ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN WANPRESTASI
NASABAH DALAM AKAD MURABAHAH DI KJKS BMT
TARUNA SEJAHTERA CABANG SRATEN KEC. TUNTANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Munziroh
NIM 21411010
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI
’
AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
Senantiasa Bersabar dalam menghadapi
Tantangan maupun Cobaan Hidup
Sabar Itu Susah Sabar Itu Cape Sabar Itu Sakit Sabar Itu Streess Tetapiiii... Sabar Itu INDAH
PERSEMBAHAN
Alkhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT dengan
izin-Nya Skripsi ini dapat terselesaiakan dengan baik. Skripsi ini
penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung
penulis dalam menuntut ilmu.
1.
Bapak Suriyanto dan ibu Sutimah yang telah bersusah
payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada
pada jalan yang di Ridloi Allah SWT.
2.
Kang Mas Ahmad Syafi’i yang selalu memberikan
dukungan moral maupun material.
3.
Bapak Kyai Chalim AS dan Bapak Kyai Chazim AS yang
senantiasa men-Charge perjalan hidupku.
4.
Abah KH. Mahfudz Ridwan, Lc dan Ibu Hj. Nafisah yang
senantiasa memberikan petuah dan doanya.
5.
Mas Abdul Aziz yang selalu bersabar dalam memberikan
semangat kepadaku dalam perjalanan menuntut ilmu.
6.
Keluarga Besar Ya Bismillah (Youth assosiation of Bidik
Misi limardhotillah) IAIN Salatiga.
7.
Kawan-kawan Hukum Ekonomi Syari’ah 2011 IAIN
Salatiga.
8.
Seluruh sahabat-sahabat santri PP. Edi Mancoro.
KATA PENGANTAR
َتبكربّ ّاللّ ةوحرّ نك٘لع ملاّسلا
دِٗ يَه بٌلبوعا ةئّ٘س يهّ بٌسفًأ رّرس يه ّللّبب ذْعًّ ٍرفغتسًّ ٌَ٘عتسًّ ٍدوحً ّللّ دوحلا ّىإ
َل ٓدبُ لاف للضٗ يَه ّ َل ّلضه لاف ّاللّ
.
ٍدبع ادّوحه ىأ دِشأّ ّاللّّلاإ َلإ لا ىأ دِشأ
َلْسرّ
.
ي٘عوجا َبحصّ َلا ٔلعّ دّوحه بًدّ٘س ٔلع نلسّ لص نِّللا
.
دعب بهأ
Puju syukur kehadhirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi
proses pembelajaran akademik di Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas
Syariah IAIN Salatiga.
دٍدمَّوَحهُه دِآ َٔلَعَّ دٍدمَّوَحهُه َبًدِدلَِّ٘س َٔلَع لِّلَص مَّنهُِّللا
semoga senantiasa tercurahkankepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa dari dari
alam kegelapan menuju ke alam terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Nasabah Dalam Akad
Murabahah Di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang”
sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata I dalam Hukum
Ekonomi Syari‟ah, pada Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga, tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenanya patutlah penyusun
mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah.
3. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H. selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah.
5. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik.
6. Bapak Qi Mangku Bahjatullah, Lc. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.
7. Pengelola BIDIKMISI IAIN Salatiga yang telah membimbing kami serta
memberikan kesempatan mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
8. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Muhammad Muhir selaku Manager BMT Taruna Sejahtera Cabang
Sraten Kec. Tuntang beserta stafnya yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian
10.Bapak dan ibu serta saudara dan seluruh kelurga di rumah yang telah
mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di IAIN
Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
11.Keluarga Besar Ya Bismillah IAIN Salatiga sebagai sahabat senasib
seperjuangan dalam mengarungi bahtera tholabul ilmi, kebersamaan kita akan
menjadi sebuah cerita yang indah kelak.
12.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2011 di IAIN
Salatiga.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya. Atas bantuan yang
diberikan kepada penyusun, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak,
Aamin.
َتبكربّ ّاللّ ةوحرّ نك٘لع ملاّسلاّ
Salatiga, 26 Agustus 2015
Penulis
Munziroh
ABSTRAK
Munziroh. 2015. Analisis Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Nasabah dalam Akad Murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec.
Tuntang kab. Semarang. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum
Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Qi Mangku Bahjatullah, Lc., M.Si.
Kata Kunci: Wanprestasi Nasabah, Akad Murabahah
KJKS BMT Taruna Sejahtera merupakan lembaga koperasi yang fokus terhadap simpan pinjam dengan sistem syariah. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
wanprestasi nasabah dan prosedur penyelesaian wanprestasi nasabah dalam akad
murabahah serta apakah penyelesaian wanprestasi nasabah dalam akad
murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang sudah
sesuai dengan Fatwa DSN MUI.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitik. Yaitu penelitian dengan mengumpulkan data mengenai penyelesaian wanprestasi dalam pembiayaan di KJKS BMT Taruna Sejahtera ditinjau dari hukum Islam. Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer yang berupa data hasil dari wawancara pada obyek yang diteliti dan data sekunder yang berupa
Al-Qur‟an, Hadits, buku, internet dan dokumen resmi yang berkait dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya
wanprestasi nasabah pada KJKS BMT Taruna Sejahtera adalah Account Officer
(AO) kejar target untuk mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya, kondisi usaha anggota sedang menurun, adanya i‟tikad kurang baik dari anggota, berhutang ditempat lain dan proses penyelesaian wanprestasi dalam pembiayaan dilakukan dengan memberikan peringatan secara lisan dengan memberikan jangka waktu sampai akhir bulan, pemberian surat peringatan, akad ulang melalui BMT Taruna Sejahtera kantor pusat dan dengan cara mengambil dari simpanan anggota dengan persetujuan anggota. Proses penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Tuntang sudah sesuai dengan Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah dan Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
DAFTAR ISI
BAB II LANDASAN TEORI
A. TELAAH PUSTAKA...……….
B. KERANGKA TEORI...
1. Gambaran Umum BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)…...
5. Penyelesaian Wanprestasi Nasabah ... 35
E.Prosedur Pengumpulan Data ...
F. Analisis Data ...
G.Pengecekan Keabsahan Data ...
H.Tahap-tahap Penelitian ... PENYELESAIAN WANPRESTASI NASABAH DALAM AKAD MURABAHAH DI KJKS BMT TARUNA SEJAHTERA CABANG SRATEN KEC. TUNTANG
A. Deskripsi Obyek Penelitian dan Hasil Penelitian ...
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian
Wanprestasi pada Pembiayaan Murabahah di KJKS
BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kecamatan
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Keanggotaan KJKS BMT Taruna Sejahtera
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur organisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Gambar 4.1 Struktur organisasi KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang
DAFTAR LAMPIRAN
A. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
B. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
C. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi
Akad Murabahah.
D. Contoh Permohonan Pembiayaan di KJKS BMT Taruna Sejahtera, berupa:
1. Formulir permohonan pembiayaan
2. Foto copy KTP (Suami/ Istri)
3. Foto copy Kartu Keluarga
4. Foto copy Surat Ketetapan Pajak Daerah PKB/ BBN-KB dan SWDKLLJ
5. Foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
6. Foto copy BPKB
7. Foto copy Data Realisasi
8. Foto copy Slip Pencairan Pembiayaan
9. Foto copy Putusan Pembiayaan
10.Foto copy Akad Murabahah
11.Foto copy Surat Pernyataan Penyerahan Jaminan BPKB
E. Kebijaksanaan dan Ketentuan Pembiayaan di KJKS BMT Taruna Sejahtera
F. Pedoman Wawancara
G. Biografi Penulis
H. Nota Pembimbing Skripsi
I. Lembar Konsultasi
J. Surat Keterangan Kegiatan
K. Surat Keterangan Lulus Ujian Kopmprehensif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah
pada akhir-akhir ini tergolong cepat. Salah satu keyakinannya adalah
keyakinan yang kuat di kalangan masyarakat muslim bahwa perbankan
maupun lembaga keuangan konvensional itu mengandung unsur riba yang
dilarang agama Islam. Selain itu terbukti dengan banyaknya lembaga keuangan
syariah termasuk “Baitul Mal Wat Tamwil” yang biasa disebut BMT,
sesungguhnya dilatar belakangi oleh pelarangan riba secara tegas dalam
al-Qur‟an. Sementara disisi lain haramnya riba bersifat mutlak dan disepakati
oleh setiap pribadi muslim berdasarkan ayat-ayat al-Qur‟an danijma‟.
Munculnya BMT sebagai lembaga keuangan mikro Islam yang bergerak
pada sektor riil masyarakat bawah dan menengah sejalan dengan lahirnya Bank
Muamalat Indonesia (BMI). Karena BMI sendiri secara operasional tidak dapat
menyentuh masyarakat kecil ini, maka BMT menjadi salah satu lembaga yang
dapat mengantarkan masyarakat yang berada di daerah-daerah untuk terhindar
dari sistem bunga yang diterapkan pada bank konvensional (Sumiyanto,
2008:23). Sejalan dengan itu, BMT mulai berdiri dan berkembang sampai
daerah-daerah masyarakat menengah ke bawah, sehingga menghindarkannya
BMT merupakan lembaga keuangan syariah bukan bank yang bergerak
dalam upaya memberdayakan umat. Dilihat dari namanya Baitul Maal berarti lembaga sosial yang bergerak dalam bidang penggalangan dana sosial, baik itu
zakat, infaq, shodaqoh dan dana sosial lainnya serta menyalurkan dana tersebut
untuk kepentingan sosial secara terpola, berkesinambungan dan tentunya sesuai
dengan Syariah Islam. Sedangkan Baitul Tamwil berarti lembaga bisnis yang menjadi penyangga operasional BMT. Baitul Tamwil ini bergerak dalam penggalangan dana masyarakat dalam bentuk simpanan, serta menyalurkannya
dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan usaha atau yang lebih dikenal dengan
kredit, dengan system bagi hasil maupun jasa (Ridwan, 2005:126). Dari
pengertian tersebut, Baitul Maal Wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro Islam sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam bidang penggalangan
dana sosial dan menyalurkannya pada kepentingan-kepentingan sosial, dan
juga bergerak dalam bidang penggalangan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman ataupun pembiayaan.
BMT dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah harus
menggunakan prinsip kehati-hatian agar terhindar dari pembiayaan bermasalah
atau pembiayaan macet. Sekiranya untuk menghindari hal tersebut maka BMT
harus menerapkannya secara maksimal. Agar tidak terjadi dengan hal-hal yang
tidak diinginkan.
Pihak BMT dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah dibuatlah
suatu akad atau perjanjian dimana dalam akad tersebut terdapat beberapa
fakta menunjukkan bahwa pembiayaan yang sering dilakukan dengan akad
murabahah lebih banyak diminati oleh nasabah karena system dan teknik
perhitungannya lebih mudah dipahami, namun dalam kenyataannya pada
praktek akad murabahah antara BMT dan nasabah masih juga menimbulkan masalah-masalah.
Pada Implementasinya dalam melakukan transaksi pembiayaan,
sebelumnya antara pihak BMT dan nasabah selalu membuat kesepakatan yang
disetujui oleh kedua belah pihak dan kesepakatan tersebut tertuang dalam
sebuah akad pembiayaan, baik itu untuk pembiayaan murabahah, musyarakah
atau mudharabah. Dengan demikian keduanya secara otomatis telah terikat oleh perjanjian dan hukum yang telah dibuat bersama. Akan tetapi dalam
praktiknya, kadang dijumpai cedera janji yang dilakukan oleh pihak nasabah
dikarenakan tidak melakukan kewajibannya terhadap BMT sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, entah karena keadaan memaksa,
secara sengaja ataupun tidak sengaja (Subekti, 1996:1).
Kasus pembiayaan bermasalah tersebut terjadinya secara tiba-tiba, karena
pada umumnya sebelum mengalami pembiayaan bermasalah, terlebih dahulu
akan mengalami tahap bermasalah. Lebih lanjut, apabila pembiayaan
memasuki tahap kemacetan maka pihak debitur dianggap telah melakukan
wanprestasi atau ingkar janji, dan tentunya hal tersebut merupakan tindakan
melawan hukum.
Hal tersebut juga dialami oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT
lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat banyak kasus dimana nasabah
lalai dalam memenuhi kewajibannya. Baik itu karena disengaja maupun tidak
disengaja. Nasabah yang sering melakukan hal tersebut diatas kebanyakan dari
produk pembiayaan multi barang dengan menggunakan akad murabahah.
Dengan adanya kasus tersebut maka nasabah dikatakan telah melakukan
wanprestasi. Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana nasabah tidak
memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
dalam perjanjian yang dibuat antara pihak KJKS BMT Taruna Sejahtera
Cabang Sraten Kec. Tuntang dengan anggotanya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
membahasnya lebih mendalam, karena untuk dapat bertahan dan memperoleh
kepercayaan ditengah-tengah persaingan lembaga keuangan Islam khususnya
BMT, perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh KJKS BMT
Taruna Sejahtera Cab Sraten Kec. Tuntang dalam mengatasi pembiayaan
bermasalah atau wanprestasi nasabah, upaya tersebut berupa tindakan penanganan terhadap nasabahnya sebagai debitur, apabila melakukan
wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati ditinjau dari sudut pandang
hukum Islam. Dari uraian tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Nasabah dalam Akad
Murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec.
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya wanprestasi nasabah dalam akad murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera cabang Sraten Kec. Tuntang?
2. Bagaimana prosedur penyelesaian wanprestasi nasabah dalam akad
murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang?
3. Apakah penyelesaian wanprestasi nasabah dalam akad murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang sudah sesuai
dengan Fatwa DSN MUI?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
wanprestasi dalam akad murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera
Cabang Sraten Kec. Tuntang.
2. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian wanprestasi nasabah dalam
wanprestasi nasabah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec.
Tuntang.
3. Untuk mengetahui apakah penyelesaian wanprestasi nasabah dalam akad
murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang
sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI.
D. Kegunaan Penelitian
Untuk memberikan hasil yang bermanfaat, serta diharapkan mampu
secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat berguna
diantaranya:
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
yang berkaitan dengan hukum perjanjian di masyarakat.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai rujukan bagi
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang penyelesaian
wanprestasi nasabah di BMT.
b. Bagi KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang
Dapat menjadi referensi dalam meningkatkan kinerja manajemen,
dan meningkatkan mutu serta kualitas pelayanan terhadap nasabah.
c. Bagi Masyarakat adalah untuk memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada masyarakat luas mengenai prosedur penyelesaian wanprestasi
nasabah pada BMT.
E. Penegasan Istilah
Adapun dalam penulisan ini agar tidak terjadi kekurangjelasan atau
pemahaman yang berbeda antara pembaca dengan peneliti dalam menafsirkan
maksud dari judul maka penulis memberi pengertian sebagai berikut.
1. Wanprestasi
Wanprestasi sebagaimana diamanahkan dalam pasal 1238
perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau
demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Menurut
Ariyani (2012:19) wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan
suatu prestasi atau terlambat melakukan suatu prestasi.
Dalam penelitian yang akan peneliti teliti wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana nasabah KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang
Sraten Kec. Tuntang tidak bisa melaksanakan kewajibannya karena
kesalahan atau kelalaiannya dengan sengaja atau tidak sengaja sebagai
nasabah dalam akad yang sudah disetujui nasabah dan KJKS BMT Taruna
Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang.
2. Baitul Maal Wat Tamwil
Baitul Maal Wat Tamwil secara etimologis, istilah “Baitul Maal”
berarti “rumah uang”, sedangkan “Baitut Tamwil” mengandung pengertian
“rumah pembiayaan” (Yunus, 2009:5). BMT memiliki dua fungsi yaitu:
pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS (zakat, infaq, shodaqoh)
kepada yang berhak; kedua, Baitul Tamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membiayai kegiatan ekonomi rakyat dengan
menggunakan sistem syariah (Putra, 2008).
3. Nasabah yaitu orang yang biasa berhubungan dengan Bank atau menjadi
yang dimaksudkan diatas adalah nasabah di KJKS BMT Taruna Sejahtera
cabang Sraten Kec. Tuntang.
4. Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan oleh syara‟
yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi, 2006:47).
Sedangkan akad menurut Anwar (2010:68) yaitu pertemuan ijab dan qabul
sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu
akibat hukum pada objeknya.
Jadi maksud akad dalam pembahasan ini adalah suatu perjanjian
antara nasabah dengan KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec.
Tuntang yang telah disepakati bersama dimana dengan akad tersebut
menimbulkan akibat hukum terhadap objek yang diperjanjikan.
5. Murabahah adalah istilah dalam Fikih yang berarti suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga
barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
tersebut dan tingkat keuntungan yang diinginkan (Ascarya, 2011:81).
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penegasan Istilah
BAB II LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
B. Kerangka Teori
1. Gambaran Umum BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)
2. Bai’ Al-Murabahah
3. Akad/ Sighat
4. Wanprestasi
5. Penyelesaian Wanprestasi Nasabah
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
B. Jenis Penelitian
C. Lokasi Penelitian
D. Sumber Data
E. Prosedur Pengumpulan Data
F. Analisis Data
G. Pengecekan Keabsahan Data
H. Tahap-tahap Penelitian
BAB IV ANALISIS DATA
A. Deskripsi Obyek Penelitian dan Hasil Penelitian
1. Analisis Terhadap Faktor-faktor yang mempengaruhi
Wanprestasi pada Pembiayaan Murabahah di KJKS BMT
Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kecamatan Tuntang
2. Analisis Terhadap Model-Model Penyelesaian Wanprestasi
pada Pembiayaan Murabahah di KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kecamatan Tuntang
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TELAAH PUSTAKA
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan
bagi penelitian ini yaitu terdapat beberapa penelitian terkait tentang penelitian
BMT pada umumnya dan tentang pembiayaan bermasalah pada khususnya
sudah banyak dilakukan sebelumnya. Upaya untuk melihat posisi penelitian
dalam penelitian ini, menjadi penting untuk dideskripsikan
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian-penelitian ini.
1. Apriya Rukmala Sari. Skripsi. 2011. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Judul kajian Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit
Kendaraan Bermotor dengan Jaminan Fidusia (Studi kasus di PT. Mandiri
Tunas Finance). Skripsi tersebut membahas tentang bentuk dan isi
perjanjian kredit, cara penyelesaian wanprestasi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan
Fidusia di PT. Mandiri Tunas Finance.
Hasil dari penelitian tersebut adalah:
a. Bentuk perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan Fidusia di
PT. Mandiri Tunas Finance merupakan perjanjian tertulis yang dibuat
b. Dari wanprestasi yang ditemukan, upaya penyelesaian wanprestasi
didasarkan pada beberapa keadaan, diantaranya:
1) Keterlambatan pembayaran (over due)
2) Penarikan obyek pembiayaan
3) Pengajuan gugatan perdata ataupun pelaporan tindak pidana.
c. Hambatan-hambatan yang dialami oleh PT. Mandiri Tunas Finance
dalam penyelesaian wanprestai dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan Fidusia adalah:
1) Obyek jaminan telah dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa
sepengetahuan PT. Mandiri Tunas Finance.
2) Obyek jaminan hilang atau musnah.
2. Heri Saputra. Skripsi. 2013. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Judul
Srategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di KJKS BMT Syariah
Sejahtera Boyolali. Skripsi tersebut membahas tentang faktor penyebab
pembiayaan bermasalah, strategi pihak BMT Syariah Sejahtera Boyolali
dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah dan upaya yang dilakukan
oleh KJKS BMT Syariah Sejahtera Boyolali untuk menanggulangi
pembiayaan bermasalah supaya tidak terjadi lagi.
Hasil dari penelitian tersebut adalah:
a. Faktor yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah dari pihak nasabah
diantaranya tidak adanya i‟tikad baik dari nasabah. Sedangkan dari
pihak KJKS BMT Syariah Sejahtera Boyolali diantaranya kurang teliti
b. Strategi penyelesaian pembiayaan bermasalah di KJKS BMT Syari‟ah
Sejahtera Boyolali adalah
1) Strategi administrative (peringatan, pemanggilan kemudian
mendatangi rumah nasabah).
2) Strategi rescheduling (penjadwalan kembali). 3) Srategi penyitaan/ atau eksekusi jaminan.
4) Strategi penghapus bukuan/ write off
c. Upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi pembiayaan yang
bermasalah di KJKS BMT Syariah Sejahtera Boyolali diantaranya yaitu
tidak memberikan pembiayaan lagi bagi nasabah yang kena blacklist
dan meningkatkan pengawasan internal.
3. M. Irham. Skripsi. 2013. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Judul Tinjauan
Hukum Islam terhadap Penyelesaian Kredit Macet di BMT Kube Sejahtera
020 Tlogoadi Mlati Sleman Yogyakarta. Skripsi tersebut membahas
tentang tinjauan hukum Islam terhadap bagaimana cara penyelesaian kredit
macet yang diterapkan oleh BMT Kube Sejahtera 020 Tlogoadi Mlati
Sleman Yogyakarta.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah menurut hukum Islam
cara penyelesaian kredit macet yang diterapkan oleh pihak BMT dengan
cara pemutihan atau penghapusan hutang tidak sah, karena tidak sesuai
dengan hukum Islam, karena dalam hukum Islam hutang diwajibkan untuk
dibayar dan pada pelaksanaan cara penyelesaian tersebut merugikan salah
dari pihak BMT sebagai pemilik modal mengijinkan untuk adanya
pemutihan dan penghapusan dalam daftar hutang piutang.
4. Paramitha Try Andini. Skripsi. 2011. Universitas Andalas Padang. Judul
Penyelamatan dan Penyelesaian Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Murabahah pada Bank Nagari Unit Syariah Padang. Skripsi tersebut
membahas tentang langkah-langkah, bentuk penyelesaian dan
kendala-kendala dalam menghadapi pembiayaan murabahah yang bermasalah di Bank Nagari Unit Syariah Padang.
Hasil atau kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:
a. Upaya yang ditempuh oleh bank dalam menghadapi pembiayaan
bermasalah adalah dengan melakukan perubahan syarat-syarat
perjanjian pembiayaan (restructuring) berupa perpanjangan waktu pembiayaan (rescheduling).
b. Upaya penyelesaian sengketa oleh bank adalah melalui dua jalur, yaitu
jalur litigasi (penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan) dan
jalur non litigasi (penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar
pengadilan).
c. Kendala yang dihadapi bank diantaranya pembiayaan bermasalah akan
diselesaikan jika ada i‟tikad baik dari nasabah.
5. Riyanti. Skripsi. 2010. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Judul
Penyelamatan Wanprestasi dalam Pembiayaan Murabahah Study Kasus di Bank Muamalat Indonesia Cabang Surakarta. Skripsi tersebut membahas
dan penyelesaian wanprestasi dalam pembiayaan Murabahah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Surakarta.
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari penelitian
yang ada. Karena dari penelusuran karya ilmiah yang dilakukan oleh peneliti
belum ditemukan yang secara spesifik membahas tentang analisis terhadap
penyelesaian nasabah wanprestasi di BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang.
B. KERANGKA TEORI
1. Gambaran Umum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) a. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu
baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada
usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti;
zakat, infaq dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Sudarsono, 2003:84).
Secara kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) sebagai lembaga primer karena
mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil. Dalam
prakteknya, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) menetapkan
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan pada gilirannya Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana Baitul Maal wat Tamwil (BMT) itu berada, dengan jalan ini
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) mampu mengakomodir kepentingan
ekonomi masyarakat (Sumiyanto, 2008:24-25).
b. Tujuan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sangat dibutuhkan masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah, maka dari itu
berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) memiliki beberapa tujuan seperti:
1) Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya
dikalangan usaha mikro, kecil menengah dan koperasi melalui
sistem syariah.
2) Mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha
mikro, kecil dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada
umumnya.
3) Meningkatkan semangat dan peran anggota masyarakat dalam
kegiatan koperasi jasa keuangan syariah.
Selain beberapa tujuan tersebut, menurut Sudarsono (2003:85)
keberadaan BMT mempunyai beberapa peran:
1) Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi non syariah.
3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih
tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi
keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera.
4) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang
merata.
c. Keanggotaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, BMT memerlukan
struktur yang mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh
personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT
meliputi:
1) Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok, yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro
BMT.
2) Dewan Syariah, bertugas mengawasi dan menilai operasionalisasi
BMT.
3) Pembina Manajemen, bertugas untuk membina jalannya BMT dalam
merealisasikan programnya.
4) Manajer, bertugas menjalankan amanat musyawarah anggota BMT
dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.
5) Pemasaran, bertugas mensosialisasikan dan mengelola
produk-produk BMT.
7) Pembukuan, bertugas melakukan pembukuan atas aset dan omset
BMT.
Bentuk struktur organisasi BMT diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 2.1
d. Prinsip Operasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Sudarsono (2003:89-90) dalam bukunya mengatakan, dalam
menjalan usaha BMT menggunakan 3 prinsip:
b) Al-Musyarakah
c) Al-Muzara’ah
d) Al-Musaqah
2) Sistem jual beli. Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang
dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen
yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT,
dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang
yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.
a) Bai’ al-Murabahah
b) Bai’ as-Salam
c) Bai’ al-Istishna
d) Bai’ al-Bitsaman Ajil
3) Sistem non profit. Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan
kebajikan ini merupakan pembiayaan yang bersifat sosial dan non
komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.
a) Al-Qordhul Hasan
4) Akad bersyarikat. Akad bersyarikat adalah kerja sama antara dua
pihak atau lebih dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal
(dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian pembagian
keuntungan/kerugian yang disepakati.
a) Al-Musyarakah
5) Produk pembiayaan. Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu.
a) Pembiayaan al-Murabahah (MBA) b) Pembiayaan al-Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) c) Pembayaan al-Mudharabah (MDA) d) Pembiayaan al-Musyarakah (MSA)
2. Bai’ Al-Murabahah
a. Pengertian Bai’ Al-Murabahah
Dalam kamus Arab-Indonesia karangan Yunus (2010: 75) Bai’
Al-Murabahah berasal dari kata Bai’ (عَْ٘ب) yang berasal dari – هُعْ٘دِبَٗ – َعَبب
اًبعَْ٘ب yang berarti menjual atau dengan kata lain jual beli dan kata ribhun
( حٌ ْبدِر) yang berasal dari اًبحْبدِر – هُ َبْرَٗ – َ دِبَر yang berarti berlaba atau
beruntung (Yunus 2010: 136). Jadi Bai’ Al-Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli dimana harga kulakan keuntungan yang diambil
atau diperoleh penjual disampaikan kepada pembeli.
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas oleh para ulama
terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bentuk akad
jual beli. Dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah
banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan
modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ al-
Bai’ al- Murabahah termasuk dalam jual beli. Menurut Muslich (2010:174) jual beli adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang
dengan barang, barang dengan uang, atau uang dengan uang. Menurut
istilah syara‟ jual beli terdapat beberapa definisi yang dikemukakan
oleh ulama mazhab.
1) Hanafiah, menyatakan bahwa jual beli memiliki dua arti:
a) Arti khusus. Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata
uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar
barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang
khusus.
b) Arti umum. Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta
menurut cara yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau
uang.
2) Malikiyah, menyatakan bahwa jual beli memiliki dua arti:
a) Arti umum. Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati
kesenangan.
b) Arti khusus. Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati
kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan
emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang.
3) Syafi‟iyah. Jual beli menurut syara‟ adalah suatu akad yang
akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda
atau manfaat untuk waktu selamanya.
4) Hanabilah. Jual beli menurut syara‟ adalah tukar menukar harta
dengan harta, atau tukar menukar manfaat yang mubah dengan
manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan
utang (Muslich, 2010:175-177).
Bai’ al- Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam Bai’ al-
Murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio,
2001:101). Misalnya, pedagang eceran membeli handphone dari penjual grosir dengan harga Rp 900.000,00, kemudian ia menambahkan
keuntungan sebesar Rp 199.000,00. Pada umumnya, si pedangan eceran
tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli
dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar
keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya
angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.
b. Dasar Hukum Bai’ Al-Murabahah
Dasar hukum Bai’ Al-Murabahah terdapat didalam al- Qu‟ran,
sunnah dan ijma‟ para ulama‟.
a) Q.S. al-Baqarah: 275.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (Al-Qu‟ran dan memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
2) Dasar hukum dari sunnah antara lain:
“Dari Rifa‟ah ibnu Rafi‟ bahwa Nabi SAW ditanya usaha apakah
yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur”
(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Al-Hakim).
b) Hadits Ibnu „Umar
beserta para syuhada pada hari kiamat” (HR. Ibnu Majah).
3) Dasar hukum dari ijma‟ para ulama‟
Para ulama dan seluruh umat Islam sepakat tentang
dibolehkannya jual beli, karena hal ini sangat dibutuhkan oleh
manusia pada umumnya (Muslich, 2010:179).
Ayat tersebut jelas disampaikan bahwa Allah menghalalkan jual
beli. Pada ayat tersebut ayat dihalalkannya jual beli diiringi dengan
diharamkannya riba, sangat jelas bahwa dalam jual beli sangat rentan
sekali dengan riba. Oleh karena itu jual beli akan menjadi haram ketika
terdapat riba di dalamnya. Riba merupakan pengambilan tambahan dari
c. Rukun dan Syarat Sah Bai’ Al-Murabahah
Dalam praktek perbankan syariah, bai’ al- Murabahah disamakan dengan jual beli. Sehingga rukun dan syaratnya sama dengan jual beli.
Menurut Wahbah Zuhaili sebagaimana dikuti oleh Muslich
(2010:180) rukun jual beli menurut jumhur ulama yaitu:
1) Penjual,
2) Pembeli,
3) Shighat, dan
4) Ma’qud ’alaih (objek akad).
Adapun syarat-syarat jual beli yaitu sebagai berikut.
1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) atau (e) tidak dipenuhi,
pembeli memiliki pilihan:
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual,
d. Beberapa Ketentuan Umum dalamBai’ Al-Murabahah
Menurut Antonio (2001:105-106), terdapat beberapa ketentuan di
luar syarat dan rukun bai’ al- Murabahah namun berhubungan dengan pelaksanaan bai’ al- Murabahah pada praktiknya.
1) Jaminan
Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak
main-main dengan pesanan. Si pembeli (penyedia pembiayaan/
bank) dapat meminta si pemesan (pemohon/ nasabah) suatu
jaminan (rahn) untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang
bisa diterima untuk pembayaran utang. Misalnya, bai’ al-
murabahah dengan objek sepeda motor beserta kelengkapannya,
maka BPKB dari motor tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan.
2) Penundaan Pembayaran oleh Debitor Mampu
Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis
dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam bai’ al-
murabahah ini. Bila seorang pemesan menunda penyelesaian utang
tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan: mengambil prosedur
hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim
kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan.
Rasulullah SAW. pernah mengingatkan pengutang yang
mampu tapi lalai dalam membayar, yakni dalam salah satu
هَُهُتَبْْهُ هُعَّ هَُهُضْردِع ُّلَحهُٗ حٌنْلهُظ لِّٖدٌَِغْلا هُلْطَه
“Yang melalaikan pembayaran utang (padahal ia mampu) maka
dapat dikenakan sanksi dan dicemarkan nama baiknya (semacam
black list-pen)”.
3) Bangkrut
Jika pemesan yang berutang dianggap pailit dan gagal
menyelesaikan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara
ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu, kreditor
harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali.
Firman Allah SWT. Q.S. al-Baqarah: 280.
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (Al-Qur‟an dan terjemahnya).
e. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah 1) Alat yang digunakan
a) Aplikasi Permohonan Pembiayaan (APP)
b) Form pendapatan dan pengeluaran keluarga (PPK)
c) Foto copy KTP anggota dan atau istri dan suami
d) Foto copy KK anggota
2) Pihak yang terlibat
a) Customer Service
c) Anggota Pembiayaan
3) Prosedur
a) Customer Service
(1) Menyampaikan salam kepada anggota dan menanyakan
maksud kedatangannya.
(2) Menanyakan beberapa informasi kepada anggota yang
berkaitan dengan kebijakan pembiayaan di BMT (wilayah,
jangka waktu, plafond, jenis pekerjaan dan jenis usaha).
(3) Bila data nomor 2 tidak terpenuhi, maka pengajuan
pembiayaan tidak dapat dipenuhi.
(4) Bila data nomor 2 masih memenuhi kebijakan, maka
anggota dipersilahkan untuk mengisi APP dan PPK dan
menandatanganinya.
(5) Menerangkan proses pembiayaan di BMT serta beberapa
kebijakan yang ada.
(6) Membubuhkan tanggal penerimaan dan nama serta paraf
Customer Service pada lembar APP dan mengisi kolom
rekomendasi jika dibutuhkan.
(7) Meminta denah rumah/ lokasi usaha.
(8) Bila yang menerima Manager lanjutkan ke prosedur
wawancara.
(9) Fotocopy identitas bila ada (minimal KTP dan atau KK/
(10)Menyampaikan pada anggota agar 3 hari lagi
menghubungi BMT lewat telepon (untuk anggota yang
tidak berkelompok di pasar/ non-pasar).
(11)Mengucapkan salam dan terima kasih sebagai penutup.
(12)Menulis data pengajuan anggota pada buku registrasi
pengajuan pembiayaan.
(13)Menyampaikan APP pada Manager.
(14)Meminta agar Manager membuat komitmen mulai proses.
(15)Menulis pesan pada buku pengajuan.
(16)Menyampaikan pesan Manager kepada anggota saat
anggota menghubungi.
b) Manager
(1)Menerima APP dan PPK serta kelengkapan lainnya dari CS.
(2)Memerikasa kelengkapan APP, isi APP dan berkas yang
ada: minimal foto copy KTP.
(3)Menanyakan hal-hal yang penting: lokasi, jenis usaha.
(4)Membubuhkan tanggal penerimaan pada kolom tanggal
penerimaan.
(5)Menyampaikan pesan untuk anggota yang mengajukan
kepada yang menyerahkan APP (Sumiyanto,
f. Penilaian Permohonan Pembiayaan
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan, menurut
Sumiyanto (2008:165-167) seorang petugas bagian pembiayaan pada
BMT harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang dikenal
dengan unsur 5C, 7P dan 3R.
1) Unsur 5C terdiri dari:
a) Character. Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon
debitur, untuk memperkirakan debitur mampu atau tidak dalam
memenuhi kewajibannya.
b) Capacity. Penilaian secara subyektif tentang kemampuan debitur
untuk melakukan pembayaran.
c) Capital. Penilaian terhadap kemampuan modal atau usaha yang
dimiliki debitur.
d) Collateral. Collateral adalah jaminan milik debitur. Penilaian
terhadap barang yang dgunakan sebagai jaminan untuk lebih
meyakinkan jika terjadi suatu resiko.
e) Conditions. Penilaian terhadap kondisi calon debitur secara
umum, khususnya terkait jenis usaha calon debitur.
2) Sedangkan 7P terdiri dari:
a) Personality. Penilaian calon debitur dari kepribadian atau
tingkah lakunya.
b) Party. Penilaian dengan mengklasifikasiakan anggota tertentu
c) Purpose. Penilaian dengan mengetahui tujuan penggunaan pembiayaan.
d) Prospect. Penilaian terhadap ukuran prospek usaha calon
debitur.
e) Payment. Penilaian terhadap ukuran cara calon debitur
mengembalikan pembiayaan.
f) Profitability. Penilaian terhadap kemampuan debitur dalam
mencari laba.
g) Protection. Penilaian terhadap kemampuan calon debitur dalam
memberikan perlindungan usaha dan jaminan yang ada.
3) Adapun 3R terdiri dari:
a) Return. Pengembalian dalam bentuk keuntungan atas
penggunaan pembiayaan yang diberikan.
b) Repayment. Kemampuan dan kesanggupan anggota untuk
membayar kembali semua pembiayaan yang diterima.
c) Risk. Kemampuan untuk mengantisipasi risiko kegagalan.
3. Akad/ Sighat
a. Pengertian Akad/ Sighat
Dalam bahasa Arab lafal akad berasal dari kata: ‘aqada- ya‘qidu
-‘aqdan. Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan
oleh syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi,
ijab dan qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk
melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.
b. Rukun dan Syarat Sah Akad/ Sighat
Terbentuknya suatu akad (perjanjian) yang sah dan mengikat
haruslah dipenuhi rukun dan syarat akad. Rukun terbentuknya akad
yaitu:
1) Para pihak yang membuat akad
2) Pernyataan kehendak para pihak
3) Obyek akad
4) Tujuan akad
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak
yang melakukan perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata telah diatur syarat
sahnya perjanjian, yaitu:
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian (sepakat).
2) Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian.
3) Ada sesuatu hal tertentu.
4) Ada sesuatu sebab yang halal.
c. Hak dan Kewajiban yang timbul dari Akad Murabahah
Pasal 1473 KUHPerdata menyebutkan bahwa seorang penjual
wajib menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan dirinya, dan
segala janji yang tidak terang dan dapat diberikan berbagai pengertian,
syarat bai’ al-Murabahah dalam hukum Islam. Menurut Ariyani (2012: 34) hak seorang penjual adalah menerima pembayaran atas harga
barang yang diperjualbelikan. Sedangkan menurut Salim H.S yang
dikutip oleh Ariyani (2012: 32-34) kewajiban seorang penjual yaitu:
1) Menyatakan dengan tegas tentang perjanjian jual beli tersebut
2) Menyerahkan barang
3) Kewajiban menanggung pembeli
4) Wajib mengembalikan kepada si pembeli atau menyuruh
mengembalikan oleh orang yang mengajukan tuntutan barang, segala
apa yang telah dikeluarkan pembeli, segala biaya yang telah
dikeluarkan untuk barangnya
5) Wajib menanggung terhadap cacat tersembunyi, meskipun ia sendiri
tidak mengetahui adanya cacat tersebut, kecuali telah diperjanjikan
6) Wajib mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, jika
penjual mengetahui barang yang telah dijual mengandung cacat,
serta mengganti segala biaya, kerugian
7) Wajib mengembalikan harga pembelian, apabila ia sendiri
mengetahui adanya cacat tersembunyi
8) Jika barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat
tersembunyi, maka kerugian dipikul oleh si penjual dan diwajibkan
4. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi sebagaimana diamanahkan dalam pasal 1238
KUHPerdata yang isinya “si berutang adalah lalai, apabila ia dengan
surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,
atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Menurut Ariyani (2012:19) wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali suatu prestasi atau keliru dalam
melakukan suatu prestasi atau terlambat melakukan suatu prestasi.
Menurut Miru (2013a:95) wanprestasi dapat berupa: 1) Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2) Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3) Terlambat memenuhi prestasi;
4) Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
b. Akibat Wanprestasi
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa:
1) Pembatalan kontrak saja;
2) Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti kerugian;
4) Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti kerugian (Miru,
2013a:96).
5. Penyelesaian Wanprestasi Nasabah
Menurut Siamat (1993:222-223) untuk menyelesaikan dan
menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh
usaha-usaha sebagai berikut:
a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang), yaitu perubahan syarat kredit hanya
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa
tenggang grace period dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank,
melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan i‟tikad dan karakter
yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi
kredit. Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan
dana atau likuiditas.
Mengacu pada Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah, yang menetapkan: LKS
boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan
murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan
ketentuan:
1) Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;
2) Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya
3) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
b. Reconditioning (Persyaratan Ulang), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran
sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat
kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan
konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi equity perusahaan.
Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan cooperative yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat
beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan persyaratan ulang (Siamat, 1993: 222-223).
c. Restructuring (Penataan Ulang), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi:
1) Penambahan dana Bank
2) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok
kredit baru, dan atau
3) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan
bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah
penyertaan (Siamat, 1993: 222-223).
Mengacu pada Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang
Konversi Akad Murabahah, yang menetapkan: LKS boleh melakukan
yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaan murabahahnya
sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tapi ia masih prospektif,
dengan ketentuan:
1) Akad murabahah dihentikan dengan cara:
a) Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan
harga pasar;
b) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil
penjualan;
c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu
dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal
dari mudharabah dan musyarakah;
d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa
hutang tetap menjadi hutang nasabah yang cara pelunasannya
disepakati antara LKS dan nasabah.
2) LKS dan nasabah ex-murabahah tersebut dapat membuat akad baru
dengan akad:
a) Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut di atas
dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSNMUI/III/2002
tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik;
b) Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN
No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh); atau
c) Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.
d. Liquidation (Liquidasi), yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini
dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut
bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau
usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk
dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan
menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang
bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses
penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada
BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan (Siamat,
1993: 222-223). Penyelesaian wanprestasi dengan Liquidation
(liquidasi) dilakukan ketika nasabah sudah benar-benar tidak mampu
membayar hutang dan sudah tidak bisa diselesaikan dengan cara
penyelesaian Rescheduling (Penjadwalan Ulang), Reconditioning
(Persyaratan Ulang) maupun Restructuring (Penataan Ulang).
Mengacu pada Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu
Membayar, yang menetapkan: LKS boleh melakukan penyelesaian
(settlement) murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/
melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, dengan ketentuan:
1) Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada
2) Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS
mengembalikan sisanya kepada nasabah;
4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang
tetap menjadi utang nasabah;
5) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS
dapat membebaskannya.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Syari‟ah Arbitrase Nasional setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui dua bentuk
alternatif penyelesaian sengketa. Proses penyelesaian sengketa tertua
melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses
penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan.
a. Litigasi
Menurut Salim H.S. (2014: 141-142) litigasi merupakan suatu
proses gugatan, suatu sengketa diritualisasikan yang menggantikan sengketa sesungguhnya, yaitu para pihak dengan memberikan kepada
seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan. Jadi,
Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan
kekurangannya dalam penyelesaian suatu sengketa. Keuntungannya
yaitu:
1) Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi
sekurang-kurangnya dalam batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak
dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial;
2) Litigasi sangat baik sekali untuk menemukan berbagai kesalahan
dan masalah dalam posisi pihak lawan;
3) Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan
memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar
keterangannya sebelum mengambil keputusan;
4) Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian
sengketa pribadi;
5) Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat
yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa.
Sedangkan kekurangan litigasi yaitu:
1) Memaksa para pihak pada posisi yang ekstrem;
2) Memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi putusan;
3) Litigasi benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu
perkara, apakah persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk persamaan kepentingan dan mendorong para pihak melakukan
4) Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan;
5) Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan,
para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran
mereka yang sebenarnya;
6) Litigasi tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan
hubungan para pihak yang bersengketa;
7) Litigasi tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu
sengketa yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan
beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian (Salim H.S., 2014:
141-142).
b. Non Litigasi
Non litigasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Jalur ini lebih aman dibandingkan jalur pengadilan.
Artinya, lebih memiliki banyak keuntungan dan kemudahan
dibandingkan dengan proses sidang di pengadilan. Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan ini melalui 4 jenis, yaitu:
1) Negosiasi
Negosisai merupakan upaya penyelesaian sengketa para
pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai
kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan
2) Mediasi
Menurut Salim H.S. (2014: 154-155) salah satu variasi dari
mediasi adalah suatu prosedur di mana sengketa pertama kali
diselesaikan dengan mediasi dan berikutnya bilamana perlu
terhadap isu-isu yang tidak terselesaikan dilakukan melalui
arbitrase. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
mediasi adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses
penyelesaian sengketa. Dalam proses itu pihak ketiga bertindak
sebagai penasihat.
3) Konsiliasi
Konsiliasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian
sengketa yang juga dapat ditempuh di luar pengadilan. Penyelesaian
sengketa ini memiliki banyak kesamaan dengan arbitrase, dan juga
menyerahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya
tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak (Miru, 2013b:
117).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
4) Arbitrase
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dikutip oleh
Miru (2013b: 114) Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa.
Kelebiahan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini
karena putusannya langsung final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap dan mengikat para pihak. Namun penyelesaian sengketa
melalui arbitrase juga memiliki kekurangan, yaitu:
a) Biaya mahal, pada kenyataannya biaya penyelesaian sengketa
melalui arbitrase hampir sama dengan biaya litigasi;
b) Penyelesaiannya lambat, walaupun banyak sengketa yang dapat
diselesaikan dalam jangka waktu 60-90 hari, namun banyak
juga penyelesaian yang memakan waktu panjang atau lebih dari
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan field research dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Maslikhah (2013:319) field research atau penelitian lapangan adalah penelitian yang didasarkan pada pengumpulan data
empiris di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke KJKS
BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Tuntang untuk menggali informasi yang
dibutuhkan peneliti. Menurut McMillan & Schumacher (2003) dalam
tulisannya Siti Apipah (2012) yang dikutip oleh Maslikhah (2013:319)
pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan
investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap
muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian.
Menurut Milles dan Michael (1992: 2) penelitian kualitatif akan
mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber dari
deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang
proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Peneliti dapat memahami
alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran
orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan
bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yang bersifat deskriptif
analitik, yaitu dimana memaparkan dimana memaparkan serta menggambarkan
keadaan dan fenomena yang lebih jelas mengenai situasi yang terjadi
(Nasution, 1996: 24). Peneliti menggambarkan dan meneliti tentang keadaan
yang terjadi pada KJKS BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang,
kemudian mendeskripsikan tentang strategi KJKS BMT Taruna Sejahtera
Cabang Sraten Kec. Tuntang dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah atau
wanprestasi anggota.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan objek penelitian oleh peneliti yaitu Koperasi Jasa
Keuangan Syariah BMT Taruna Sejahtera Cabang Sraten Kec. Tuntang yang
berada di Pertigaan Patung Gajah Sraten Jl. Raya Salatiga-Muncul, Desa
Sraten.
D. Sumber Data
Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari obyek yang diteliti.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata, tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen lain (sumber data tertulis,
foto dll) (Moleong, 1989: 157). Sumber data utama dicatat melalui catatan
tertulis dan atau melalui perekaman video/ video tapes, pengambilan foto, atau film.
Ada dua macam sumber data dalam penelitian ini untuk mendukung