• Tidak ada hasil yang ditemukan

E Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 4, No. 2, April 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "E Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 4, No. 2, April 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman

Cabai Besar (Capsicum annuum L.) dengan Kompos dan

Pupuk Kandang yang dikombinasikan dengan

Trichoderma sp. di Rumah Kaca

NI LUH WAHYU SUTARINI1 I KETUT SUMIARTHA*)

NI WAYAN SUNITI1 I PUTU SUDIARTA1 G. N. ALIT SUSANTA WIRYA1

MADE SUPARTHA UTAMA2

1Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana 2Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar (80362) Bali *)Email: ketutsumiartha@yahoo.com

ABSTRACT

Utilization of Trichoderma sp. combined with compost and manure to controlling Fusarium wilt disease on long chilli (Capsicum annuum L.) in

greenhouse

This study aims to determine the effectiveness of Trichoderma sp. combined with compost and manure to controlling Fusarium wilt disease in long chilli (Capsicum annuum L.). Laboratory studies conducted at the Laboratory of Plant Pathology Faculty of Agriculture, University of Udayana and field research conducted in the greenhouse in the village Pancasari Sukasada Buleleng Subdistrict. The experimental design used was completely randomized designs (CRD) with five treatments were repeated 5 times, each treatment consisted of 5 polybag. The treatments used in this study are Po: control (soil + F. oxysporum f.sp. capsici treatment); P1: compost + soil + F. oxysporum f.sp. capsici; P2: compost + Trichoderma sp. + soil + F. oxysporum f.sp. capsici; P3: cow manure + Trichoderma sp. + soil + F. oxysporum f.sp. capsici; and P4: chicken manure + Trichoderma sp. + soil + F. oxysporum f.sp. capsici The results showed that treatment of Trichoderma sp. able to inhibit the growth of F. oxysporum f.sp. capsici with a percentage of 86.05% when compared to the control treatment at 7 days after inoculation observation in vitro. Application of Trichoderma sp. in compost and manure (cow manure and chicken) were able to suppress Fusarium wilt disease in the greenhouse with the lowest percentage of disease were in P3 and P4 treatment by 4.0% in the observation of 16 week after planting compared with 48.0% of control. Further, the application of Trichoderma sp. in compost and manure (cow manure and chicken) have yields greater than the control (soil without Trichoderma sp.)

Keywords: Trichoderma sp., F. oxysporum f.sp. capsici, long chili (Capsicum annuum L.), compost, cow manure, chicken manure

(2)

I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Produksi cabai di Indonesia sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari 16.000 ton per tahun (DJBPH, 2009). Dalam meningkatkan produksi cabai besar sering mengalami serangan penyakit tular tanah salah satunya jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici merupakan salah satu patogen tular tanah penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman cabai besar (Agrios, 2005). Kerugian akibat penyakit layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar karena menyerang tanaman dari masa perkecambahan sampai dewasa. Penyakit ini bisa mengakibatkan kerugian dan gagal panen hingga 50 % (Rostini, 2011). Namun, kebiasaan petani dalam pengendaliannya masih menggunakan pestisida kimia sebagai pengendalian utama yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dicari alternatif pengendalian patogen penyebab penyakit yang ramah lingkungan. Salah satu strategi pengendalian penyakit yang banyak dikembangkan adalah pengendalian biologi yang mengarah kepada pemanfaatan potensi mikroorganisme sebagai agen pengendali hayati terhadap patogen penyebab penyakit layu pada tanaman cabai besar dengan mengaplikasikan mikroba antagonis yang diformulasi dengan pupuk organik. Menurut Tronsmo (1996) isolat jamur Trichoderma sp. yang dikenal sebagai agen antagonis yang dapat menekan berbagai penyakit tular tanah termasuk penyakit rebah kecambah dan layu fusarium. Trichoderma sp. juga diketahui dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan auksin. Bahan organik sebagai bahan pembawa agen biokontrol mempunyai manfaat ganda karena selain menjadi bahan pembawa juga sebagai sumber nutrisi (food base) bagi agen biokontrol (Hoitink dan Boelim, 1999). Bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang merupakan salah satu bahan yang mudah dan banyak dijumpai di lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penggunaan kompos dan pupuk kandang yang dikombinasikan dengan Trichoderma sp. dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.)?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui efektifitas Trihoderma sp. yang dikombinasikan dengan Kompos dan Pupuk Kandang dalam mengendalikan penyakit layu Fusairum pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.).

1.4 Hipotesis

(3)

2. Metode Penelitian

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian laboratorium dilaksanakan di laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan penelitian lapang dilaksanakan di Rumah Kaca di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai April 2014.

2.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat jamur Trichoderma sp., isolat jamur Fusarium sp., media Potato Dextrose Agar (PDA), media Potato Dextrose Broth (PDB), alkohol 70%, aquades, kapas, aluminum foil, kloramfenicol, jagung, dedak, kompos, pupuk kotoran sapi, pupuk kotoran ayam, tanah, dan bibit cabai varietas Long Chili. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Erlenmeyer, tabung reaksi, piring Petri, gelas ukur, pipet mikro, cover glass, autoclave, jarum oose, timbangan digital, mikroskop, laminar flow cabinet, kompor gas, sendok pengaduk, lampu bunsen, pisau, pipet mikro, Max Mixer, panci, tissue, penggaris, pulpen/pensil, kantong plastik, polibag 10 kg, ajir dan kamera.

2.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima (5) perlakuan dan diulang lima (5) kali setiap perlakuan terdiri dari lima (5) polibag. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Po : kontrol ( tanah + perlakuan F. oxysporum f.sp. capsici), (2) P1 : Kompos + tanah + F. oxysporum f.sp. capsici, (3) P2 : kompos + Trichoderma sp. + tanah + F. oxysporum f.sp. capsici, (4) P3 : pupuk kotoran sapi + Trichoderma sp. + tanah + F. oxysporum f.sp. capsici, (5) P4 : pupuk kotoran ayam + Trichoderma sp. + tanah + F. oxysporum f.sp. capsici.

2.4 Pelaksaan Penelitian

2.4.1 Uji daya hambat Trichoderma sp. terhadap F. oxysporum f.sp. capsici secara In Vitro

Uji daya hambat Trichoderma sp. terhadap F. oxysporum f.sp. capsici dilakukan pada media PDA yang ditentukan dengan metode yang digunakan oleh Khalimi dan Wirya (2009). Jamur F. oxysporum f.sp. capsici dan jamur Trichoderma sp. ditumbuhkan pada media PDA yang telah disiapkan, pada sisi saling berhadapan berjarak 3 cm. Biakan F. oxysporum f.sp. capsici tanpa jamur Trichoderma sp. disiapkan sebagai kontrol. Pengujian daya hambat ini diulang tiga kali. Diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari.

(4)

2.4.2 Inkubasi jamur Trichoderma sp. di dalam kompos dan pupuk kandang

Jamur Trichoderma sp. yang akan diinkubasi dalam media kompos dan pupuk kandang, terlebih dahulu jamur dibiakan dalam media jagung dan diinkubasi selama 7 hari. Setelah jamur Trichoderma tumbuh pada media jagung, tahap selanjutnya dilakukan pencampuran 2 kg media jagung dengan 100 kg kompos, 2 kg media jagung dengan 100 pupuk kotoran sapi serta 2 kg media jagung dengan 100 kg pupuk kotoran ayam dan diinkubasi selama satu minggu sebelum siap digunakan di lapangan.

2.4.3 Infestasi penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai di polybag

Media tanam yang akan diinfestasikan F. oxysporum f.sp. capsici terlebih dahulu diberikan media stater (200 g kentang yang telah direbus, 400 g oat, 20 g sukrosa, dan 1 l air). Setiap perlakuan diberi media stater sebanyak 30 g/polibag. Inokulasi F. oxysporum f.sp. capsici dilakukan dengan cara disiram pada 4 sisi sekitar akar yang telah dilubangi, kemudian sebanyak 20 ml suspensi F. oxysporum f.sp. capsici dalam media cair PDB disiramkan pada masing-masing polibag perlakuan dengan kerapatan 2,4375 x 104 konidia/ml. inokulasi dilakukan pada cabai saat umur 2 minggu setalah tanam.

2.4 Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi, luas koloni jamur fusarium, persentase daya hambat secara in vitro, persentase penyakit layu fusarium di lapangan, tinggi tanaman dan hasil panen serta jumlah koloni jamur F. oxysporum f.sp capsici dan jamur Trichoderma sp. dalam media tanam. Perhitungan persentase daya hambat Trichoderma sp secara in vitro (1) dan persentase penyakit di lapangan (2) menggunakan rumus:

100 % (1) Menurut Sudarma (2011) rumus persentase penyakit sebagai berikut:

% (2)

Keterangan : P = Persentase penyakit (%), a = Tanaman yang sakit pada tiap perlakuan, b = Seluruh tanaman yang diamati pada tiap perlakuan.

2.5 Analisis Data

Data yang dianalisis secara statistik dengan ANOVA (Analysis of Varians). Apabila uji F menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) taraf 5%.

(5)

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Uji Daya Hambat dan Pengaruh Jamur Trichoderma sp. terhadap Pertumbuhan Luas Koloni Jamur F. oxysporum f.sp. capsici secara In Vitro

Hasil uji daya hambat jamur Trichoderma sp. terhadap jamur F. oxysporum f.sp. capsici, pada perlakuan Trichoderma sp. memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase daya hambat F. oxysporum f.sp. capsici (Tabel 2).Hal ini dapat dilihat dari keberadaan jamur Trichoderma sp. pada tabel 1 yang mampu menekan pertumbuhan luas koloni jamur F. oxysporum f.sp. capsici secara efektif pada media PDA. Pertumbuhan luas koloni jamur pada perlakuan trichoderma menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol pada pengamatan 3-7 HSI. Luas koloni pada perlakuan kontrol mengalami peningkatan pada pengamatan 3-7 HSI jika dibandingkan dengan luas koloni fusarium pada perlakuan trichoderma yang mengalami penurunan pada pengamatan 3 -7 HSI (Tabel 1).

Tabel 1. Pertumbuhan Luas Koloni Jamur F. oxysporum f.sp. capsici

Perlakuan luas koloni jamur (mm

2) HSI

2 3 4 5 6 7

Kontrol 706,5 a 1123,66 a 1949,48 a 2465,45 a 3604,52 a 3810,13 a Trichoderma 383,76 b 604,19 b 650,51 b 603,14 b 531,19 b 531,17 b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan padakolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata berdasarkan uji BNT 5%.

Dari tabel 2 terlihat dari pengamatan 2-7 HSI pada perlakuan kontrol tidak mengalami hambatan, sedangkan pada perlakuan trichoderma persentase daya hambat terus mengalami peningkatan. Persentase daya hambat tertinggi ditunjukkan pada pengamatan 7 HSI sebesar 86,05% sedangkan terendah ditunjukkan pada pengamatan 2 HSI sebesar 45,69%. Besarnya hambatan Trichoderma sp. mengakibatkan kecilnya luas koloni F. oxysporum f.sp. capsici pada perlakuan. Hal ini diduga jamur Trichoderma sp. memiliki kemampuan antagonis yang mampu menghasilkan enzim sekresi, antibiotik, toksin, kompetisi ruang dan nutrisi untuk menghambat pertumbuhan koloni jamur patogen. Hal ini ditambahkan dengan pendapat Tronsmo (1996), bahwa jamur T. harzianum mempunyai mekanisme persaingan dan mampu menghasilkan enzim β-(1-3) glukanase dan kitinase. Secara in vitro daya hambat Trichoderma sp. dapat dilihat pada tabel 3.2.

(6)

Tabel 2. Perkembangan Persentase Daya Hambat Jamur Trichoderma sp. terhadap Jamur F. oxysporum f.sp. capsici secara In Vitro

Perlakuan Persentase Daya Hambat (%) HSI

2 3 4 5 6 7 Kontrol 0 b 0 b 0 b 0 b 0 b 0 b Trichoderma 45,69 a 46,31 a 66,69 a 75,59 a 85,26 a 86,05 a Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom

yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata berdasarkan uji BNT 5%. Data dianalisis setelah ditransformasi ke arcsin (sin-1 /100)

3.4 Pengaruh Jamur Trichoderma sp. yang Dikombinasikan dengan Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Panen Tanaman Cabai Besar

Hasil analisis statistik tinggi tanaman cabai besar pada masing-masing perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol (Tabel 3.), sedangkan hasil analisis statistik hasil panen cabai besar pada masing-masing perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Tinggi tanaman pada perlakuan P0 berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P4 sebesar 35,29 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah ditunjukkan pada perlakuan P0 sebesar 17,72 cm (Tabel 3.).

Tabel. 3. Pengaruh Perlakuan Jamur Trchoderma sp. yang dikombinasikan dengan Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

P4 35,29 a

P3 33,86 a

P2 33,58 a

P1 31,97 a

P0 17,72 b

Keterangan :Nilai yang diikuti huruf sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT 5%

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Jamur Trchoderma sp. yang dikombinasikan dengan Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Rata-rata Hasil Panen per Tanaman (g)

Perlakuan  Hasil Panen per Tanaman (g)  P3  345,48     a  P2        300,101  a  P4         243,31    a b  P1        246,998  a b  P0         153,288     b 

(7)

Pengaruh Trichoderma sp. terhadap hasil panen tanaman tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P3 sebesar 345,48 g dan hasil panen terendah ditunjukkan pada perlakuan P0 sebesar 153,288 g (Tabel 4) Hasil panen pada perlakuan P3 dan P2 berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan P1 dan P4. Namun, berbeda nyata terhadap perlakuan P0, sedangkan P0 berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan P4 dan P1. Hal ini terjadi karena dengan adaya perlakuan Trichoderma sp. mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa jamur Trichoderma sp. selain itu, jamur Tichoderma sp. yang diujikan dengan kompos dan pupuk kandang pada tanaman cabai besar dikatagorikan sebagai pengendali penyakit tular tanah. Hal ini didukung oleh Novizan (2002), teknik pengendalian lain dapat dilakukan dengan memanfaatkan agen hayati yang bersifat antagonis seperti Trichoderma sp. Selain bersifat hiperparasit terhadap jamur patogen tular tanah, jamur antagonis ini juga bersifat dekomposer dalam mempercepat proses pembuatan kompos. Hal ini juga didukung oleh Tronsmo (1996) yang menyatakan bahwa Trichoderma sp. diketahui dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan auksin.

3.4 Persentase Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Besar di Rumah Kaca

Aplikasi Trichoderma sp. pada tanaman cabai besar di lapangan mampu menekan terjadinya serangan penyakit layu fusarium seara efektif. Pengamatan persentase penyakit layu fuarium pada pengamatan 16 MST perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol (Tabel 5.). Gambar 3.1 pada pengamatan 3 MST hingga 8 MST belum menunjukkan gejala serangan penyakit layu fusarium. Persentase serangan penyakit layu fusarium baru muncul pada perlakuan P0 pada pengamatan 9 MST dan terus mengalami peningkatan sampai 16 MST. Pada perlakuan P1 dan P2 baru muncul pada pengamatan 13 MST, perlakuan P3 persentase penyakit layu fusarium baru muncul pada pengamatan 16 MST sedangkan perlakuan P4 persentase penyakit baru muncul pada pengamatan 14 MST (Gambar 1). Persentase penyakit layu fusarium tertinggi pada grafik ditunjukkan pada perlakuan P0 sedangkan persentase penyakit layu fusarium yang terendah ditunjukkan pada perlakuan P3 dan P4. (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Besar di Rumah Kaca

Perlakuan Persentase Penyakit Layu 16 MST

P0 48,00 a

P1 16,00 b

P2 8,00 b P3 4,00 b P4 4,00 b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji BNT 5%. Data dianalisis setelah ditransformasi ke arcsin (sin-1 /100 )

(8)

Gambar 1. Grafik Perkembangan Persentase Peyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Besar di Rumah Kaca

Pengamatan 3 MST hingga 8 MST belum menunjukkan gejala layu fusarium, hal tersebut diduga karena Trihoderma sp. belum berinteraksi dengan jamur F. oxysporum f.sp. capsici sebagai akibat dari ruang tumbuh yang masih mengandung bahan organik sehingga Trichoderma sp. masih memanfaatkan nutrisi yang ada. Selain itu, jumlah spora jamur Trichoderma sp. yang lebih baik banyak di daerah perakaran tanaman cabai besar sehingga menghambat jamur F. oxysporum f.sp. capsici melakukan infeksi. Berdasarkan hasil grafik (Gambar 1) menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi Trichoderma sp. pada masing-masing perlakuan trichoderma mampu memberi efek penundaan terhadap timbulnya serangan penyakit layu fusarium, hal ini dapat dilihat pada pengamatan 16 MST pada tabel 5, dimana rendahnya persentase penyakit layu fusarium pada perlakuan trichoderma (P2, P3 dan P4). Jamur Trichoderma sp. diduga mampu beradaptasi dengan baik didaerah perakaran tanaman cabai besar, karena terlebih dahulu diaplikasikan sebelum dilakukannya infestasi jamur F. oxysporum f.sp. capsici. Jamur Trichoderma sp. dengan cepat mampu mengkoloni akar cabai besar sehingga F. oxysporum f.sp. capsici tidak mampu berkembang karena terjadi kompetisi ruang dan nutrisi sehingga populasi jamur F. oxysporum f.sp. capsici rendah. Menurut Oka (1995) pemberian jasad antagonis terhadap patogen ke dalam tanah menyebabkan bertambahnya populasi antagonis di dalam tanah sehingga terjadi penekanan dan penurunan populasi patogen serta menyebabkan kemampuan patogen untuk menginfeksi juga berkurang.

3.5 Populasi Jamur F. oxsysporum f.sp. capsici dan Jamur Trichoderma sp. di dalam Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistik, populasi F. oxsysporum f.sp capsici. pada perlakuan P2, P3 dan P4 apabila dibandingkan dengan perlakuan P0 (kontrol)

0 10 20 30 40 50 60 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persentase   Penyakit   Layu MST  P0 P1 P2 P3 P4 Waktu

(9)

Tabel 6. Populasi Jamur Trichoderma sp. dan jamur F. oxysporum f.sp. capsici di dalam tanah

Perlakuan

Populasi Jamur Trichoderma sp. dalam tanah (105 CFU/g

tanah)

Populasi Jamur F. oxysporum f.sp. capsici dalam tanah (105 CFU/g

tanah) P0 0,00 b 16,00 a P1 0,00 b 9,67 ab P2 69,67 a 6,33 b P3 81,00 a 1,66 b P4 61,00 a 6,67 b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%

Banyaknya jumlah populasi jamur Trichoderma sp. dibandingkan dengan jumlah populasi jamur F. oxsysporum f.sp capsici disebabkan oleh jamur Trichoderma sp. mampu mengambil nutrisi lebih banyak dari kompos dan pupuk kandang. Adanya jamur Trichoderma sp. pada media tanam dapat memperlambat terjadinya kontak dan penetrasi patogen terhadap tanaman cabai besar, karena jamur antagonis sudah terlebih dahulu mengkolonisasi perakaran, sehingga jamur patogen harus berkompetisi dengan jamur antagonis untuk mendapatkan ruang dan nutrisi. Dengan demikian, jamur F. oxsysporum f.sp capsici akan sulit ketika menginfeksi tanaman cabai besar. Tingginya jumlah populasi jamur Trichoderma sp. di dalam tanah menyebabkan semakin lambat munculnya gejala layu bahkan mampu menekan terjadinya serangan jamur patogen. Sebaliknya apabila semakin rendahnya jumlah populasi antagonis di dalam tanah menyebabkan semakin cepat munculnya gejala layu.

3 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan Trichoderma sp. mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. capsici dengan persentase sebesar 86,05% jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol pada pengamatan 7 HSI secara in vitro. Aplikasi Trichoderma sp. pada kompos dan pupuk kandang (pupuk kandang sapi dan ayam) mampu menekan penyakit layu fusarium di lapangan dengan persentase penyakit terendah pada perlakuan P3 dan P4 sebesar 4,0% pada pengamatan 16 MST dibandingkan dengan control 48,0 %.

4.2 Saran

Perlu dilakukan aplikasi jamur Trichoderma sp yang dilakukan langsung sejak persemaian untuk mencegah sedini mungkin terjadinya serangan penyakit tular tanah.

(10)

Daftar Pustaka

Agrios, G.N.1997. Plant Pathology. Penerjemah : Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713 Hal. Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology Fifth Edition. Elsevier Aacademic Press, United

States of America.

DJBPH (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura). 2009. Luas Panen, Rata-rata Hasil dan Produksi Tanaman Hortikultura di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta.

Hoitink, H.A.J. and M.J. Boehm, 1999. Biocontrol within The Context as Soil Microbial Conities : A Sbstrate-Dependent Phenomenon. Annal Review of Phytopthology. 37: 427-446.

Khalimi, K. dan G. N. A. S. Wirya. 2009. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk Biostimulants Dan Bioprotectants. Ecotrophic, 4 (2): 131-135.

Novizan, R. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta. Cet 1.

Noble, R and E Conventry, 2005. Suppression of Soilborne Plant Disease with Compost A review. Biocontrol Science and Technology. 15:3-20.

Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rostini, N. 2011. 6 Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Semangun H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta Sudarma, I M. 2011. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan : Monitoring, Peramalan dan

Strategi Pengendalian (Buku Ajar). Fak. Pertanian UNUD, Denpasar. Hal. 45.

Soesanto L. 2005. Isolation and Identification of main Phatogenic and Antagonistic Fungi on Diseased Gingseng Crop. Faculty of Agriculture, Universty of Jendral Soedirman. Presented at the 1st International Conference of Crop Securty 2005 at Brawijaya University Malang.

Tronsmo, A. 1996 Trichoderma harzianum in Biological Control of Fungal Disease, 218 p in Principle and Practice of Managing Soil Borne Plant Pathogens (R. Hall, ed) American Phytopathology Society. St, Paul Minnesota.

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Persentase Daya Hambat Jamur Trichoderma sp. terhadap  Jamur F. oxysporum f.sp
Tabel 5. Persentase Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Besar di Rumah Kaca  Perlakuan  Persentase Penyakit Layu 16 MST
Gambar 1. Grafik Perkembangan Persentase Peyakit Layu Fusarium pada Tanaman  Cabai Besar di Rumah Kaca

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, metafisika atau ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang

Melihat permasalahan tersebut, maka penulis berkeinginan untuk membuat rancangan aktualisasi dengan judul “Optimalisasi Pemahaman SPIP Terkait Lingkungan Pengendalian,

realisasi kegiatan ekstra kurikuler Seksi Kerohanian dalam membina mental. Islam di SMA Islam

Penelitian yang dilakukan oleh Tirtayana (2005e) tentang analisis faktor- faktor yang berkontribusi terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Karangasem,

Dari 20 siswa ternyata banyak siswa yang kurang memperhatikan atau tidak memperhatikan kaset yang diputar. Hal ini disebabkan selain model pembelajaran yang baru dikenal,

Yang tidak memiliki faidah khusus (8 dhomir), dalalahnya: tidak adanya dalalah seperti dua kelompok diatas... د ﺮﻳﺪﻘﺘﻟا و ﺮﻜﺸﻟا نآﺮﻘﻟا لﺰﻧأ

Kondisi fisiologis dari benih yang dapat menyebabkan rendahnya vigor adalah kurang masaknya benih pada saat panen dan kemunduran benih selama

Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemasangan layar sebagai alat penggerak bantu pada kapal general cargo KM Belitung, maka akan didapatkan