• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum

DALAM PERJANJIAN WARALABA

Anik Tri Haryani1)

1Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

Abstrak

Pembangunan di bidang ekonomi masih merupakan agenda utama bangsa Indonesia untuk setiap tahunnya mengingat dampak dari pembangunan ekonomi ini akan mempengaruhi semua bidang kehidupan. Sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengajak masyarakat untuk mendirikan lapangan kerja baru dengan berwirausaha. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya adalah bisa melalui waralaba (franchise). Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk perlindungan hukum HaKI dalam perjanjian waralaba dan upaya hukum apakah yang dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian waralaba. Metode penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain, termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Upaya hukum yang bisa dilakukan para pihak jika terjadi wanprestasi adalah dengan cara Arbiterase suatu bentuk tata cara damai yang sesuai atau sebagai penyediaan dengan cara bagaimana menyelesaikan sengketa yang timbul sehingga mencapai suatu hasil tertentu yang secara hukum final dan mengikat.

Kata kunci : perlindungan hukum, HaKI, waralaba

Abstract

Economic development is still the main agenda of the Indonesian nation for every year as the impact of this economic development will affect all areas of life. As one of the government's efforts to realize it is to invite the community to establish new employment with entrepreneurship. One effort that can be done by the perpetrators of SMEs to expand their business is able through franchise (franchise). Franchising is essentially a marketing concept in order to expand the business network quickly. The problem in this research

(2)

LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan di bidang ekonomi masih merupakan agenda utama bangsa Indonesia untuk setiap tahunnya mengingat dampak dari pembangunan ekonomi ini akan mempengaruhi semua bidang kehidupan. Keberhasilan pembangunan bidang ekonomi akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan akan berdampak pula pada bidang kehidupan yang lain seperti kesehatan, pendidikan, politik juga pertahanan dan keamanan bangsa. Sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengajak masyarakat untuk mendirikan lapangan kerja baru dengan berwirausaha.

Banyak sekali wirausahawan Indonesia yang sukses menjalankan usahanya namun masih belum semua masyarakat Indonesia mengikuti jejak wirausaha sukses tersebut karena jiwa wirausaha belum dimiliki masyarakat kita. Sebenarnya banyak sekali usaha mikro kecil menengah yang sudah dijalankan oleh masyarakat namun kebanyakan dari mereka belum mampu mengembangkan usahanya karena terdapat beberapa kendala

dalam hal pemasaran maupun permodalan. Oleh karena itu perlu adanya upaya dari pemerintah untuk mendukung usaha UMKM agar lebih maju dan berkembang.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya adalah bisa melalui waralaba (franchise). Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Waralaba bukanlah sebuah alternatif melainkan salah satu cara yang sama kuatnya dan strategisnya dengan cara konvensional dalam mengembangkan usaha. Bahkan sistem waralaba dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, sumber daya manusia (SDM) dan manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan penerima waralaba.1

Pengembangan usaha bisnis khususnya yang menyangkut dengan perluasan areal usaha, penyebaran produk maupun marketing

1 Majalah Info Franchise, www.majalahfranchise.

com, diakses 15 Maret 2017.

is how the form of protection of the intellectual law in the franchise agreement and the legal effort whether done in case of wanprestasi in franchise agreement. This method of writing uses the juridical method of normative statute approach (statute approach) and conceptual approach (conceptual approach). The franchise agreement is one of the aspects of legal protection to the parties from the act of harming the other party, including in providing legal protection to Intellectual Property Rights. This is because the agreement can be a strong legal basis for enforcing legal protection for the parties involved in the franchise system. If either party breaches the contents of the agreement, then the other party may sue the infringing party in accordance with applicable law. The legal remedies which the parties may make in the event of default are by means of an Arbiterage of an appropriate form of peaceful or as a provision by how to resolve the dispute arising in order to achieve a certain result which is final and binding.

(3)

dapat juga diwujudkan lewat pemberlakuan kontrak franchise, terhadapnya banyak mengandung unsur-unsur perjanjian lisensi, disamping itu juga terhadapnya banyak pengandung unsur-unsur distribusi, selebihnya adalah kombinasi antara perjanjian kerja, keagenan dan jual-beli.2

Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyebutkan dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha dengan konsep waralaba di seluruh Indonesia, maka perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai pemberi waralaba nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. Waralaba bukanlah suatu industri baru bagi Indonesia, legalitas yuridisnya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba, yang disusul dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan ini kemudian dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyebutkan bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan

2 Munir Fuady, Hukum Kontrak, dari sudut

Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung , 1999, hlm. 174.

atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/ atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Pasal 3 menegaskan bahwa salah satu kriteria waralaba adalah Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar, yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar tersebut adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa HaKI dalam waralaba merupakan unsur yang terpenting, mengingat apabila suatu usaha waralaba tidak memilki HaKI tertentu maka dapat dipastikan usaha tersebut bukanlah waralaba, Dengan demikian HaKI dalam waralaba harus mendapatkan perlindungan hukum, agar pemilik HaKI merasa nyaman dan tenang dalam mengembangkan usahanya melalui waralaba.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum HaKI dalam perjanjian waralaba?

2. Upaya hukum apakah yang dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian waralaba ?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan yaitu : a. Menganalisis dan menjelaskan bentuk

(4)

perjanjian waralaba.

b. Menganalisis upaya hukum yang dil-akukan jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian waralaba.

Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :

1. Mengetahui dan mengkaji bentuk per-lindungan hukum HaKI dalam perjanjian waralaba.

2. Mengetahui dan mengkaji upaya hukum yang dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian waralaba.

Secara praktis penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi praktisi, mahasiswa maupun masyarakat terutama pelaku UMKM tentang perlindungan HaKI dalam perjanjian waralaba di Indonesia yang sekarang ini sedang menjamur di Indonesia. METODE PENELITIAN

Pendekatan Masalah

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.3 Fakta yang ada dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan yang masih berlaku. Memahami kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara

undang-3 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 93.

undang dengan permasalahan hukum yang dihadapi. Undang-undang dan regulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang dan semua peraturan yang berhubungan dengan waralaba yaitu Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba juga Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Kemudian setelah metode pendekatan undang-undang (statute approach) digunakan, selanjutnya yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.4 Dalam penulisan ini, pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan adalah pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam hukum kekayaan intelektual dan waralaba.

Bahan Hukum

Untuk memecahkan suatu rumusan masalah, diperlukan adanya sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai kekuasaan.5 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan,

4 Ibid., hlm. 95. 5 Ibid.. hlm. 141

(5)

dan putusan-putusan hakim.6 Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini, antara lain Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba dan peraturan mengenai HaKI.

Selain menggunakan bahan-bahan hukum primer, penelitian ini juga menggunakan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.7 Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, serta komentar-komentar para ahli atas putusan pengadilan. Terutama yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual dan waralaba. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Prosedur pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan kategorisasi. Sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dikategorikan. Selanjutnya, sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dikategorikan tersebut berdasarkan cara studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari pendapat para ahli yang tertuang dalam buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan majalah hukum. Apabila berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahas dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan.

6 Ibid 7 Ibid.

Analisa Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, semua bahan hukum, baik sumber bahan hukum primer maupun sumber bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menganalisis ketentuan-ketentuan hukum sebagai suatu hal yang umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlindungan HaKI dalam perjanjian waralaba.

Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan/atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HaKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.8

Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan/atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. 8 http/www.Wikipedia.com, diakses 13 April

(6)

Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan system pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor  kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai kesepakatan.9

Sistem bisnis franchise melibatkan dua belah pihak Franchisor yaitu pemilik merek dagang dan sistem bisnis yang terbukti sukses. Franchisor merupakan pemilik produk, jasa atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu yang biasa telah dipatenkan, franchisor juga memberikan bantuan teknis dan operasional selama kedua belah pihak diikat oleh perjanjian (on going assistance), Franchisee yaitu pihak yang memperoleh hak (izin) menggunakan merek dagang dan sistem bisnis yaitu, perorangan atau pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor untuk menjadi franchisee, dengan memberikan imbalan berupa uang jaminan awal (fee) kepada franchisor dan Royalti (imbalan “bagi hasil” terus menerus) serta keduanya bersepakat melakukan kerjasama saling menguntungkan, dengan berbagai persyaratan yang disetujui dan dituangkan dalam perjanjian kontrak yang disebut Franchise Agreement atau Perjanjian Franchise.10

Berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia, pengertian waralaba terdapat dalam pasal 1 angka 1 PP No 40 Tahun 2007. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan 9 Anonymous, Bisnis Waralaba Indonesia

(Franchise News, 3 Oktober 2006 dalam Andrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 6

10 Basarah dan Mufidin, Bisnis Franchise

dan Aspek-aspek Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung. 2008, hlm. 46

intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan/atau jasa. Dari pengertian waralaba tersebut, dapat dirumuskan unsur-unsur waralaba, yakni:11 1. Adanya perikatan;

2. Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan;

3. Adanya objek; yaitu hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas usaha;

4. Adanya imbalan atau jasa;

5. Adanya persyaratan dan penjualan barang Ada beberapa unsur penting yang terdapat dalam waralaba berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu:

a. Waralaba adalah hak khusus yang merupa-kan suatu Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh seseorang dan atau badan hukum tertentu;

b. Waralaba diselenggarakan atas dasar perjanjian.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyebutkan bahwa Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. memiliki ciri khas usaha;

b. terbukti sudah memberikan keuntungan; c. memiliki standar atas pelayanan dan

barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;

d. mudah diajarkan dan diaplikasikan; e. adanya dukungan yang berkesinambungan;

dan

(7)

f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut: a. Franchisor yaitu pihak pemilik/produsen

dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eklslusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu. b. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak

ekslusif itu dari franchisor.

c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari franchisor kepada franchisee.

d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area di mana franchisee diberikan hak untuk beroperasi di wilayah tertentu. Contoh: hanya diperbolehkan untuk beroperasi di Pulau Jawa.

e. Adanya imbal - prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Initial Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. f. Adanya standar mutu yang ditetapkan

oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu.

g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan ketrampilan. 12

Dari sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan secara khusus

12 Lathifah Hanim, Perlindungan Hukum Haki

Dalam Perjanjian Waralaba Di Indonesia, Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus 2011,UNISSULA, Semarang

kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum franchise adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep Franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Waralaba berasal dari kata "wara" yang berarti lebih atau istimewa dan "laba" berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Lebih lanjut Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk/jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba), yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu.13

Terdapatnya unsur hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai bagian terpenting dari waralaba dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yang menekankan waralaba sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangkai memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.14 13 Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba,

Jurnalindo Aksara, Grafika, Jakarta, 1996 hlm. 3.

14 Pasal 1 butir 1 Peraturan

(8)

Lebih lanjut Pasal 3 menegaskan bahwa salah satu kriteria waralaba adalah Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar, yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar tersebut adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba ditegaskan bahwa "Waralaba (franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut di atas dapat di pahami bahwa di Indonesia Hak Kekayaan Intelektual merupakan unsur inti dari waralaba, suatu bisnis tidak akan mungkin diwaralabakan apabila tidak mengandung unsur Hak Kekayaan Intelektual.15

Waralaba dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara bersama-sama dua jenis Hak Kekayaan

15 Peraturan Menteri Perdagangan No.

12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha.

Intelektual tertentu, yaitu Merek (termasuk merek dagang, merek jasa dan indikasi asal) dan Rahasia Dagang. Hak pemanfaatan dan penggunaan kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hal Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusian barang.16

Menurut Suryono Ekotama, bisnis Franchise berbeda dibanding bisnis lainnya. Bisnis Franchise tidak sekedar berjualan produk. Bisnis Franchise itu berjualan Hak Atas Kekayaan Intelektual. Hal ini merupakan salah satu keunggulan bisnis Franchise, sehingga tidak mudah ditiru oleh pelaku bisnis lain. Di pasaran saat ini banyak produk yang satu sama lain mirip tetapi kualitas dan produsennya berbeda. Pemilik produk yang asli tidak dapat berbuat banyak karena tidak memiliki instrumen apapun untuk mempertahankan eksistensi produknya. Disinilah peran penting Hak Atas Kekayaan Intelektual yang melindungi pemilik produk atau bisnis aslinya supaya tetap dapat berproduksi atau melakukan bisnisnya secara eksklusif.17

16 Yohanes Heidy Purnama, Salam Frinchise.

com, 1 Maret 2008, hlm 96

17 Suryono Ekotama, Cara Gampang Bikin Bisnis

Franchise, cetakan I, Malpress (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2008, hlm.57

(9)

Sedangkan dari sudut pandang hukum Waralaba adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Dari segi hukum Waralaba melibatkan bidang-bidang hukum perjanjian, khususnya perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum tentang nama perniagaan, merek, paten, model dan desain. Bidang-bidang hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan bidang hukum tentang hak milik intelektual (intelectual property right).18

Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain, termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana Perjanjian Waralaba di atas, dapat diketahui bahwa Perjanjian tersebut telah mengatur tentang perlindungan HaKI secara spesifik, yakni dengan memperjanjikan batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh franchisee, yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari pemberi waralaba.

18 Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise

dan Perusahaan Trans Nasional, Bandung , Citra Aditya Bhakti, 1995, hlm 21-22.

Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Waralaba.

Bentuk perlindungan atau sarana perlindungan hukum bagi para pihak dalam bisnis waralaba tidak diatur secara mengkhusus dalam satu peraturan perundangan, melainkan umumnya ditentukan dalam perjanjian waralaba yang merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh franchisor dan dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam perjanjian waralaba (Pasal 1320 KUH Perdata)19. Apabila pasal 1320 KUH Perdata tersebut telah dipenuhi, maka kekuatan dari perjanjian tersebut adalah wajib diberlakukan seperti undang-undang (memiliki kekuatan memaksa), serta harus dijalankan dengan itikad baik.20 Perjanjian dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai keempat. Rumusan tentang perjanjian dapat dijumpai di dalam Pasal 1313 KUHPer yang menyebutkan bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Adanya permasalahan yang timbul antara Franchisee dan Franchisor perjanjian waralaba dapat terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya. Ketentuan

19 Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan:

“untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

(10)

Pasal 1236 dan Pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi perikatanya, maka pihak kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga atas dasar keterlambatan prestasi harus didahului dengan somasi. 21

Menurut Gunawan Widjaja, bahwa bila terdapat suatu sengketa atau perselisihan maka sebelum mengambil suatu tindakan tertentu sebaiknya pertama-tama perlu diidentifikasi masalah pokok, menetapkan pihak mana atau siapa yang dapat dibebani tanggung jawab dengan meneliti statusnya dengan memperhatikan hubungan hukum yang ada baik berdasarkan perjanjian atau kontrak (bila ada) atau karena sebab yang ditentukan oleh Undang-Undang.22

Wanprestasi adalah saat di mana salah satu pihak dianggap telah gagal dalam menjalankan kewajibannya berdasarkan perjanjian ini. Dalam hal terjadi wanprestasi, pihak yang diciderai janjinya berhak menuntut pemenuhan kewajiban oleh pihak yang melakukan wanprestasi ataupun meminta pembatalan perjanjian ini.

Pasal 1238 KUHPerdata menentukan bahwa, debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Adapun unsur-unsur dari kelalaian yaitu debitur sama sekali tidak

21 J. Satrio, HukumPerikatan, Alumni, Bandung

, 1993, hlm.144.

22 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam

Bisnis, Cetakan I, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm.89-90.

berprestasi, debitur keliru berprestasi, dan debitur terlambat berprestasi.

Jika salah satu pihak dalam perjanjian waralaba (franchise) melakukan wan prestasi maka sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk perdamaian dan jika musyawarah tidak dicapai kesepakatan maka dapat dilakukan melalui pengadilan.

Perjanjian kerjasama dalam bisnis waralaba menggunakan perjanjian tertulis. Ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata hanya menetapkan, bahwa tuntutan ganti rugi yang muncul sebagai akibat prestasi yang terlambat, harus didahului dengan somasi. Dalam konteks penelitian dan penulisan jurnal ini, pola penyelesaian ditempuh hanya negosiasi yang dilakukan kedua belah pihak.

Kekuatan hukum negosiasi terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan syarat sahnya perjanjian, Pasal 1338 KUHPerdata menentukan bahwa semua persetujuan yang dibuat berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, dan Pasal1365 KUHPerdata menentukan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, dan mewajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba bahwa perjanjian waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi penerima waralaba utama untuk membuat perjanjian waralaba lanjutan. Sedangkan jangka waktu perjanjian waralaba antara pemberi waralaba (Franchisor) dengan penerima waralaba (Franchisee)

(11)

utama berlaku paling sedikit 10 (sepuluh) tahun. Jangka waktu perjanjian waralaba antara penerima waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan berlaku paling sedikit 5 (lima) tahun. Apabila Franchisor menghentikan kegiatan usaha Franchise dengan alasan bahwa usaha tersebut masih dalam persengketaan menyangkut merek antara Franchisor dengan pihak lain, maka selama masih dalam persengketaan kegiatan usaha Franchise baik Franchisor maupun Franchisee dihentikan untuk sementara waktu. Jelas hal ini merugikan Franchisee karena tidak dapat beroperasi padahal Franchisee dalam hal ini tidak bersalah. Franchisee tidak dapat dipersalahkan ataupun dituntut berkaitan dengan penggunaan merek yang dipersengketakan melainkan Franchisee tetap berhak menggunakan merek dan menjalankan usahanya sebagai konsekuensi dari adanya lisensi sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian dan gugatan sepenuhnya dalam hal ini ditujukan kepada Franchisor yang kemudian diproses lewat pengadilan atau dengan kata lain persengketaan merek tidak membuat perjanjian ikut berakhir. Jika proses pengadilan diputuskan bahwa pihak Franchisor bersalah dan dibatalkan pemilikan mereknya maka Franchisee berhak menarik kembali bagian dari loyalti yang telah dibayarkan sekaligus dari Franchisor untuk kemudian diserahkan kepada pemilik merek yang memenangkan gugatan. Begitu pula dengan uang muka yang telah dibayarkan berhak untuk ditarik kembali dan diserahkan kepada pihak Franchisor yang menang dalam gugatan. Perjanjian Franchise yang telah dibuat, tetap berlaku selama sisa jangka waktu perjanjian dan kewajiban Franchisee beralih kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan tersebut.

Berdasarkan perjanjian lisensi dimiliki, Franchisee tetap mempunyai hak melaksanakannya walaupun di dalam masa perjanjian tersebut terdapat sengketa mengenai merek Franchise yang bersangkutan. Perjanjian Franchise tidak akan berakhir dan Franchise tidak menanggung beban apapun atas persengketaan tersebut.

Pasal 17 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Penghentian semua perbuatan menggunakan Rahasia Dagangjika Mitra kerjasamanya melakukan pelanggaran tidak secara semata-mata melakukan pemutusan hubungan kontrak/ perjanjian kerjasama atau penghentian semua kegiatan atau perbuatan usaha waralaba, akan tetapi demi untuk tetap mempertahankan kualitas resep yang dimilikinya masih memberikan alternatif kepada penerima waralaba yang telah diputus kontraknya untuk tetap menggunakan bahan baku yang diproduksi oleh pemilik waralaba.23

KESIMPULAN

a. Berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia, pengertian waralaba terdapat dalam pasal 1 angka 1 PP No 40 Tahun 2007. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan/atau jasa. dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/ Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba ditegaskan bahwa 23 Ibid, hlm.105

(12)

“Waralaba (franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut di atas dapat di pahami bahwa di Indonesia Hak Kekayaan Intelektual merupakan unsur inti dari waralaba, suatu bisnis tidak akan mungkin diwaralabakan apabila tidak mengandung unsur Hak Kekayaan Intelektual. Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain, termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

b. Adanya permasalahan yang timbul antara Franchisee dan Franchisor perjanjian waralaba dapat terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada

unsur salah padanya. Ketentuan Pasal 1236 dan Pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi perikatanya, maka pihak kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga atas dasar keterlambatan prestasi harus didahului dengan somasi. Perjanjian Kerjasama dalam bisnis waralaba menggunakan Perjanjian tertulis. Ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata hanya menetapkan, bahwa tuntutan ganti rugi yang muncul sebagai akibat prestasi yang terlambat, harus didahului dengan somasi. SARAN

a. Agar pemilik HaKI dalam Perjanjian waralaba selau terlindungi sebaiknya selalu dicantumkan klausula yang mengatur tentang perlindungan HaKI yang memuat batasan-batasan yang harus dipatuhi penerima waralaba.

b. Sebaiknya pemilik perusahaan memberi-kan pernjanjian tambahan bagi karyawan untuk selalu menjaga rahasia perusahaan baik saat dia bekerja di perusahaan maupun setelah keluar dari perusahaan. DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba, Jurnalindo Aksara, Grafika, Jakarta, 1996. Anonymous, Bisnis Waralaba Indonesia

(Franchise News, 3 Oktober 2006) dalam Andrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor.

Basarah dan Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008

(13)

Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Cetakan I, Prenada Media Group, Jakarta, 2008

J. Satrio, , HukumPerikatan, Alumni, Bandung, 1993

Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Trans Nasional, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1995

Munir Fuady, Hukum Kontrak, dari sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung , 1999

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007

Suryono Ekotama, Cara Gampang Bikin Bisnis Franchise, cetakan I, Malpress (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2008

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba

Majalah dan jurnal

Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus 2011, Perlindungan Hukum Haki Dalam Perjanjian Waralaba Di Indonesia, Lathifah Hanim, SH, M.Hum, M.Kn, Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Internet

Majalah Info Franchise, www. majalahfranchise.com

http/www.Wikipedia.com

Yohanes Heidy Purnama, Salam Frinchise. com

Referensi

Dokumen terkait

IIASIL PENILAIAN SE.IAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIRW KARYA ILMIAII : JI,RNAL ILMIAH*,. iilxiTniffi-r, : sPatiar

Jenis bahan kimia berbahaya yang mudah terbakar pada alat laboratorium ada di bawah ini, kecuali

2) Koefisien regresi X1 ( customer relationship marketing ) sebesar 0,308 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 pada variabel customer relationship marketing akan

Gambar 4 menunjukkan bahwa tidak adanya fase amorf dalam polikristal ZrN/Ni menyebabkan konstanta kisi mengecil jika sampel dianil pada temperatur di atas 300 o C. Hal

The Use Of Google Translate As A Learning Media For Improving Students’ Translation Skill Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

[r]

Penelitian ini dilakukan menggunakan framework COBIT 4.1 untuk mengetahui maturity level pada empat proses TI yaitu PO3 (Menentukan Arahan Teknologi), AI5 (Pengadaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanatory/verifikatif yaitu untuk menguji seberapa jauh tujuan yang sudah digariskan itu tercapai