• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Antonius Anggit Tri Kuncoro

NIM : 049114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Antonius Anggit Tri Kuncoro NIM : 049114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

(3)
(4)
(5)

Karya ini kupersembahkan bagi Ibuku Maria Irmina Kun Maryani tersayang….

(6)

Father, I abandon myself into your hands; do with me what you will. Whatever you may do, I thank you: I am ready for all, I accept all. Let only your will be done in me, and in all Your creatures - I wish no more than this, O Lord.

Into your hands I commend my soul; I offer it to you with all the love of my heart, for I love you Lord, and so need to give myself, to surrender myself into your hands, without reserve, and with boundless confidence,

For you are my Father.

Prayer Of Abandonment - Charles De Foucauld

(7)
(8)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2009

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimanakah hubungan kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif dalam populasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif pada remaja putra. Tahap remaja adalah tahap seseorang mencoba hal–hal baru, termasuk juga dalam perilaku membeli. Sehingga tanpa disadari golongan ini rentan terjerat dalam perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif ini juga berkaitan dengan emosi yang ada dalam diri remaja. Tahap remaja merupakan tahapan seseorang mengalami masa labil dalam hal identitas diri serta belum matangnya emosi. Sehingga orang yang sudah mempunyai emosi yang matang akan berperilaku konsumtif yang relatif lebih rendah karena segala bentuk perilaku untuk mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa akan dikendalikan oleh akal sehat, tidak cepat termakan ajakan dari lingkungan atau diri sendiri, dan lebih objektif. Subjek penelitian ini berjumlah 70 orang yang didapatkan dengan teknik purposive sample melalui penyebaran skala melalui bantuan KTC (Kumetiran Teens Community) dan Misdinar Paroki Kumetiran ke sejumlah SMP dan SMA di Yogyakarta. Subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki dengan rentang umur 13-18 tahun. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan skala kematangan emosi dan skala perilaku konsumtif yang memakai metode summated rating scale. Koefisien reliabilitas alpha cronbach skala kematangan emosi adalah 0,871, sedangkan koefisien reliabilitas alpha cronbach skala perilaku konsumtif adalah 0,903. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dan menghasilkan koefisien korelasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif remaja putra sebesar -0,378 dengan p sebesar 0,001 (p<0,05). Hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan tidak adanya hubungan dalam populasi antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra ditolak. Sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif dalam populasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif pada remaja putra menjadi diterima.

Kata kunci: kematangan emosi, perilaku konsumtif, remaja putra

(9)

Sanata Dharma University Yogyakarta

2009

This research aimed to examine carefully how the relation between emotional maturity and the consumptive behaviour to the male adolescents was. The hypothesis presented in this research was that there was a negative relation in the population between the emotional maturity and consumptive behaviour to the male adolescents. The adolescent phase was the phase when someone tried new things including the behaviour of buying things. Therefore, it was unconsciously that this group was susceptible to get trapped into the consumptive behaviour. This consumptive behaviour was interconnected to the emotion of the adolescents. The adolescents phase was a phase when someone experienced a labile period both in the self-identity case and the immature emotional. Therefore, someone possessed a mature emotional would behave less consumptive. All kinds of behaviour in consumpting a product or a service would be controlled by common sense. This person would not be persuaded easily by the temptation coming from the environment or from himself and would be more objective. The number of the subjects in this research were 70 persons who were got by using a purposive sample through the spreading scale with the support from KTC (Kumetiran Teens Community) and the Misdinar or Kumetiran Parish to several Junior and Senior High Schools in Yogyakarta. The subjects of the research were male with the range of age between 13-18 years old. The method of data collecting applied in this research was by using Emotional Maturity Scale and Consumptive Behaviour Scale with summated rating scale method. The alpha Cronbach reliability coefficient of the Emotional Maturity Scale was 0,871, while the alpha Cronbach reliability coefficient of Consumptive Behaviour Scale was 0,903. The data obtained was then processed by using Pearson Product Moment correlation technique which produced correlative coefficient between the emotional maturity and the consumptive to the male adolescents in the amount of -0,378 with the amount of p 0,001 (p<0,005). It meant that null hypothesis stating that there was no relation in the population between the emotional maturity and the consumptive behaviour to the male adolescents was rejected. Therefore the research hypothesis stating that there was a negative relation in the population between emotional maturity and the consumptive behaviour to the male adolescents was accepted.

Key words: emotional maturity, consumptive behaviour, male adolescents

(10)

(11)

Santo Antonius karena atas roh kudusNya, akhirnya karya tulis ini bisa terselesaikan. Perjuangan penelitian dari awal sampai dengan penyusunan laporan ini memang bukan jalan yang mudah dilewati, tetapi karena bantuan semua orang, akhirnya tiba saatnya bagi saya untuk membuka pintu yang baru, yang saya yakini menjadi proses kehidupan saya. Tetapi sebelum membuka pintu baru itu ijinkanlah saya berterimakasih atas segala proses yang saya alami selama ini kepada:

1. Bapak Petrus Almatius Sukotjo (yang berada di surga), terimakasih atas 14 tahun menemani dan mendampingi di dunia dan 8 tahun menjadikan lebih dewasa dengan mengerti tidak ada hidup abadi di dunia ini. Ibu Maria Irmina Kun Maryani, terimakasih atas segala bantuan, dukungan materi, tempat mengeluh, dan menjadi ibu yang baik terhadapku.... maaf karena lulusnya meleset setahun...

2. Mas Nanung, Mbak Aik dan Kiko ponakanku yang masih lucu yang selalu menyemangati dan menyemarakkan hari-hari kepenatan dengan ocehan dan perilakunya yang membuat pikiran kembali fresh.

3. Mas Nanang, sumber dana dan materi selama kuliah terima kasih karena menjadikanku lebih dapat mengatur segala pemasukan dan pengeluaran. 4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan

(12)

dengan sabar memberi arahan, memberi masukan, celaan, merevisi skripsi dan memberi semangat yang sangat membantu proses pengerjaan skripsi ini. Thanks a lot bu....

6. Pak Minta Istono, S.Psi., M.Si. dan Bu ML Anantasari S.Psi., M.Si. yang sudah mau membahas total dan memberi arahan dalam pendadaran.

7. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi dukungan, ejekan, motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini, terimakasih dan semoga cepat sembuh...

8. Teman-teman godisgood (Kawul, Gombe, Gatot), semua Mudika Paroki Kumetiran (Berto, Singgih, Manu, Luluk, Bebek, Ndaru, Purno, Galih, Lintang, Yunan, Tiffa, Sari, Ayu, Odil, Ayik, dll) SAMBEL (Bu Tanti, Miss Nana, Si Gal, Aning, Wahyu, murid-muridku Tyo, Sarah, Santa, Vinka, dll) yang menempa berorganisasi dan menikmati hidup menjadi lebih hidup.

9. Teman-teman kampus: Simin, Nipeng&Nopex, Japhar&Dora, Blegux, Thathat, Patje, Pakdedul&Rani, Anung&Marta, Unang, Yoyok&Dinta, Anang&Vera, Wisnu, Alit, Vebri, Dito&Rissa, Yumil&mbak Inung, Vani, Pristi, Atik&Kribo, Wilis&Jansen, Nana, Kadek, Dhani, Verty, Budi, Budi Farmasi, Ajay, Amel, Baka, Bli Made, Cawas, Debby, Dechy,

(13)

menjadi sahabat dan teman selama mempelajari ilmu di kampus

10.Teman-teman HUMAS USD, Pak Tatang, Bu Yanti (alm), Mas Cahyo, Lita, terimakasih sudah mengajarkan mengekspresikan diri dalam bentuk tulisan.

11.Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi tercinta yang telah memberi ilmu dan pengetahuan yang luar biasa...

12.Mas Gandung dan Mbak Nanik yang telah membantu kelancaran administrasi akademik selama ini.

13.Pak Gi…yang ramah dan murah senyum...

14.Mas Muji yang sudah berbagi pengalaman dan keceriaan dengan menjadi asisten.

15.Mas Doni yang telah meminjami buku-buku dan membantu prosedur presentasi.

16.Mbak Rani, yang telah meminjamkan buku-buku yang membuat pengetahuan menjadi bertambah...

17.Nenan, Fergi, Fian, Novi, Jordan, Putri, Cindil, Ibu’e Anung, Satya, Yudha dan teman-teman KTC dan Misdinar lainnya yang ikut andil dalam pengambilan data.

(14)

19.Queen, The Beatles, Bob Marley, Trans Siberian Orchestra, Mozart, Vivaldi, Beethoven, Dream Theater, Metallica, Bon Jovi, The Cure, U2, Andra, Arwana, BIP, Bondan, Didi Kempot, Warkop, Basiyo, D’Cinnamon, Ipang, Kornchong Chaos, Kotak, PMR, La Luna, Mocca, Melly, Ari Lasso, Slank, Souljah, Tony q Rastafara, Ras Muhammad, Saykoji, Gangsta Rasta, Nikita, TBK, Sheilla on Seven, Seventeen, Shaggy Dog, Scorpion, Gun and Roses, Aerosmith dan artis-artis lain yang sudah memberikan ketenangan dengan nyanyian di dalam kamar 2x3. 20.dan semua teman-teman serta pihak-pihak yang telah membuat akhirnya

saya bisa melewati tahap ini.... terimakasih...

Penulis sangat menyadari dalam penelitian ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam merangkai kata serta menyusun kalimat. Akan tetapi penulis sangat berharap bahwa penelitian ini tidak menjadi sia-sia belaka tetapi juga bermanfaat bagi banyak pihak.

Penulis

Antonius Anggit Tri Kuncoro

(15)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACK ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 6

A. Kematangan Emosi…...………... 6

1. Pengertian Emosi ... 6

(16)

B. PERILAKU KONSUMTIF…...………... 12

1. Perilaku ... 12

2. Perilaku Konsumtif ... 13

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif... 15

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif.. 18

C. REMAJA...…...………... 20

1. Pengertian Remaja ... 20

2. Perspektif Remaja ... 21

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRA... 25

E. HIPOTESIS ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Identifikasi Variabel... 29

C. Definisi Operasional ... 29

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Metode dan Alat Penelitian ... 31

F. Validitas dan Reliabilitas ... 33

G. Persiapan Penelitian ... 34

(17)

1. Uji Asumsi ... 41

2. Uji Hipotesis ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pelaksanaan Penelitian ... 43

B. Deskripsi Subjek Penelitian dan Data Penelitian ... 43

1. Subjek Penelitian... 43

2. Data Penelitian ... 44

C. Analisis Data Penelitian ... 47

1. Uji Asumsi ... 47

2. Uji Hipotesis ... 49

D. Data Tambahan ... 51

E. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 70

(18)

Tabel 2. Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif 33

Tabel 3. Persebaran Butir Aitem Skala Kematangan Emosi Setelah Seleksi Aitem... 37

Tabel 4. Persebaran Butir Aitem Skala Kematangan Emosi Saat Penelitian 37

Tabel 5. Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif Setelah Seleksi Aitem... 40

Tabel 6. Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif Saat Penelitian 40

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian... 44

Tabel 8. Uji Signifikasi Perbedaan Mean Empiris dan Teoritis... 45

Tabel 9. Kategorisasi Kematangan Emosi dan Perilaku Konsumtif Subjek Penelitian ... 46

Tabel 10. Uji Normalitas... 47

Tabel 11. Uji Linearitas... 49

Tabel 12. Uji Korelasional ... 50

Tabel 13. Uji Normalitas Aspek-aspek Kematangan Emosi... 51

Tabel 14. Uji Linearitas Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 52

Tabel 15. Uji Korelasional Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 54

(19)

Skala kematangan emosi dan perilaku konsumtif try out... 71

Data try out... 81

Perhitungan seleksi aitem dan reliabilitas skala kematangan emosi dan perilaku konsumtif ... 95

Lampiran 2 ... 101

Skala kematangan emosi dan perilaku konsumtif penelitian ... 102

Data penelitian ... 110

Olah data penelitian ... 120

(20)

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, gaya hidup yang sedang berkembang adalah postmodernisme. Gaya hidup ini merujuk pada suatu konsep peran teknologi yang sangat besar tidak hanya dalam mencapai keergonomisan aspek perindustrian saja tetapi juga masuk dalam semua aspek kehidupan. Permasalahan yang terjadi kemudian adalah segala macam akibat positif dari kemajuan teknologi dan globalisasi ini juga mempunyai imbas yang negatif layaknya dua sisi mata uang yang berbeda.

Feri (2005) mengatakan imbas negatif yang paling berbahaya dari kemajuan peradaban teknologi saat ini adalah cenderung membiaskan segi humanis manusia. Teknologi menjadikan manusia lebih mempunyai idealis materialisme, daripada humanisme.

Idealis materialisme ini membuat manusia bermentalitas status sosial dan kekayaan yang lebih tinggi dari orang lain diperoleh dari materi semata. Sehingga orang berlomba-lomba untuk membeli berbagai macam barang dan jasa. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar saja tetapi lebih pada gengsi dan harga diri saat mengkonsumsi suatu produk barang ataupun jasa bahkan sampai hutang. Hal inilah yang kemudian menjadikan suatu perilaku mengkonsumsi produk barang ataupun jasa secara emosional atau dinamakan perilaku konsumtif.

(21)

kebutuhan dan lebih pada keinginan yang berlebihan. Perilaku konsumtif menurut Lubis (dalam Lina dan Rosyid, 1997) adalah suatu perilaku mengkonsumsi yang sudah tidak lagi didasarkan pada pertimbangan rasional tetapi karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi.

Perilaku konsumtif juga mewabah pada semua usia terlebih remaja. Remaja menjadi sasaran dan target dari segmentasi produk–produk suatu perusahaan (Schiffman dan Kanuk,1983). Kelompok usia remaja merupakan pasar yang potensial karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Sifat remaja yang mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak berpikir panjang, serta tidak realis menyebabkan produsen sangat berkeinginan membidik pangsa pasar potensial ini (www.e-psikologi.com).

Menurut Loudon dan Bitta (dalam Lina dan Rosyid,1997), remaja adalah golongan yang berorientasi konsumtif karena suka mencoba hal–hal baru, sehingga tanpa disadari golongan ini terjerat dalam perilaku konsumtif. Penelitian–penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa remaja putri mempunyai kecenderungan untuk berperilaku konsumtif lebih tinggi dibandingkan remaja putra (Lina dan Rosyid, 1997 ; Tedja, 2003 ; Saputro, 2004 ; Purwandini, 2008).

(22)

remaja putra disebabkan oleh perbedaan sifat dan perilaku yang diharapkan berdasarkan peran seks atau peran sosial yang terkonstruksi secara sosial dan kultural. Penelitian Purwandini (2008) pun masih menunjukkan pola yang sama yaitu tingkat perilaku konsumtif remaja putri masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putra.

Penelitian-penelitian tersebut juga melibatkan hal penting yaitu emosi dan menyebutkan bahwa jenis kelamin putra lebih menggunakan rasional daripada jenis kelamin putri yang menggunakan emosional (Lina dan Rosyid, 1997 ; Anggarasari, 1997 ; Tedja, 2002 ; Saputro, 2004 ; Purwandini 2008). Penelitian Lina dan Rosyid (1997) mengungkapkan adanya pengaruh kontrol diri dalam perilaku konsumtif. Penelitian Anggarasari (1997), mengungkapkan adanya hubungan tingkat religiusitas dan perilaku konsumtif pada perempuan. Penelitian Tedja (2002) ingin melihat perbedaan tingkat perilaku konsumtif remaja putra dan putri ditinjau dari kecerdasan emosinya. Sedangkan penelitian Saputro (2004) dan Purwandini (2008) sama-sama ingin mengetahui apakah masih ada perbedaan tingkat perilaku konsumtif antara remaja putra dan putri.

Tingkat perilaku konsumtif yang rendah pada remaja putra dan pentingnya variabel emosi dari penelitian-penelitian sebelumnya menarik perhatian penulis untuk meneliti variabel emosi dan hubungannya dengan perilaku konsumtif. Variabel emosi yang akan diteliti dalam hal ini adalah kematangan emosi.

(23)

perkembangan dengan mulai munculnya pria-pria metroseksual yang juga gemar berbelanja dan berperilaku konsumtif (Rahardjo, dan Silalahi, 2007).

Kematangan emosi menurut Young (www.pikirdong.org, 2007) adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Seseorang yang mempunyai ciri-ciri emosi yang sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsang stimulus baik dari dalam maupun dari luar. Emosi yang sudah matang akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon-responnya dan memiliki saluran sosial positif bagi energi emosinya, misalnya bermain, melaksanakan hobinya, dsb (www.pikirdong.org, 2007).

Sehingga apabila dihubungkan dengan perilaku konsumtif, remaja putra yang mempunyai kematangan emosi akan berperilaku konsumtif yang relatif lebih rendah karena segala bentuk perilaku untuk mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa akan dikendalikan oleh akal sehat, tidak cepat termakan ajakan dari lingkungan atau diri sendiri, lebih objektif, mempunyai saluran sosial emosional yang lebih positif daripada hanya sekedar memuaskan emosional dengan menghabiskan uang untuk mengkonsumsi barang yang tidak dibutuhkan saat itu.

B. RUMUSAN MASALAH

(24)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimanakah hubungan kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Implikasi praktis:

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mampu menjabarkan bagaimanakah hubungan kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra, sehingga bermanfaat untuk para praktisi pendidikan dan orang tua untuk memahami perilaku konsumtif remaja putra. Penelitian ini juga perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya perilaku konsumtif pada remaja terlebih remaja putra akibat dampak negatif globalisasi.

2. Implikasi teoritis :

(25)

A. KEMATANGAN EMOSI 1. Pengertian Emosi

Secara teori, dalam ilmu psikologi ada banyak definisi mengenai emosi. Apabila dirunut dari asal kata, Young (1975) mengacu pada kamus Murray bahwa

emotion berasal dari kata latin e (keluar) dan movere (untuk bergerak) yang secara harafiah kedua kata tersebut berarti menggerakkan (to stir up) yaitu sesuatu yang mendorong dalam diri individu. Young menulis bahwa emosi sebenarnya merupakan proses afektif yang kompleks dan terjadi pada situasi kehidupan manusia yang mengalaminya, dan bentuk manifestasinya bisa dalam berbagai macam perasaan yang muncul seperti sedih, kegembiraan, teror, dll. Strickland (2001) mengatakan bahwa emosi adalah reaksi fisik dan psikis yang menimbulkan perasaan yang kuat terhadap pengalaman subjektif untuk menyiapkan respon selanjutnya. Huffman, Vernoy, dan Vernoy (1997) menyebutkan bahwa emosi adalah suatu perasaan atau reaksi afektif seorang manusia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian emosi adalah reaksi fisik dan psikologis pada unsur afeksi seorang manusia setelah mendapatkan suatu stimulus, yang kemudian diekspresikan melalui perubahan perilaku verbal dan non verbal, untuk beradaptasi terhadap stimulus tersebut.

(26)

2. Pengertian Kematangan Emosi

Seorang manusia, selama hidup akan mengalami perubahan dan perkembangan dalam segala hal termasuk kondisi emosinya. Menjelang masa remaja, manusia mengalami perubahan perilaku emosional yang cukup radikal. Perubahan emosi ini disertai dengan perubahan-perubahan lain seperti perkembangan struktur tubuh, perkembangan relasional dengan orang lain, perkembangan cara belajar, dan tugas-tugas perkembangan yang membuat seorang remaja tersebut akan berada dalam periode kebingungan identitas dan kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pada tahap ini, banyak timbul permasalahan-permasalahan yang menuntut remaja untuk bersikap secara rasional, mengurangi sikap emosionalnya sebagai jalan untuk beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang serba membingungkan tersebut (Santrock, 2002)

Remaja yang dapat mengontrol dan mengendalikan pengekspresian emosinya menurut Young adalah remaja yang mempunyai kematangan emosi (Young, 1975).

Penelitian Hollingsworth dan Morgan (dalam Young, 1975) menyebutkan kematangan emosi sebagai perubahan respon emosi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perubahan pada tingkat toleransi terhadap frustrasi, penurunan dalam tingkat dan derajat emosi yang tidak diharapkan, perbedaan dalam perilaku impulsif, perbedaan sikap dalam memperhatikan diri sendiri, dan perbedaan dalam menampakkan perilaku emosi secara terbuka.

(27)

mengendalikan emosinya, maka orang tersebut dapat berpikir secara jernih, tenang dan lebih objektif dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan (www.sabda.org).

Penelitian Fawaid (2003) menyatakan remaja yang mempunyai kematangan emosi yang baik mampu mengontrol emosinya, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga bila mendapat rangsang emosional maka remaja dapat menyesuaikan diri dan tidak menunjukkan gangguan emosional sesuai dengan tingkat perkembangan remaja.

Beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan suatu pengertian kematangan emosi yaitu suatu keadaan seorang manusia dapat mengontrol emosinya, baik itu pengekspresian secara verbal atau nonverbal, sehingga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan akan menjadi lebih objektif dan selektif dalam merespon stimulus emosi.

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Hurlock (1993) menyatakan bahwa kematangan emosi mempunyai aspek-aspek sebagai berikut:

a. Tidak meledakkan emosi di hadapan orang lain, melainkan mampu mengekspresikan emosi pada saat yang tepat dan wajar sehingga lebih dapat diterima secara sosial.

(28)

c. Memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati lain seperti dalam periode sebelumnya.

Sedangkan Febiyanti (www.pikirdong.org, 2007) menyebutkan aspek-aspek kematangan emosi adalah:

a. Kemampuan beradaptasi dengan realita

Seorang yang mempunyai kematangan emosi akan mudah untuk beradaptasi dengan kenyataan saat ini, bukan masa lalu ataupun masa depan.

b. Kemampuan beradaptasi dengan perubahan

Seorang yang mempunyai kematangan emosi, akan mudah beradaptasi saat terjadi perubahan secara insidental, tidak panik terhadap perubahan. c. Kemampuan mengontrol gejala emosi yang mengarah pada kemunculan

simtomp kecemasan

Seorang yang mempunyai kematangan emosi, akan dapat mengontrol simtom-simtom yang menjadi semacam radar bagi manusia bahwa ada bahaya yang mengancam sehingga tidak akan timbul kepanikan yang luar biasa.

d. Kemampuan menemukan kedamaian jiwa dari memberi dibanding dengan menerima.

(29)

e. Konsisten terhadap prinsip, janji dan keinginan untuk menolong orang yang kesulitan.

Orang yang matang secara emosi di satu sisi telah menemukan prinsip dan idealisme yang kuat dalam hidupnya, tetapi di sisi lain, juga menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada, selalu menepati janji, bertanggung jawab, dan mempunyai keinginan untuk membantu orang lain yang kesulitan.

f. Dapat meredam bahkan merubah insting negatif dan destruktif menjadi energi kreatif dan konstruktif

Orang yang emosinya matang akan dapat mengontrol perilaku-perilaku negatif dan impulsif, menggunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya dan orang lain.

g. Kemampuan untuk mencintai

Orang yang mempunyai kematangan emosi, akan selalu dipenuhi oleh perasaan cinta, baik terhadap sesama dan alam.

Setelah melihat dan meninjau aspek-aspek kematangan emosi dari beberapa teori di atas, akhirnya menurut penulis, aspek-aspek tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

a. Kemampuan mengontrol emosi

(30)

jarang bahkan tidak pernah lagi melakukan regresi emosi, dapat mengidentifikasi perasaan apa yang terjadi saat ini dan dapat mengontrol perasaan negatif (ketakutan, kecemasan, marah, dan kesedihan) serta perasaan senang (bahagia, gembira)

b. Kemampuan relasi sosial

Orang yang memiliki kemampuan relasi sosial ini cenderung akan mampu menemukan kedamaian jiwa dari memberi dibanding dengan menerima, konsisten terhadap prinsip, janji dan keinginan untuk menolong orang yang kesulitan, mampu untuk mencintai, berhasil dalam relasi sosial, tidak egois dalam berbagi informasi, bertindak bijak dalam relasi dengan sesama, sensitif kepada perasaan orang lain, tidak hanya melihat permasalahan dari satu sudut pandang pribadi saja tetapi juga dari persepsi orang lain, menghargai perbedaan dengan orang lain, serta mempunyai kemampuan sosial.

c. Kepribadian yang utuh

(31)

Ketiga aspek di atas, dapat menjelaskan bahwa seseorang mempunyai kematangan emosi apabila dalam kesehariannya didasari oleh kemampuan mengontrol emosi, kemampuan dalam relasi sosial dan kepribadian yang utuh. Semakin tinggi seseorang mendasarkan kematangan emosinya pada tiga hal ini maka semakin matang emosinya.

4. Efek Kematangan Emosi

Hurlock (1993) menyatakan efek yang terjadi pada seseorang yang matang emosinya akan:

a. dapat diterima secara sosial.

Orang yang matang emosinya akan lebih dapat diterima orang lain karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dapat melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain, tidak egois, dan cenderung lebih mandiri.

b. berpikir lebih rasional

Orang yang matang emosinya akan lebih dapat berpikir secara rasional, tidak didasarkan atas perasaan emosional, dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.

B. PERILAKU KONSUMTIF 1. Perilaku

(32)

perilaku juga dibedakan menurut aktivitasnya yaitu perilaku motorik, emosi, dan perilaku kognitif (Walgito, 1991).

Ada beberapa macam pembentukan sebuah perilaku. Pertama yaitu kebiasaan. Kebiasaan berperilaku membuat sebuah alur perilaku individu. Kedua adalah pengertian. Apabila seorang individu mengerti tujuan sebuah perilaku, maka dia akan berperilaku untuk memenuhi tujuannya tersebut. Sedangkan yang ketiga adalah modelling. Hal yang ketiga ini mulai muncul ketika seorang individu masih berada dalam tahap kanak – kanak yaitu dengan modelling. Perilaku ini membuat mereka meniru perilaku orang lain dan tanpa menyaring atau imitasi (Sears, Freedman & Peplau, 1985)

Definisi-definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perilaku adalah respon terhadap stimulus dari dalam atau luar individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, proses belajar, dan pengalaman-pengalaman masa lalu.

2. Perilaku Konsumtif

(33)

Hal senada juga diungkapkan oleh Schiffman dan Kanuk (1983), yang menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku dalam pencarian, pembelian, penggunaan dan evaluasi terhadap produk yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan. Sedangkan Mangkunegara (dalam Lina dan Rosyid, 1997) menyatakan bahwa konsumsi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh kelompok atau individu yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan.

Schiffman dan Kanuk (1983), menyebutkan bahwa dalam melakukan kegiatan konsumsi ini, seorang konsumen didasari atas suatu motivasi. Motivasi yang mendasari konsumen ada dua yaitu motivasi rasional dan motivasi emosional. Motivasi rasional berarti kegiatan konsumsi yang dilakukan benar-benar dipertimbangkan, dan dibutuhkan untuk memenuhi suatu tujuan konsumen tersebut. Sedangkan kegiatan konsumsi yang didasari motivasi emosional, berarti kegiatan menghabiskan nilai guna barang atau jasa tersebut hanya sekedar untuk memuaskan emosional saja, dan tidak mempertimbangkan kebutuhannya yang dinamakan perilaku konsumtif.

(34)

materialistik, dan hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya.

Widiastuti (www.kompas.com) menyebutkan pula mengenai kata konsumtif yang maknanya lebih pada sebuah perilaku yang boros, mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan, lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan serta tidak ada skala prioritas dalam usaha pemenuhan kebutuhan.

Menurut Saputro (2004), Dewi (2006), dan Lia (2007), perilaku konsumtif adalah kecenderungan perilaku membeli tanpa ada pertimbangan yang matang dan hanya berdasar kesenangan semata, tidak berdasar kebutuhan, tidak memperhitungkan uang yang dimiliki, hanya untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

Beberapa penjabaran mengenai pengertian perilaku konsumtif di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku menghabiskan nilai guna barang atau jasa, yang lebih didasarkan pada pemuasan emosional, mementingkan keinginan, impulsif dan mengejar kesenangan sesaat tanpa ada pertimbangan rasional yang matang dan prioritas dalam hal kebutuhan dan uang yang dimiliki, sehingga cenderung bersifat materialistis dan boros.

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Aspek-aspek dalam perilaku konsumtif menurut Lina dan Rosyid (1997) adalah:

a. Impulsif buying

(35)

b. Non rational buying

Perilaku membeli barang atau jasa yang lebih didasarkan pada pencarian kepuasan dan kesenangan secara emosional.

c. Wasteful buying

Perilaku membeli barang atau jasa yang sebetulnya tidak menjadi kebutuhan saat itu, tidak diperlukan saat itu.

Sedangkan Hidayati (dalam Tedja, 2003 ; Saputro, 2004 ; Dewi, 2006 ; Lia, 2007) menyebutkan ada empat aspek yang membentuk perilaku konsumtif. Keempat aspek tersebut adalah:

a. Impulsif

Perilaku konsumtif terjadi karena hasrat sesaat, bersifat emosional, tanpa perencanaan dan pertimbangan yang matang, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian.

b. Pemborosan

Perilaku membeli yang berlebih-lebihan, sering mencoba dan berganti produk baru. Sehingga konsumen melakukan pemborosan dengan membeli barang-barang yang diinginkannya tetapi tidak dibutuhkannya.

c. Mencari kesenangan

(36)

d. Mencari kepuasan

Konsumen membeli barang karena ingin mendapatkan suatu penghargaan, stigma kaya, mampu, atau berkecukupan dari masyarakat atau teman sebaya. Ada ketidakpuasan apabila tidak mendapat pengakuan menjadi “lebih” dari orang lain sehingga akan berusaha mendapatkan pengakuan tersebut.

Aspek-aspek dalam perilaku konsumtif di atas dapat dikelompokkan menjadi aspek:

a. Impulsif

Perilaku membeli yang terjadi secara insidental, tiba-tiba saja tanpa ada perencanaan dan pertimbangan yang matang mengenai produk yang dibeli tersebut. Perencanaan dan pertimbangan yang dimaksud berupa kuantitas produk atau jumlah produk yang dibutuhkan, harga produk, dan kualitas produk yang berupa awet tidaknya barang serta baik tidaknya mutu barang tersebut dibandingkan barang yang sejenis dengan merk yang lain.

b. Emosional

(37)

menjadi “lebih” dari orang lain sehingga akan berusaha mendapatkan pengakuan tersebut.

c. Pemborosan

Perilaku membeli yang dilakukan secara berlebihan, menghambur-hamburkan banyak uang untuk hal-hal yang kurang dibutuhkan saat ini.

Dari ketiga aspek di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan cenderung berperilaku konsumtif apabila melakukan pembelian barang atau jasa dengan didasari pada aspek impulsif, emosional, dan pemborosan. Semakin tinggi seseorang mendasarkan pada ketiga aspek ini, maka akan semakin konsumtif. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Engel, Blackwell (dalam Lina dan Rosyid, 1997) menyebutkan ada dua faktor penting dalam memahami perilaku konsumen. Faktor yang pertama adalah faktor internal dan faktor eksternal. Penjelasan mengenai kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

(38)

didasarkan pada proses belajar pada pengalaman masa lalu. Saat ada pengalaman yang menyenangkan terhadap suatu barang pada masa lalu, ini akan mempengaruhi proses pengambilan keputusannya. Hal lain yang mempengaruhi secara internal adalah kepribadian dan konsep diri konsumen tersebut. Konsumen dengan tipe kepribadian A, akan berbeda tingkat konsumtif, pola konsumtif, dan cara konsumtif dengan konsumen dengan tipe kepribadian B.

b. Faktor Eksternal

(39)

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescence adalah periode lanjutan setelah masa kanak– kanak dengan rentang umur kurang lebih tiga belas sampai dengan 18 tahun (Hurlock, 1993). Hurlock (1993), membagi masa remaja tersebut menjadi dua bagian yaitu masa awal remaja dengan rentang umur 13-16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja dengan rentang 16 atau 17-18 tahun, atau usia matang secara hukum. Tahap remaja ini diawali dengan mulainya masa pubertas (Santrock, 2002). Pubertas atau disebut puberty adalah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat (Santrock, 2002). Sedangkan menurut Sanford dan Lough (1988), pubertas berasal dari gabungan kata latin “pubes” yang berarti “usia kedewasaan”, yang menunjuk pada perubahan fisik seorang anak.

Havighurst (dalam Hurlock, 1993) menyebutkan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja adalah:

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya.

(40)

g. Mempersiapkan perkawinan dari keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Sehingga benarlah apa yang kemudian dikatakan oleh Hurlock (1993) dan Santrock (2002), mengenai masa remaja adalah masa yang benar-benar berbeda dari masa anak-anak yang masih tergantung dengan orang-orang di sekitarnya dengan tuntutan tugas perkembangan yang lebih sederhana dibandingkan pada masa remaja.

2. Perspektif Remaja

Berikut ini akan diuraikan mengenai perspektif remaja dari tiga hal yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosional pada masa remaja.

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada remaja ditandai oleh masa puber. Masa puber adalah masa kematangan kerangka dan organ seksual terjadi secara pesat (Santrock: 2002). Sedangkan menurut Sanford dan Lough (1988), pubertas berasal dari gabungan kata latin “ad” dan “alescare” yang berarti “usia kedewasaan”, yang menunjuk pada perubahan fisik seorang anak. Pubertas oleh Santrock (2002) dijelaskan bukan sebagai peristiwa tunggal tetapi peristiwa yang terjadi secara berangsur-angsur. b. Perkembangan Kognitif

(41)

Piaget (dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa remaja berada dalam tahap operasional formal yaitu membangun dunia kognitif sendiri, informasi tidak hanya tercurah ke dalam benak mereka dari lingkungan. Untuk memahami dunianya remaja mengorganisasikan pengalaman-pengalaman mereka. Piaget pun percaya bahwa remaja menyesuaikan diri dengan dua cara yaitu melalui asimilasi yaitu menggabungkan informasi baru ke dalam informasi yang sudah dimiliki dan akomodasi yaitu menyesuaikan diri terhadap hal-hal baru.

Lev Vygotsky (dalam Santrock, 2003) menyebutkan perkembangan kognitif remaja sangat tergantung pula dengan lingkungan sosialnya. Ia menekankan perkembangan kognitif anak dan remaja sangat dibantu dengan bimbingan orang lain yang lebih terampil dalam menggunakan peralatan budaya.

Menurut Elkind (dalam Grinder, 1969), remaja juga mengembangkan pemikiran egosentrisme yaitu kepercayaan seorang remaja bahwa orang lain memperhatikan (bisa berupa pujian atau bahkan kritikan) segala penampilan dan perilaku mereka. Egosentrisme ini memunculkan bentuk penonton khayalan (imaginery audience) yaitu keyakinan remaja bahwa dia akan menjadi fokus perhatian orang lain dan orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana dirinya sendiri. (Santrock, 2003).

(42)

keunikan pribadi yang dimilikinya. Perasaan akan adanya keunikan pribadi ini membuat mereka merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memahami perasaan mereka.

c. Perkembangan Sosioemosional

Perkembangan sosioemosional remaja seringkali tidak lepas dari masa labil, periode storm and stress (Hurlock, 1993). Masa labil ini apabila dicermati lebih pada kekurangpahaman terhadap diri atau terhadap identitas diri (Santrock, 2003). Pemahaman diri menurut Santrock (2003) adalah gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja. Pemahaman diri seorang remaja didasari oleh berbagai kategori peran dan keanggotaan yang menjelaskan siapakah diri remaja tersebut. Tahap perkembangan remaja, merupakan tahap seseorang tidak hanya mencoba untuk mendefinisikan atribut-atribut dari dirinya atau memahami diri tetapi juga mencoba mengevaluasi atribut-atribut tersebut dengan rasa percaya diri dan konsep diri.

Remaja yang mempunyai tingkat kepercayaan diri yang cenderung rendah, untuk sebagian besar menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional (Damon dalam Santrock, 2003) tetapi untuk beberapa remaja dapat menimbulkan masalah serius seperti anorexia nervosa, depresi, dan bahkan bunuh diri.

(43)

menurut Erikson, remaja sedang berusaha untuk menemukan siapa mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka dan mau ke mana mereka menjalani hidup. Remaja yang berhasil menghadapi dengan identitas-identitas yang saling bertentangan akan mendapat pemikiran baru. Sedangkan remaja yang tidak berhasil melewati krisis identitasnya akan mengalami kebimbangan identitas. Kebimbangan ini dapat mengakibatkan penarikan diri, mengisolasi diri dari teman sebaya dan keluarga atau meleburkan diri dengan dunia teman sebaya dan kehilangan identitas diri (Santrock, 2003).

Mengenai relasinya dengan keluarga, hal yang selalu menjadi permasalahan pada masa remaja salah satunya adalah konflik dengan orang tua. Pada awal masa remaja, seorang remaja akan sering menuntut bentuk otonomi dan kebebasan dibandingkan pada masa anak-anak dahulu. Tetapi kadang remaja juga ketakutan untuk ikut bertanggung jawab atas otonomi yang diberikan. Bahkan seringkali yang terjadi, orang tua malah tidak mau untuk memberikan perluasan bentuk otonomi pada remaja. Di sinilah mulai muncul konflik antara orangtua dengan remaja. Konflik-konflik ini mempunyai sisi positif yang sebenarnya mempermudah transisi remaja dari tergantung pada orang tua menjadi pribadi yang individu (Santrock, 2002).

(44)

mencari bentuk identitas mereka. Karena pada saat remaja, permasalahan yang sangat penting adalah masalah identitas pribadi, maka banyak remaja yang kemudian mencari identitas tersebut dalam kelompok, grup atau gank.

Mengenai moral, pada remaja berkembang pemikiran idealis karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat pada masa anak-anak.

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI

DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRA

(45)

konsumen yang sangat mudah untuk dipengaruhi karena mereka masih sangat labil untuk menentukan mana yang terbaik untuk mereka. Kompleksitas permasalahan yang menyebabkan kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja putra ini dapat dilihat dari beberapa perspektif dan tinjauan melalui aspek-aspek kematangan emosi.

Hal pertama adalah aspek emosional. Labilnya sisi emosi seorang remaja putra membuat dirinya mudah terpengaruh oleh ajakan-ajakan, persuasi-persuasi dari teman sebayanya dan iklan-iklan yang kemudian mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menciptakan kecenderungan perilaku konsumtif remaja putra. Remaja putra masih cukup kesulitan untuk mengkonsumsi produk dalam rangka memenuhi kebutuhan, bahkan yang terjadi malahan kecenderungan untuk mendapatkan pemenuhan kepuasan dan kesenangan dalam hal emosional.

(46)

Peleburan identitas diri dalam identitas kelompok ini akan membuat remaja putra tersebut hanya menjadi orang yang mengikuti trend dalam kelompok itu. Hal ini menjadi berbahaya apabila kelompok yang diikuti mempunyai kecenderungan untuk berperilaku konsumtif dan mengidentitaskan diri dengan berperilaku konsumtif.

Hal ketiga adalah aspek kepribadian yang utuh dari diri remaja putra itu sendiri. Hal ini membuat remaja putra semakin cenderung mudah terperosok untuk melakukan kecenderungan perilaku konsumtif apabila dalam diri remaja putra tersebut masih mengembangkan pemikiran egosentrisme dengan bentuk

imaginery audience (penonton khayalan). Pemikiran remaja putra yang terkadang tidak rasional karena menganggap dirinya adalah sumber dan pusat perhatian dalam kelompok sosial (Elkind dalam Grinder, 1963), akan menyebabkan remaja putra tersebut berusaha untuk menampilkan diri baik itu berpakaian, berdandan, gaya potong rambut, dan karakteristik lain secara maksimal.

Ketiga aspek kematangan emosi di atas apabila mengalami kegagalan, dapat diprediksi akan menjadikan remaja putra cenderung berperilaku konsumtif dan mengidentitaskan diri dengan berperilaku konsumtif.

(47)

E. HIPOTESIS

(48)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah korelasional, yaitu penelitian yang berbentuk hubungan (Azwar, 1999) dan bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kaitan antara variabel-variabel tersebut (Santosa, 1999). Teknik korelasi dapat juga dikatakan sebagai teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain (http://psikologistatistik.blogspot.com). Penelitian ini untuk melihat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra.

B. Identifikasi Variabel

Variabel adalah gejala, konstruk, atau sifat yang dipelajari dan menjadi fokus untuk diteliti. Pada penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

1. variabel bebas : kematangan emosi 2. variabel terikat : perilaku konsumtif

C. Definisi Operasional

(49)

dengan merinci hal yang harus dikerjakan untuk mengukur variabel tersebut. (Kerlinger,1990)

Kedua Variabel di atas memiliki definisi operasional sebagai berikut: 1. Kematangan Emosi

Kematangan emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan seorang manusia yang dapat mengontrol emosinya, mampu dalam relasi sosial, serta mempunyai kepribadian yang utuh. Pengukuran kematangan emosi ini akan menggunakan skala kematangan emosi yang dapat diukur melalui aspek-aspeknya yaitu:

a. Kemampuan mengontrol emosi b. Kemampuan relasi sosial c. Kepribadian yang utuh

Berdasarkan aspek-aspek di atas, akan dibuat skala kematangan emosi yang skor totalnya akan menjelaskan kematangan emosi pengisi skala. Ketiga aspek di atas dapat menjelaskan bahwa seseorang mempunyai kematangan emosi apabila dalam kesehariannya didasari oleh kemampuan mengontrol emosi, kemampuan dalam relasi sosial dan kepribadian yang utuh. Semakin tinggi seseorang mendasarkan kematangan emosinya pada tiga hal ini maka semakin matang emosinya.

2. Perilaku Konsumtif

(50)

a. Impulsif b. Emosional c. Pemborosan

Berdasarkan aspek-aspek di atas, akan dibuat skala perilaku konsumtif yang skor totalnya akan menjelaskan perilaku konsumtif pengisi skala. Ketiga aspek ini dapat menjelaskan bahwa seseorang akan cenderung berperilaku konsumtif apabila melakukan pembelian barang atau jasa dengan didasari pada aspek impulsif, emosional, dan pemborosan. Semakin tinggi seseorang mendasarkan pada ketiga aspek ini, maka akan semakin konsumtif.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan teknik purposive sample yaitu pemilihan subjek atas adanya tujuan tertentu untuk memperoleh sampel yang representatif dengan populasi (Kerlinger,1990). Kriteria subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja dengan rentang usia 13 tahun sampai 18 tahun. Pemilihan rentang umur ini mengacu pada teori Hurlock (1993) yang menyatakan rentang usia remaja adalah 13 sampai 18 tahun.

2. Remaja yang berjenis kelamin putra atau laki-laki.

E. Metode dan Alat Penelitian

(51)

mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan (Azwar, 1999). Subjek penelitian diminta untuk mengisi pernyataan-pernyataan yang dirangkai dalam bentuk skala. Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala kematangan emosi dan skala perilaku konsumtif.

Skala kematangan emosi dan skala perilaku konsumtif akan dipaparkan dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (summated rating) atau yang lebih dikenal dengan penskalaan Likert. Metode penskalaan ini menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Skala Likert ini disusun oleh pernyataan-pernyataan yang favorable dan pernyataan yang unfavorable yang disajikan seimbang (Azwar, 1995). Pernyataan-pernyataan ini nantinya akan menggunakan lima alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Skor untuk aitem-aitem yang termasuk dalam kategori favorable adalah SS = 4, S = 3, N = 2, TS = 1, STS = 0. Sedangkan untuk aitem-aitem yang termasuk dalam kategori unfavorable diberi skor SS = 0, S = 1, N = 2, TS = 3, STS = 4. Skor total diperoleh dari menjumlahkan semua skor aitem yang diperoleh responden.

(52)

Tabel 1

Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Kematangan Emosi No Aitem 2. Kemampuan Relasi

Sosial

Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif No Aitem

F. Validitas dan Reliabilitas

(53)

Proses penyeleksian aitem-aitem pada tahap ujicoba juga menggunakan bantuan program SPSS 12.00 for windows dengan cara menghitung korelasi antara skor subjek pada aitem yang bersangkutan dengan skor total tes (korelasi aitem-total / parameter daya beda aitem). Besar koefisien korelasi bergerak dari 0,00 – 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Sebagai dasar pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix > 0,3 tetapi juga bisa diturunkan menjadi > 0,25 sehingga jumlah aitem lolos yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 1999).

Penghitungan reliabilitas alat ukur menggunakan bantuan program SPSS 12.00 for windows. Reliabilitas sebenarnya mengacu pada keterpercayaan hasil ukur. Penghitungan reliabilitas dengan menggunakan teknik pendekatan konsistensi internal koefisien reliabilitas alpha cronbach yang diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan sekali saja pada sekelompok responden / single-trial administration (Azwar, 1999). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas rxx yang angkanya berkisar dari 0,00 – 1,00. Semakin

tinggi koefisien reliabilitasnya, berarti semakin tinggi pula tingkat kepercayaan hasil pengukuran alat tersebut bagi kelompok subjek yang diteliti.

G. Persiapan Penelitian

1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian

(54)

aitem-aitem yang benar-benar dapat membedakan sikap dan kemampuan subjek penelitian terhadap variabel yang ingin diteliti. Mengenai validitas, dalam uji coba ini tidak dilakukan dengan membandingkan skala yang dibuat peneliti dengan alat ukur lain yang mengukur hal yang sama tetapi dengan menggunakan validitas isi dengan bantuan dosen pembimbing.

Alat ukur yang diujicobakan terdiri dari dua skala. Skala pertama adalah Skala Kematangan Emosi yang dikodekan dengan nama Skala I. Skala kedua adalah Skala Perilaku Konsumtif yang dikodekan dengan nama Skala II. Kedua skala ini dirangkai menjadi satu buah buku yang kemudian disebarkan kepada subjek penelitian sehingga setiap subjek akan mendapatkan dua buah skala.

Uji coba alat ukur penelitian ini diadakan mulai tanggal 6 Desember 2008 sampai dengan 15 Desember. Sehari sebelumnya yaitu pada tanggal 5 Desember 2008, peneliti fokus pada pembuatan buku skala uji coba dan meminta bantuan teman-teman remaja Kumetiran Teens Community (KTC) dan teman-teman Misdinar Santo Tarcisius Kumetiran untuk menyebarkan buku skala yang sudah jadi ke sekolah-sekolah mereka dengan memperhatikan karakteristik subjek penelitian yaitu remaja putra. Penyebaran ke beberapa sekolah ini dimaksudkan supaya sampel yang didapatkan dalam ujicoba ini semakin bervariasi tidak hanya dari satu sekolah saja. Ada 70 skala yang disebarkan ke beberapa sekolah di Yogyakarta yaitu SMP 3, SMP 7, SMP Marsudi Luhur, SMP Stella Duce I, SMP Stella Duce II, SMA 2, SMA Pangudi Luhur, SMA Santo Michael.

(55)

selesai kemudian dikembalikan dan dilihat syarat kelengkapannya oleh peneliti apakah dapat dianalisis ataukah tidak.

2. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Berikut ini akan disajikan hasil uji coba alat penelitian yaitu Skala Kematangan Emosi dan Skala Perilaku Konsumtif.

a. Skala Kematangan Emosi

i. Seleksi Aitem Skala Kematangan Emosi

(56)

distribusi aitem yang dilakukan dalam pengambilan data sesungguhnya menjadi tampak seperti dalam tabel berikut:

Tabel 3.

Persebaran Butir Aitem

Skala Kematangan Emosi Setelah Seleksi Aitem No Aitem

(57)

ii. Reliabilitas Skala Kematangan Emosi

Reliabilitas Skala Kematangan Emosi dihitung dengan menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows. Komputasi ini menghasilkan reliabilitas alpha (α) cronbach sebesar 0,871. Koefisien reliabilitas sebesar 0,871 menurut Azwar (1999) dapat diartikan sebagai hubungan skor skala yang diperoleh (X) dengan skor sesungguhnya yang tidak diketahui (skor murni). Koefisien reliabilitas 0,871 berarti variasi yang tampak pada skor skala tersebut mampu mencerminkan 87,1% dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subjek yang tampak. Sehingga dapat diketahui pula bahwa 12,9% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi eror atau kesalahan pengukuran. Perhitungan reliabilitas alat ukur selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

b. Skala Perilaku Konsumtif

i. Seleksi Aitem Skala Perilaku Konsumtif

(58)

juga diturunkan dari 0,3 menjadi 0,25 dikarenakan setelah diujicobakan, aitem-aitem yang sahih belum mendapatkan proporsi yang seimbang.

Melalui proses tiga kali seleksi aitem dengan menggunakan indeks daya diskriminasi aitem dapat diketahui 18 aitem gugur dan 30 aitem yang sahih. Aitem-aitem yang gugur adalah aitem nomer 1, 2, 8, 13, 17, 18, 22, 23, 24, 28, 29, 32, 36, 37, 38, 43, 46, 47. Ternyata aitem-aitem yang gugur sebagian besar merupakan aitem-aitem unfavorable, maka perlu penyusunan ulang. Gugurnya aitem-aitem unfavorable ini dimungkinkan adanya faking good karena social desirability yang cukup tinggi dari tiap aitem. Peneliti akhirnya memilih untuk tidak menyertakan aitem-aitem unfavorable tersebut dalam penelitian setelah melihat proporsi aitem-aitem yang sahih setelah melalui proses seleksi. Hal ini tidak menjadi masalah karena sebenarnya penyusunan aitem

favorable dan unfavorable hanya khusus untuk pengukuran skala sikap (Azwar, 1995).

(59)

Tabel 5.

Persebaran Butir Aitem

Skala Perilaku Konsumtif Setelah Seleksi Aitem No Aitem

Skala Perilaku Konsumtif Saat Penelitian No Aitem

ii. Reliabilitas Skala Perilaku Konsumtif

(60)

reliabilitas alpha (α) cronbach sebesar 0,903. Sama seperti yang diutarakan pada bagian skala kematangan emosi, koefisien reliabilitas skala perilaku konsumtif sebesar 0,903 menurut Azwar (1999) dapat diartikan variasi yang tampak pada skor skala tersebut mampu mencerminkan 90,3% dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subjek yang tampak. Sehingga dapat diketahui pula bahwa 9,7% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi eror atau kesalahan pengukuran. Perhitungan reliabilitas alat ukur selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

H. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, harus terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data untuk mengecek apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang sebarannya normal (http://psikologistatistik.blogspot.com). Penghitungan normalitas sebaran ini dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows

(61)

dihitung memiliki sebaran data yang normal. (http://psikologistatistik.blogspot.com)

b Uji Linearitas

Pengujian linearitas ini diperlukan untuk melihat hubungan antar variabel yang hendak dianalisis ini apakah mengikuti garis lurus. Pengujian linearitas pada penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 12.0

for Windows dengan teknik test for linearity. Dasar penentuan hubungan ini bersifat linear ataukah tidak dengan memberi batasan pada besar taraf signikasi yang didapatkan. Apabila taraf signifikasi (p) lebih kecil dari 0,05 maka hubungan kedua variabel yang diuji tersebut linear. Tetapi apabila taraf signifikasi (p) yang didapat lebih besar dari 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut bersifat tidak linear (Santosa, 1999).

2. Uji Hipotesis

Analisis data penelitian untuk hubungan antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif pada remaja putra ini menggunakan data kuantitatif dengan variabel yang ada dianalisis secara statistik. Analisis statistik dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.

(62)
(63)

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2009 sampai dengan 13 Januari 2009. Teknik penyebarannya melalui bantuan teman-teman remaja dari Kumetiran Teens Community (KTC) dan teman-teman Misdinar Santo Tarcisius Kumetiran untuk menyebarkan skala pada teman-teman remaja putra mereka. Penelitian ini menyebarkan 70 eksemplar kepada teman-teman remaja yang bersekolah di SMP 3, SMP 7, SMP Stella Duce I, SMP Stella Duce II, SMA 2, SMA Pangudi Luhur, SMA Santo Michael, SMA BOPKRI I yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan hasil penelitian

B. Deskripsi Subjek Penelitian dan Data Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah remaja yang berjenis kelamin putra atau laki-laki dengan rentang usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun dengan latar belakang pendidikan SMP atau SMA.

(64)

penelitian ini sebanyak 54,3% mempunyai orang tua yang berpenghasilan tiap bulannya kurang dari sama dengan Rp. 1.750.000,00, dan 45,7% mempunyai orangtua yang berpenghasilan tiap bulannya di atas Rp. 1.750.000,00. Berdasarkan penerimaan uang saku subjek, sebanyak 72,9% subjek menerima setiap minggunya kurang dari sama dengan Rp. 50.000,00, dan 27,1% sisanya tiap minggu menerima lebih dari Rp 50.000,00. Berdasar pada pengeluaran uang saku tiap minggu, sebanyak 54,3% subjek mengeluarkan uang kurang dari sama dengan Rp. 30.000,00, sedangkan 45,7% subjek mengeluarkan uang saku sebanyak lebih dari Rp. 30.000,00 setiap minggunya. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

2. Data Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, deskripsi data dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Konsumtif Valid N (listwise)

N Statistic 70 70 70

Range Statistic 56 62

Minimum Statistic 34 0

Maximum Statistic 90 62

Mean Statistic 67,01 35,44

Std. Error 1,055 1,564

Std. Deviation Statistic 8,823 13,082

(65)

emosi dan perilaku konsumtif pada remaja putra dilakukan uji perbandingan antara mean empiris dan mean teoritis serta standar deviasi dan standar hasil penelitian.

Tabel 8.

Uji Signifikasi Perbedaan Mean Empiris dan Teoritis

Min Mak Mean

Variabel

H E H E H E

Kematangan Emosi

0 34 96 90 48 67,01

Perilaku Konsumtif

0 0 96 62 48 35,44

Mean empiris diperoleh dari angka yang merupakan rata-rata dari data hasil penelitian, sedangkan mean teoritis diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian.

Berdasarkan tabel 10 ini dapat diketahui bahwa mean empiris kematangan emosi lebih besar daripada mean teoritis. Hal ini berarti tingkat kematangan emosi pada subjek relatif tinggi Sedangkan mean empiris pada perilaku konsumtif lebih rendah daripada mean teoritisnya. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat perilaku konsumtif pada subjek penelitian relatif rendah

(66)

Skala kematangan emosi dan skala perilaku konsumtif terdiri dari 24 aitem yang masing-masing aitemnya diberi skor 0 sampai 4. Dengan demikian skor terkecil adalah (24 x 0) = 0 dan skor terbesar adalah (24 x 4) = 96. Maka rentang skor skala diperoleh dari skor terbesar dikurangi skor terkecil yaitu (96 - 0) = 96. Kemudian rentang skor sebesar 96 itu dibagi dalam enam satuan deviasi standar sehingga diperoleh (96 / 6) = 16. Angka 16 ini merupakan estimasi besarnya satuan deviasi standar populasi () yang akan digunakan untuk membuat kategori normatif skor subjek. Adapun rata-rata teoritisnya (µ) diperoleh dari jumlah aitem dikalikan skor tengah dari kategori respon yaitu (24 x 2) = 48.

Norma untuk kategori skala kematangan emosi dan skala perilaku konsumtif adalah:

Kategorisasi Kematangan Emosi dan Perilaku Konsumtif Subjek Penelitian

Skala Rentang nilai Jumlah Prosentase Kategori

(67)

Berdasarkan kategori skor kematangan emosi di atas, dapat diketahui bahwa subjek dengan kategori skor tinggi merupakan kategori skor yang paling besar prosentasenya yaitu 62,86 %. Sedangkan untuk kategori skor perilaku konsumtif, subjek dengan kategori skor rendah merupakan kategori skor yang paling besar prosentasenya yaitu sebesar 47,14% dari total subjek penelitian.

C. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Penghitungan normalitas sebaran ini dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows dengan teknik One Sample

Kolmogorov-Smirnov dan melihat pada grafik sebaran data. Dasar penentuan normal tidaknya data dengan menggunakan signifikasi p, apabila lebih kecil daripada 0,1 maka dapat disimpulkan data yang dihitung mempunyai sebaran yang tidak normal. Apabila signifikasi p lebih besar daripada 0,1 maka dapat disimpulkan data yang sedang dihitung memiliki sebaran data yang normal.

Tabel 10. Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov (a) VARIABEL

Statistik df Sig.

Kematangan Emosi 0,083 70 0.200

Perilaku Konsumtif 0,081 70 0,200

(68)

normal. Ini juga didukung dengan Gambar 1 pada lampiran 2 tentang grafik sebaran data pada skala kematangan emosi yang menunjukkan bahwa data tersebut berada sangat dekat dan bahkan menempel pada garis diagonal yang menggambarkan keadaan ideal yang mengikuti distribusi normal.

Sedangkan pada skala perilaku konsumtif, ternyata juga didapatkan p sebesar 0,200 (p>0,1). Hasil ini menunjukkan bahwa data penelitian pada skala perilaku konsumtif juga memiliki sebaran data yang normal. Hal ini didukung pula dengan Gambar 2 pada lampiran 2 yang menunjukkan banyaknya sebaran data yang sangat berdekatan dengan garis diagonal yang menunjukkan keadaan ideal yang mengikuti distribusi normal. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

b. Uji Linearitas

(69)

Tabel 11. Uji Linearitas

df Mean Square

F Sig

Linearity 1 1688,477 13,651 0,001

Perilaku Konsumtif* Kematangan Emosi

Between group

Deviation from linearity

28 184,753 1,494 0,120

Melalui tabel 13 di atas dapat diketahui bahwa hubungan kedua variabel yang hendak diuji adalah linear karena p yang didapatkan sebesar 0,001 (p<0,05). Selain itu dapat dilihat pula pada Gambar 3. mengenai sebaran data kedua variabel apabila ditarik garis lurus dari kiri atas ke kanan bawah masih dianggap linear oleh penghitungan SPSS karena mengikuti garis diagonal tersebut. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

2. Uji Hipotesis

(70)

Tabel 12.

Pearson Correlation 1 -,378(**)

Sig. (1-tailed) . ,001

Kematangan Emosi

N 70 70

Pearson Correlation -,378(**) 1

Sig. (1-tailed) ,001 .

Perilaku Konsumtif

N 70 70

** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa ada koefisien korelasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif remaja putra yang diperoleh sebesar -0,378 dengan p sebesar 0,001 (p<0,05). Hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan tidak adanya hubungan dalam populasi antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada remaja putra ditolak. Sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif dalam populasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif pada remaja putra menjadi diterima. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kematangan emosi maka akan semakin rendah perilaku konsumtif yang dilakukan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi, akan semakin tinggi perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja putra. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

(71)

D. Data Tambahan

Hipotesis Uji Hubungan Aspek-aspek dalam Kematangan Emosi dengan Perilaku Konsumtif

1. Uji normalitas Aspek-aspek Kematangan Emosi pada Subjek Penelitian

Pengujian normalitas sebaran data menggunakan uji One Sample K-S dengan bantuan SPSS 12.0 for Windows. Hasil pengujian normalitas sebaran dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 13.

Uji Normalitas Aspek-aspek Kematangan Emosi

Aspek Z probabilitas Keterangan

Kemampuan Mengontrol Emosi

1,042 0,228 Sebaran data normal

Kemampuan Relasi Sosial

0,771 0,593 Sebaran data normal

Kepribadian yang Utuh

1,038 0,232 Sebaran data normal

(72)

2. Uji Linearitas Aspek-aspek Kematangan Emosi dengan Perilaku Konsumtif pada Subjek Penelitian.

Pengujian linearitas pada penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows dengan teknik test for linearity. Dasar penentuan hubungan ini bersifat linear ataukah tidak dengan memberi batasan pada besar taraf signikasi yang didapatkan. Apabila taraf signifikasi (p) lebih kecil dari 0,05 maka hubungan kedua variabel yang diuji tersebut linear. Tetapi apabila taraf signifikasi (p) yang didapat lebih besar dari 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut bersifat tidak linear.

Tabel 14.

Uji Linearitas Aspek-aspek Kematangan Emosi

Aspek F probabilitas Keterangan

Combined 1,426 0,166 Linearity 7,719 0,008 Kemampuan

Mengontrol Emosi*

Perilaku Konsumtif Deviation

from linearity

1,006 0,463

LINEAR

Combined 1,833 0,054 Linearity 10,120 0,002 Kemampuan Relasi

Combined 1,447 0,160 Linearity 5,455 0,023 Kepribadian yang

(73)

didukung dari gambar 7 pada lampiran 2, yang datanya tersebar tetapi cukup linear bila ditarik garis fiktif dari kiri atas ke kanan bawah.

Aspek kemampuan relasi sosial juga dianggap mempunyai hubungan linear dengan perilaku konsumtif karena hasil yang didapatkan yaitu F sebesar 10,120 dengan p sebesar 0,002 (p<0,05). Linearitas ini juga dapat dilihat dari gambar 8 pada lampiran 2, yang datanya tersebar tetapi juga cukup linear bila ditarik garis fiktif dari kiri atas ke kanan bawah.

Aspek terakhir yaitu kepribadian yang utuh, berdasar tabel 16 mempunyai hubungan yang linear dengan perilaku konsumtif karena dari hasil perhitungan diketahui bahwa F yang diperoleh sebesar 5,455 dan p sebesar 0,023 (p<0,05). Hal ini didukung juga dari gambar 9. pada lampiran 2, yang memuat penyebaran data yang mengikuti garis fiktif dari kiri atas ke kanan bawah. Beberapa outlier yang ada dalam gambar tampaknya oleh SPSS tidak menjadi suatu masalah sehingga data pada aspek-aspek kematangan emosi masih dianggap mempunyai hubungan linear dengan perilaku konsumtif. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

(74)

Tabel 15.

Uji Korelasional Aspek-aspek Kematangan Emosi Koefisien Korelasi

Aspek Perilaku Konsumtif

probabilitas Keterangan

Berdasarkan tabel 17. dapat diketahui bahwa aspek-aspek kematangan emosi berkorelasi secara negatif dengan perilaku konsumtif. Aspek kemampuan mengontrol emosi berkorelasi negatif sebesar 0,319 dengan perilaku konsumtif dan p sebesar 0,004 (p<0,05). Aspek kemampuan relasi sosial berkorelasi negatif sebesar 0,352 dengan perilaku konsumtif dan p sebesar 0,001 (p<0,05). Sedangkan aspek kepribadian yang utuh berkorelasi negatif sebesar 0,268 dengan perilaku konsumtif dan p sebesar 0,012 (p<0,05). Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

E. Pembahasan

(75)

tinggi tingkat kematangan emosi maka akan semakin rendah perilaku konsumtif yang dilakukan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi, akan semakin tinggi perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja putra.

Berdasarkan hasil uji hipotesis aspek-aspek dalam variabel kematangan emosi, dapat dibuktikan bahwa aspek kemampuan mengontrol emosi, kemampuan berrelasi sosial dan kepribadian yang utuh berkorelasi negatif dengan perilaku konsumtif. Koefisien korelasi (r) dari kemampuan mengontrol emosi dengan perilaku konsumtif sebesar -0,319 dengan p<0,05, koefisien korelasi kemampuan relasi sosial dengan perilaku konsumtif sebesar -0,352 dengan p<0,05 dan koefisien korelasi kepribadian yang utuh dengan perilaku konsumtif sebesar -0,268 dengan p<0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kemampuan mengontrol emosi, kemampuan relasi sosial, dan kepribadian yang utuh dari seseorang maka akan semakin membuat tingkat perilaku konsumtif menjadi rendah.

Gambar

Tabel 1  Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Kematangan Emosi
Tabel 3. Persebaran Butir Aitem
Tabel 5. Persebaran Butir Aitem
Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA

Faktor kematangan emosi sangat penting untuk menentukan sikap dan perilaku remaja dalam menghadapi pergaulan yang penuh dengan persaingan, dengan melakukan hal-hal yang

Rangkuman Hasil Analisis stepwise (regresi) ... Rangkuman Tabulasi Silang Kematangan Emosi Ditinjau Dari Usia ... Rangkuman Tabulasi Silang Kematangan Emosi Ditinjau dari jenis kelamin

ABSTRAKSI ... Latar Belakang Masalah ... Perilaku konsumtif ... Pengertian Perilaku Konsumtif pada remaja Putri... Tahap-tahap Perilaku Konsumtif ... Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Gaya hidup konsumtif adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat, dan opini secara berlebihan, yang diidentikkan dengan cara membeli dan mengkonsumsi barang yang

Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara kematangan emosi dengan alienasi pada remaja (r = -0,515 dan p = 0,00), yang

Dari hasil penelitian diketahui bahwa antara harga diri dan perilaku konsumtif memiliki hubungan yang negatif, artinya apabila harga diri individu rendah maka perilaku

Perilaku konsumtif merupakan salah satu contoh dampak yang timbul akibat perilaku remaja yang berkonformitas.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya