• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTOR DIESEL 2800 CC DENGAN INJEKSI LANGSUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MOTOR DIESEL 2800 CC DENGAN INJEKSI LANGSUNG"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains dan Teknologi

Program Studi Teknik Mesin

Oleh:

Hilarion Chitri Gangga

NIM: 005214021

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

FINAL PROJECT

Presented as partial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Sains and Technology Degree

in Mechanical Engineering

by:

Hilarion Chitri Gangga

Student Number: 005214021

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SAINS AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

penulis melakukan perhitungan karakteristik motor diesel dan perhitungan elemen-elemen mesin dengan menggunakan data dari spesifikasi kendaraan dengan motor diesel 2800 CC. Tujuan perhitungan ini adalah untuk mengetahui karakteristik motor diesel 2800 CC dengan injeksi langsung.

Metode yang digunakan untuk mengetahui karakteristik motor diesel 2800 CC dengan injeksi langsung adalah perhitungan ulang. Berdasarkan data spesifikasi kendaraan dengan motor diesel 2800 CC.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa karakteristik motor diesel 2800 CC dengan injeksi langsung sedikit berbeda dengan data spesifikasi kendaraan karena pemilihan koefisien.

Karakteristik kerja mesin diesel dengan menggunakan injeksi langsung adalah sebagai berikut:

Kebutuhan bahan bakar tiap jam = 5,86 kg/jam

Efisiensi Mekanis = 69%

(7)
(8)

viii

diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Romo Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. Romo Ir. Greg. Heliarko S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Pembimbing I yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix memberikan segenap ilmunya.

8. Bapak, Bunda, Adik yang memberikan doa dan semangat

9. Irine Meilina Sari dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, bantuan, dan perhatian untukku.

10. Saudara sepupuku Hubertus Tri Adi Nugroho Valentinus Hari Murti yang bersedia memberikan bantuan pikiran dan komputernya.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2000 Teknik Mesin.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dengan berbagai hal dan cara sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima dan berterima kasih atas segala kritik serta saran yang diberikan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 30 September 2008 Penulis

(10)

x

HALAMAN JUDUL... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

DAFTAR PANITIA PENGUJI ... iv

PERNYATAAN... v

INTISARI... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 2

1.4. Batasan Perancangan... 2

BAB II LANDASAN TEORI ... 3

2.1. Motor Diesel ... 3

(11)

xi

2.3.3. Tipe Kamar Pusar (Swirl Chamber Type)... 15

2.4. Konstruksi Mesin Diesel ... 16

2.4.1. Silinder Blok dan Silinder Liner ... 17

2.4.2. Silinder Head... 17

2.4.2.1. Katup ... 18

2.4.2.2. Pegas Katup... 19

2.4.2.3. Dudukan Katup ... 20

2.4.2.4. Bushing Pengantar Katup dan Oil Seal... 20

2.4.3. Gasket Kepala Silinder... 21

2.4.4. Piston... 22

2.4.4.1. Konstruksi Piston ... 22

2.4.4.2. Celah Piston (Celah Antara Piston dengan Silinder)... 23

2.4.4.3. Pegas Piston ... 24

2.4.4.4. Pegas Kompresi... 24

2.4.4.5. Pegas Pengontrol Oli... 24

2.4.4.6. Celah Ujung Pegas ... 25

2.4.4.7. Pena Piston ... 26

2.4.4.8. Batang Piston ... 27

(12)

xii

2.4.9. Mekanisme Katup ... 31

2.4.9.1. Metode Penggerakkan Katup ... 31

2.4.9.2. Pengangkat Katup (Teppet Valve)... 32

2.4.9.3. Batang Penekan (Push Rod)... 32

2.4.9.4. Rocker Arm dan Shaft... 33

2.4.9.5. Valve Timing Diagram... 33

2.4.9.6. Celah Katup... 35

BAB III PERHITUNGAN SIKLUS KERJA MESIN ... 36

3.1. Siklus Mesin Diesel ... 36

3.1.1. Data Kendaraan... 37

3.1.2. Langkap Isap ... 38

3.1.3. Tekanan dalam Silinder Selama Proses Penghisapan ... 39

3.1.4. Tekanan Akhir Kompresi... 43

3.1.5. Temperatur Akhir Kompresi ... 43

3.1.6. Koefisien Kimia Penambahan Molar µ0... 48

(13)

xiii

3.1.10. Kapasitas Molar Isokronik Udara pada Akhir

Kompresi ... 51

3.1.11. Perhitungan Temperatur Proses Pembakaran... 51

3.1.12. Tekanan Akhir Pembakaran... 52

3.1.13. Proses Ekspansi Awal ... 54

3.1.14. Perbandingan Ekspansi Awal... 55

3.1.15. Perbandingan Ekspansi Akhir ... 55

3.1.16. Perhitungan Tekanan dan Temperatur pada Akhir Langkah Ekspansi ... 55

3.1.17. Temperatur Akhir Langkah Ekspansi ... 56

3.2. Tekanan Indikasi Rata-rata ... 57

3.3. Tekanan Indikasi Rata-rata Sesungguhnya ... 58

3.4. Kerja Indikasi ... 58

3.5. Daya Indikasi Horsepower... 59

3.6. Tekanan Efektif Rata-rata ... 61

3.7. Kebutuhan Bahan Bakar ... 61

3.8. Kebutuhan Bahan Bakar Tiap Jam... 62

3.9. Kebutuhan Bahan Bakar Spesifik Berdasarkan Brake Horsepower... 63

(14)

xiv

BAB IV PERHITUNGAN ELEMEN MESIN ... 66

4.1. Silinder dan Kepala Silinder ... 66

4.1.1. Tebal Dinding Silinder... 66

4.1.2. Tebal Dinding Mantel Air Pendingin... 67

4.1.3. Tebal Rongga Antara Silinder Liner dengan Dinding Mantel Air ... 67

4.2. Tegangan pada Dinding Silinder... 68

4.2.1. Tegangan Tangensial ... 68

4.2.2. Tegangan Karena Perbedaan Silinder ... 69

4.2.3. Tegangan pada Bagian Dalam Silinder... 70

4.2.4. Tegangan Karena Tekanan Gas Silinder... 70

4.2.5. Tegangan Total pada Permukaan Dalam Silinder... 71

4.2.6. Tegangan Total pada Permukaan Luar Silinder... 71

4.3. Kepala Silinder... 72

4.3.1. Tebal Kepala Silinder... 72

4.3.2. Tegangan Karena Tekanan Gas ... 73

4.3.3. Tegangan Karena Perbedaan Suhu... 73

4.3.4. Tegangan Total... 74

4.4. Piston dan Perlengkapannya ... 74

(15)

xv

4.4.1.4. Tebal Sirip-sirip Dalam Torak ... 76

4.4.1.5. Tebal Dinding Beralur Untuk Cincin Piston... 76

4.4.1.6. Tebal Dinding Bagian Badan Piston ... 77

4.4.1.7. Tinggi Piston………. 77

4.4.1.8. Jarak Sumber Pena Piston dengan Alas Piston…….. 78

4.4.1.9. Tinggi Badan Torak……….. 78

4.4.1.10. Tinggi Land Teratas……….. 78

4.4.1.11. Jarak Cincin Satu dengan yang lain……….. 79

4.4.2. Cincin Piston………. 79

4.4.2.1. Lebar Cincin Piston………... 80

4.4.2.2. Tebal Cincin Piston………... 81

4.4.2.3. Jarak sela cincin piston pada saat sebelum terpasang dan pada saat terpasang………. 81

4.4.2.4. Cincin Piston Pelumas………... 82

4.4.2.5. Pena Piston………. 82

4.4.2.6. Diameter luar Pena………. 82

4.4.2.7. Perbandingan diameter luar dan dalam Pena………. 82

4.4.2.8. Panjang Pena Piston……….. 83

(16)

xvi

4.4.3. Conecting rod... 86

4.4.3.1. Diameter Pena Engkol……….….. 86

4.4.3.2. Perhitungan Batang Piston……….……… 87

4.4.3.3. Diameter Lubang Engkol………... 87

4.4.3.4. Panjang Pena Engkol Besar……… 88

4.4.4. Perhitungan Mekanisme Katup dan Perlengkapannya……….. 88

4.4.4.1. Katup………. 88

4.4.4.2. Pegas Katup………... 96

4.4.5. Perhitungan Kem………... 97

4.4.6. Poros Engkol………. 97

4.4.7. Roda Gila……….. 100

BAB V PENUTUP... 103

.. 5.1. Kesimpulan………... 103 DAFTAR PUSTAKA

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini, mesin diesel sangat banyak digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Selain untuk kepentingan industri (mesin-mesin produksi) juga

banyak digunakan dalam dunia otomotif dan transportasi, diantaranya: kendaraan

pribadi, kendaraan angkutan (niaga), kereta api dan kapal laut. Mesin berbahan

bakar solar ini mempunyai kelebihan yang menguntungkan bagi penggunanya.

Hal ini dikarenakan karakteristik utama dari mesin diesel ini. Yang membedakan

motor diesel dari motor bakar lainnya adalah metode penyalaan bahan bakar.

Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder mesin yang

mengakibatkan suhu udara di dalam silinder meningkat. Ketika bahan bakar yang

telah dikabutkan bersinggungan dengan udara panas maka akan terjadi

pembakaran. Dalam mesin diesel tidak dibutuhkan alat penyalaan lain dari luar.

Mesin diesel mempunyai efisiensi panas yang lebih tinggi daripada mesin

panas yang lain dan menggunakan sedikit bahan bakar untuk penyediaan daya

yang sama serta menggunakan bahan bakar yang lebih murah daripada bensin.

Penulis melakukan perhitungan ulang untuk karakteristik mesin diesel injeksi

langsung karena ingin mengetahui berapa konsumsi bahan bakar untuk tiap jam

dan perhitungan elemen mesin untuk mesin diesel 2800 cc dengan injeksi

(18)

1.2 Tujuan

Tujuan perancangan ini adalah untuk mengetahui karakteristik kerja mesin

diesel dengan injeksi langsung serta perancangan elemen mesin.

1.3 Batasan Perancangan

Dalam tugas akhir ini penulis membatasi perancangan dikhususkan pada

perhitungan untuk kebutuhan bahan bakar motor diesel 2800cc dengan injeksi

langsung dengan spesifikasi :

Jumlah silinder : 4 silinder segaris

Diameter silinder (bore) : 93 mm (0,093 m)

Panjang langkah (stroke) : 102 mm (0,102 m)

Perbandingan kompresi : 1:18,2

Daya : 77PS pada 3600 rpm

(19)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Motor Diesel

Motor diesel yang digunakan sebagai penggerak kendaraan menurut

putaran poros engkolnya digolongkan menjadi tiga macam yaitu mesin diesel

putaran rendah, mesin diesel putaran sedang, dan mesin diesel dengan putaran

tinggi. Mesin diesel putaran rendah kecepatan putar poros engkol lebih rendah

dari 500 rpm. Mesin diesel sedang memiliki putaran poros engkol antara

500-1000 rpm. Dan mesin diesel putaran tinggi memiliki kecepatan putar poros engkol

lebih dari 1000 rpm. Mesin diesel putaran rendah sebagian besar digunakan

sebagai penggerak alat transportasi yang membutuhkan daya yang besar dan tidak

memerlukan kecepatan yang tinggi. Mesin diesel dengan kecepatan tinggi

digunakan sebagai penggerak kendaraan yang memerlukan kecepatan sehingga

dapat menghemat waktu. Pada saat ini mesin diesel juga banyak dipergunakan dan

dikembangkan sebagai penggerak kendaraan pribadi.

Pada mesin diesel, udara didalam silinder dikompresikan hingga menjadi

panas. Bahan bakar diesel kemudian disemprotkan ke dalam ruang bakar melalui

nozel dalam bentuk kabut. Bahan bakar ini kemudian dibakar oleh panas udara

yang telah dikompresikan di dalam silinder. Untuk memenuhi kebutuhan

pembakaran tersebut, temperatur udara yang dikompresi di dalam ruang bakar

harus mencapai 500°C atau lebih. Oleh karena itu, mesin diesel memiliki

perbandingan kompresi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan mesin bensin

(20)

dapat dibuat terlalu tinggi karena pada mesin bensin dibatasi adanya detonasi.

Gambar 2.1 Mesin diesel putaran tinggi

(Sumber: ISUZU Training Center, hal 2)

Keuntungan mesin diesel:

1. Mesin diesel memiliki efisiensi panas yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa

penggunaan bahan bakar lebih ekonomis daripada mesin bensin. Pemakaian

bahan bakar diesel kira-kira 25% lebih rendah dibandingkan dengan mesin

bensin, harga bahan bakarnya lebih murah dari pada bensin.

2. Mesin diesel lebih tahan lama dan tidak memerlukan electric igniter. Hal ini

berarti bahwa kemungkinan kesulitan lebih kecil dibandingkan mesin bensin.

3. Momen pada mesin diesel tidak berubah pada jenjang tingkat kecepatan yang

luas. Hal ini berarti bahwa mesin diesel lebih fleksibel dan mudah

dioperasikan.

Kerugian mesin diesel:

1. Tekanan pembakaran maksimum hampir dua kali lebih besar dibandingkan

mesin bensin. Hal ini berarti suara dan getaran mesin diesel lebih keras.

(21)

lebih kuat dan kokoh sehingga dengan daya kuda yang sama mesin diesel

lebih berat dan pembuatannya lebih mahal.

3. Mesin diesel memerlukan sistem injeksi bahan yang presisi. Dan ini berarti

harganya lebih mahal dan memerlukan perawatan yang teliti.

4. Mesin diesel memiliki perbandingan kompresi yang tinggi dan memerlukan

gaya yang besar untuk memutarnya. Hal ini berarti diperlukan motor starter

dan baterai yang lebih besar.

2.2 Prinsip Kerja Motor Diesel

Prinsip kerja motor diesel putaran tinggi dapat dilihat pada gambar 2.2.

Piston yang bergerak secara translasi (bolak-balik) di dalam silinder dihubungkan

dengan pena engkol melalui perantaraan batang penggerak atau batang

penghubung. Campuran bahan bakar dan udara dibakar di dalam ruang bakar,

yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala piston dan kepala

silinder. Gas pembakaran yang terjadi itu mampu menggerakkan piston dan

selanjutnya menggerakkan atau memutar poros engkol. Pada kepala silinder

terdapat katup hisap dan katup buang. Katup hisap berfungsi memasukkan udara

segar ke dalam silinder, sedangkan katup buang berfungsi mengeluarkan gas

pembakaran yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke udara luar

(atmosfer).

Jika piston berada pada posisi terjauh dari kepala silinder, seperti terlihat

pada gambar 2.2(2), katup hisap dan katup buang ada pada posisi tertutup, maka

(22)

(langkah kompresi). Gerakan tersebut akan mengakibatkan kenaikan tekanan dan

temperatur udara yang dikompresikan tersebut.

Gambar 2.2Prinsip Kerja Motor Diesel

(Sumber: ISUZU Training Center, hal 3)

Pada saat piston mencapai posisi terdekat dengan silinder (gambar 2.2(3)),

maka tekanan dan temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 30

kg/cm2dan 550 oC (Arismunandar, 2002: 4). Namun beberapa saat sebelum piston mencapai posisi 3 (tiga) atau langkah power, bahan bakar disemprotkan ke dalam

silinder dan terjadilah proses pembakaran. Karena proses pembakaran tersebut

memerlukan waktu maka tekanan maksimum dan temperatur maksimumnya

terjadi beberapa saat setelah piston mulai bergerak ke bawah. Pada peristiwa ini

gas hasil pembakaran mendorong piston bergerak ke bawah (langkah ekspansi),

dan selanjutnya memutar poros engkol. Beberapa saat piston sebelum mencapai

posisi 4 (empat) atau langkah buang, katup buang mulai terbuka sehinga gas hasil

pembakaran keluar dari dalam silinder. Selanjutnya, gas hasil pembakaran dipaksa

(23)

Beberapa saat piston sebelum mencapai posisi 1 (satu) atau langkah intake, katup

hisap mulai terbuka dan beberapa saat setelah piston mulai bergerak ke bawah lagi

katup buang sudah menutup. Dalam hal ini, gerakan piston ke bawah akan

mengakibatkan udara segar dari luar (atmosfer) akan terhisap masuk ke dalam

silinder (langkah hisap). Proses tersebut di atas terjadi secara berulang-ulang.

Pada posisi 3 (tiga) dan 4 atau langkah power dan buang, piston

seolah-olah berhenti atau dengan kecepatan nol. Posisi di mana terjadi pada keadaan

tersebut disebut dengan nama “titik mati”. Piston pada saat berada pada posisi 3

(tiga) atau langkah power di mana piston berada pada posisi paling dekat dengan

kepala silinder disebut dengan “Titik Mati Atas” (TMA). Sedangkan pada saat

piston berada pada posisi 4 (empat) atau langkah buang di mana piston berada

pada posisi terjauh dari kepala silinder disebut dengan “Titik Mati Bawah”

(TMB). Jarak antara titik mati atas (TMA) dengan TMB disebut dengan “panjang

langkah” (langkah). Contoh proses yang diberikan di atas meliputi: langkah

kompresi, langkah ekspansi, langkah buang dan langkah hisap, terjadi selama

gerakan piston dari TMB-TMA-TMB-TMA-TMB, atau selama dua putaran poros

engkol. Mesin yang dalam satu siklusnya meliputi langkah kompresi, langkah

ekspansi, langkah buang dan langkah hisap selama dua putaran poros engkol

disebut dengan mesin empat langkah. Dalam hal ini, gas hasil pembakaran

mendorong piston pada saat langkah ekspansi saja, selebihnya ketiga langkah

yang lain terjadi hal yang sebaliknya. Untuk memungkinkan hal tersebut di atas

bisa terjadi, maka sebagian energi gas hasil pembakaran selama proses ekspansi

(24)

Mesin yang dalam satu siklus kerjanya dengan satu putaran poros engkol

disebut dengan mesin dua langkah. Dalam hal ini kira-kira 1/3 gerakan piston dari

TMA ke TMB yang terakhir dan 1/3 gerakan piston dari TMB ke TMA yang

pertama digunakan untuk mengeluarkan gas hasil pembakaran dari dalam silinder

dan untuk memasukkan udara segar dari atmosfer (dan bahan bakar pada motor

bensin) ke dalam silinder. Proses pembuangan gas hasil pembakaran sudah tak

terpakai dan pengisian udara segar ke dalam silinder disebut dengan pembilasan.

Motor diesel penggerak (propeller) kapal-kapal besar biasanya bersiklus dua

langkah. Demikian juga dengan motor bensin berukuran kecil, biasanya juga

bekerja dengan siklus dua langkah. Namun motor diesel dengan putaran tinggi

tidak pernah bekerja dengan siklus dua langkah.

2.3 Macam-macam Ruang Bakar

Ruang bakar mesin diesel merupakan bagian yang terpenting untuk

menentukan kemampuan mesin diesel. Berbagai macam konfigurasi ruang bakar

mesin diesel dikembangkan untuk menjamin bahan bakar yang disemprotkan ke

dalamnya agar dapat mengurangi, mengabut, dan bercampur dengan udara. Cara

yang digunakan dengan pembentukan ruang masuk ke dalam silinder atau

menambahkan ruang bakar bantu yang dapat mempercepat ekspansi gas pada

tahap pembakaran awal untuk meningkatkan efisiensi pembakaran. Ruang bakar

yang digunakan pada mesin diesel adalah sebagai berikut :

1. Ruang bakar langsung, tipe ruang bakar injeksi langsung (Direct Injection)

(25)

a. Tipe ruang bakar kamar depan.

b. Tipe ruang bakar kamar pusar.

2.3.1 Tipe Injeksi Langsung (DirectInjection)

Ruang bakar tipe injeksi langsung dapat dilihat pada gambar 2.3. Bahan

bakar disemprotkan oleh injection nozzle ke dalam precombustion chamber. Sebagian akan terbakar di tempat dan sisa bahan bakar yang tidak terbakar

bergerak melalui saluran kecil antara ruang bakar kamar depan dan ruang bakar

utama dan selanjutnya akan terurai menjadi partikel yang halus dan terbakar habis

di dalam ruang bakar utama (maincombustion).

Gambar 2.3 Tipe Injeksi Langsung (Direct injection) (Sumber: Astra Isuzu Training Center, hal 5)

Macam-macam ruang injeksi langsung:

1. Multi spherical

(26)

3. Sperical

Gambar2.4 Macam-macam Ruang Injeksi Langsung

(Sumber: Astra Isuzu Training Center, Informasi Umum Automotif)

Ruang bakar yang berada di atas piston merupakakan salah satu bentuk

yang dirancang untuk menyempurnakan pembakaran. Mesin diesel putaran tinggi

yang menggunakan ruang bakar jenis ini bekerja dengan piston yang mempunyai

puncak berongga supaya diperoleh pusaran udara, seperti terlihat pada gambar

2.5. Pusaran tersebut juga dinamai “penggilasan” karena perhitungan kompresi

yang lebih tinggi pada puncak piston dibandingkan pada dasar rongga. Pusaran

yang terjadi adalah semacam pusaran yang bertekanan. Bentuk-bentuk rongga

bertekanan dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.5Penggilasan Udara

(27)

Gambar 2.6Beberapa Bentuk Rongga pada Kepala Piston Motor Diesel Putaran Tinggi dengan Ruang Bakar Terbuka

(Sumber: Arismunandar, 2002: 85)

Untuk membuat pusaran tanpa penggilasan, biasanya udara yang

dimasukkan ke dalam silinder dibuat berputar mengelilingi sumbu silinder, seperti

terlihat pada gambar 2.7(a) dan (b). Untuk ruang bakar dengan rongga piston yang

dangkal, banyak digunakan pusaran induksi. Gambar 2.8 menunjukkan “katup

berkelok” atau “katup berselubung” yang terpasang pada system tersebut pada

gambar 2.7(a). Konstruksi katup ini bertujuan untuk menahan aliran melalui

kira-kira separuh keliling katup, dengan menggunakan “kedok” atau ”selubung”.

Namun konstruksi katup berkelok menurunkan effisiensi volumetric. Pada gambar

2.7(b) pipa isap dibuat sedikit miring dan dalam arah tangensial terhadap dinding

silinder. Gambar 2.9 menunjukkan aliran melalui lubang spiral, yaitu bentuk yang

sebaik-baiknya untuk membentuk pusaran udara.

Dua jenis pusaran diatas lebih lemah jika dibandingkan dengan gerakan

(28)

karena itu, perlu ada usaha memperbaiki pencampuran bahan bakar dan udara

dengan mengandalkan penyemprotan bahan bakar, Untuk hal itu, hendaknya

penyemprotan bahan bakar berlubang banyak diletakkan di tengah-tengah silinder,

seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6(a) sampai dengan (h).

Gambar 2.7Pusaran Induksi

(Sumber: Arismunandar, 2002: 86)

Gambar 2.8 Katup Berkelok

(29)

Gambar 2.9 Aliran Udara Melalui Lubang Spiral

(Sumber: Arismunandar, 2002: 86)

Keuntungan:

a. Efisiensi panas tinggi (tidak memerlukan glow plug).

b. Konstruksi silinder head sederhana.

c. Karena kerugian panas kecil, perbandingan kompresi dapat diturunkan.

Kerugian:

a. Pompa injeksi harus menghasilkan tekanan yang tinggi.

b. Kecepatan maksimum lebih rendah.

c. Suara lebih besar (berisik).

d. Bahan bakar harus bermutu tinggi.

2.3.2. Tipe Ruang Bakar Kamar Depan

Ruang bakar tipe ruang bakar kamar depan dapat dilihat pada gambar

(30)

chamber. Sebagian akan terbakar di tempat dan sisanya yang tidak terbakar akan bergerak melalui saluran kecil antara ruang bakar kamar depan dan ruang bakar

utama dan selanjutnya akan terurai menjadi partikel yang halus dan terbakar habis

di ruang bakar utama (main chamber).

Gambar 2.5 Tipe Ruang Bakar Kamar Depan

(Sumber: Astra Isuzu Training Center, hal 6)

Keuntungan:

a. Pemakaian bahan bakar lebih luas, bahan bakar yang relatif kurang baik dapat

digunakan dengan asap pembakaran yang tidak pekat.

b. Karena pada tipe mesin ini digunakan tipe nozzle trotle, maka diesel knock dapat dikurangi dan kerja mesin lebih tenang

c. Mudah pemeliharaannya karena tekanan injeksi bahan bakarnya relatif rendah

(31)

Kerugian:

a. Bentuk kepala silinder lebih rumit dan biaya pembuatan mahal.

b. Diperlukan starter yang lebih besar, mesin sulit distarter sehingga memerlukan

glow plug.

c. Pemakaian bahan bakar lebih boros.

2.3.3. Tipe Kamar Pusar (Swirl Chamber Type)

Ruang bakar tipe kamar pusar dapat dilihat pada gambar 2.11. Kamar

pusar mempunyai bentuk spherical. Udara yang dikompresikan piston memasuki

kamar pusar dan membentuk aliran turbulensi. Sebagian akan terbakar di tempat

dan sisanya yang tidak terbakar akan dibakar habis di main combustion chamber.

Keuntungan:

a. Dapat dicapai kecepatan mesin yang tinggi karena turbulensi kompresi tinggi.

b. Gangguan pada nozzle lebih kecil karena menggunakan nozzel tipe pin.

c. Operasi mesin lebih halus dengan tingkat kecepatan yang lebih luas sehingga

banyak digunakan sebagai mobil penumpang atau armada.

Kerugian:

a. Konstruksi cylinder head dan silinder block lebih rumit.

b. Efisiensi panas dan konsumsi bahan bakarnya lebih buruk dari pada mesin

injeksi langsung .

c. Masih menggunakan glow plug (busi pijar), tidak efektif untuk kamar pusar yang besar karena mesin tidak mudah distart.

(32)

2.4 Konstruksi Mesin Diesel

Konstruksi mesin diesel dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.11 Tipe Kamar Pusar (Sumber: Astra Isuzu Training Center, hal 7)

Gambar 2.12Potongan Melintang Pompa Injeksi Tipe VE

(33)

2.4.1. Silinder Block dan Silinder Liner

Silinder block terbuat dari besi tuang dan berfungsi untuk dudukan

komponen-komponen mesin dan terdapat water jacket untuk tempat aliran air

pendingin. Cylinder liner adalah silinder yang dapat dilepas. Silinder linier dibagi

menjadi dua macam yaitu :

a. Dry type b. Tite type

Gambar 2.13Macam-macam Silinder Linier

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.2. Cylinder Head

Ruang bakar lebih kecil dan lebih rumit jika dibandingkan dengan ruang

bakar untuk mesin bensin karena perbandingan kompresinya lebih tinggi.

(34)

Gambar 2.14 Cylinder Head

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.2.1. Katup

Katup terbuat dari baja khusus (special steel) karena katup berhubungan

langsung dengan tekanan dan temperatur yang sangat tinggi. Mekanisme katup

dapat dilihat pada gambar 2.15.

Gambar 2.15Mekanisme Katup

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Pada umumnya besar katup hisap lebih besar daripada katup buang. Agar

katup dapat menutup rapat pada dudukan katup, permukaan pada sudut katup

(35)

2.4.2.2. Pegas Katup

Pegas katup (Valve Spring) digunakan untuk menutup katup. Pada

umumnya mesin menggunakan 1 pegas untuk setiap katupnya, tetapi ada juga

mesin yang menggunakan 2 pegas untuk 1 katup.

Gambar 2.16Mekanisme Pegas Katup

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Penggunaan pegas yang jarak pitch-nya berbeda (Uneved Pitch Spring)

atau pegas ganda (double Spring) adalah untuk mencegah agar katup tidak

melayang. Katup melayang adalah gerakan katup yang tidak seirama dengan

gerakan cam saat putaran tinggi. Pegas dengan jarak picth yang berbeda type

(36)

2.4.2.3. Dudukan Katup

Dudukan katup (valve seat) dipasang dengan cara dipres pada kepala

silinder. Valve seat berfungsi sebagai dudukan katup sekaligus memindahkan panas dari katup ke kepala silinder. Dudukan katup terbuat baja khusus yang

mempunyai sifat karakteristik tahan panas dan aus. Lebar persinggungan katup

adalah 1,2 sampai 1,8 mm.

Gambar 2.17 Mekanisme Dudukan Katup

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.2.4.Bushing Pengantar Katup dan Oil Seal

Bushing pengantar katup terbuat dari besi tuang dan berfungsi untuk

mengarahkan katup agar dudukan katup tepat pada valve seat. Gerakan katup

yang tidak lembut atau batang katup yang macet pada bushing pengantar katup,

(37)

Bila oil seal rusak maka akan menyebabkan oli masuk ke dalam ruang bakar, akibatnya oli menjadi boros. Oli biasanya lebih mudah masuk ke ruang bakar

melalui katup masuk.

2.4.3. Gasket Kepala Silinder

Gasket kepala silinder (Heat Cylinder Gasket) terletak diantara blok

silinder dan kepala silinder yang berfungsi untuk mencegah kebocoran gas

pembakaran (kompresi), air pendingin dan oli. Umumnya gasket terbuat dari

gabungan karbon dan lempengan baja (Carbon Clad Sheet Steel) atau steel laminated.

Gambar 2.18 Gasket Kepala Silinder

(38)

2.4.4. Piston

2.4.4.1. Konstruksi Piston

Piston bergerak naik turun di dalam silinder untuk melakukan langkah

hisap, kompresi, usaha, dan buang. Fungsi utama dari piston adalah untuk

menerima tekanan pembakaran dan meneruskan ke poros engkol melalui

connecting rod. Piston terbuat dari aluminium alloy (paduan aluminium) karena bahan tersebut ringan dan radiasi panasnya baik. Konstruksi piston dapat dilihat

pada gambar 2.19.

Gambar 2.19 Konstruksi Piston

(39)

Pada piston mesin diesel tipe injeksi langsung terdapat lubang yang

berfungsi sebagai ruang bakar. Pada sebagian piston, kepalanya diberi head dam

dan ada pula yang pada ring slot pertamanya dibuat dari FRM (Fiber Reinforced

Metal) yang merupakan paduan antara aluminium dengan ceramic fiber. Kedua cara ini bertujuan untuk mencegah perubahan bentuk piston pada groove nomor 1

karena panas.

Pada beberapa piston terdapat offset dan cooling channel. Offset berfungsi

untuk mencegah keausan kesatu sisi yang berlebihan. Cooling channel berfungsi

sebagai pendingin piston. Piston slap adalah benturan ke samping akibat tenaga

dorong pembakaran.

2.4.4.2. Celah Piston (Celah antara Piston dengan Silinder)

Saat piston menjadi panas akan terjadi sedikit pemuaian dan

mengakibatkan diameternya bertambah, maka diantara silinder dibuat celah yang

disebut piston clearance. Pada umumnya celah piston antara 0,02 – 0,12 mm. Bentuk piston saat dingin, diameter kepala piston lebih kecil daripada bagian

bawahnya. Celah piston dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20Celah Piston

(40)

2.4.4.3. Pegas piston

Pegas piston (piston ring) dipasang dalam ring groove. Ring piston terbuat

dari baja khusus, pada piston terdapat 3 buah ring piston. Pegas piston dapat

dilihat pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Pegas Piston

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Ring piston berfungsi untuk:

1. Mencegah kebocoran selama langkah kompresi dan usaha.

2. Mencegah oli yang melumasi piston dan silinder masuk ke ruang bakar.

3. Memindahkan panas dari piston ke dinding silinder

2.4.4.4. Pegas kompresi

Pada setiap piston terdapat 2 pegas kompresi. Pegas kompresi ini disebut

dengan top compression ring dan second compression ring.

2.4.4.5. Pegas Pengontrol Oli

Pegas pengontrol oli (oil control ring) diperlukan untuk membentuk

lapisan oli tipis (oil film) antara piston dan dinding silinder. Pegas oli ini disebut

(41)

Ada 2 (dua) tipe pegas oli, yaitu:

1. Tipe integral

2. Tipe segment

Gambar 2.22 Pegas Kompresi

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Gambar 2.23 Pegas Pengontrol Oli

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.4.6. Celah Ujung Pegas

(42)

ring piston harus terdapat celah yang disebut ring end gap. Besarnya celah

biasanya sebesar 0,2 – 0,5 mm pada temperatur ruangan, dan diukur pada 10 mm

dan 120 mm dari atas silinder. Celah ujung pegas dapat dilihat pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Celah Unjung Pegas

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.4.7. Pena Piston

Pena piston (piston pin) menghubungkan dengan bagian ujung yang kecil

dari connecting rod kemudian meneruskan tekanan pembakaran yang berlaku pada torak ke connecting rod. Pena piston berlubang di dalamnya untuk

mengurangi berat yang berlebihan dan kedua ujung ditahan oleh bushing pena

torak (Piston pin boss). Pena piston dapat dilihat pada gambar 2.25 dan macam-macam sambungan piston dan connection rod dapat dilihat pada gambar 2.26.

Piston dan connecting rod dapat dihubungkan dengan 4 (empat) cara,

yaitu:

1. Tipe fixed

2. Tipe full-floating

3. Tipe bolted

(43)

Gambar 2.25 Pena Piston

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Gambar 2.26Macam-macam Sambungan Piston dan Conecting rod

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.4.8. Batang Piston

Batang piston (connecting rod) berfungsi untuk meneruskan tenaga yang

(44)

berhubungan dengan piston pin disebut small end, dan bagian yang berhubungan

dengan poros engkol disebut big end. Pada connecting rod terdapat oil hole yang

berfungsi untuk memercikkan oli untuk melumasi piston. Batang piston dapat

dilihat pada gambar 2.27.

Gambar 2.27 Batang Piston

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.5. Poros Nok

Poros nok berfungsi untuk menggerakkan mekanisme katup dan pompa

oli. Untuk mesin bensin ditambah menggerakkan pompa bahan bakar dan

distributor. Poros nok dapat dilihat pada gambar 2.28.

Gambar 2.28Poros Nok

(45)

2.4.6. Poros Engkol dan Bantalan Poros Engkol

Poros engkol (crankshaft) terbuat dari baja karbon dan berfungsi untuk

merubah gerak naik turun piston menjadi gerak putar. Bantalan poros engkol

terbuat dari logam putih (baja ditambah timah, timah hitam dan seng), logam

kelmet (baja ditambah tembaga dan timah hitam), logam aluminium (baja

ditambah aluminium dan timah). Pada bantalan terdapat locking lip yang

berfungsi untuk mencegah bantalan agar tidak ikut berputar. Thrust washer

berfungsi untuk mencegah gerak aksial (maju mundur) yang berlebihan. Poros

engkol dan bantalan poros engkol dapat dilihat pada gambar 2.29.

Gambar 2.29 Poros Engkol dan Bantalan Poros Engkol

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.7. Roda Penerus

Roda penerus atau flywheel terbuat dari baja tuang dan berfungsi untuk

(46)

berfungsi untuk perkaitan dengan gigi pinion motor starter. Roda penerus dapat

dilihat pada gambar 2.30.

Gambar 2.30 Roda Penerus

(Sumber: Astra Isuzu Training Center, Informasi Umum Automotif)

2.4.8. Bak Oli (Oil Pan)

Oil pan terbuat dari baja dan dilengkapi separator untuk menjaga agar permukaan oli tetap rata ketika kendaraan dalam posisi miring. Penyumbat oli

(drain plug) letaknya dibagian bawah oil pan yang berfungsi untuk mengeluarkan

oli mesin bekas. Bak oli dapat dilihat pada gambar 2.31.

Gambar 2.31Bak Oli

(47)

2.4.9. Mekanisme Katup

2.4.9.1. Metode Menggerakkan Katup

Camshaft digerakkan oleh crank shaft dengan 3 (tiga) cara, yaitu : 1. Timing Gear

2. Timing Chain 3. Timing Belt

Gambar 2.32Metode Menggerakkan Katup

(48)

2.4.9.2. Pengangkat Katup (Teppet Valve)

Pengangkat katup (Valve Lifter) berfungsi untuk meneruskan gerakan

camshasf ke push rod. Pada mesin yang menggunakan lifter konfensional celah katupnya harus distel, tetapi ada mesin yang menggunakan hidraulic lifter tidak

perlu melakuan penyetelan celah katup karena celahnya selalu 0 mm. Pengangkat

katub dapat dilihat pada gambar 2.33.

Gambar 2.33Pengangkat Katup

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.9.3. Batang Penekan (Push Rod)

(49)

ke rocker arm. Batang penekan dapat dilihat pada gambar 2.34.

Gambar 2.34Batang Penekan

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

2.4.9.4. Rocker Arm dan Shaft

Rocker arm berfungsi untuk menekan katup saat tertekan ke atas oleh push rod. Rocker arm dilengkapi skrup dan mur pengunci untuk penyetelan celah katup. Pada mesin yang menggunakan lifter hidraulis tidak dilengkapi skup dan

mur pengunci. Rocker arm dan shaft dapat dilihat pada gambar 2.35.

2.4.9.5. Valve Timing Diagram

(50)

Gambar 2.35Rocker Arm dan Shaft

(Sumber: Astra Isuzu Training Center)

Gambar 2.36Valve Timing Diagram

(51)

2.4.9.6. Celah Katup

Celah katup adalah celah yang terdapat pada mekanisme katup (dari

camshaft sampai katup). Pada saat mesin panas dan tidak terdapat celah katup

pada mekanisme katup, maka akan terjadi pemuaian yang menyebabkan katup

tidak dapat menutup rapat. Celah katup dapat dilihat pada gambar 2.37.

Gambar 2.37Celah Katup

(52)

BAB III

PERHITUNGAN SIKLUS KERJA MESIN

3.1. Siklus Mesin Diesel

Siklus kerja mesin diesel ada tiga macam :

1. Siklus ideal

2. Siklus aktual

3. Siklus gabungan

Analisa siklus kerja pada tugas akhir ini, penulis menggunakan siklus

aktual dan ada juga beberapa langkah siklus yang nantinya akan dibahas dengan

siklus gabungan. Pada siklus aktual hambatan hidrolik (rugi-rugi gesekan fluida)

yang timbul pada sistem pemasukan akan menurunkan tekanan udara yang masuk

kedalam ruang bakar. Karena gerakan piston yang tidak seragam menyebabkan

proses pengisisan ruang bakar juga bervariasi.

Gambar 3.1 Diagram P-V Siklus Diesel Aktual

(53)

Tampak pada gambar 3.1 langkah pengisapan (r-a) kurva mengalami

penurunan tekanan tekanan di bawah garis atmosfir. Kompresi udara pada siklus

aktual diikuti dengan pertukaran panas antara dinding silinder dan udara. Oleh

karena itu garis kompesi pada diagram p-v bukan garis adiabatik, tetapi ditujukan

oleh kurva dan berlangsung secara politropik dengan eksponen politropik yang

bervariasi.

Karena campuran udara dan bahan bakar terbakar dalam jumlah yang

terbatas, piston akan bergerak disertai dengan muatan yang mengisi silinder

selama periode pembakaran sampai mendekati TMA. Sehingga tekanan gas pada

proses ini tidak bergerak naik menurut garis vertikal seperti pada pembakaran

yang terjadi dalam volume konstan, tetapi mengikuti kurva yang semakin

menjauhi sumbu–y. Setelah TMA, pembakaran berlangsung berdasarkan kenaikan

volume.

Proses ekspansi pada siklus aktual disertai dengan afterburning dan

perpindahan panas antara gas hasil pembakaran dengan dinding silinder. Oleh

karena itu, proses ekspansi tidak berlangsung secara adiabatik, tetapi berlangsung

secara politropik dengan harga koefisien politropik yang bervariasi.

3.1.1. Data Kendaraan

Jenis kendaraan : mobil angkutan

Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah

Jumlah silinder : 4 silinder sebaris

(54)

Diameter silinder (bore) : 93 mm (0,093 m)

Panjang langkah (stroke) : 102 mm (0,102 m)

Perbandingan kompresi : 1:18,2

Volume tiap silinder : 692,75 cc

Daya : 77PS pada 3600 rpm

Torsi : 17,8 Nm pada 2000 rpm

3.1.2. Langkah Isap

Seperti yang telah dijelaskan di atas pada langkah isap terjadi penurunan

tekanan atmosfer yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena rugi-rugi

gesekan fluida pada sistem pengisapan. Untuk udara luar pada tekanan atmosfer

mengalir masuk pada ruang bakar karena adanya perbedaan tekanan yang lebih

rendah di dalam ruang bakar. Pengaliran udara segar ini melalui saluran isap dan

akan melalui katup isap saat terbuka. Katup isap terbuka beberapa derajat sebelum

TMA saat langkah buang. Saat piston mulai bergerak menuju TMB udara akan

mengalir ke dalam silinder.

Besarnya udara yang masuk ke dalam silinder dipengaruhi oleh:

a. Tahanan hidrolis dari sistem pengisapan, tekanan akan turun sebesar Hp.

b. Adanya sisa pembakaran di dalam silinder yang mengisi sebagian volume

silinder.

c. Panas yang diterima udara dari sistem saluran masuk sebesar HT akan

(55)

3.1.3. Tekanan Dalam Silinder Selama Proses Penghisapan

Adanya gesekan dalam saluran hisap akan mengurangi jumlah udara yang

terhisap ke dalam silinder karena kerapatan udara berkurang. Pengaruh tekanan

hidrolik fluida dapat dicari bila diketahui rugi-rugi tekanan Ipa dalam sistem

hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di dalam

silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.

Pada kecepatan dan daya rata-rata tekanan pada akhir proses penghisapan dapat

dicari dengan persamaan 3.1 (Petrovsky, 1971: 27).

(

0,85 0,92

)

P0

Pa = ...(3.1)

Dengan :

Pa = Tekanan akhir pada langkah isap.

Po = Tekanan udara luar (diasumsikan 1 atm)

Sehingga perhitungannya:

Pa = (0,92)Po

= 0,92 x 1

= 0,92 atm

= 0,92 x 0,1013 MPa

= 0,094 MPa

Perhitungan penurunan tekanan yang terjadi dengan persamaan 3.2 (Petrovsky,

1971: 207).

(56)

Dengan :

HPa = Penurunan tekanan karena rugi-rugi gesekan Fluida.

HPa = (0,04) Po

= 0,04 x 1

= 0,04 atm

= 4,052 Kpa

Temperatur pada saat akhir langkah isap

Temperatur akhir langkah isap dihitung dengan persamaan 3.3 (Petrovsky,

1971: 207).

r W O a

rTr T

T T

. 1

.

+ + +

= ...(3.3)

Dengan :

Ta = Temperatur udara saat langkah isap.

HTw = Peningkatan panas akibat kontak antara dinding silinder dan piston yang

panas

Besarnya K10-15 ºC ( tanpa turbocharger) (Petrovsky, 1971: 32)

dipilih 15 ºC

Tr = Temperatur gas buang. Besarnya 700-800 ºK (Petrovsky, 1971: 32) dipilih

750 ºK

Sehingga perhitungannya:

035 , 0 1

750 035 , 0 15 301

+

× +

+ =

a

T .

(57)

Efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik) dan koefisien gas sisa

Efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik) dan koefisien gas sisa dihitung

dengan persamaan 3.4 (Petrovsky, 1971: 31).

(

r

)

a a ch T T p p + = 1 1 1 0 0 ...(3.4) Dengan :

Ta = Temperatur udara saat langkah isap

M = Perbandingan kompresi

To = Temperatur udara luar (atmosfer) diasumsikan 28 ºC = 301 ºK

Nr = Koefisien gas buang. Besarnya K0,03-0,04

(Petrovsky, 1971: 29). Dipilih 0,035

Sehingga harga ch dapat diketahui yaitu:

(

)

856 , 0 035 , 0 1 301 6763 , 330 1 1 92 , 0 1 2 , 18 2 , 18 = + × × = ch Langkah kompresi

Proses kompresi merupakan lanjutan proses isap. Katup isap akan

(58)

gerakan piston bergerak menuju TMA. Tekanan dan temperatur udara tersebut

akan naik mencapai suhu yang lebih tinggi dari titik bakar bahan bakar, sehingga

apabila bahan bakar disemprotkan di dalamnya akan terjadi pembakaran yang

spontan.

Proses kompresi pada siklus aktual langsung secara politropis, sehingga

tekanan dan temperatur pada saat langkah kompresi di hitung berdasarkan

persamaan politropik. Dengan memperhitungkan perubahan koefisien politropik

n1 yang besarnya 1,34-1,39 (Petrovsky, 1971: 33). Eksponen politropis dicari

dengan metode trial error dari persamaan 3.5 (Petrovsky, 1971: 34).

(

)

1 k 985 , 1 1 BT A 1 1 k

a 1 + =

+ ...(3.5)

Dengan :

K1 Kn1 = 1,34-1,39 koefisien politropik

A dan B = Koefisien yang ditemukan berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh

N. M. Glagolev untuk setiap macam gas (Petrovsky, 1971: 47).

A untuk udara = 4,62

B untuk udara = 0,00053

Sehingga perhitungannya:

(

)

0

1 985 , 1 1 5 , 18 676 , 330 10 53 62 , 4 1 1

5× 1 + =

× +

k

(59)

Dengan metode trial error didapatkan k1 n1 =1,377

3.1.4. Tekanan Akhir Kompresi

Tekanan akhir kompresi dihitung dengan persamaan 3.6

(Petrovsky,1971:32).

1

n a c P M

P = × ...(3.6)

Dengan :

Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

Pa = Tekanan akhir saat langkah isap

M = Perbandingan kompresi

n 1= Koefisien politropik. Besarnya 1,377

Mpa 5,064 Kpa 5064,25 Kpa 101,3 49,99 atma 49,99 18,2 92 , 0 M P P 1,377 n a c 1 = = × = = × = × =

3.1.5. Temperatur Akhir Kompresi

Temperatur akhir kompresi dihitung dengan persamaan 3.7 (Petrovsky,

1971: 32). 1 1 × = n a c T T ...(3.7) Dengan :

(60)

Sehingga perhitungannya: ( ) K 807,32 2 , 18 67 , 303 o 1 377 , 1 1 1 = × = × = n a c T T Proses Pembakaran

Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum

TMA. Udara yang terkompresi temperaturnya mencapai titik bakar bahan bakar,

sehingga pada saat bahan bakar disemprotkan akan terbakar. Dalam proses

pembakaran ini, bahan bakar bereaksi dengan udara pada saat terbakar. Pada

proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang unsur

utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23% oksigen

(O2) dan 76,7% nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21%

oksigen dan 79% nitrogen dalam basis volume. Bahan bakar yang digunakan

berupa bahan bakar cair (minyak solar) dan memiliki komposisi C = 86%; H2 =

13%; O2= 1%.

Reaksi kimia pada pembakaran bahan bakar cair

Pada pasal ini akan dihitung jumlah udara yang dibutuhkan untuk membakar

bahan bakar dan juga jumlah hasil sisa pembakaran. Misalkan 1 kg mengandung c

kg karbon, h kg hidrogen dan o kg oksigen.

kg o kg h kg c kg

1 = + +

Reaksi pembakaran sempurna dari karbon adalah:

2 2 CO O

(61)

Dengan memasukkan massa atom relatif untuk karbon dan oksigen maka didapat:

2 2 44kgCO O

kg 32 C kg

12 + =

maka pembakaran 1 kg C adalah:

2

2 kgCO

12 44 O kg 12 32 C kg

1 + =

dan pembakaran c kg karbon adalah:

2 2 44kgCO

12 c O kg 32 12 c C kg

1 + =

Jika diubah ke bentuk mol maka didapat:

2 2 molCO

12 c O mol 12 c C

1kg + =

Reaksi pembakaran kurang sempurna karbon menjadi karbon monoksida

2CO O

2C+ 2=

atau CO kg 56 24 c O kg 32 24 c C kg c CO kg 24 56 kgO 24 32 C kg 1 CO kg 56 O kg 32 C kg 24 2 2 2 = + = + = +

Diubah ke bentuk mol menjadi:

CO mol 2 O mol 1 C kg

24 + 2=

(62)

CO mol 12 c O mol 24 c C kg

c + 2=

Reaksi pembakaran sempurna gas hidrogen:

O H 2 O H

2 2+ 2= 2

Dengan diubah ke bentuk massa maka didapat:

O H kg 36 O kg 32 H kg

4 2+ 2= 2

Maka pembakaran 1 kg hidrogen:

O H kg 4 36 O kg 4 32 H kg

1 2+ 2= 2

dan pembakaran h kg hidrogen adalah:

O H kg 32 4 h O kg 32 4 h H kg

h 2+ 2= 2

Diubah ke bentuk mol:

O H mol 2 h O mol 4 h H kg

h 2+ 2= 2

Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg bahan bakar

tergantung pada komposisi bahan bakar tersebut. Misalkan 1 kg bahan bakar

mengandung c kg karbon, h kg hidrogen dan o kg oksigen. Maka berdasarkan

reaksi pembakaran sempurna C dan H2 jumlah teoritis oksigen yang dibutuhkan

untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah:

(63)

dengan 32 o

adalah jumlah mol oksigen di dalam 1 kg bahan bakar. Karena bahan

bakar juga mengandung oksigen, maka sebagian oksigen diambil dari bahan bakar

(Petrovsky, 1971: 37-38).

Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg bahan bakar

adalah: mol 32 o 4 h 12 c 21 , 0 1 21 , 0 O

L'0 = 2 = + ...(3.8)

Sehingga perhitungannya: bakar bahan kg mol L / 47 , 0 32 0,01 4 0,13 12 0,86 21 , 0 1 32 o 4 h 12 c 21 , 0 1 ' 0 = + = + =

Kebutuhan udara secara aktual dihitung dari persamaan 3.9 (Petrovsky,

1971: 38).

L

L'= × '0 ...(3.9)

Dengan:

Q = koefisien excess air, perbandingan antara kebutuhan udara sesungguhnya

dengan udara yang terbakar bersama bahan bakar, untuk diesel kecepatan

(64)

Sehingga perhitungannya:

bakar bahan mol/kg

0,79 0,47 1,7

L L' '0

= × =

× =

Pembakaran 1kg bahan bakar menghasilkan:

Karbondioksida (CO2) = Mco2= c 0,07mol 12

86 , 0 12 = =

Uap air (H O MH O h 0,06mol 2

13 , 0 2

) 2

2 = = = =

Oksigen (O2)=MO2 =0,21

(

1

)

Lo'=0,21

(

1,7 1

)

0,47=0,06mol

Nitrogen

( )

N2 =MN2 =0,79

(

×Lo'

)

=0,79

(

1,7×0,47

)

=0,63mol

Total gas hasil pembakaran 1kg bahan bakar:

Mg = M

2 2

2

2 HO O N

CO +M +M +M

= 0,07 + 0,06 + 0,06 + 0,63

= 0,82 mol/kg bahan bakar

3.1.6. Koefisien Kimia Penambahan Molar µ0

Koefisien kimia penambahan molar dihitung dengan persamaan 3.10

(65)

' 0

L Mg

=

µ ……....………...…(3.10)

Dengan:

Mg = total gas hasil pembakaran 1 kg bahan bakar

L’ = kebutuhan udara aktual

Sehingga perhitungannya:

79 , 0

82 , 0 0 =

µ

= 1,03

3.1.7. Koefisien Perubahan Molar Karena Adanya Gas Hasil Pembakaran

Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran dihitung

dengan persamaan 3.11 (Petrovsky, 1971: 40).

r r

µ µ

+ + =

1

0 …....………...…...…………(3.11)

Dengan:

µ = koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran

Sehingga perhitungannya:

035 , 0 1

035 , 0 03 , 1

+ + =

µ

= 1,02

(66)

76 , 0 82 , 0 63 , 0 07 , 0 82 , 0 06 , 0 07 , 0 82 , 0 06 , 0 08 , 0 82 , 0 07 , 0 2 2 2 2 2 2 2 2 = = = = = = = = = = = = Mg M V Mg M V Mg M V Mg M V N N O O O H O H CO CO

3.1.8. Kapasitas Molar Rata-rata Dari Gas Volume Konstan

Kapasitas molar rata-rata dari gas volume konstan dihitung dengan

persamaan 3.12 (Petrovsky, 1971: 46).

(mCv)g = Ag + BgTz………....…...………(3.12)

Dengan:

A dan B merupakan konstanta yang diperoleh berdasarkan percobaan N.M

Glagolev (Petrovsky, 1971: 46).

Gas yang terkandung

dalam udara

A B

CO2 7,82 0,00125

H2O 5,79 0,000112

N2 4,62 0,00053

O2 4,62 0,00053

Sehingga dari persamaan di bawah ini (Petrovsky, 1971: 48) didapatkan:

Ag = VCO2×ACO2 +VH2O×AH2O+VN2×AN2 +VO2×AO2

= 0,008 x 7,82 + 0,07 x 5,79 + 0,07 x 4,62 + 0,76 x 4,62

(67)

Bg = VCO2×BCO2 +VH2O×BH2O+VN2×BN2 +VO2×BO2

= 0,08 x 0,00125 + 0,07 x 0,000112 + 0,07 x 0,00053 + 0,76 x 0,00053

= 6,18 x 10 4

Sehingga:

(mCv)g = Ag + BgTz = 4,86 + 0,000618Tz

3.1.9. Kapasitas Panas Molar Isokhorik Rata-rata Udara

Kapasitas panas molar isokhorik rata-rata udara dapat dihitung dengan

persamaa di bawah ini (Petrovsky, 1971: 48)

(mCp)g = (mCv)g + 1,985

= 4,86 + 0,000618Tz + 1,985

= 6,84 + 0,000618Tz

3.1.10. Kapasitas Molar Isokhorik Udara pada Akhir Kompresi

Kapasitas molar isokhorik udara pada akhir kompresi dihitung dengan

persamaan 3.13 (Petrovsky, 1971: 48)

(mCv)Q= 4,62 + 0,00053Tc………...………(3.13)

Sehingga perhitungannya:

(mCv)Q = 4,62 + 0,00053 x 912,27

(68)

3.1.11. Perhitungan Temperatur Proses Pembakaran

Temperatur proses pembakaran dihitung dengan persamaan pembakaran

untuk siklus campuran (Petrovsky, 1971: 88)

(

) (

[

mCv

)

]

Tc

(

mCp

)

gTz

Lo Qi z r µ = + + + × 985 , 1 1 ' Dengan:

z= koefisien pemakaian panas pembakaran bahan bakar (0,65-0,85)

(Petrovsky, 1971: 44) dan dipilih 0,65

V = perbandingan volume saat pembakaran

Qi = panas rendah bahan bakar (minyak solar 10.100)

(Petrovsky, 1971: 43)

Sehingga persamaan pembakaran di atas menjadi:

[

5,1 1,985

]

912,27 1,02(6,84 0,000619Tz)Tz ) 035 , 0 1 ( 47 , 0 . 7 , 1 10100 65 ,

0 + + = +

+ ×

3.1.12. Tekanan Akhir Pembakaran

Tekanan akhir pembakaran dihitung dengan persamaan 3.14 (Petrovsky,

1971: 16)

Pz = Vx Pc………...………..(3.14)

Dari persamaan di atas diperoleh:

(69)

Berdasarkan persamaan 3.15 (Petrovsky, 1971: 50)

Pz = Pc x µ x Tc Tz

………...………(3.15)

Pz = Pc x µ x Tc Tz Tz = Pc Tc Pz × × µ = 064 , 5 02 , 1 32 , 807 × × Pz = 156,29Pz

Dengan mensubstitusikan persamaan-persamaan yang diperoleh di atas ke

dalam persamaan pembakaran untuk siklus campuran, maka diperoleh persamaan

kuadrat dalam bentuk Pz seperti di bawah ini:

(

)

[

(

)

]

(

(

)

)

) 29 , 156 ( 29 , 156 000619 , 0 84 , 6 02 , 1 27 , 912 197 , 0 985 , 1 1 , 5 035 , 0 1 47 , 0 . 7 , 1 10100 65 , 0 Pz Pz Pz × + = + + + ×

15,42Pz2+ 733,67Pz – 13156,67 = 0

Dengan rumus persamaan kuadrat diperoleh:

(

)

Mpa Pz a ac b b Pz 88 , 13 84 , 30 79 , 1161 67 , 733 84 , 30 79 , 1161 67 , 733 42 , 15 2 67 , 13156 42 , 15 4 67 , 733 67 , 733 2 4 1 2 2 2 , 1 = + = ± = × × × ± = ± =
(70)

K K Pc Tc Pz Tz ° = × ° × = × × = 40 , 2169 064 , 5 02 , 1 32 , 807 88 , 13 µ

Sehingga dari persamaan 3.14 maka:

74 , 2 064 , 5 88 , 13 = = = Pc Pz

3.1.13. Proses Ekspansi Awal

Setelah terjadi pembakaran bahan bakar oleh udara yang terkompresi,

maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA menuju TMB.

Langkah ini merupakan langkah kerja yang merupakan proses perubahan energi

panas menjadi energi mekanis. Gaya yang mendorong piston kemudian diteruskan

ke poros engkol oleh batang piston. Karena gerakan piston dari TMA menuju

TMB, maka volume silinder menjadi membesar dan tekanan menurun. Proses

ekspansi berlangsung secara politropis dengan eksponen politropis n2 dengan

mengetahui besarnya eskponen politropis, maka dapat dihitung tekanan dan

temperatur pada akhir langkah ekspansi. Setelah langkah ekspansi, kemudian

dilanjutkan langkah pembuangan. Langkah pembuangan dimulai saat katup buang

(71)

3.1.14. Perbandingan Ekspansi Awal

Perbandingan ekspansi awal dihitung dengan persamaan 3.16 (Petrovsky,

1971: 50).

Tc Tz

× ×

= µ ………...…..(3.16)

Sehingga perhitungannya:

1

32 , 807 74 , 2

40 , 2169 02

, 1

=

° ×

× =

K

3.1.15. Perbandingan Ekspansi Akhir

Perbandingan ekspansi akhir dihitung dengan persamaan 3.17 (Petrovsky,

1971: 14)

= ………...………...………...…...(3.17)

Sehingga perhitungannya:

2 , 18 1

2 , 18

= =

3.1.16. Perhitungan Tekanan dan Temperatur pada Akhir Langkah Ekspansi

Pertama kali dicari koefisien politronis n2 yang besarnya mendekati harga

k2. Cara mencarinya sama dengan metode trial error persamaan di bawah ini

(72)

1 985 , 1 1 1 2 1 2 = + + n T B A n z g g

n2 = 1,15-1,3 (Petrovsky, 1971: 52)

Ag= 4,86

Bg= 0,000618

Dengan metode trial error didapatkan harga n2= 1,3

Tekanan akhir ekspansi

Dihitung dengan persamaan 3.18 (Petrovsky, 1971: 52)

2 n

Pz

Pb = ………...……...……(3.18)

Dengan:

Pz = tekanan akhir pembakaran (MPa)

X = perbandingan akhir langkah ekspansi

n2 = koefisien politropis

Sehingga perhitungannya:

Pb = 3 , 1 2 , 18 88 , 13

= 0,32 Mpa

3.1.17. Temperatur Akhir Langkah Ekspansi

Temperatur akhir langkah ekspansi dihitung dengan persamaan 3.19

(Petrovsky, 1971: 52)

Tb = 1

2 n

Tz

(73)

Dengan

Tb = temperatur akhir langkah ekspansi

Tz = temperatur akhir proses pembakaran

Sehingga perhitungannya:

Tb =

1 3 , 1 2 , 18 40 , 2169 °K

= 908,48°K

3.2. Tekanan Indikasi Rata-rata

Tekanan indikasi rata-rata untuk harga Y = 1 dihitung dengan persamaan

3.20 (Petrovsky, 1971: 55)

Pit = ×

1 1 1 1 1 1 1

1 2 1 n2 n1 1 1 n1

Pc

n

n ………...……(3.20)

Dengan:

Pit = tekanan indikasi rata-rata

Pc = tekanan akhir langkah kompresi

X = perbandingan ekspansi akhir

n2 = koefisien politropis untuk langkah ekspansi

V = perbandingan volume saat pembakaran

M = perbandingan kompresi

n1 = koefisien politropis saat langkah isap

Sehingga perhitungannya:

Pit = ×

(74)

= 0,29 (2,74 x 0,58.3,33 – 10,66.2,65)

= 0,29 (5,29-1,74)

= 1,030 Mpa

= 1030 Kpa

3.3. Tekanan Indikasi Rata-rata Sesungguhnya

Tekanan indikasi rata-rata sesungguhnya dapat dihitung dengan

persamaan 3.21 (Petrovsky, 1971: 55)

Pi = Zx Pit……...………...………...…(3.21)

Dengan:

Z= faktor koreksi diagram indikator, besarnya antara 0,95-0,97

(Petrovsky, 1971: 55). Diambil 0,97.

Sehingga perhitungannya:

Pi = 0.97 x 10,50

= 10,18 kg/cm2

=998,35 KPa

3.4. Kerja Indikasi

Kerja indikasi dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini (Petrovsky,

1971: 57).

Wi = Pi x Vd

Dengan:

(75)

Sehingga perhitungannya:

Wi = 10,18 x 0,00069

= 7,02.10 3 kg. Cm

= 687,96 Joule

3.5 Daya Indikasi Horsepower

Daya indikasi Horsepower dapat dihitung dengan persamaan 3.22

(Petrovsky, 1971: 58).

Ni =

9 , 0

i n Vd Pi× × ×

………...………(3.22)

Dengan:

Ni = daya indikasi Horse Power

Vd = volume langkah piston

n = putaran mesin

i = jumlah silinder

Sehingga perhitungannya:

Ni =

9 , 0

4 3600 00069

, 0 18 ,

10 × × ×

= 112,38 Hp

= 83,84 kW

(76)

Torsi yang dihasilkan

Torsi yang dihasilkan (Sularso, 1998: 7) dihitung dengan dengan:

T = 9,74 x 10 n Nb 5

T = 9,74 x 15,31 3600

59 , 56

105 = kg m

Sehingga efsiensi mekanis dapat dihitung dengan persamaan 3.23 (Petrovsky,

1971: 60).

Ni Nb

m = ………...……...…………(3.23)

38 , 112

77

=

m

= 0,69

= 69%

3.6. Tekanan Efektif Rata-rata

Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan persamaan 3.24 (Petrovsky,

1971: 61).

Pi

Pe = m× ………...……...……….(3.24)

Sehingga perhitungannya:

Pe = 0,69 x 10,18

= 7,02 kg/cm2

(77)

3.7. Kebutuhan Bahar Bakar

Kebutuhan udara teoritis dalam mol/kg bahan bakar untuk pembakaran 1

kg bahan bakar, Lo’ = 0,47 mol/kg bahan bakar.

Dalam satuan berat (Petrovsky, 1971: 37) menjadi:

Lo” = 28,95 x Lo’

= 28,95 x 0,47

= 13,6 kg/kg bahan bakar

Di mana: 28,9 kg/mol adalah berat molekul udara.

Dalam satuan volumetrik (Petrovsky, 1971: 37) menjadi:

Lo’” = " 288Po Lo

To

×

Dengan:

To = suhu udara luar

Po = tekanan udara luar (1 atm)

Lo” = kebutuhan udara untuk pembakaran 1 kg bahan bakar dalam satuan berat

Sehingga perhitungannya:

Lo’” = 13,6 1 . 288

301

×

= 14,21 m3/kg bahan bakar

3.8. Kebutuhan Bahan Bakar Tiap Jam

Kebutuhan bahan bakar tiap jam dihitung dengan persamaan 3.25

(78)

" ' 2 60 Lo i Vd F ch

h × ×

× × ×

= ………...…...……(3.25)

Dengan:

Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam

ch = efisiensi pengisian pada langkah isap

Sehingga perhitungannya:

Fh =

21 , 14 7 , 1 2 4 60 3600 855 , 0 00069 , 0 × × × × × ×

= 10,55 kg/jam

Massa jenis bahan bakar (minyak solar) 0,85 kg/L.

Sehingga kebutuhan bahan bakar dalam liter per jam = 85 , 0 55 , 10

= 12,41 L/jam

Kebutuhan bahan bakar tiap silinder:

Fs = 2,63

4 55 , 10 4 = = Fh

kg/jam

Sehingga panas yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada tiap silinder

adalah:

q = Fs x Qi

= 2,63 x 10100

= 26.563 kkal/jam

= 111,29 kJ/jam

3.9. Kebutuhan Bahan Bakar Spesifik Berdasarkan Brake Horsepower

Kebutuhan bahan bakar spesifik berdasarkan Brake Horsepower dihitung

(79)

F = Nb Fh

………...………...…………(3.26)

Dengan:

F = kebutuhan bahan bakar spesifik berdasarkan Brake Horsepower

h

F =kebutuhan bahan bakar tiap jam

b

N = daya

Sehingga perhitungannya:

F = 77

41 , 12

= 0,161 L/Hp jam

= 0,120 L/kW. jam

3.10. Konsumsi Bahan Bakar Indikasi Spesifik

Konsumsi bahan bakar indikasi spesifik dihitung dengan persamaan 3.27

(Petrovsky, 1971: 63).

Fi = Ni Fh

………...………...…..(3.27)

Dengan:

Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik

Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam

(80)

Sehingga perhitungannya:

Fi =

38 , 112

41 , 12

= 0,11 L/Hp jam

= 0,082 L/kW. jam

3.11. Efisiensi Panas Indikasi

Efisiensi panas indikasi menunjukkan derajat pemakaian panas yang

dihasilkan selama pembakaran bahan bakar untuk memperoleh daya indikasi pada

mesin (Ni). Efisiensi panas indikasi dihitung dengan persamaan 3.28 (Petrovsky,

1971: 62).

Qi Fi

i = ×

632

………...………....…….(3.28)

Sehingga perhitungannya:

10100 11

, 0

632

× =

i

= 0,5688

= 56,9

3.12. Kebutuhan Bahan Bakar Spesifiknya

Kebutuhan bahan bakar spesifik (Petrovsky, 1971: 63) dihitung dengan

persamaan 3.28.

F =

m

Fi

(81)

Dengan:

F = kebutuhan bahan bakar spesifiknya

Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik

m = efisiensi mekanis (untuk mesin diesel empat langkah 0,78-0,83)

(Petrovsky, 1971: 41).

Sehingga perhitungannya:

F = 83 , 0

11 , 0

= 0,132 L/Hp jam

= 0,098 L/kW. jam

3.13. Brake Termal Eficiency

Brake termal efficiency dihitung dengan persamaan 3.29 (Petrovsky, 1971: 62).

^i =

Qi F×

632

………...………(3.29)

Sehingga perhitungannya:

10100 132

, 0

632

× =

i

= 0,474

(82)

BAB IV

PERHITUNGAN ELEMEN MESIN

4.1. Silinder dan Kepala Silinder

Silinder adalah bagian dari motor bakar yang berfungsi sebagai rumah

piston dan merupakan tempat piston bergerak bolak balik. Seluruh proses siklus

motor bakar berlangsung di dalam ruang antara silinder dan kepala silinder.

Silinder dibuat dari besi tuang yang dicetak bersusun sederet segaris (in-line).

Konstruksi silinder terdiri dari silinder liner dan rongga air pendingin (water

jacket) yang dicetak menjadi satu kesatuan untuk keempat silinder yang berjajar segaris dan disebut silinder blok. Yang perlu diperhatikan dalam perancangan

silinder:

1. Suhu pembakaran

2. Tekanan pembakaran

3. Gaya-gaya yang bekerja

Bahan yang digunakan untuk membuat silinder mesin adalah besi tuang

abu-abu atau besi nikel yang sering disebut juga semi baja dengan _b= 25.000 Psi

–50.000 Psi dan elastisitas bahan antara 10.000 Psi–30.000 Psi (Maleev, 1964:

405).

4.1.1 Tebal Dinding Silinder

Tebal dinding silinder dihitung dengan persamaan empiris 4.1 (Lichty,

(83)

b = 0,045D + 1/16………...………...…………(4.1)

Dengan:

D = diameter silinder yaitu D piston + clear ence

b = 0,045(3,663) + 1/16

= 0,227 inci

= 5,7 mm

4.1.2 Tebal Dinding Mantel Air Pendingin

Tebal dinding mantel air pendingin dihitung dengan persamaan 4.2

(Maleev, 1964: 411)

+ =

14 1 032

, 0

1 D

b ………...………(4.2)

Dengan:

1

b = tebal dinding mantel air pendingin

D = diameter dinding dalam silinder

Sehingga perhiutngannya:

1

b = 0,032 (3,663) + 14

1

= 0,188 inci

= 4,77 mm

4.1.3. Tebal Rongga Antara Silinder Linier dengan Dinding Mantel Air

Tebal rongga antara silinder linier dengan dinding mantel air dihitung

(84)

C = 0,08 D + 4 1

Gambar

Gambar 2.1 Mesin diesel putaran tinggi
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Motor Diesel
Gambar 2.3 Tipe Injeksi Langsung (Direct injection)
Gambar 2.8 Katup Berkelok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan melihat dari penggunaan bahan bakar, efisiensi termal mesin diesel dengan menggunakan DJM5 lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar

Karakteristik utama dari suatu motor diesel adalah metode penyalaan bahan bakar. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan

Dengan katup model ini bentuk ruang bakar menjadi terpusat, pada kondisi piston melakukan dorongan pada langkah kompresi, capuran bahan bakar udara akan menuju

 Untuk mengetahui perbandingan unjuk kerja motor diesel bahan bakar minyak (Solar) dengan bahan bakar minyak (Solar) dan gas..  Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan bakar

Perbandingan penggunaan dua bahan bakar yang berbeda pada motor diesel dengan pengujian performa pada beban penuh disampaikan dalam bentuk grafik perbandingan putaran (rpm)

Salah satu komponen penting dalam motor diesel adalah Piston dan Connecting Rod, karena bersinggungan langsung dengan ruang bakar yang menghasilkan tekanan dan temperatur yang

Pada kurva konsumsi bahan bakar spesifik versus putaran juga dihasilkan kondisi yang serupa, yaitu semakin besar konsentrasi bio- disel dalam campuran akan meningkatkan konsumsi

Sedangkan melihat dari penggunaan bahan bakar, efisiensi termal mesin diesel dengan menggunakan DJM5 lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar