• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah Studi Eksperimen Pada SMA Negeri 3 Klaten SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sebuah Studi Eksperimen Pada SMA Negeri 3 Klaten SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MEMANFAATKAN

GEJALA ANEH DAN GEJALA ANOMALI

Sebuah Studi Eksperimen Pada SMA Negeri 3 Klaten

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh :

FRANSISKA DYAH SUSANTI NIM : 041424018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

(2)

ii

SKRIPSI

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MEMANFAATKAN

GEJALA ANEH DAN GEJALA ANOMALI

Sebuah Studi Eksperimen Pada SMA Negeri 3 Klaten

Oleh :

FRANSISKA DYAH SUSANTI NIM : 041424018

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Tanggal : 31 Mei 2011

Drs. Domi Severinus, M.Si.

(3)

iii

SKRIPSI

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MEMANFAATKAN

GEJALA ANEH DAN GEJALA ANOMALI

Sebuah Studi Eksperimen Pada SMA Negeri 3 Klaten

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Fransiska Dyah Susanti

NIM : 041424018

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 31 Mei 2011

Dan dinyatakan memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda tangan

Ketua : Drs. A. Atmadi, M. Si. ………..

Sekretaris : Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. ………..

Anggota : 1. Drs. Domi severinus, M. Si. ………..

2. Drs. R. Rohandi, M.Ed., Ph.D. ………..

3. Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. ………..

Yogyakarta, 31 Mei 2011

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan

(4)

iv

Halaman Motto dan Persembahan

The world is full of beauty when your heart is full with love...

Engkau bukan seorang yang gagal hanya karena hal-hal yang tidak berjalan sesuai dengan yang engkau inginkan.

Terima kasih Tuhan pelindungku....

Kupersembahkan tulisan ini untuk Bapak, Ibu, Kakak, adik, mas Tata dan keluarga semua ...

Untuk sahabat-sahabat tercinta...

Untuk teman-teman sehati , seperjuangan , senasib dan sepenanggungan Pendidikan Fisika 2004 dan semua teman, saudara, sahabat yang tidak tertulis...

Terima Kasih...

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, Mei 2011 Penulis

(6)

vi

(7)

vii

ABSTRAK

Fransiska Dyah Susanti. “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MEMANFAATKAN GEJALA ANEH DAN GEJALA ANOMALI”, sebuah studi eksperimen pada SMA Negeri 3 Klaten.

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) apakah pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. (2) sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Klaten pada tanggal 8 Februari 2011 sampai tanggal 22 Februari 2011 sebanyak 4 kali pertemuan. Subek penelitian siswa-siswi kelas XC yang berjumlah 37 siswa.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest, posttest, lembar kegiatan siswa, dan kuesioner.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa (1) pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali dapat meningkatkan pemahaman siswa, (2) siswa yang mengalami pembelajaran menjadi lebih senang dengan metode belajar tersebut, (3) sebagian besar siswa mempunyai minat yang tinggi terhadap fisika.

(8)

viii

ABSTRACT

Fransiska Dyah Susanti. “Physics Learning by Utilizing Strange and

Anomaly Phenomenon”. An experiment in 3th

Public Senior High School, Klaten.

This research aim to know : (1) whether physics learning by utilizing

strange and anomaly phenomenon can improve students’ understanding about learning subject, (2) students’ attitudes and interest about physics learning by

utilizing strange and anomaly phenomenon.

This research was conducted in Klaten 3th Public Senior High School, on 8th to 22th February 2011 as many as 4 times. Research subject are students of grade Xc as many as 37 students.

The instrument used in this research were pretest, posttest, student activity sheets, and questionnaire.

The result were that : (1) physics learning by utilizing strange and anomaly

phenomenon can improve students’ understanding about learning subject, (2)

students who researched becomes more appreciate with the learning method, (3) most of students have high interest to physics.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Hormat dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan pencipta alam semesta karena atas segala cinta dan bimbingan-Nya sehingga skripsi berjudul

“Pembelajaran Fisika dengan Memanfaatkan Gejala Aneh dan Gejala

Anomali” ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendpat bimbingan, saran dan nasehat yang bermanfaat dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan pelindungku, yang selalu menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. A. Atmadi, M. Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika. 4. Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi.

5. Segenap Dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma khususnya Pendidikan Fisika.

(10)

x

6. Bapak dan Ibu atas doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dan biaya yang tiada henti sampai semua ini dapat selesai.

7. Kakak dan adik tercinta atas doa, kasih, dan senyumnya.

8. Mas Tata dan keluarga tercinta atas doa, dukungan, dan semangat.

9. Dra. Ryryn Purwanti H. R, M. Hum. selaku Kepala SMA Negeri 3 Klaten. 10.Bapak Sungkono, S.Pd. selaku guru mata pelajaran fisika SMA Negeri

Klaten.

11.Siswa-siswi kelas Xc SMA Negeri 3 Klaten.

12.Teman-teman sesama mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, maka masukan berupa saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, Mei 2011 Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

(12)

xii

BAB II. DASAR TEORI ... 5

A. Belajar Fisika ... 5

1. Hakikat Fisika ... 5

2. Aktivitas Dalam Belajar ... 7

3. Hakikat Pembelajaran Fisika ... 11

a. PengertianBelajar... 11

b. Pengertian Pembelajaran ... 13

B. Minat Belajar Fisika ... 14

C. Sikap ... 17

D. Pembelajaran Fisika Aneh ... 19

E. Pembelajaran Fisika Model Anomali ... 21

F. Tujuan Pembelajaran Memanfaatkan Gejala Aneh Dan Gejala Anomali ... 24

G. Langkah-langkah Pembelajaran Yang Memanfaatkan Gejala Aneh Dan Gejala Anomali ... 26

H. Tanggapan Siswa Terhadap Gejala Aneh Dan Gejala Anomali ... 27

I. Pembiasan ... 28

J. Rangkaian Seri-Paralel ... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 36

(13)

xiii

D. Penyususnan Instruman ... 36

a. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ... 36

b. Lembar Kerja Siswa ... 38

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 38

a. Pretest ... 38

b. Posttest ... 38

c. Kuesioner ... 39

F. Metode Analisis Data ... 40

G. Validitas Instrumen ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN, DATA DAN ANALISIS DATA ... 43

A. Pelaksanaan Penelitian ... 43

B. Data ... 44

C. Analisis Data ... 46

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 49

1. Rangkuman Hasil Penelitian ... 49

2. Pembahasan ... 50

BAB V. PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner Minat Terhadap Fisika ... 39

Tabel 2. Kualifikasi Pemahaman Setiap Konsep ... 41

Tabel 3. Pengamatan Kondisi Siswa Sebelum Dan Sesudah Pembelajaran ... 42

Tabel 4. Data Skor Pretest Dan Posttest ... 44

Tabel 5. Distribusi Skor Hasil Kuesioner Minat Terhadap Fisika ... 45

Tabel 6. Kualifikasi Minat Siswa ... 46

Tabel 7. Jumlah Siswa Dan Prosentase Untuk Setiap Tingkat Minat Siswa Terhadap Fisika ... 46

Tabel 8. Hasil Penghitungan Standar Deviasi Antara Pretest Dan Posttest ... 47

Tabel 9. Korelasi Antara Pretest Dan Posttest ... 47

Tabel 10. Perbedaan Mean Antara Pretest dan Posttest ... 47

Tabel 11. Hasil Penghitungan Standar Deviasi Antara Pretest Dan Posttest ... 48

Tabel 12. Korelasi Antara Pretest Dan Posttest ... 48

Tabel 13. Perbedaan Mean Antara Pretest Dan Posstest ... 48

(15)

xv

Tabel 15. Perbedaan Mean Pretest Dan Posstest ... 49 Tabel 16. Prosentase Peningkatan Pretest dan Posttest ... 49 Tabel 17. Kondisi Siswa Sebelum Dan Sesudah Pembelajaran . 50

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Nilai Pretest Dan Posttest Siswa ………. 60

Lampiran 2. Data Hasil Kuesioner Minat Terhadap Fisika ……….. 62

Lampiran 3. Data Kualifikasi Minat Siswa Terhadap Fisika ……… 64

Lampiran 4. RPP Materi Pembiasan ………. 66

Lampiran 5. Lembar Kegiatan Siswa Materi Pembiasan ………….. 70

Lampiran 6. Soal Pretest Materi Pembiasan ………. 77

Lampiran 7. Soal Posttest ………. 78

Lampiran 8. RPP Materi Rangkaian Listrik ………. 79

Lampiran 9. Lembar Kegiatan Siswa ……… 82

Lampiran 10. Soal Pretest Materi Rangkaian Listrik ……….. 88

Lampiran 11. Soal Posttest Materi rangkaian Listrik ……….. 90

Lampiran 12. Kuesioner Minat Terhadap Fisika ………. 92

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan belajar mengajar di sekolah melibatkan dua pihak yaitu guru sebagai fasilitator atau pengajar dan siswa sebagai pembelajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sangat bergantung pada interaksi antar keduanya. Peranan guru dalam proses belajar mengajar memegang faktor utama dalam keberhasilan pendidikan.

Jika kita bertanya kepada siswa atau mahasiswa, “pelajaran apa yang tidak

disukai atau ditakuti ketika belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA), hampir pasti sebagian besar siswa atau mahasiswa menjawab fisika. Jika kita mencermati nilai Ujian Nasional (UN) untuk mata pelajaran fisika di SMA termasuk nilai yang paling rendah di antara mata pelajaran yang diujikan secara nasional itu. Bagi siswa, fisika itu abstrak, hanya kumpulan rumus dengan penyelesaian matematik yang rumit, dan karena itu tidak disukai bahkan ditakuti.

Proses pembelajaran fisika yang terjadi didominasi oleh proses “guru

memberitahu”. Guru memberitahu konsep, prinsip, hukum dan rumusnya,

selanjutnya memberi contoh soal dan soal-soal latihan. Pembelajaran fisika hanya menjadi proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa, sehingga menjadi membosankan.

Fisika dapat menjadi menarik dan tidak menakutkan jika fisika mampu menampilkan gejala-gejala fisis yang konkrit, yang dapat dijumpai dalam

(19)

2

kehidupan sehari-hari. Fisika yang dipelajari harusnya kontekstual, mempertimbangkan konteks pengalaman siswa dan konteks pengetahuan awal siswa.

Pembelajaran fisika, sebaiknya memberi kesempatan yang besar kepada siswa untuk membangun (mengkonstruksi) pengetahuannya. Dengan kata lain, pembelajaran fisika harus kontekstual dan konstruktivistik, sehingga pembelajaran fisika menjadi menarik dan menantang.

Keterlibatan siswa mutlak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena bagaimanapun juga hasil belajar terutama ditentukan oleh siswa sendiri. Untuk mencapai tujuan itu, guru harus dapat mengusahakan agar kegiatan belajar benar-benar melibatkan siswa secara aktif. Untuk itu kreatifitas seorang guru sangat dibutuhkan khususnya dalam pemilihan metode mengajar sehingga siswa termotivasi untuk belajar.

Keterlibatan siswa dapat diusahakan dengan memberikan kenyamanan suasana kegiatan belajar mengajar sehingga siswa merasa senang dan berminat mengikuti proses belajar. Salah satu cara yang dapat diupayakan oleh guru agar siswa merasa senang dan berminat dalam proses belajar adalah dengan pemakaian model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang dipelajari, sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah dan kondisi siswa itu sendiri. Dengan demikian guru mampu membuat siswa merasa tertarik dan berminat untuk mengikuti proses belajar mengajar, sehingga keefektifan pengajaran dapat dioptimalkan.

Proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas belajar dari siswa karena belajar adalah suatu proses dan bukan sekedar hasil. Oleh karena itu belajar akan

(20)

3

berlangsung secara aktif dan integratif apabila menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan. Bentuk perbuatan yang dapat menimbulkan aktivitas belajar dapat dikondisikan dari berbagai sudut antara lain: sudut pebelajar, guru, program belajar, situasi belajar dan sarana belajar (H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, 1991: 120).

Salah satu cara yang dapat ditempuh guru agar pembelajaran fisika menjadi menarik dan menantang adalah pembelajaran yang memanfaatkan gejala-gejala aneh dan gejala anomali. Chinn dan Brewer mengatakan bahwa gejala-gejala aneh dan gejala-gejala-gejala-gejala anomali dapat menimbulkan konflik kognitif atau disekuilibrium pada siswa, sehingga siswa tertantang untuk mencari jawabannya. Gejala aneh dan gejala anomali dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan proses perubahan konsep dan remidiasi miskonsepsi. (Chinn & Brewer, 1997).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah yang diteliti adalah:

1. Apakah pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali dapat meningkatkan pemahaman siswa?

2. Bagaimana sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian dengan pembelajaran memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali bertujuan untuk :

(21)

4

1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali terhadap peningkatan pemahaman siswa.

2. Untuk mengetahui sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran fisika dengan memanfaatkan gejala-gejala aneh dan gejala anomali.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Pengajar atau guru fisika.

Memperoleh gambaran tentang suatu model pembelajaran sains yang baru yaitu pembelajaran yang memanfaatkan gajala aneh dan gejala anomali yang diharapkan bisa digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengefektifkan pembelajaran fisika, sehingga menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik.

2. Masyarakat umum.

Agar masyarakat dapat semakin memahami pelajaran fisika tidak terlepas dari kehidupan atau peristiwa sehari-hari. Dengan melihat persepsi yang berkembang di dalam masyarakat khususnya siswa, diharapkan masyarakat umum mampu bercermin dan bijaksana dalam menyikapi pelajaran fisika.

3. Penulis.

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang suatu model pembelajaran sains yang baru yaitu pembelajaran fisika yang memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali.

(22)

5

BAB II

DASAR TEORI

A. BELAJAR FISIKA

A.1. Hakikat Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (Sains). Dari kenyataan tersebut maka hakikat fisika dapat ditinjau dari hakikat sains. Beberapa saintis memberikan definisi tentang sains. Menurut A.N. Whitehead (Sumaji, dkk: 1998) menyatakan bahwa IPA atau sains dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman. Orde pertama merupakan orde observasi dan orde kedua merupakan orde konsepsional. Orde observasi merupakan orde yang didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala atau fakta, sedangkan orde konsepsional didasarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta.

Menurut James Conant (Subianto: 1988), Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang muncul dari aktivitas progresif manusia sedemikian sehingga muncul konsep-konsep baru dari berbagai eksperimen dan observasi, dan konsep baru itu kemudian akan mendorong eksperimen dan observasi lebih lanjut.

Menurut Carin ( Moh. Amien : 1987), IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan kumpulan fakta (produk ilmiah) tetapi juga oleh tumbuhnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

(23)

6

Menurut Moh. Amien (1987), Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang memiliki hakikat sebagai produk keilmuan, proses keilmuan, dan sikap keilmuan.

a. Aspek Produk

Istilah produk yang diterapkan pada prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori di dalam sains menyatakan bahwa pengetahuan, prinsip-prinsip, hukum-hukum, atau teori-teori itu adalah hasil rekaan atau buatan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Dalam pengajaran sains, aspek produk tampil dalam bentuk-bentuk bahan pengajaran yang berisi pokok-pokok bahasan (Sumaji, dkk : 1998).

b. Aspek Proses

Aspek proses dalam pengajaran sains yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Metode itu dikenal sebagai metode keilmuan. Horner dan Hunt (Sumaji, dkk : 1998) menyatakan bahwa metode keilmuan merupakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Sebagai perpaduan dari rasionalisme – yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pikiran

– dan empirisme – yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, metode keilmuan memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat dijabarkan dalam enam langkah yaitu: (1) sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah, (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan, (3) penyusunan atau klasifikasi data, (4) perumusan hipotesis, (5) deduksi dan hipotesis, serta (6) tes dan pengujian kebenaran hipotesis.

(24)

7

Aktivitas-akivitas yang dilakukan oleh peneliti pada tahap tersebut diantaranya melakukan obsrvasi, mengukur, memprediksi, mengklasifiksi, membandingkan, menyimpulkan, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, membuat laporan penelitian, dan mengkomunikasikan hasil penelitian.

c. Aspek Sikap

Yang dimaksud dengan aspek sikap adalah berbagai keyakinan, opini, dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru, diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain.

2. Aktivitas Dalam Belajar

Dalam proses belajar sangatlah diperlukan aktivitas, hal ini dikarenakan bahwa pada prinsipnya belajar adalh berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.

Frobel (Sardiman A. M. : 1986) mengatakan bahwa “manusia sebagai

pencipta”. Secara alami anak didik memiliki dorongan untuk mencipta, untuk

melakukan hal itu ia harus bekerja sendiri. Dalam dinamika kehidupan manusia, berpikir dan berbuat merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berpikir dan berbuat.

(25)

8

Montessori (Sardiman A. M. : 1986) juga menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Jelas bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Sedangkan menurut Rousseau (Sardiman A. M. : 1986), setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

Dengan melihat berbagai pandangan dari para ahli di atas, jelas bahwa dalam kegiatan belajar, subjek didik/siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan aktivitas, tanpa aktivitas, be;lajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik.

a. Prinsip-prinsip Aktivitas

Prinsip-prinsip aktivitas belajar dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yaitu psikologi lama dan psikologi modern.

1). Menurut pandangan Psikologi Lama

John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa (phyche) seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis yang kemudin akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar, terserah kepada unsur dari luar yang akan menulis, kertas itu akan bersifat reseptif. Jika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

9

diterapkan dalam dunia pendidikan,siswa diibaratkan sebagai kertas putih dan unsur dari luar disini adalah guru. Pada prinsipnya aktivitas didominasi oleh guru, sedang anak didik bersifat pasif dan menerima begitu saja.

Sedangkan Herbert merumuskan bahwa jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum asosiasi atau dengan kata lain dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar. Dalam pandangan ini, guru pula yang lebih aktif menyampaikan tanggapan-tanggapan. Siswa hanya pasif, secara mekanis hanya mengikuti alur dari hukum-hukum asosiasi tadi. Jadi siswa kurang memiliki aktivitas dan kreativitas.

Mengkombinasikan dua konsep di atas, jelas bahwa dalam proses belajar mengajar guru akan senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu pasif sedang guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Hal ini sudah tentu tidak sesuai dengan hakikat pribadi anak didik sebagai subjek belajar.

2). Menurut pandangan Psikologi Modern

Aliran psikologi modern menterjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Anak didik dipandang sebagai organisme yang memiliki potensi untuk berkembang. Tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri. (Sardiman A. M., 1986 : 96 – 99)

(27)

10

b. Jenis-jenis Aktivitas Dalam Belajar

Paul B. Diedrich seperti yang dikutip oleh Sardiman A. M. membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang dapat digolongkan sebagai berikut :

1). Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.

2). Oral activities, seperti : menyatakn rumus, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dsb.

3). Listening activities, sebagai contoh : mendengarkan uraian, pidato, diskusi, music, dan percakapan.

4). Writing acivities, misalnya : menulis cerita, karangan, laporan, menyalin. 5). Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat peta, grafik,

diagram.

6). Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat model, bermain, berkebun, beternak.

7). Mental activities, contohnya : menanggapi, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

8). Emotional activities, seperti : menaruh minat, merasa bosan, bersemangat, berani, tenang, gugup. (Sardiman A. M., 1986 : 99 – 100)

Dengan klasifikasi aktivitas seperti di atas, menunjukkan bahwa aktifitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Seandainya kegiatan-kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah akan lebih dinamis, tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

11

membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivits belajar yang maksimal dan pada akhirnya akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kebudayaan.

c. Hakikat Pembelajaran Fisika

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.

Samakah belajar dengan latihan, dengan menghafal, dengan mengumpulkan fakta, dan dengan studi?. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar dan setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang belajar. Jika kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, kita akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam.

Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam, misalnya saja menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan fakta, menghafal, menghitung dan mengerjakan soal-soal latihan, dan sebagainya. Akan tetapi tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai kegiatan belajar, misalnya mencontek, menikmati hiburan, melamun, dan sebagainya.

(29)

12

Keanekaragaman definisi belajar ini juga tercermin dalam banyaknya definisi tentang belajar yang dibuat oleh para ahli pendidikan. Menurut James O. Whittaker (H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono : 1991), belajar didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan tidak termasuk sebagai belajar.

Cronbach (H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono : 1991) dalam

bukunya yang berjudul “Educational Psychology” mengatakan bahwa belajar

yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan obyek belajar dengan menggunakan semua alat inderanya.

Howard L. Kingsley (H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono : 1991) mengemukakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

Sedangkan H. Abu Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

B. F. Skinner (Drs. Muhibbin Syah, M.Ed : 1995) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

(30)

13

berlangsung secara progresif, proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat.

Sedangkan Hintzman (Drs. Muhibbin Syah, M.Ed : 1995) berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.

Bertolak dari definisi yang telah diutarakan di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses yang ditekankan pada kegiatan siswa. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang kegiatannya didominasi oleh siswa.

Dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator dan mediator. Menurut Suparno (1996 : 14) fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas antara lain : (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid mengambil tanggung jawab dalam membuat desain, proses, dan penelitian, (2) guru menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keinginan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya, (3) menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara produktif, (4) menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa,

(31)

14

(5) menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik, (6) memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu berjalan atau tidak, (7) guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, (8) guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid.

B. MINAT BELAJAR FISIKA

1. Pengertian Minat

Menurut Winkel, yang dimaksud dengan minat adalah kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-bidang tertentu dan mersa senang berkecimpung di dalamnya.

Minat berhubungan dengan perasaan. Perasaan merupakan faktor psikis yang non-intelektual yang khusus berpengaruh terhadap semangat dan gairah belajar. Melalui perasaannya siswa mengadakan penilaian yang agak spontan terhadap pengalaman-pengalaman belajar disekolah.

Perasaan senang akan menimbulkan minat yang diperkuat dengan sikap yang positif. Dari ketiganya, mana yang timbul terlebih dahulu sukar ditentukan dengan pasti. Mungkin berlaku urutan psikologis, yaitu perasaan senang menimbulkan sikap positif dan sikap positif menimbulkan minat. Jadi ada hubungan erat antara motivasi intrinsik, minat, dan perasaan senang.

Karena minat tumbuh bila perasaan siswa senang, maka guru harus dapat membuat siswa merasa senang dalam belajar, misalnya dengan cara sebagai berikut :

(32)

15

a. Membina hubungan akrab dengan siswa namun tidak bertingkah seperti anak remaja.

b. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit, namun juga tidak terlalu mudah.

c. Menggunakan alat–alat pelajaran yang menunjang proses belajar mengajar.

d. Bervariasi cara mengajarnya namun tidak berganti –ganti metode sehingga siswa menjadi senang.

(Winkel, 1983 : 30-31).

Seperti yang dikemukakan di atas, minat adalah kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang–bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung di dalamnya (Winkel, : 30). Berdasarkan pada definisi minat tersebut maka minat belajar fisika dapat dinyatakan sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik belajar fisika dan merasa senang mempelajari segala aspek dalam fisika.

2. Minat Belajar Fisika

Seperti telah dikemukakan di atas, minat adalah kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung di dalamnya (Winkel, 1983 : 30). Berdasarkan pada definisi minat tersebut, maka minat belajar fisika dapat dinyatakan sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tertarik belajar fisika dan merasa senang mempelajari segala aspek dalam fisika.

(33)

16

Siswa yang berminat belajar fisika cenderung akan mempelajari fisika sesuai dengan hakikatnya sebagai hasil, proses dan sikap. Mereka berusaha mempelajari dan memahami hasil keilmuan fisika dengan sungguh-sungguh sehingga benar-benar paham dan mengerti tentang konsep, prinsip dan hukum fisika. Mereka tidak hanya menghafal hasil keillmuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan fisika, tetapi berusaha dengan sungguh-sungguh agar memahami dan mengerti tanpa merasa terpaksa bahkan merasa senang untuk melakukan.

Untuk mempelajari proses keilmuan fisika, dengan berlatih melakukan percobaan-percobaan sebagai proses keilmuan, dibutuhkan kemauan dan kesungguhan. Siswa yang berminat belajar fisika adalah siswa yang suka belajar fisika dan senang mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran. Salah satu contoh adalah metode komik yang digunakan oleh guru. Dalam proses pembelajaran ini siswa yang kurang berminat sangat sedikit kira-kira 10% dari 30 siswa dan selebihnya siswa sangat berminat dan berminat. Ini membuktikan bahwa siswa berminat terhadap pembelajaran fisika karena jumlah siswa yang berminat lebih banyak.

Dengan mempelajari fisika secara sungguh-sungguh baik hasil maupun proses, akan terbentuk sikap keilmuan pada diri siswa, misalnya : hasrat ingin tahu, kerendahan hati, sikap keterbukaan, jujur, pendkatan positif terhadap kegagalan dan sebagainya yang merupakan perilaku para ilmuwan yang mereka ikuti dalam melakukan penelitian-penelitian ilmiah. Menjadi iluwan berarti dapat menjelmakan perilaku dan sikap keilmuan dalam mendekati dan memecahkan masalah yang dihadapi (Moh. Amien, 1987 : 12).

(34)

17

C. SIKAP

Menurut Mar’at (1981, 9) sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya, jika sikap terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk berinteraksi orang tersebut terhadap objek. Dalam ilmu Psikologi Sosial, studi mengenai sikap sudah banyak sekali diteliti, mulai dari teori, konstruksi, konsep, sampai pengukurannya.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tertentu. Menurut Bimo Walgito (1978, 110) sikap memiliki tiga komponen:

1. Komponen Kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap.

2. Komponen Afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.

3. Komponen Konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu objek. Komponen inin menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap objek.

(35)

18

Dalam menjelaskan konteks sikap, perlu dibedakan terlebih dahulu fungsi sikap dan kejadian. Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi evaluasi yang berasal dari komponen afeksi. Sedangkan kejadiannya tidak diikutsertakan dengan evaluasi emosional. Oleh karena itu,sikap adalah relatif konstan dan agak sukar berubah, jika ada perubahan sikap berarti adanya suatu tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap melalui proses tertentu. Selanjutnya sikap dapat dikatakan bahwa sikap merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan. Namun disamping itu sikap memiliki evaluasi negatif maupun positif yang bersikap emosional yang disebabkan oleh komponen afeksi. Semua hal itu dengan sendirinya berhubungan dengan objek atau masalah yang disebut ” the attitude

object ” . Sikap diartikan sebagai derajat atau tingkat kesesuaian seseorang terhadap objek tertentu. Objek sikap disebut ”psychological object” (Edwars,

1969 dalam Mar’at, 1981).

Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap suatu objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang / tidak senang) terhadap objek. Dan komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesiapan atau ksdiaan untuk bertindak terhadap objek (Shaver, 1978

dalam Mar’at, 1981).

Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem kognitif. Hal ini berarti bahwa apa yang

(36)

19

dipikirkan seseorang tidak akan lepas dari perasaannya. Masing-masing komponen tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan interaksi komponen-komponen tersebut secara kompleks. Aspek kognisi merupakan aspek pengerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan berbuat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan kognitif. Berdasarkan pendekatan ini setiap orang akan berusaha mencari keseimbangan dalam bidang kognisinya dan terbentuk sikap yang bersangkutan. Apabila terjadi ketidakseimbangan, individu akan berusaha mengubahnya sehingga terjadi keseimbangan kembali.

Proses terbentuknya sikap yang ada pada seseorang, akan dipengaruhi oleh faktor internal (kepribadian) yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa masyarakat, hambatan atau pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang. Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif tetapi juga dapat bersifat negatif.

D. PEMBELAJARAN FISIKA ANEH

1. Pengertian

Model pembelajaran fisika fun (aneh), adalah pembelajaran dengan menunjukkan hal-hal aneh dalam hidup ini yang dapat menarik minat anak untuk mengerti prinsip fisika lebih dalam. Peristiwa itu ditunjukkan kepada siswa sehingga menantang siswa berpikir, mencoba, dan mencari keterangan. Dari situ siswa dapat menemukan prinsip fisika yang ada dibalik peristiwa itu sehingga

(37)

20

yang aneh itu ternyata dapat dimengerti sebagai tidak aneh lagi karena rahasia fisikanya diketahui.

John Jewett (1994, 1996) dalam Suparno (2007) mengungkapkan bahwa siswa dapat lebih tertarik belajar fisika lewat peristiwa yang aneh (misterius), magic, dan myth (mistis). Kadang-kadang banyak kejadian sehari-hari yang oleh siswa dirasakan aneh, tidak masuk akal, mempunyai kekuatan gaib, dan mengandung rahasia. Misalnya, (1) mengapa sulit meniup balon yang ada didalam botol; (2) mengapa burung tidak tersengat listrik waktu hinggap di kawat bertegangan tinggi ?; (3) mengapa sapi lebih mudah mati kena petir daripada ayam?. Bahkan juga banyak terjadi anggapan-anggapan yang diyakini benar dalam masyarakat, setelah diteliti dengan konsep fisika, ternyata tidak benar. Misalnya, peralatan listrik yang besar pasti memakan tenaga lebih besar. Lewat kejadian seperti itu, siswa terpaksa berpikir mendalam, mengapa terjadi hal seperti itu. Pembelajaran fisika dengan menunjukkan hal-hal yang tidak biasa itu, membuat siswa tertarik, antusias, dan menantang pikiran siswa untuk berpikir dan memecahkan persoalan secara dalam.

2. Keuntungan Pembelajaran Model Fisika Aneh

Beberapa keuntungan melakukan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan fisika aneh yaitu:

1. Siswa menjadi tertarik dan senang.

2. Siswa tertantang berpikir sehingga melatih mereka melatih mereka mengkonstruksi pikiran dan gagasan mereka.

(38)

21

3. Fisika menjadi topik yang menarik dan anak mau belajar lebih dalam. fisika tidak menjemukan siswa.

4. Siswa lebih belajar konsep konsep konsep fisika, bukan hafalan. dengan demikian, mereka dapat menggunakan konsep itu pada kejadian yang lain. 5. Siswa semakin membuka rahasia alam yang yang tadinya dianggap aneh,

menjadi tidak aneh lagi. Hal ini dapat mengurangi “keyakinan yang tidak

benar” akan rahasia alam.

6. Siswa tidak menjadi takut dengan peristiwa alam yang kelihatan aneh, mistis, maupun magis.

7. Siswa menjadi lebih rasional terhadap gejala alam. dengan demikian, diharapkan dapat semakin berani mendalami dan mengerti alam secara lebih dalam, termasuk mengolahnya demi kehidupan manusia yang lebih baik.

E. PEMBELAJARAN FISIKA MODEL ANOMALI

1. Pengertian

Anomali berasal dari bahasa Latin anomalia, yaitu berarti suatu gejala atau kejadian yang berlainan dengan yang biasanya dimengerti dan dipikirkan orang banyak. Misalnya, biasanya warna kulit orang Indonesia itu adalah coklat, maka kalau ada seorang Indonesia berkulit putih, dianggap sebagai kekecualian. Dengan model pembelajaran anomali, seorang guru mengajak siswa untuk mengamati atau mengalami suatu peristiwa fisis yang berlainan dengan yang dimengerti siswa atau yang dipikirkan oleh siswa. Misalnya, kalau kebanyakan siswa beranggapan benda padat bila dimasukkan ke dalam air akan tenggelam, guru dapat

(39)

22

menunjukkan bahwa ada bebarapa benda padat yang ternyata tidak tanggelam dalam air. Peristiwa itu akan menjadikan siswa kaget, dan tertantang untuk

berpikir mendalam, “ mengapa hal itu dapat terjadi?”.

Oleh Chinn (1993) dalam Suparno (2007) diteliti bahwa model anomali ini sangat baik untuk membantu siswa mengadakan perubahan konsep dan juga memperbaiki konsep fisika mereka yang kurang tepat atau bahkan tidak benar. Dengan dihadapkan peristiwa anomali, siswa dibantu untuk sadar bahwa gagasan atau konsep fisika yang telah mereka ketahui dan pegang sebagai satu - satunya yang benar, ternyata tidak seratus persen benar. Oleh karena kenyataan yang dihadapi itu sungguh-sungguh terjadi, maka salah satu kemungkinan yang mudah adalah siswa mengubah gagasannya atau memperbaiki gagasannya. Model anomali ini sangat efisien untuk membantu siswa yang mempunyai salah konsep. Dalam pengalaman, siswa yang salah konsep, seringkali sangat sulit dibetulkan, karena banyak guru hanya menjelaskan secara teori. Sedangkan dengan menghadapkan siswa pada pengalaman yang sungguh berbeda, dimana gagasan mereka tidak mungkin lagi dipertahankan, maka siswa akan mengubah gagasannya yang tidak tepat. Dalam pengertian Piaget, menghadapi peristiwa anomali siswa akan mengalami disekuilibrium, ketidakseimbangan pikiran, atau pikiran mereka mengalami konflik. Konflik pikiran inilah yang menjadikan seseorang lalu memperbaikinya atau mengembangkan pikirannya.

Pembelajaran dengan anomali ini dalam arti tertentu mirip dengan pembelajaran dengan kejadian aneh atau fun. Keduanya menggunakan peristiwa fisis yang bagi siswa dianggap tidak biasa, aneh, atau tidak masuk akal. Bedanya,

(40)

23

pada pembelajaran model peristiwa aneh, peristiwanya pada awalnya dirasakan aneh, tetapi setelah mengerti penjelasannya secara fisika, menjadi tidak aneh lagi. Sedangkan pada anomali, memang peristiwa itu merupakan kekecualian dari prinsip umum.

2. Langkah Pembelajaran Anomali

Beberapa langkah berikut ini yang perlu dilakukan supaya pembelajaran anomali dapat sungguh membantu siswa mengembangkan gagasan dan memperbaiki pengertian mereka.

a. Persoalan yang sering menimbulkan gagasan tidak benar atau miskonsepsi dalam fisika diungkapkan oleh guru.

b. Siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang persoalan itu. c. Peristiwa atau kejadian anomali yang bertentangan dengan gagasan siswa

ditunjukkan atau dipresentasikan pada siswa.

d. Siswa diminta mengamati, meneliti, kejadian itu dalam-dalam.

e. Siswa dapat diberi pertanyaan: “Apakah gejala itu salah? Apakah benar?

Kalau benar mengapa demikian?”

f. Siswa diminta untuk mengungkapkan lagi jawaban mereka tentang pertanyaan awal, apakah sudah berubah atau masih sama.

g. Siswa dibantu oleh guru mencoba menyimpulkan gagasan atau konsep yang baru berdasarkan peristiwa anomali tersebut.

h. Model ini dapat digabung dengan model diskusi.

(41)

24

F. TUJUAN PEMBELAJARAN MEMANFAATKAN GEJALA ANEH

DAN GEJALA ANOMALI

1. Membangkitkan masalah.

Gejala aneh dan gejala anomali dapat digunakan untuk membangkitkan masalah. gejala aneh dan gejala anomali ini dapat ditampilkan dihadapan siswa dalam berbagai bentuk, seperti (1) ilustrasi gejala secara verbal, (2) tampilan gejala secara simulasi, (3) tampilan gejala melalui demonstrasi atau eksperimen real. Tampilan-tampilan gejala ini, hanya berupa menimbulkan rasa heran dan penasaran pada siswa. Dengan adanya rasa heran dan penasaran itu, siswa tergugah atau tertantang untuk mencari jawabannya. Kemudian siswa bisa memusatkan perhatiannya, menggunakan potensi-potensinya untuk memperoleh penjelasan atas gejala aneh dan gejala anomali itu. contoh, (1) secara verbal guru dapat bertanya, mengapa burung tidak tersengat listrik ketika hinggap pada kawat bertegangan tinggi? (2) melalui demonstrasi guru memperlihatkan bahwa benda yang berbeda massanya membutuhkan waktu yang sama untuk jatuh bebas dari ketinggian yang sama. 2. Membangun konsep.

Gejala aneh dan gejala anomali, dapat digunakan untuk membangun konsep yang semula belum diketahui siswa. Contoh, guru dapat membangun

konsep “kecepatan hanyut” dalam pembahasan arus listrik, dengan memberikan ilustrasi (verbal atau eksperimental) yang bersifat anomali, yaitu lampu yang letaknya jauh dari sumber tegangan menyala bersamaan dengan lampu yang letaknya dekat dengan sumber tegangan.

(42)

25 3. Memperjelas konsep.

Gejala aneh dan gejala anomali, dapat digunakan untuk memperjelas konsep yang masih sering membingungkan siswa. Contoh, siswa sering bingung mengenai konsep daya listrik yang diserap oleh bola lampu, ditentukan oleh ukuran daya yang tertulis pada lampu, atau daya real lampu. demonstrasi yang memperlihatkan gejala anomali, dimana lampu 25 watt menyala lebih terang dari pada lampu 40 watt, dapat memperjelas konsep ini, dan mengatasi kebingungan siswa.

4. Mengubah konsep dan meremidiasi miskonsepsi.

Siswa memasuki kelas tidak dengan kepala kosong. Berdasarkan pengalamannya, siswa sudah memiliki konsep awal. Konsep awal ini kadang tidak sesuai dengan konsep ilmiah, bersifat intuitif, tetapi diyakini benar. dengan strategi pembelajaran tradisional konsep awal yang salah ini sukar untuk diubah. (Tsai & Chang, 2005).

Chinn & Brewer (1997) dan Leo & Leon (1985) mengusulkan penggunaan gejala anomali untuk mengubah konsep yang salah dan meremidiasi miskonsepsi. guru menampilkan peristiwa atau gejala yang bertentangan dengan apa yang dipikirkan atau diyakini sebelumnya. Dengan demikian terjadi ketidakpuasan atas konsep yang sudah ada, terjadi konflik kognitif, dan ada dorongan untuk mencari konsep baru yang lebih memuaskan.

(43)

26

G. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN YANG

MEMANFAATKAN GEJALA ANEH DAN GEJALA ANOMALI

Secara garis besar, langkah pembelajaran yang memanfaatkan gejala aneh atau anomali adalah sebagai berikut, (Suparno, 2007)

1. Guru mengemukakan persoalan yang sering menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

2. Siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang persoalan itu. Dalam metode Prediction-Observation-Explanatian (POE) langkah ini adalah langkah prediksi.

3. Gejala aneh atau gejala anomali, dipresentasikan kepada siswa. Presentasi dapat dalam bentuk verbal, simulasi computer, demonstrasi, atau eksperimen yang dilakukan oleh siswa.

4. Siswa diminta mengamati, meneliti kejadian itu. Dalam metode POE, langkah ini adalah langkah obsevasi.

5. Siswa diminta untuk memeriksa apakah gagasan awal (prediksi) mereka cocok dengan hasil observasi. Kalau tidak cocok, mereka harus menjelaskan apakah yang salah adalah gagasan awal mereka atau yang salah adalah gejalanya.

6. Siswa diminta untuk mengungkapkan kembali gagasan mereka berkaitan dengan persoalan awal. Apakah gagasan mereka sudah berubah atau masih tetap sama.

(44)

27

7. Siswa dibantu oleh guru menyimpulkan gagasan yang baru berdasarkan gejala tersebut. Dalam metode POE, langkah ini adalah langkah eksplanasi.

Langkah-langkah pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam beberapa variasi metode, seperti ceramah interaktif, diskusi, demonstrasi, POE, atau eksperimen.

H. TANGGAPAN SISWA TERHADAP GEJALA ANEH DAN GEJALA

ANOMALI.

Dalam pembelajaran yang memanfaatkan gejala aneh dan gejala anomali, guru perlu memahami kemungkinan-kemungkinan tanggapan siswa terhadap gejala tersebut, sehingga guru mampu mengelola langkah pembelajaran selanjutnya, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Chinn & Brewer (1998) dalam penelitian mereka menemukan tujuh pola tanggapan para ahli terhadap data yang bersifat anomali. Harapan kita adalah tujuh pola tanggapan para ahli ini memberi inspirasi para guru untuk melihat pola tanggapan siswa terhadap gejala aneh dan gejala anomali. Tujuh pola tanggapan tersebut adalah :

1. Mengabaikan data (ignoring).

Ahli mengabaikan, tidak berusaha untuk menjelaskan dan tidak akan mengubah teori mereka.

2. Ahli menolak data (rejection).

Ahli menolak data, berusaha memberi penjelasan mengapa data itu tidak valid, dan tidak akan mengubah teori mereka.

(45)

28 3. Ahli mengeluarkan data (exclusion).

Ahli bisa percaya bisa juga tidak percaya pada data, tetapi merasa tidak perlu memberi penjelasan, karena menurut mereka data itu tidak relevan dengan teori mereka.

4. Ahli menangguhkan data (abeyance).

Ahli percaya pada data tetapi belum bisa memberikan (menangguhkan) penjelasan atas data saat itu, karena itu belum bisa mengubah teori mereka.

5. Ahli menginterpretasi ulang data (reinterpretation).

Ahli dapat menerima data, dapat memberi penjelasan atas data, tetapi belum bisa mengubah teori mereka.

6. Ahli mengubah bagian peripheral dari teori (peripheral theory change). Ahli menerima validitas data, bisa menjelaskan data, tetapi hanya mengubah bagian peripheral, bukan bagian yang pokok dari teori mereka. 7. Ahli mengubah teori (theory change)

Ahli menerima validitas data, bisa menjelaskan data, dan mengubah keseluruhan teori mereka.

I. PEMBIASAN.

Cahaya merupakan suatu gelombang. Oleh karena itu, peristiwa yang dialami oleh gelombang juga dialami oleh cahaya. Apabila cahaya merambat mengenai bidang batas dua medium, maka rambatan cahaya tersebut akan mengalami pembelokan. Peristiwa ini disebut pembiasan cahaya. Banyak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

29

kejadian sehari-hari yang dapat dijelaskan dengan prinsip pembiasan ini. Sebagai contoh, dasar bak mandi yang berisi air kelihatan lebih dangkal, sikat gigi yang mengapung di air bak mandi kelihatan bengkok, dan sebagainya. Bahkan alat-alat optik seperti mikroskop dan teleskop juga bekerja berdasarkan prinsip pembiasan.

Hukum Pembiasan.

Ada beberapa pengertian yang perlu dipahami sebelum membahas tentang hukum pembiasan, yaitu:

a. sinar datang adalah sinar yang datang pada bidang batas dua medium,

b. sinar bias adalah sinar yang dibiaskan oleh bidang batas dua medium,

c. garis normal adalah garis yang tegak lurus pada bidang batas dua medium,

d. sudut datang (i) adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal,

e. sudut bias (r) adalah sudut antara sinar bias dengan garis normal, f. indeks bias mutlak suatu medium (n) didefinisikan sebagai

perbandingan cepat rambat cahaya di ruang hampa (c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). secara matematis dapat dirumuskan sebagai

n = c/v

(47)

30

Karena kecepatan cahaya di dalam suatu medium selalu lebih kecil daripada di ruang hampa maka indeks bias mutlak suatu medium selalu lebih besar dari 1 (n>1).

Indeks bias relatif suatu medium nr didefinisikan sebagai perbandingan indeks bias mutlak medium tersebut terhadap indeks bias mutlak medium lain. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai

n12 = n1/n2 = v2/v1

Dimana

n 12 = indeks bias relative medium 1 terhadap medium 2, n1 = indeks bias mutlak medium 1

n2 = indeks bias mutlak medium 2 v1 = laju cahaya dalam medium 1 v2 = lajuu cahaya dalam medium 2

Karena indeks bias relative adalah perbandingan antara dua medium, maka indeks bias relative ini bias bernilai lebih besar atau lebih kecil dari satu.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Willebord Snell (1591 – 1626), seperti pada gambar di bawah diperoleh hukum pembiasan atau hukum Snellius sebagai berikut:

(48)

31

Gambar 1. Hukum Snellius

1. Sinar datang, sinar bias, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar.

2. Sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang rapat dibiaskan mendekati garis normal.

3. Sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal.

4. Sinar datang secara tegak lurus terhadap bidang batas dua medium tidak dibiaskan, melainkan diteruskan.

Hukum pembiasan tersebut dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:

n1 sin i = n2 sin r

dimana

n1 = indeks bias mutlak medium 1 n2 = indeks bias mutlak medium 2

i

r Sinar

Garis normal

Bidang batas

Sinar bias

(49)

32 i = sudut datang

r = sudut bias

J. RANGKAIAN SERI – PARALEL.

Arus Listrik.

Sebagaimana arus lalu lintas yang menyatakan gerakan mobil pada satu lintasan, maka arus listrik didefinisikan sebagai gerakan muatan-muatan listrik dalam suatu rangkaian listrik. Gerakan muatan-muatan listrik tersebut disebabkan oleh perbedaan potensial listrik, atau yang sering disebut tegangan listrik. Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun karena muatan negatif yang bergerak. Arah arus listrik adalah arah aliran muatan positif. Jika muatan yang bergerak adalah muatan negatif seperti elektron dalam logam misalnya, maka arah arus berlawanan dengan arah aliran elektron.

Komponen-komponen listrik seperti lampu listrik, setrika listrik, televisi, AC, dan sebagainya, dapat dituliskan dalam suatu rangkaian listrik sebagai resistor-resistor (secara umum juga disebut beban). Ada dua dasar pemasangan komponen-komponen listrik ini, yaitu seri dan paralel. Dalam bagian ini kita akan mempelajari bagaimana tegangan dan hambatan dari masing-masing rangkaian susunan seri dan paralel resistor.

(50)

33

Gambar 2. Rangkaian seri

a. Susunan Seri Resistor

Pada gambar diatas ditunjukkan 3 buah resistor yang disusun seri dan dihubungkan dengan sumber tegangan V.

Perhatikan bahwa arus listrik yang mengalir melalui ketiga hambatan adalah sama, tetapi tegangannya berbeda-beda, tergantung besar hambatannya. Jadi, pada tiga resistor yang disusun seri seperti pada gambar diatas berlaku

V = V1+ V2 + V3

I = I1 = I2 = I3

Jika kita ingin mengganti ketiga resistor tersebut dengan sebuah resistor tunggal, Rs, yang disebut resistor pengganti seri, maka berlaku

Rs = R1 + R2 + R3

Jadi, resistor pengganti dari susunan beberapa resistor sama dengan jumlah dari seluruh resistor-resistor tersebut. Secara umum , untuk n buah resistor yang dihubungkan secara seri berlaku

Rs = R1 + R2 + R3+ … + Rn

I3 I2 I3

I

V2 = I R2 V3 = I R3 V1 = I R1

(51)

34 Hubungan seri :

- Bertujuan untuk memperbesar hambatan rangkaian, - Berfungsi sebagai pembagi tegangan,

V1 : V2 : V3 = R1 : R2 : R3

- Kuat arus yang melewati setiap hambatan adalah sama.

b. Susunan Paralel Resistor

Pada gambar dibawah ditunjukkan 3 buah resistor yang disusun paralel dan dihubungkan dengan sumber tegangan V.

Ketika resistor-resistor disusun paralel, maka tegangan pada masing-masing resistor sama besar

V = V1 = V2 = V3

Sedangkan arus listrik dari baterai dibagi ke tiga resistor, sehingga berlaku I = I1 + I2 + I3

Jika kita ingin mengganti ketiga resistor tersebut dengan sebuah resistor tunggal Rp, yang disebut pengganti paralel, maka berlaku

1/Rp = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3

Secara umum, untuk n buah resistor yang dihubungkan secara paralel berlaku Gambar 3. Rangkaian

(52)

35

1/Rp = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3+ …. + 1/Rn

Hubungan Paralel :

- Bertujuan untuk memperkecil hambatan rangkaian, - Berfungsi sebagai pembagi arus,

I1 : I2 : I3 = 1/R1 : 1/R2 : 1/R3

- Beda potensial setiap hambatan adalah sama

(53)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian jenis kuantitatif-kualitatif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : SMA Negeri 3 Klaten.

Waktu : Dilaksanakan pada semester II bulan Februari 2011 .

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi : Kelas X SMA Negeri 3 Klaten 2. Sampel : Siswa kelas X C

D. Penyusunan Instrumen

1. Instrumen Pembelajaran

a. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran

Sebelum mengajar guru wajib membuat persiapan mengajar yang disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana kegiatan guru yang berupa skenario pembelajaran tahap demi tahap mengenai kegiatan atau aktivitas yang akan dilakukan siswa bersama guru terkait materi yang akan dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Tujuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun dimaksudkan untuk mempermudah guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

(54)

37

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk materi Pembiasan dan Rangkaian Listrik dapat dilihat pada lampiran.

Adapun format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai berikut: Satuan Pendidikan : ………..

Mata Pelajaran : ……….. Kelas/ Semester : ………..

Alokasi Waktu :………...

1. Kompetensi Dasar 2. Indikator

3. Materi Pembalajaran 4. Materi Pokok

5. Uraian Materi Pokok 6. Kegiatan Pembelajaran

a. Kegiatan awal b. Kegiatan Inti c. Kegiatan akhir

7. Sumber dan Media Pembelajaran Sumber pembelajaran : Media pembelajaran : 8. Penilaian

Teknik penilaian : tes tertulis

Instrumen penelitian : soal tes bentuk uraian (esai).

(55)

38

b. Lembar Kerja Siswa

Dalam eksperimen yang akan dilakukan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk menuntun siswa dalam melakukan eksperimen. Dengan LKS siswa dapat dilatih berfikir secara sistematis, dan dengan memeriksa lembar kerja siswa, guru akan lebih mudah melihat kemampuan keterampilan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Komponen terpenting dari lembar kerja siswa adalah kegiatan belajar. Kegiatan belajar disusun berdasarkan pada pengalaman belajar.

2. Instrumen Pengumpulan Data

a. Pretest

Pretest merupakan tes awal yang diberikan untuk mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum dilakukan pembelajaran, soal–soalnya dalam bentuk uraian singkat.

b. Posttest

Soal posttest merupakan soal yang diberikan kepada siswa setelah proses pengajaran berakhir (Sudjana, 1987: 117). Dalam penelitian ini posttest diberikan kepada siswa diakhir penjelasan pokok bahasan. Posttest ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil belajar fisika yang diperoleh siswa.

(56)

39

c. Kuesioner

Instrumen ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap pembelajaran fisika. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup, dimana responden tinggal memilih jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. Soal-soal dalam kuesioner ini berjumlah 30 item soal yang terdiri dari 21 item pernyataan positif dan 9 item pernyataan negatif.

Aspek minat terhadap fisika dibagi berdasarkan jenis kegiatan siswa, meliputi kegiatan kurikuler, yaitu kegiatan yang terjadi pada saat tatap muka didepan kelas; ekstra kurikuler yaitu kegiatan yang terjadi di luar kelas tapi masih dalam lingkup sekolah; dan kegiatan di luar sekolah yang berkaitan dengan pelajaran fisika.

Berdasarkan ketiga kegiatan tersebut, dapat dibuat kisi-kisi instrumen penelitian kuesioner minat siswa terhadap fisika sebagai berikut :

Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner Minat Terhadap Fisika

No. Kegiatan No. Item Jumlah

1 Kurikuler 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 11, 12, 13, 17, 27, 29 13 2 Ekstra Kurikuler 6, 7, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 30 12

3 Luar Sekolah 10, 21, 24, 26, 28 5

Total 30

(57)

40

E. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, menggunakan analisis secara kuantitatif dan analisis secara kualitatif.

1. Analisis secara kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data-data berupa skor atau angka, kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan statistik (Suparno, 2007: 135).

Dalam analisis secara kuantitatif, digunakan rumus statistik yaitu menggunakan uji-T :

Trel =

a. Analisis Hasil Pretest dan Posttest

Prestasi belajar pada soal Pretest dan Posttest dinyatakan dengan nilai. Sistem penilaian yang digunakan yaitu dengan menggunakan skor yang diperoleh siswa ketika tes. Setiap jawaban untuk pre-test dan post-tes diberi skor, kemudian data-data yang ada dihitung D dan D2. Untuk pemahaman siswa setiap aspek di kualifikasikan menjadi 5 macam yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang seperti pada tabel berikut.

(58)

41

Tabel 2. Kualifikasi Pemahaman Setiap Konsep

Interval Nilai Kualifikasi

10 Sangat baik

8 – 9 Baik

6 – 7 Cukup

4 – 5 Kurang

0 – 3 Sangat kurang

b. Skoring Kuesioner Minat Terhadap Fisika

Untuk mengetahui tingkat minat siswa terhadap fisika, dilakukan tes pengisian kuesioner minat terhadap fisika.

Data dianalisis dengan memberi skor untuk setiap item pernyataan. Untuk pernyataan positif diberikan skor sebagai berikut :

1. Sangat setuju skor 4 (tiga) 2 . Setuju skor 3 (tiga)

3. Tidak tahu skor 2 (dua) 4. Tidak setuju skor 1 (satu)

5. Sangat tidak setuju skor 0 (nol)

Sedangkan untuk pernyataan negatif diberikan skor kebalikan dari pernyataan positif. Pernyataan negatif diberikan skor sebagai berikut :

1. Sangat setuju skor 0 (nol)

2. Setuju skor 1 (satu)

3. Tidak tahu skor 2 (dua)

4. Tidak setuju skor 3 (tiga)

5. Sangat tidak setuju skor 4 (empat)

(59)

42

Skor total semua item didapatkan dengan cara menjumlahkan skor-skor setiap pernyataan. Skor total maksimum untuk seluruh item pernyataan adalah 120 dan skor total minimum untuk seluruh item pernyataan adalah 0.

1. Analisis Secara Kualitatif.

Merupakan analisis yang menghasilkan data deskriptif, yang memerlukan pengertian yang mendalam.

Berdasarkan data yang diperoleh, maka hasil pengamatan dapat dimasukkan ke dalam tabel berikut :

Tabel 3.Pengamatan kondisi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran

Indikator Kondisi Sebelum Pembelajaran

Kondisi Sesudah Pembelajaran

F. Validitas Instrument

Validitas dapat mengukur atau menentukan apakah suatu test sungguh mengukur apa yang mau diukur, yaitu apakah sesuai dengan tujuan. Validitas menunjuk pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Kesimpulannya valid bila sesuai dengan tujuan penelitian (Suparno, 2000).

(60)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN, DATA, DAN ANALISIS DATA

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dikalangan siswa-siswi kelas X C SMA Negeri 3 Klaten dari tanggal 8 Februari sampai 22 Februari 2011.

Pertemuan I (pertama), tanggal 8 Februari 2011. Pada pertemuan

pertama, peneliti memperkenalkan diri dan mengemukakan maksud dan tujuan peneliti bahwa agar pembelajaran fisika lebih hidup dan bervariasi maka peneliti akan mencoba menerapkan sebuah model pembelajaran sains (IPA) yang lebih menarik.

Sebelum masuk ke kegiatan pembelajaran inti, peneliti membagikan pretest untuk materi pembiasan cahaya, selanjutnya meminta siswa untuk mengerjakan pretest tersebut. Setelah itu peneliti membagikan Lembar Kegiatan Siswa dan memulai pembelajaran.

Pertemuan II (kedua), tanggal 9 Februari 2011. Pada pertemuan kedua, begitu masuk kelas peneliti mengucapkan salam dan meminta kesiapan siswa untuk mengisi posttest materi pembiasan. Setelah itu, membagikan pretest untuk materi rangkaian listrik, dan meminta siswa mengerjakan LKS, berhubung waktu tidak cukup maka pengisian LKS dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Gambar

Tabel 17.
Gambar 1.  Hukum Snellius ...............................................................
Gambar 1. Hukum Snellius
Gambar 2. Rangkaian seri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul

[r]

[r]

Dengan memperhatikan contoh soal, siswa dapat mengurai sebuah bilangan menjadi perkalian 3 bilangan satu angka dengan berbagai kemungkinan dengan cermat, percaya diri, dan tanggung

Burung kolibri memiliki bent uk paruh yang kecil, runcing, panjang, dan melengkung dengan t ujuan memudahkan mengisap nekt ar pada bunga. Sedangkan bagian t umbuhan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Nazi in Poland as portrayed in the novel, The True Story of Hansel and. Gretel by

Gambar chamber yang berisi fase gerakb. Gambar sampel yang