• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH

KABUPATEN BERAU

TAHUN : 2002 NOMOR : 37

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2002

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN BERAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi pada angka III, point 2 (d) menyebutkan bahwa apabila keseluruhan Peraturan Pemerintah belum diterbitkan sampai dengan akhir Desember 2000, Daerah yang mempunyai kesanggupan penuh untuk menyelenggarakan otonomi diberikan kesempatan untuk menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur pelaksanaannya ;

b. bahwa sesuai dengan Surat Mahkamah Agung RI Nomor : WKMA/17/IV/2002, tanggal 10 April 2002 dan ditindaklanjuti dengan Surat Bupati Berau Nomor : 180/101/HK/2002, memohon kepada Ibu Presiden R.I. agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet ;

(2)

c. bahwa urusan pengelolaan dan pengusahaan goa sarang burung walet merupakan salah satu urusan pemerintahan dibidang kehutanan yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 Jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002, tanggal 20 Pebruari 2002.

d. bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Berau bersama - sama DPRD dan aparat keamanan berkewajiban untuk menjaga ketentraman, keamanan dan ketertiban khususnya di lokasi goa sarang burung walet di Kabupaten Berau ;

e. bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD memprioritaskan pengelolaan kepada penemu, ahli waris penemu atau pihak lain yang memperoleh pengalihan hak ;

f. bahwa untuk maksud tersebut di atas, maka dipandang perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Berau.

Mengingat : 1. Pasal 33 ayat (3) Undan - Undang Dasar 1945 ;

2. Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ;

3. Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi daerah; 4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 ( Lembaran

Negara Tahun 1959 Nomor 72) tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan ( Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9 ) Sebagai Undang-undang;

(3)

5. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043 ) ;

6. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809);

7. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

8. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 41 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

9. Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 10. Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 11. Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888 ) ;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang Kehutanan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara 3769) ;

(4)

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3803 ) ;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 ) ; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090 ) ; 16. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Berau

Nomor 08 Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Berau.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BERAU

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN BERAU.

BAB I KETENTUAN UMUM

(5)

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Berau;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Berau ;

d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Kabupaten Berau;

e. Izin adalah izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet yang diterbitkan oleh Bupati Berau;

f. Burung Walet adalah satwa liar yang termasuk marga Collocalia, yaitu collocalia fuchiaphaga, collocalia maxima, collocalia esculenta dan collo calia linchi;

g. Pengelolaan burung walet adalah rangkaian pemeliharaan habitat dan pengendalian populasi burung walet di habitat alami dan diluar habitat alami;

h. Pengusahaan sarang burung walet adalah bentuk kegiatan pengambilan sarang burung walet di habitat alami dan diluar habitat alami;

i. Kawasan Hutan Negara adalah Kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

j. Lokasi adalah suatu kawasan / tempat tertentu di mana terdapat sarang burung walet baik pada habitat alami maupun diluar habitat alami;

(6)

k. Kawasan Pelestarian Alam adalah Kawasan dengan ciri Khas tertentu baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya;

l. Kawasan Suaka Alam adalah Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat, maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan;

m. Penemu Goa Sarang Burung Walet adalah seseorang atau sekelompok orang yang diakui oleh masyarakat sekitar sebagai penemu gua sarang burung walet;

n. Kawasan Konservasi adalah kawasan yang dilindungi atau dilestarikan.

o. Pengelola adalah orang atau badan hukum yang memperoleh izin pengelolaan Sarang Burung Walet.

BAB II

LOKASI SARANG BURUNG WALET Pasal 2

(1) Lokasi Sarang Burung Walet berada di : a. Habitat Alami;

b. Diluar Habitat Alami;

(2) Sarang Burung Walet yang berada di Habitat Alami adalah di kawasan hutan;

(7)

(3) Sarang Burung Walet yang berada diluar habitat alami meliputi :

a. Bangunan; b. Rumah / Gedung.

Pasal 3

(1) Goa - Goa Sarang Burung Walet yang terbentuk secara alami dalam Daerah ini dikuasai dan diatur oleh Pemerintah Daerah ;

(2) Bangunan rumah / gedung atau fasilitas lainnya yang dibuat untuk budidaya Sarang Burung Walet harus mendapat izin Kepala Daerah ;

BAB III

PENEMUAN GOA SARANG BURUNG WALET Pasal 4

Bagi Penemu Goa Sarang Burung Walet baru, wajib didaftarkan kepada Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak penemuan Goa Sarang Burung Walet melalui Kepala Kampung setempat dengan bukti dan saksi - saksi, selanjutnya Kepala Kampung menerbitkan Surat Keterangan Penemuan Goa Sarang Burung Walet yang diketahui oleh Camat setempat.

Pasal 5

(1) Apabila terjadi sengketa Goa Sarang Burung Walet, maka yang diakui adalah hasil Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan / atau kesepakatan tertulis para pihak ;

(8)

(2) Goa - Goa Sarang Burung Walet yang disengketakan atau dinyatakan sengketa oleh Pemerintah Daerah, pengelolaan dan pengusahaannya dikuasai dan diatur oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 6

(1) Pengelolaan dan Pengusahaan Goa Sarang Burung Walet diprioritaskan kepada penemu, ahli waris penemu atau pihak lain yang memperoleh pengalihan hak ;

(2) Pengelolaan dan Pengusahaan Goa Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat bekerja sama atau menyerahkan hak pengelolaannya kepada pihak lain ;

(3) Penyerahan hak Pengelolaan dan Pengusahaan Goa Sarang Burung Walet harus mendapat persetujuan Kepala Daerah ;

BAB IV

PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET Pasal 7

(1) Untuk mendapatkan izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada Pasal 6, penemu, ahli waris penemu atau orang lain yang memperoleh pengalihan hak harus mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah dengan melampirkan :

(9)

a. Proposal / permohonan pengusahaan Sarang Burung Walet;

b. Rekomendasi dari perangkat daerah berdasarkan Berita Acara hasil pemeriksaan teknis lokasi pengusahaan Sarang Burung Walet ;

c. Surat Pernyataan bahwa Pemohon akan mempekerjakan masyarakat setempat yang diketahui Kepala Kampung / Lurah ;

d. Surat Pernyataan bahwa dalam mengelola dan mengusahakan Sarang Burung Walet yang bersangkutan berkewajiban melestarikan burung walet sehingga populasinya dapat ditingkatkan ;

e. Khusus pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet diluar habitat alami harus dilengkapi Izin Gangguan (HO) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

f. Aspek Sosial Ekonomi dari Pemerintah Daerah.

(2) Ijin pengelolaan dan pengusahaan goa Sarang Burung Walet diberikan dan berlaku selama 1 (satu) tahun ;

(3) Untuk memperpanjang izin dapat diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya izin berakhir ;

Pasal 8

(1) Kepada pengelola goa Sarang Burung Walet diwajibkan memberikan konstribusi kepada Daerah sebesar 15 % (lima belas persen) dari hasil pemetikan Sarang Burung Walet ;

(10)

(2) Besarnya kontribusi sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan oleh Tim Taksasi yang dibentuk oleh Kepala Daerah ; (3) Hasil kontribusi sebagaimana dalam ayat (1) disetor

ke Kas Daerah Kabupaten Berau melalui Dinas Pendapatan Kabupaten Berau.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9

(1) Pengelola Goa Sarang Burung berhak melakukan pemetikan sarang burung untuk masa petik sesuai dengan izin yang diberikan oleh Kepala Daerah;

(2) Pemetikan Sarang Burung hanya boleh dilakukan maksimal 4 (empat) kali musim petik dalam 1 (satu) tahun, yaitu 3 (tiga) kali Panen rampasan (sebelum sarang burung berisi telur) dan 1 (satu) kali setelah anak burung bisa terbang;

(3) Pemetikan Sarang Burung Walet, baik jenis hitam maupun putih dilakukan setelah berumur 45 (empat puluh lima) hari.

Pasal 10

(1) Pemegang izin Pengelola Goa Sarang Burung berkewajiban menggunakan tenaga kerja setempat;

(2) Pemegang izin Pengelola Goa Sarang Burung berkewajiban melaporkan kegiatan Pengelolaan Goa Sarang Burung pada setiap pemetikan kepada Kepala Daerah ;

(11)

(3) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah;

(4) Sebelum melakukan Pemetikan Sarang Burung Walet terlebih dahulu mendapat Izin Pemetikan dari Kepala Daerah ;

(5) Setelah kegiatan Pemetikan selesai harus dibuatkan Berita Acara yang diketahui petugas dari Pemerintah Daerah dan Instansi Teknis, serta menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah.

Pasal 11

Untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga populasi Burung Walet pengambilan / pemanenan Sarang Burung Walet, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pada fase panen ke 4 dilaksanakan setelah anakan

Burung Walet meninggalkan sarangnya; b. Sarang Burung Walet sedang tidak berisi telur; c. Dilakukan pada siang hari;

d. Tidak mengganggu Burung Walet yang sedang mengeram;

e. Dalam hal Sarang Burung Walet berada di Hutan Produksi, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam agar memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB VI

(12)

Pasal 12

(1) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Goa Sarang Burung Walet dilakukan oleh Kepala Daerah atau Instansi yang berwenang ;

(2) Dalam upaya intensifikasi pembinaan dan pengawasan Kepala Daerah dapat membentuk Tim Pembina dan Pengawasan Goa Sarang Burung dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB VII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 13

Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 9, 10 dan 11 dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin.

BAB VIII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 14

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil bertugas dan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana pelanggaran atas ketentuan - ketentuan dalam Peraturan Daerah yang berlaku dalam wilayah hukum ditempat Penyidik ditempatkan ; (2) Dalam melakukan tugas Penyidik sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang :

(13)

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksaan ; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari

kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal diri Tersangka ;

d. Melakukan penyitaan benda dan / atau surat ; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

Tersangka;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau saksi ;

g. Mendatangkan orang ahli yang dibutuhkan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

i. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Kepolisian Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Kejaksaan Negeri kepada Tersangka atau keluarganya ;

j. Mengadakan tindakan lainnya menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(14)

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 15

(1) Pelanggaran terhadap Pasal 8 diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) ;

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16

(1) Segala Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pengelolaan dan pengusahaan Goa Sarang Burung Walet ditetapkan, maka segala ketentuan yang berhubungan dengan perjanjian kerjasama dan perijinan yang ada harus berdasarkan Peraturan Daerah ini ;

(2) Jika Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) telah diterbitkan, maka Peraturan Daerah ini harus disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah dimaksud ;

BAB XI

(15)

Pasal 17

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah;

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Berau.

Disahkan di Tanjung Redeb Pada tanggal 23 Mei 2002

BUPATI BERAU, ttd

Drs. H. MASDJUNI. Diundangkan di Tanjung Redeb

Pada tanggal 7 Juni 2002 SEKRETARIS DAERAH,

ttd

Drs. H. SYARWANI SYUKUR. PEMBINA UTAMA MUDA

NIP. 010055469

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN 2002 NOMOR : 37

Referensi

Dokumen terkait

Metode inverse telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dengan penggabungan BEM dan genetic algorithm (GA) untuk keperluan deteksi korosi beton bertulang (Ridha et. Metode

Latar belakang masalah penelitian ini terdapat kesalahan berbahasa pada penulisan surat dinas di instansi-instansi salah satunya yaitu di sekolah. Tujuan penelitian

Berdasarkan uji chi square tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kontaminasi deterjen pada air minum isi ulang di DAMIU di Kabupaten

Apabila seluruh atau sebagian Hakim Konstitusi menerima atau mengabulkan permohonan perkara 53/PUU-XIV/2016 dan perkara 73/PUU-XIV/2016 dimana kedua permohonan

Dalam hal ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh bimbingan kelompok untuk meningkatkan kreativitas dalam memecahkan masalah siswa maka data yang hendak di uji adalah data hasil

c. Menerapkan persamaan kalor pada persoalan yang sesuai. Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu akibat pemberian kalor.. Merumuskan kesimpulan terhadap

Dari eksperiment juga diketahui bahwa untuk motor listrik dengan daya kecil seperti yang dipakai di laboratorium, perhitungan daya mekanis yang biasanya dilakukan

Berdasarkan hasil penghitungan rasio segregasi pada tanaman populasi A terhadap 41 marka RAPD yang berfenotipe sama pada tetua betina dan tetua jantan dapat