mandar Maju, Bandung, 2011

Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Bandung:Alumni 1986

Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1998

B. Peraturan Perundang-undangan

(30)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

C. Sumber Lain

Luthvi Febryka Nola, Peluang Penerapan Cyber Notary dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal Negara Hukum:Vol.2, No1, Juni 2011

R.M. Firmansyah, “Urgensi Pembenahan Instrumen Perencanaan Legislasi”, <www.pshk.or.id>

Zainatun Rossalina, et.al, “Keabsahan Akta Notaris Yang Menggunakan

Cyber Notary Sebagai Akta Otentik”,

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan pembelajaran matematika di SMP Muhammadiyah 10 kelas VIII-A, menunjukkan bahwa hasil belajar masih rendah karena penerapan model pembelajaran kurang

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh pemain PS Tamsis Bima adalah senam vitalisasi otak yaitu sebuah latihan fisik yang bertujuan

Faktor yang menyebabkan terjadinya proses lupa antara lain: (1) apabila informasi yang baru dipelajari mencampuri informasi yang telah dipelajari sebelumnya

Protein yang cukup akan mampu melakukan fungsinya untuk proses pertumbuhan Menurut Arsenault and Brown 9 , ada beberapa kemungkinan penyebab kurangnya jumlah

Sebenarnya itu menjadi tantangan bagi orang Kristen untuk tidak melakukan KKN dengan melakukan kebenaran yang bertanggung jawab melalui keteladanan yang sudah diberikan... Yesus

Dari hasil temuan peneliti dalam BAB III. Dalam rangka untuk menciptakan suasana yang kondusif seluruh warga sekolah baik guru, karyawan dan siswa di tuntut untuk menjaga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu dari serat TKKS tanpa perlakuan alkali dengan nilai kadar abu sebesar 8,994%, pada serat TKKS yang tidak diberi perlakuan alkali masih

Konsentrasi ekstrak daun bandotan yang tinggi dapat mempertahankan kelangsungan hidup benih ikan nila, dapat menurunkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen sehingga mampu