• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Al-Khuli (1982: 157) dalam A dictionary of Theoretical Linguistics

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menurut Al-Khuli (1982: 157) dalam A dictionary of Theoretical Linguistics"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Kemampuan menguasai dan menggunakan bahasa merupakan ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan bahasa, manusia dapat berfikir dan mengkomunikasikan pikirannya. Manusia berinteraksi dengan sesamanya juga dengan menggunakan bahasa. Ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keberadaban pun pada dasarnya dipelajari dan diwariskan dari generasi ke generasi dengan menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, kehidupan manusia sulit berkembang. Tanpa bahasa interaksi dan komunikasi antar manusia menjadi terbatas (Asrori, 2004: 4).

Ilmu tentang bahasa sering disebut dengan ilmu linguistik yaitu ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

Menurut Al-Khuli (1982: 157) dalam A dictionary of Theoretical Linguistics (English-Arabic) linguistik disebut dengan /ilmual-lugati/ adalah:

/’ilmun yabhaśu fī lugati min jamī’i jawānibihā şautiyyati wa al-şarfiyyati wa al-nahwiyyati wa al-mufradatiyyati wa al-dalāliyyati wa al -nafsiyyati wa al-ijtimā’iyyati wa al-mu’jamiyyati wa al-taţbīqiyyati/

‘ilmu yang membahas tentang bahasa dari semua sisinya, yaitu sisi fonologi, morfologi, sintaksis, kosa kata, semantik, psikologi, masyarakat (sosiologi), perkamusan dan kasta-kasta (kelas kata)’.

Bahasa memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Unsur-unsur bahasa tersebut adalah fonem, morfem, kata, kalimat, frase, klausa dan wacana. Salah satu unsur kebahasaan tersebut yaitu wacana adalah unsur bahasa yang akan diteliti oleh penulis.

Menurut Mulyana (2005: 6) tiap kajian wacana akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang ada di bawahnya, seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa, atau kalimat.

(2)

Menurut Kridalaksana (1984: 334) dalam Mulyana (2005: 6) dalam satuan kebahasaan atau hirarki kebahasaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi. Hal ini disebabkan wacana –sebagai satuan gramatikal dan objek kajian linguistik- mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi

Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf hingga karangan utuh. Namun, pada dasarnya wacana juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis (Mulyana, 2005: 1)

Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus. Kata wacana juga dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya (Eriyanto, 2001: 1)

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pertama, pandangan positivisme-empiris. Kedua, pandangan

konstruktivisme. Ketiga, pandangan kritis.

Pandangan kritis adalah teori analisis wacana yang akan dipakai penulis dalam menganalisis penelitian ini. Menurut Eriyanto (2001: 6-7) pandangan kritis menganggap bahwa wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut sebagai analisis wacana kritis /al-tahlilu al-hadiśu al-naqdiyatu/ (Crtical Discourse Analysis). Analisis wacana kritis memiliki beberapa pendekatan dan karakteristik. Namun yang ingin dikaji oleh penulis disini hanya karakteristik analisis wacana kritis saja yang terdiri dari lima bagian yaitu: tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi.

(3)

Di dalam analisis wacana kritis, Eriyanto mengatakan bahwa wacana tidak dipahami sebagai studi bahasa semata, melainkan sebagai faktor penting bahwa bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat. Eriyanto juga menggambarkan karakteristik analisis wacana kritis secara spesifik dan mudah dipahami sehingga menjadi salah satu nilai plus tersendiri dibandingkan dengan analisis wacana kritis yang ditulis oleh penulis lain seperti Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips dalam bukunya Analisis Wacana Teori dan Metode. Ataupun dalam buku Teori dan Analisis Wacana karya Tengku Silvana Sinar.

Penulis tertarik untuk meneliti sebuah novel dengan teori analisis wacana kritis karena melalui analisis wacana kritis penulis dapat meneliti sebuah karya sastra dengan memakai teori kebahasaan/linguistik tanpa menghilangkan karakteristik karya sastra ataupun bahasa itu sendiri. Analisis wacana kritis juga dapat menghubungkan konsep ilmu linguistik dan ilmu sosial yang dapat ditelaah secara bersama-sama tanpa memisahkan konsep ilmu masing-masing. Maka dari itu penulis tertarik untuk menganalisis karakteristik wacana secara kritis di dalam novel

/wa nasītu annī imra`ah/ ‘Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ dengan memakai teori

Fairlough dan Wodak yaitu teori analisis wacana kritis yang terdapat dalam buku Eriyanto karena di dalam novel ini terdapat karakteristik analisis wacana kritis. Di samping itu, kajian tentang analisis wacana kritis belum pernah dilakukan di Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Adapun novel yang akan diteliti adalah novel yang berjudul :

/wa nasītu annī imra`ah/ ‘Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus yang diterbitkan pada tahun 1998 di Kairo. Novel ini terdiri dari sepuluh bab dan 186 halaman yang digunakan sebagai data primer. Sebagai data pendukung penulis juga menyertakan terjemahan dari novel tersebut yang

(4)

berjudul ”Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” yang diterjemahkan oleh Syahid Widi Nugroho yang berjumlah sepuluh bab dan 248 halaman.

Dalam novel ini diceritakan mengenai kisah seorang wanita keturunan Mesir bernama Suad yang semenjak kecil telah menunjukkan kemandiriannya sebagai seorang wanita yang ingin memperoleh hak yang sama dengan pria dalam hal memperoleh pendidikan dan beraktifitas. Ia adalah seorang wanita yang berhasil menggapai ambisinya menjadi seorang politisi sukses. Tentunya hal ini sangat menarik karena latar yang diambil adalah Mesir pada tahun 1930 sampai 1970 an dan dapat dilihat pada saat itu latar belakang politik dan sosialnya yang masih konservatif dan menjadikannya sebuah fenomena baru dalam isu kesetaraan gender. Namun, dibalik kesuksesannya yang cemerlang dalam karir politik, kehidupan rumah tangganya dua kali menghadapi kegagalan. Bahkan anak tunggalnya, Faizah, lebih akrab dengan ibu tirinya. Ia dicap sebagai wanita yang berhasil dalam karir politik dan pemerintahan namun gagal dalam rumah tangga. Berbagai tuduhan tersebut membuatnya menenggelamkan diri dalam berbagai kesibukan politiknya.

Namun, justru hal inilah yang menarik peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang karakteristik cerita dalam novel ini. Dibalik kegagalan rumah tangganya, Suad adalah seorang wanita yang memberikan inspirasi dan contoh bagi perjuangan wanita yang bertindak dalam melawan dominasi pria di sekelilingnya. Salah satu yang paling menarik menurut peneliti adalah novel ini menggambarkan tentang sejarah, ideologi dan kekuasaan yang terangkum dalam sebuah kisah dari seorang perempuan yang hidup pada masa diskriminasi terhadap hak asasi manusia.

1.2 Batasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak menyimpang dari pembahasan yang dikehendaki, maka penulis membuat batasan masalah yaitu bagaimanakah karakteristik tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi dalam novel /wa nasītu

(5)

annī imra`ah/ ‘Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus berdasarkan analisis wacana kritis yang diambil dari buku karangan Eriyanto.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi dalam novel /wa nasītu annī imra`ah/ ‘Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus berdasakan analisis wacana kritis yang diambil dari buku karangan Eriyanto .

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menambah referensi ilmu Bahasa khususnya tentang analisis wacana

kritis di Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara.

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran pada mahasiswa agar mengetahui

lebih banyak mengenai novel /wa nasītu annī

imra`ah/ ’Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus khususnya tentang analisis wacana kritis yang terdapat di dalamnya.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang nilai-nilai feminisme sastra dalam novel /wa nasītu annī imra`ah/ ’Aku Lupa

Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research ) dengan menggunakan analisis Deskriktif yaitu prosedur pemecahan masalah yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengklasifikasikan, dan

(6)

mendeskripsikan data dalam fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa sebuah novel yang berjudul /wa nasîtu annî imra´ah/ ”Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” karya Ihsan Abdul Qudus. Sebagai data pendukung penulis juga menyertakan terjemahan dari novel tersebut yang berjudul ”Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan” yang diterjemahkan oleh Syahid Widi Nugroho yang berjumlah sepuluh bab dan 248 halaman. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan diteliti oleh penulis.

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan oleh penulis adalah berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P&K RI No. 158 tahun 1987 dan No. 0543/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

Adapun tahapan dari metode penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan dan mengidentifikasi data-data serta literatur yang dianggap berhubungan dengan analisis wacana kritis pada novel

/wa nasîtu annî imra´ah/ ’Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus.

2. Menganalisis dan mengklasifikasikan data-data dalam novel

/wa nasîitu annîi imra´ah/ ’Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan’ karya Ihsan Abdul Qudus berdasarkan teori analisis wacana kritis.

3. Menguraikan data-data dan literatur serta menyusunnya secara sistematis dalam bentuk laporan awal.

4. Mendeskripsikan data-data dan hasil laporan awal lalu menyusunnya kembali secara sistematis dalam bentuk laporan akhir yaitu skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Secara sederhana, PTK dapat diartikan sebagai penelitian tindakan (action research) yang dilakukan kualitas dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah siswa yang diajar dengan menggunakan Think Pair Share TPS lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan strategi