• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Kleinbaum dan Klein, 2005). Persson (2002) mengatakan data sintasan adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Kleinbaum dan Klein, 2005). Persson (2002) mengatakan data sintasan adalah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5

2.1. Analisis Sintasan

2.1.1. Pengertian Analisis Sintasan

Analisis sintasan adalah kumpulan dari proses statistik untuk menganalisis data yang mana peubah yang diteliti adalah waktu hingga kejadian terjadi (Kleinbaum dan Klein, 2005). Persson (2002) mengatakan data sintasan adalah suatu istilah yang telah digunakan dalam arti luas untuk data yang melibatkan waktu terjadinya suatu peristiwa tertentu, peristiwa itu bisa saja kematian, munculnya sebuah tumor, perkembangan suatu penyakit, kambuhnya lagi suatu penyakit, penghentian merokok, dan lain-lain. Menurut Lee dan Wang (2003) Waktu sintasan dapat didefinisikan sebagai waktu dari awal observasi hingga terjadinya peristiwa, dapat dalam hari, bulan, maupun tahun. Peristiwa tersebut dapat berupa perkembangan suatu penyakit, respon terhadap perawatan, kambuhnya suatu penyakit, kematian atau peristiwa lain yang dipilih sesuai dengan kepentingan penelitian. Oleh karena itu waktu sintasan dapat berupa waktu sembuhnya dari penyakit, waktu dari memulai perawatan hingga terjadi respon, dan waktu hingga terjadi kematian.

Analisis sintasan, biasanya mengacu pada peubah waktu yang merupakan waktu sintasan, karena peubah waktu akan memberikan waktu pada saat seseorang ”bertahan” atas beberapa kasus. Pada analisis sintasan secara khusus mengacu pada

(2)

kejadian sebagai kegagalan, karena kejadian biasanya berhubungan dengan kematian, terjadinya penyakit, atau suatu pengalaman negatif individu. Namun waktu sintasan bisa saja “waktu kembali bekerja setelah melakukan operasi bedah elektif”, yang mana dalam beberapa kasus kegagalan adalah kejadian yang positif (Kleinbaum dan Klein, 2005). Menurut Le (2003) dalam menentukan waktu sintasan 𝑇, terdapat tiga elemen dasar yang diperlukan yaitu:

1. Waktu awal (time origin).

2. Peristiwa akhir/waktu akhir (failure event).

3. Skala waktu sebagai satuan pengukuran waktu.

T(Lama Waktu)

Waktu Awal Waktu Akhir

Gambar 2.1. Ilustrasi Skala Waktu

Diberikan 𝑇 adalah lama dari waktu awal (time origin) misalnya dari lahir hingga terjadi peristiwa tertentu misalnya kematian dalam tahun (skala waktu). Waktu awal harus didefinisikan dengan jelas, misalnya waktu awal mulai mencari kerja (untuk kasus lama mencari kerja). Begitu juga waktu akhir harus didefinisikan secara jelas, misalnya waktu suatu individu mendapatkan pekerjaan.

2.1.2. Data Tersensor

Cencored merupakan ciri dari analisis sintasan yang membedakannya

dengan analisis statistika lainnya, cencored terjadi bila tidak semua individu mengalami kejadian, data tersensor terdiri dari individu yang tidak mengalami kejadian dan individu yang hilang dari penelitian. Menurut Kleinbaum dan Klein

(3)

(2005) sebagian besar analisis sintasan harus mempertimbangkan kunci analisis masalah yaitu cencored. Di sini ada tiga alasan utama, penyebab cencored muncul:

1. Individu tidak mengalami kejadian hingga waktu penelitian berakhir. 2. Individu hilang dari penelitian dalam periode penelitian.

3. Individu mengundurkan diri dari penelitian karena kematian (jika kematian bukan kejadian yang diharapkan) ataupun oleh alasan yang lain.

2 4 6 8 10 12 A B C D E F X Mengundurkan diri Hilang Penelitian berakhir waktu Penelitian berakhir Sensor kanan

Gambar 2.2. Grafik Data Tersensor (Kleinbaun dan Klein, 2005) X

Gambar 2.2. menggambarkan pengalaman beberapa individu dari waktu ke waktu. Peubah X menandakan individu mengalami kejadian, dijelaskan sebagai berikut :

1. Individu A, individu A mengikuti penelitian dari awal dan mengalami kejadian sebelum penelitian berakhir, ini berarti individu A tidak tersensor.

(4)

2. Individu B, individu B mengikuti penelitian dari awal hingga akhir tanpa mengalami kejadian, ini berarti individu B tersensor.

3. Individu C, individu C masuk ke penelitian di tengah penelitian berlangsung dan sebelum penelitian berakhir individu C mengundurkan diri, ini berarti individu C tersensor.

4. Individu D, individu D masuk ke penelitian di tengah penelitian berlangsung dan hingga penelitian berakhir individu tidak mengalami kejadian, ini berarti individu D tersensor.

5. Individu E, individu E masuk ke penelitian di tengah penelitian berlangsung dan sebelum penelitian berakhir individu E menghilang, ini berarti individu E tersensor.

6. Individu F, individu F masuk ke penelitian di tengah penelitian berlangsung dan sebelum penelitian berakhir individu F mengalami kejadian, ini berarti individu F tidak tersensor.

Crowder et al (1991) mengatakan bahwa ada tiga jenis cencored, yaitu: 1. Sensor kiri (Left-censored), observasi dikatakan sensor kiri jika objek yang

diobservasi mengalami kejadian di bawah waktu yang telah ditetapkan atau ketika masa observasi belum selesai.

2. Sensor kanan (Right-censored), observasi dikatakan sensor kanan jika objek masih hidup atau masih beroperasi ketika masa observasi telah selesai dalam Gambar 2.2. yang menggambarkan sensor kanan adalah individu B, C, D, dan E.

(5)

3. Sensor interval (Interval-censored), ketika objek mengalami peristiwa di antara interval waktu tertentu maka observasi dikatakan sensor interval. Pada penelitian ini jenis data tersensor yang digunakan adalah sensor kanan, yaitu ketika waktu sintasan individu tidak lengkap di sisi kanan, individu tidak mengalami kejadian hingga penelitian berakhir atau individu baru mengalami kejadian setelah penelitian berakhir.

2.1.3. Fungsi Waktu Sintasan

Waktu sintasan digunakan untuk mengukur data waktu suatu peristiwa tertentu seperti kegagalan, kematian, respon, kambuh, mengembangkan masa percobaan, pembebasan bersyarat, atau perceraian (Lee dan Wang, 2003). Misalkan

T merupakan peubah random kontinu non negatif yang menunjukkan tahan hidup

individu-individu dari suatu populasi. Pada model kontinu, fungsi-fungsi seperti fungsi densitas peluang, fungsi distribusi kumulatif, fungsi hazard dan fungsi

survivor didefinisikan dalam interval [0, ∞) (Lawless, 1982).

Distribusi waktu sintasan biasanya digambarkan atau dicirikan dengan tiga fungsi yaitu fungsi sintasan, fungsi densitas probabilitas, dan fungsi hazard.

1. Fungsi Sintasan

Fungsi sintasan merupakan probabilitas bahwa suatu individu tidak mengalami kejadian lebih dari 𝑡 (Lee dan Wang, 2003). Secara teori, fungsi sintasan dapat digambarkan dengan kurva mulus dan memiliki karakteristik sebagai berikut (Kleinbaum dan Klein, 2005):

(6)

b. Untuk 𝑡 = 0, 𝑆(𝑡) = 𝑆(0) = 1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek yang mengalami kejadian, probabilitas waktu sintasan 0 adalah 1.

c. Untuk 𝑡 = ∞, 𝑆(𝑡) = 𝑆(∞) = 0; secara teori, jika periode penelitian meningkat tanpa limit maka tidak ada satu pun yang bertahan sehingga kurva sintasan mendekati nol.

Untuk menggambar arah atau aliran sintasan, seorang ahli bernama Berkson membuat grafik 𝑆(𝑡). Grafik 𝑆(𝑡) disebut kurva sintasan (survival curve). Fungsi sintasan atau kurva sintasan digunakan untuk mencari median (persentil ke-50) dan persentil-persentil lain dari waktu sintasan dan untuk membandingkan data sintasan dari dua kelompok atau lebih. Dalam distribusi sintasan, yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan sentral (central tendency) dari suatu distribusi bukan rata-rata (mean), melainkan median, karena adanya satu atau dua individu dengan lama hidup yang terlalu lama atau terlalu pendek akan menyebabkan rata-rata waktu sintasan menjadi tidak proportional yaitu terlalu besar atau kecil (Lee dan Wang, 2003).

1

0 t

S(0)=1

S( )=0

Gambar 2.3. Fungsi Waktu Sintasan

X S(t)

(7)

Fungsi sintasan 𝑆(𝑡), yaitu probabilitas bahwa suatu individu tidak mengalami kejadian lebih dari 𝑡 (Lee dan Wang, 2003).

𝑆(𝑡) = 𝑃 (𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 > 𝑡)

𝑆(𝑡) = 𝑃 (𝑇 > 𝑡) (2.1)

Dari definisi fungsi distribusi kumulatif 𝐹(𝑡) dari 𝑇 :

𝐹(𝑡) = 𝑃(𝑇 < 𝑡) = ∫ 𝑓(𝑢)𝑑𝑢0𝑡 (2.2)

maka

𝑆(𝑡) = 1 − 𝑃 (𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 < 𝑡)

𝑆(𝑡) = 1 − 𝐹(𝑡) = ∫ 𝑓(𝑢)𝑑𝑢𝑡∞ . (2.3)

Dalam praktiknya, jika tidak terdapat individu yang tersensor, fungsi sintasan diestimasikan sebagai proporsi individu yang tidak mengalami kejadian lebih dari 𝑡:

𝑆̂(𝑡) =∑ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑦𝑎𝑛𝑔>𝑡∑ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 . (2.4) 2. Fungsi Densitas Probabilitas

Seperti peubah acak kontinu yang lain, waktu sintasan 𝑇 mempunyai fungsi densitas probabilitas yang didefinisikan sebagai batas probabilitas bahwa suatu individu mengalami kejadian pada interval waktu yang pendek dari 𝑡 hingga 𝑡 + ∆𝑡 tiap satuan lebar ∆𝑡 atau secara sederhana probabilitas kejadian dalam interval yang pendek untuk tiap satuan waktu. Definisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

𝑓(𝑡) = ∆𝑡→0lim𝑃[𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙(𝑡,𝑡+∆𝑡)]

(8)

Dalam praktiknya, jika tidak terdapat individu yang tersensor, fungsi densitas probabilitas (𝑓(𝑡)) diestimasi sebagai proporsi dari individu yang mengalami kejadian dalam selang waktu per satuan lebar:

𝑓̂(𝑡) =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢) 𝑥 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟)

Proporsi individu yang mengalami kejadian pada setiap interval waktu dalam puncak-puncak frekuensi kejadian dapat diperoleh dari fungsi densitas (Lee dan Wang, 2003).

3. Fungsi Hazard

Berbeda dengan fungsi sintasan yang fokus pada tidak terjadinya kejadian, fungsi hazard fokus pada terjadinya kejadian. Oleh karena itu fungsi hazard dapat dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawanan dengan fungsi sintasan. Sama halnya dengan kurva fungsi sintasan, kurva fungsi hazard juga memiliki karakteristik yaitu :

1. Selalu nonnegatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol.

2. Tidak memiliki batas atas.

Selain itu fungsi hazard juga digunakan untuk alasan:

1. Memberi gambaran tentang keadaan failure rate.

2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik.

3. Membuat model matematika untuk Analisis Sintasan biasa (Kleinbaum dan Klein, 2005).

(9)

Fungsi hazard ℎ(𝑡) dari suatu waktu sintasan T menunjukkan conditional

failure rate. Fungsi hazard ini didefinisikan sebagai probabilitas kejadian

selama interval waktu yang sangat pendek, dengan asumsi individu-individu tidak mengalami kejadian pada awal interval waktu tersebut, atau limit probabilitas bahwa suatu individu mengalami kejadian dalam interval waktu yang sangat pendek dari t hingga 𝑡 + ∆𝑡, yang menunjukkan bahwa individu tidak mengalami kejadian hingga waktu t.

ℎ(𝑡) =∆𝑡→0lim𝑃[𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑡,𝑡+∆𝑡)]

∆𝑡 (2.6)

Fungsi hazard dapat juga didefinisikan dengan menggunakan fungsi distribusi kumulatif 𝐹(𝑡) dan fungsi densitas peluang 𝑓(𝑡):

ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡)

1−𝐹(𝑡) (2.7)

Pada praktiknya, saat tidak ada pengamatan tersensor, fungsi hazard diestimasi sebagai proporsi dari individu yang mengalami kejadian dalam interval per satuan waktu, mengingat individu tidak mengalami kejadian sampai awal interval waktu tersebut.

ℎ̂(𝑡) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑚𝑢𝑙𝑎𝑖

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 (2.8) Ketiga fungsi sintasan tersebut ekuivalen secara matematis. Jika salah satu diketahui, maka dua lainnya dapat dihitung (Lee dan Wang, 2003).

a. Dari (2.3) dan (2.7), diperoleh ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡)

𝑆(𝑡) (2.9)

Hubungan ini juga dapat timbul dari persamaan (2.6) dengan menggunakan definisi dasar probabilitas bersyarat.

(10)

b. Karena fungsi densitas probabilitas 𝑓(𝑡) merupakan turunan dari fungsi distribusi kumulatif 𝐹(𝑡), dari persamaan (2.3) didapatkan :

𝐹(𝑡) = 1 − 𝑆(𝑡) maka 𝑓(𝑡) = 𝑑 𝑑𝑡𝐹(𝑡) 𝑓(𝑡) = 𝑑 𝑑𝑡[1 − 𝑆(𝑡)] = −𝑆 ′(𝑡). (2.10)

c. Subsitusikan (2.10) ke dalam (2.9) menghasilkan ℎ(𝑡) = −𝑆′(𝑡)

𝑆(𝑡) = − 𝑑

𝑑𝑡log𝑆(𝑡). (2.11)

d. Integralkan (2.11) dari 0 sampai t dan gunakan S(0) = 1, didapat fungsi hazard kumulatif H(t) − ∫ ℎ(𝑥)𝑑𝑥0𝑡 = log𝑆(𝑡) atau 𝐻(𝑡) = − log 𝑆(𝑡) atau 𝑆(𝑡) = exp[−𝐻(𝑡)] = exp [− ∫ ℎ(𝑥)𝑑𝑥0𝑡 ]. (2.12) e. Dari persamaan (2.9) dan (2.12) diperoleh,

𝑓(𝑡) = ℎ(𝑡)exp[−𝐻(𝑡)]. (2.13)

2.4. Metode Kaplan Meier

Salah satu tujuan dari analisis sintasan ialah mengestimasi dan menginterpretasi fungsi sintasan dan fungsi hazard. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi fungsi sintasan, di antaranya Nelson-Aalen

(11)

counting process dan lain-lain. Namun dalam penelitian ini metode yang digunakan

adalah metode Kaplan-Meier. Kaplan Meier mengintegrasikan informasi dari semua pengamatan yang tersedia, baik data berupa data tersensor maupun data tak tersensor, dengan mempertimbangkan setiap titik dalam waktu sebagai serangkaian langkah yang ditetapkan oleh waktu sintasan dan waktu tersensor. Bila tidak ada data tersensor, parameter dugaanya hanyalah proporsi sampel pengamatan dengan waktu kejadian lebih besar dari 𝑡.

Kaplan Meier digunakan untuk menduga fungsi sintasan, fungsi hazard dan median waktu sintasan dari data sintasan tersensor (Collet, 2003).

a. Penduga Fungsi Sintasan

Misalkan terdapat 𝑛 individu dengan waktu sintasan teramati yaitu 𝑡1, 𝑡2, … , 𝑡𝑛, beberapa observasi ini tersensor dan ada kemungkinan lebih dari satu individu memiliki waktu sintasan yang sama. Jika terdapat 𝑟 waktu kejadian di antara 𝑛 objek, dengan 𝑟 ≤ 𝑛, maka waktu kejadian 𝑘𝑒 − 𝑗 ditunjukkan sebagai 𝑡(𝑗), untuk 𝑗 = 1,2, … , 𝑟 dan susunan r waktu kejadian adalah 𝑡(1)< 𝑡(2) < ⋯ 𝑡(𝑟). Dugaan waktu sintasan yang terjadi pada waktu ke-𝑘 dalam interval waktu 𝑡(𝑘) sampai dengan 𝑡(𝑘+1) untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑟 adalah

𝑆̂(𝑡) = ∏ (𝑛𝑗−𝑑𝑗 𝑛𝑗 )

𝑘

𝑗=1 (2.14)

dengan 𝑛𝑗 menyatakan jumlah individu yang berisiko mengalami kejadian pada waktu 𝑡(𝑗), 𝑗 = 1,2, … , 𝑟, dan dj merupakan jumlah individu yang mengalami kejadian pada urutan waktu sintasan 𝑡(𝑗).

(12)

b. Penduga Fungsi Hazard

Menduga fungsi hazard untuk data sintasan, dapat dilakukan menggunakan rasio dari jumlah kejadian terhadap jumlah individu yang berada pada risiko mengalami kejadian. Apabila 𝑑𝑗 merupakan jumlah individu yang mengalami kejadian pada urutan waktu sintasan 𝑡(𝑗), 𝑗 = 1,2, … ,10, dan 𝑛𝑗 adalah individu yang beresiko mengalami kejadian pada waktu𝑡(𝑗) sampai 𝑡(𝑗+1) dapat diduga dengan

ℎ̂ = 𝑑𝑗

𝑛𝑗𝜏𝑗 (2.15)

dengan 𝑡(𝑗)≤ 𝑡 ≤ 𝑡(𝑗+1), dengan 𝜏(𝑗+1)=𝑡(𝑗+1)− 𝑡(𝑗). c. Penduga Median Waktu Sintasan

Median digunakan untuk menyimpulkan pengukuran lokasi dari sebaran data karena sebaran waktu sintasan yang cenderung positif menceng ke kanan. Median ini merupakan waktu observasi dengan 50% individu di dalam populasi diharapkan dapat bertahan, yaitu pada 𝑡(50) dan (𝑡(50)) = 0,5.

Karena dugaan nonparametrik dari 𝑆(𝑡) merupakan fungsi tangga, biasanya jarang diperoleh nilai fungsi sintasan yang tepat sama dengan 0,5 sehingga nilai penduga median waktu sintasan adalah

𝑡̂(50) = 𝑚𝑖𝑛{𝑡𝑖|𝑆̂(𝑡𝑖) ≤ 0,5} (2.16) dengan ti adalah waktu sintasan yang diamati pada individu ke-i

(13)

2.5. Uji Log Rank

Uji Log Rank merupakan uji signifikansi nonparametrik yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan fungsi sintasan dua kelompok atau lebih (Collet, 2003). Berikut ini pengujian hipotesis pada uji Log Rank.

H0: tidak ada perbedaan fungsi sintasan antara dua atau lebih kelompok yang diamati.

H1: ada perbedaan fungsi sintasan antara dua atau lebih kelompok yang diamati. Statistik uji : 𝑈𝐿= ∑𝑟𝑗=1(𝑑1𝑗− 𝑒1𝑗), 𝑗 = 1,2, … , 𝑟 (2.17) 𝑣𝑎𝑟 (𝑈𝐿) = 𝑉𝐿= ∑𝑟𝑗=1𝑉1𝑗 (2.18) 𝑊𝐿 = 𝑈𝐿2 𝑉𝐿 ~ 𝜒1 2 (2.19) dengan: 𝑒1𝑗 = 𝑛1𝑗𝑑𝑗 𝑛𝑗; 𝑑𝑗 = 𝑑1𝑗 + 𝑑2𝑗 𝑉1𝑗 = 𝑛1𝑗𝑛2𝑗𝑑𝑗 (𝑛𝑗−𝑑𝑗) 𝑛𝑗2(𝑛𝑗−1) , (2.20)

𝑑𝑗 menyatakan jumlah total kejadian dari kelompok 1 dan 2, 𝑒1𝑗 menyatakan nilai ekspektasi kejadian pada waktu ke 𝑡(𝑗) pada kelompok 1, 𝑑1𝑗 menyatakan jumlah kejadian dari kelompok 1, 𝑉1𝑗 menyatakan varians dari 𝑑1𝑗, dan daerah penolakan yaitu tolak 𝐻0 jika 𝑊𝐿 > 𝜒12.

2.6. Model Regresi Cox Proportional Hazard

Alasan yang menyebabkan populernya model Cox adalah rasio hazard bisa ditentukan tanpa mengetahui baseline hazard, estimasi koefisien regresinya baik, kurva sintasan dapat diperoleh untuk berbagai macam data (Kleinbaum dan Klein,

(14)

2005). Dengan kata lain, pada saat menggunakan regresi Cox maka tidak ada suatu keharusan data pada peubah respon mengikuti sebaran tertentu.

Persamaan model untuk Cox proportional hazard adalah sebagai berikut :

ℎ(𝑡, 𝑋) = ℎ0(𝑡) exp(∑𝑝𝑖=1𝛽𝑖𝑥𝑖) (2.21) dengan ℎ0(𝑡) adalah baseline hazard yang tidak perlu diketahui, 𝑥𝑖 adalah peubah-peubah bebas terdiri dari 𝑥, 𝑥2, 𝑥3…,𝑥𝑝, dan 𝛽𝑖 adalah parameter dari peubah-peubah bebas terdiri dari 𝛽1, 𝛽2, 𝛽3,… , 𝛽𝑝.

Nilai-nilai dugaan β diperoleh dengan memaksimumkan fungsi parsial

likelihood. Misal terdapat sebanyak n sampel, di antaranya terdapat r kali waktu

kejadian yang berbeda dan 𝑛 − 𝑟 merupakan waktu sintasan yang tersensor, 𝑟 melambangkan waktu kejadian yang dinotasikan dengan 𝑡1, 𝑡2, … , 𝑡𝑟, sehingga 𝑡𝑗 merupakan waktu kejadian ke-j. Kumpulan individu yang mungkin mengalami kejadian ketika waktu 𝑡𝑗 akan dinotasikan dengan 𝑅(𝑡𝑗), banyaknya 𝑅(𝑡𝑗) disebut kumpulan risiko (Collet, 2003). Cox (1972) menunjukan relevansi fungsi likelihood untuk model proportional hazards sebagai berikut:

𝐿(𝛽) = ∏ ( exp (𝛽′𝑥𝑗) ∑𝑗∈𝑅(𝑡𝑗)𝛽′𝑥𝑗)

𝑟

𝑗=1 (2.22)

dengan 𝑥𝑗 adalah vektor peubah bebas dari individu yang mengalami kejadian pada saat ke-j selama waktu kejadian (𝑡𝑗). Hasil dari rumus (2.22) tersebut hanya diambil dari individu yang mengalami kejadian saja. Sedangkan individu yang waktu sintasannya tersensor tidak dilibatkan dalam perhitungan fungsi log-likelihood tetapi dimasukan ke penjumlahan seluruh kumpulan risiko ketika waktu kejadian

(15)

belum tersensor. Akibatnya, kesimpulan tentang pengaruh peubah bebas pada fungsi hazards hanya tergantung pada urutan peringkat dari waktu sintasan. Selanjutnya misalkan data sintasan yang dianalisis berukuran n, yakni 𝑡11, 𝑡2 , … , 𝑡𝑛 dan 𝛿𝑖 adalah indikator sensor maka persamaan (2.22) dapat dinyatakan sebagai berikut 𝐿(𝛽) = ∏ (exp (𝛽′𝑥𝑗) 𝛽′𝑥𝑗 𝑗∈𝑅(𝑡𝑗) ) 𝛿𝑖 𝑛 𝑗=1 (2.23)

dengan R(tj) sebagai kemungkinan pada waktu t.

Untuk mempermudah mencari penduga maximum likelihood 𝐿(𝛽) maka digunakan ln 𝐿(𝛽) sebagai berikut

ln 𝐿(𝛽) = ∑𝑛𝑖=1𝛿𝑖[𝛽′𝑥𝑗− log ∑𝑗∈𝑅(𝑡𝑗)𝛽′𝑥𝑗] (2.24)

nilai ln 𝐿(𝛽) dimaksimumkan dengan menurunkannya terhadap β, yaitu 𝑑

𝑑𝛽ln 𝐿(𝛽) = 0 (2.25)

akan diturunkan ln 𝐿(𝛽) terhadap 𝛽1, 𝛽2,… , 𝛽𝑝 yaitu:

𝑑 𝑑𝛽1ln 𝐿(𝛽) = ∑ [𝑥𝑗1− ∑𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗)𝑥𝑗1exp (𝛽′𝑥𝑗) ∑ exp (𝛽′𝑥 𝑗) 𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗) ] 𝑛 𝑗=1 𝑑 𝑑𝛽2 ln 𝐿(𝛽) = ∑ [𝑥𝑗2− ∑𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗)𝑥𝑗2exp (𝛽′𝑥𝑗) ∑ exp (𝛽′𝑥 𝑗) 𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗) ] 𝑛 𝑗=1 ⋮

(16)

𝑑 𝑑𝛽𝑝 ln 𝐿(𝛽) = ∑ [𝑥𝑗𝑝− ∑ 𝑥𝑗𝑝exp (𝛽′𝑥 𝑗) 𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗) ∑ exp (𝛽′𝑥 𝑗) 𝑗𝜖𝑅(𝑡𝑗) ] 𝑛 𝑗=1

Karena persamaan diatas sulit diselesaikan, maka pendugaan parameter β dilakukan dengan metode Newton – Raphson, yaitu:

1. Tentukan nilai 𝛽(0) 2. Hitung (𝛽(𝑗+1)− 𝛽(𝑗)) =U(𝛽(𝑗)) I(𝛽(𝑗)) U(𝛽(𝑘)) = (𝑑𝐿(𝛽) 𝑑𝛽1 , 𝑑𝐿(𝛽) 𝑑𝛽2 , … , 𝑑𝐿(𝛽) 𝑑𝛽𝑝 ) I(𝛽(𝑗)) = − ( 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑𝛽12 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽1𝑑𝛽2 ⋮ 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽1𝑑𝛽𝑝 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽1𝑑𝛽2 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑𝛽22 ⋮ 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽2𝑑𝛽𝑝 … … ⋱ … 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽𝑝𝑑𝛽1 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑 𝛽𝑝𝑑𝛽2 ⋮ 𝑑2𝐿(𝛽) 𝑑𝛽𝑝2 )

hitung 𝛽(𝑗+1) untuk j = 1,2,... sampai 𝛽(𝑗+1) konvergen, 𝛽(𝑗+1)≈ 𝛽(𝑗) (Collet, 2003).

2.7. Konsep Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU No.13 Tahun 2003). Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik adalah the

labor force concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO)

(17)

Penduduk dibagi menjadi dua kelompok yaitu usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas sedangkan penduduk bukan usia kerja adalah penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun. Menurut kegiatannya, penduduk usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sedangkan penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk yang pada periode rujukan tidak mempunyai atau melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau kegiatan lainnya

Angkatan Kerja Bukan Angkatan kerja Bekerja Pengangguran Sedang Bekerja Sementara Tidak Bekerja Mencari Pekerjaan Mempersiapk an Usaha Putus Asa: Merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

Usia Kerja Bukan Usia

Kerja Penduduk

(18)

seperti olahraga, kursus, piknik dan kegiatan sosial (misalnya berorganisasi dan kerja bakti). Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi juga termasuk dalam kategori bekerja. Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja (BPS,2012).

2.8. Pengangguran dan Setengah Pengangguran

Menurut Mulyadi (2003) pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan yang dimaksud mencari kerja menurut BPS adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu periode rujukan. Tingkat pengangguran di suatu negara terutama ditentukan oleh kondisi-kondisi ekonomi, tren-tren demografis pun dapat memengaruhi ukuran dan komposisi angkatan kerja, tingkat pengangguran dapat digunakan untuk melihat tingkat pendayagunaan tenaga kerja suatu negara. Tinggi rendahnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara penyediaan tenaga kerja dan tingkat kesempatan kerja. Hal ini menyebabkan adanya suatu kelebihan tenaga kerja atau labour surplus.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan setengah pengangguran merupakan jumlah penduduk yang bekerja kurang dari jumlah jam kerja normal (35 jam per minggu). Setengah pengangguran yang masih mencari pekerjaan atau

(19)

masih bersedia menerima pekerjaan disebut sebagai setengah pengangguran terpaksa, dan penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (35 jam per minggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan merupakan setengah penganggguran sukarela (BPS, 2012).

Tingginya angka pengangguran mengakibatkan berbagai permasalahan sosial. Penanganan masalah pengangguran menjadi semakin penting mengingat para ahli demografi di Indonesia memproyeksikan pada tahun 2019–2024, Indonesia akan mengalami kondisi dengan rasio ketergantungan yang akan mengecil, ini dikarenakan penduduk Indonesia akan masuk ke dalam kelompok penduduk usia produktif (15–64 tahun) yang dikenal dengan istilah bonus demografi. Pada saat bonus demografi terjadi, perlu adanya kesiapan penciptaan lapangan kerja. Apabila lapangan kerja yang tersedia dapat menampung angkatan kerja untuk bekerja maka kondisi perekonomian akan meningkat tajam. Namun sebaliknya, jika lapangan kerja yang ada tidak memadai maka angka pengangguran akan sangat besar yang menyebabkan terpuruknya kondisi perekonomian negara. Salah satu indikator tingginya angka pengangguran dapat dilihat dari semakin lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.

2.9. Faktor Waktu Sintasan Mencari Kerja

Mencari kerja merupakan kegiatan yang memerlukan pengeluaran dan akan memberikan penghasilan ketika sudah mendapatkan kerja. Manusia dalam menentukan pilihan tempat kerja akan memikirkan banyak hal untuk pertimbangan. Lama mencari kerja setiap orang berbeda-beda, ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang memengaruhi lamanya seseorang mendapatkan pekerjaan. Job Search

(20)

Theory (JST) menjelaskan bahwa aktivitas mencari kerja merupakan pilih memilih

dari sejumlah tawaran kerja yang dihadapi oleh pencari kerja (McCall, 1970). Agar mendapatkan sejumlah tawaran seseorang perlu masuk ke pasar kerja. Di dalam pasar kerja informasi yang didapatkan tidak sempurna baik itu mengenai informasi tentang upah maupun balas jasa yang ditawarkan sehingga perlu adanya kegiatan mencari agar diperoleh tawaran kerja yang diinginkan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lama mencari kerja adalah : 1. Daerah Tempat Tinggal

Ketersediaan dan jenis tawaran kerja yang berbeda antara perkotaan dan pedesaan memberikan pengaruh terhadap lama mencari kerja. Sodikin (2004) mengatakan sebagaian besar pengangguran terbuka di negara berkembang ada di perkotaan dengan rata-rata pendidikan tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena di pedesaan lebih mudah mendapat pekerjaan karena tawaran kerja yang ada tidak menuntut tingkat pendidikan yang tinggi dan upah di pedesaan jauh lebih rendah dari pada perkotaan. Ini sesuai dengan konsep job search theory yaitu pencari kerja akan mencari kerja sesuai ratio wage yang diharapkan. 2. Pendidikan

Pendidikan merupakan hal penting yang menentukan seseorang untuk memilih pekerjaan. Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan jenis dan upah kerja sesuai dengan pendidikan yang ditamatkan. Biasanya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mengharapkan upah yang lebih tinggi. Hal ini berarti akan semakin sulit untuk menemukan

(21)

pekerjaan yang diinginkan sesuai dengan upah yang diharapkan. Ini dikarenakan tawaran kerja dengan upah yang tinggi terbatas.

3. Jenis Kelamin

Kondisi sosial budaya yang ada di Bali menempatkan perempuan sebagai individu yang mengurus rumah tangga. Kebudayaan yang ada di Provinsi Bali memberikan peran yang lebih banyak kepada perempuan. Hal ini memengaruhi lama mencari kerja perempuan Bali. Peran laki-laki sebagai pencari nafkah juga berlaku di Bali maka akan ada perbedaan lama mencari kerja antara laki-laki dan perempuan yang kemungkinan laki-laki-laki-laki akan lebih singkat mencari kerja.

4. Status Dalam Rumah Tangga

Lama mencari kerja juga dapat dipengaruhi oleh status dalam rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab yang dipikul, seorang yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga akan mencari kerja lebih intensif karena tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga. Konsekuensi dari hal ini maka akan singkatnya masa mencari kerja. Sedangkan anggota rumah tangga lain, akan merasa kebutuhannya sudah dapat dipenuhi oleh kepala rumah tangga. Anggota rumah tangga yang bukan kepala rumah tangga tidak terlalu intensif mencari pekerjaan. Sehingga dapat dibedakan status dalam rumah tangga menjadi dua yaitu kepala rumah tangga dan bukan kepala rumah tangga.

(22)

Beban ekonomi seseorang dapat dilihat dari faktor status kawinnya. Orang yang sudah kawin akan memiliki beban ekonomi yang lebih besar dibanding dengan orang yang belum kawin. Beban ekonomi yang besar akan menyebabkan seseorang lebih intensif mencari kerja sehingga akan cepat medapatkan pekerjaan. Sedangkan orang yang belum kawin biasanya masih ditanggung oleh orang tuanya. Begitu juga dengan orang yang sudah bercerai akan memiliki beban ekonomi yang berbeda-beda. Maka di sini peneliti akan mengkategorikan status perkawinan menjadi tiga yaitu sudah kawin, belum kawin, dan cerai.

6. Pengalaman

Pencari kerja yang tidak berpengalaman mengalami masa yang lebih singkat dalam memperoleh pekerjaan (Salim, 2002). Ini disebabkan karena pencari kerja yang berpengalaman akan lebih selektif memilih pekerjaan dan akan menginginkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya dengan upah yang lebih tinggi. Sehingga dalam penelitian ini dimasukan faktor pengalaman dengan peubah memiliki pengalaman dan tidak memiliki pengalaman.

7. Umur

Peubah umur memberikan pengaruh yang jelas terhadap lama mencari kerja seseorang. Semakin bertambah umurnya seseorang maka akan semakin bertambah keinginan orang tersebut untuk mendapatkan pekerjaan. Apalagi orang tersebut masuk dalam usia produktif, dalam masa ini seseorang berada pada kondisi yang paling baik untuk bekerja.

Gambar

Gambar 2.2. Grafik Data Tersensor (Kleinbaun dan Klein, 2005) X
Gambar 2.3. Fungsi Waktu Sintasan
Gambar 2.4. Konsep Angkatan Kerja Indonesia (BPS, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi tentang kelompok tani di Kampung Rimba Jaya peneliti ingin melihat proses komunikasi dan efektivitas komunikasi kegiatan penyuluh seperti apa yang

Jika

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh simpulan bahwa secara umum kapasitas server STTA masih dikatakan baik dengan rerata 25 pengguna per detik dan rerata nilai kualitas

Akar penyebab dari jenis-jenis cacat yang sudah teridentifikasi dengan metode Five Whys Analysis diantaranya kurangnya pengawasan kerja, tidak ada jadwal

Pola bakteri Gram positif (+) selanjutnya pada pasien infeksi tonsilofaringitis di poli THT-KL RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru adalah Staphylococcus albus sebesar 24,2%, bakteri

Sementara konstanta terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 0.295234 berarti tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

Dengan demikian, terdapat korelasi antara pemberian getah batang jarak cina (Jatropha multifida L.) dengan penurunan panjang luka dan tidak terdapat korelasi antara pemberian