• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Pada umumnya, sebuah lagu memiliki dua elemen penting didalamnya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Pada umumnya, sebuah lagu memiliki dua elemen penting didalamnya,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

Lagu adalah salah satu bentuk seni populer yang ada pada masa kini. Lagu menjadi salah satu bentuk seni audio yang memadukan antara seni musik dan seni bahasa. Pada umumnya, sebuah lagu memiliki dua elemen penting didalamnya, yaitu musik dan lirik. Lirik lagu memiliki bahasa yang sarat makna dengan menggunakan kata-kata yang ekspresif sehingga seringkali dijadikan pengarang sebagai media untuk menyampaikan ide, gagasan, atau ungkapan perasaannya. Sementara itu, musik digunakan sebagai sarana untuk membangun suasana dalam lagu.

Lirik lagu dapat digolongkan sebagai puisi. Menurut Sumardjo dan Saini (1988:17-18) sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu sastra imajinatif dan non-imajinatif. Ciri sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif sedangkan ciri sastra non-imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktual daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Dalam praktiknya, sastra non-imajinatif terdiri atas karya-karya yang berbentuk esei, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Sementara itu, sastra imajinatif terdiri dari karya prosa dan puisi. Yang termasuk prosa adalah fiksi dan drama. Fiksi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu novel

(2)

atau roman, cerita pendek, dan novelet sedangkan drama terdiri dari drama komedi, drama tragedi, melodrama, dan drama tragikomedi. Adapun puisi terdiri dari bentuk-bentuk puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik. Jadi, puisi termasuk dalam karya sastra imajinatif. Menurut Sudjiman (1990:64) Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait.

Dalam buku Pengkajian Puisi, Rachmat Djoko Pradopo memaparkan beberapa ciri khas puisi melalui pendapat Shanon Ahmad. Menurut Shanon Ahmad (dalam Pradopo, 2012:7) puisi memiliki tiga unsur pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; kedua, bentuknya; dan yang ketiga ialah kesannya. Semuanya itu terungkap dengan media bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut diperoleh kesimpulan bahwa puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Rekaman dan interpretasi pengalaman yang dimaksud adalah proses penyusunan kembali yang terjadi dalam pikiran pengarang mengenai peristiwa atau hal-hal yang pernah dialaminya. Pengarang melakukan perenungan kembali mengenai apapun yang ia lihat, dengar, dan rasakan lalu memberikan tafsiran sesuai dengan kemampuan batinnya. Setelah itu, pengarang mengubahnya dalam betuk kata-kata yang telah dipadatkan yang dapat mewakili tafsirannya dan diperolehlah wujud puisi. Kata-kata yang telah dipadatkan dipilih berdasarkan subjektivitas pengarang sehingga menghasilkan warna atau gaya tersendiri yang membedakan antara pengarang yang satu dengan yang lain. Hal ini sejalan dengan

(3)

pernyataan Wellek dan Warren (1995:15) bahwa bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya.

Terlepas dari unsur-unsur musiknya (seperti nada, irama, melodi, dan sebagainya), lirik lagu dapat dinikmati dan dimaknai seperti halnya puisi. Menurut Sudjiman(1990:49) lirik adalah karya sastra yang berisi curahan perasaan pribadi (yang diutamakan adalah lukisan perasaannya). Sementara itu, lirik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014:835) adalah karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi atau susunan kata sebuah nyanyian. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa lirik lagu merupakan karya yang mengutamakan curahan perasaan atau ekspresi seseorang dari dalam batinnya. Lebih tegasnya lagi, Luxemburg dan kawan-kawan (1984: 175) menjelaskan bahwa teks-teks puisi juga dapat berupa ungkapan bahasa yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa syair lagu-lagu juga dapat dikategorikan sebagai puisi.

Pada umumnya, lirik lagu menggunakan bahasa yang sama dengan puisi, yakni bahasa sastra. Bahasa sastra penuh dengan ambiguitas dan homonim (kata-kata yang sama bunyinya, tapi beda artinya), serta memiliki kategori-kategori yang tidak beraturan dan tidak rasional. Bahasa sastra juga penuh dengan asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang diacu sebelumnya. Dengan kata lain, bahasa sastra sangat “konotatif” sifatnya (Wellek dan Warren, 1995:15). Lirik lagu yang merupakan curahan perasaan mengharuskan pengarang untuk menentukan bahasa dan kata-kata yang dapat mewakili pengalaman batinnya.

(4)

Kata-kata yang dituliskan dalam lirik lagu telah melalui proses pemadatan yang dilakukan oleh pengarang dalam perenungannya. Seperti halnya seorang juru masak yang meramu bumbu-bumbu yang pas untuk masakannya, seorang penyair juga akan meramu kata-kata yang pas untuk puisinya. Ia memodifikasi dan menyeleksi kata-kata yang ada dalam pikirannya sehingga menghasilkan bahasa yang padat dan ekspresif. Oleh karena itu, tidak jarang, kata-kata yang dipilih penyair dapat memiliki makna yang lebih dari satu.

Perbedaan antara lirik lagu dengan puisi adalah pada penggunaan notasi musik. Lirik lagu diperkuat dengan notasi musik untuk membangun suasana. Musik bukan sekadar bunyi dan suara. Di dalam bunyi dan suara, ada tata tertib yang mewujudkannya menjadi indah, baik, dan betul, yaitu unsur nada, unsur irama, dan unsur keselarasan (Sylado, 1986:12-13). Nada, irama, dan unsur keselarasan dalam musik diciptakan sesuai dengan isi dari lirik lagu sehingga dapat membawa penikmat ke dalam alam batin pengarangnya. Sementara itu, puisi tidak menggunakan notasi musik, melainkan hanya menggunakan bunyi-bunyi atau pola-pola bunyi-bunyi yang memiliki sifat khusus atau istimewa. Meskipun pada umumnya lirik lagu membutuhkan musik untuk menciptakan suasana, tetapi ketika unsur-unsur musiknya dihilangkan lirik lagu itu menjadi puisi.

Dalam penelitian ini, lirik lagu yang akan dianalisis adalah lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta. Farid Stevy Asta adalah seniman kelahiran Wonosari, 20 Oktober 1982. Seniman lulusan Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta ini bekerja di studio seni rupa dan desain milikinya bernama Libstud Libcult. Beberapa karyanya yang cukup terkenal adalah logo PT. Kereta Api Indonesia

(5)

(PT. KAI) dan logo produsen dagang keripik Maicih. Selain sebagai seniman visual, Farid Stevy Asta juga dikenal sebagai musikus.

Pada tahun 2003, Farid bersama ketiga temannya, yaitu Roby Setiawan, Arjuna Bangsawan, dan Anis Setiaji membentuk sebuah grup musik bernama Jenny. Grup musik Jenny sempat merilis sebuah album berjudul Manifesto pada tahun 2009. Namun, dua tahun kemudian, karena adanya perbedaan kepentingan, Farid bersama sahabatnya Roby Setiawan memutuskan untuk kembali membentuk sebuah grup musik baru bernama FSTVLST (Festivalist). Farid dan Roby membentuk FSTVLST (Festivalist) dengan merekrut Humam Mufid Arifin (gitaris), Danish Wisnu Nugraha (drumer), dan Rio Faradino (keyboardis) (http://www.kikipea.com/2012/12/fstvlst-dari-mati-muda-hingga-hari.html). Pada tahun 2014, grup musik ini merilis album perdana mereka yang berjudul Hits Kitsch. Album ini cukup sukses di pasaran dan masuk dalam empat besar album terbaik versi majalah Rolling Stone Indonesia pada tahun 2014 (www.rollingstone.co.id/article/read/2015/01-/05/2794592/1099/cover-story-album-indonesia-terbaik-2014). Kesuksesan tersebut tidak terlepas dari dua personil yang berperan penting dalam proses penciptaan lagu-lagu FSTVLST. Kedua orang tersebut adalah Farid Stevy Asta sebagai penulis lirik lagu dan Roby Setiawan sebagai pencipta notasi musiknya.

Album perdana Farid bersama grup musik Jenny yang berjudul Manifesto menuai tanggapan yang beragam. Salah satu tanggapan tersebut berasal dari Playbook Magazine #1, review versi majalah tersebut kemudian disampaikan melalui website resmi grup musik Jenny. Menurut majalah tersebut album

(6)

Manifesto memiliki sentuhan ala grup musik The Strokes. Sound vintage dan kasar adalah ciri yang sangat melekat pada setiap instrumen, memunculkan kesan energik dan liar. Harmonisasi semua gitar dan bass di setiap riff terasa padu dan matang. Selain itu, lirik-lirik yang digunakan juga lebih provokatif (http://jennytemanpencerita.blogspot.co.id/2009/05/another-short-review.html). Sementara itu, album perdana Farid bersama grup musik barunya FSTVLST dengan judul Hits Kitsch mendapat tanggapan yang positif dan berhasil masuk dalam album terbaik versi majalah Rolling Stone tahun 2014. Daftar album terbaik versi majalah Rolling Stone tahun 2014 juga dapat diakses melalui website resminya di www.rollingstone.co.id. Album Hits Kitsch karya FSTVLST berada di peringkat keempat. Menurut majalah Rolling Stone, album Hits Kitsch menyorongkan perspektif sosial yang awas dan tajam dalam musik yang bergelora layaknya grup musik The Strokes atau U2. Meskipun ada jejak grup-grup musik tersebut di FSTVLST, tetapi mereka gagah terdengar layaknya milik sendiri. Lirik-liriknya juga terasa menyegarkan dan berisi (www.rollingstone.co.id/article/read/2015/01/05/2794592/1099/cover-story-album-indonesia-terbaik-2014).

Farid Stevy Asta merupakan salah seorang musikus yang mengusung lagu-lagu dengan tema realitas sosial. Lagu-lagu-lagu yang diciptakannya memiliki kata-kata yang mampu merepresentasikan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Sebagian besar lirik-lirik lagu Farid Stevy Asta berisi tentang kegelisahan-kegelisahan mengenai fenomena-fenomena sosial yang sering dijumpai di masyarakat. Melalui website resmi grup musik FSTVLST, Farid dan

(7)

kawan-kawan menjelaskan bahwa mereka tidak ingin mengarang sesuatu yang tidak pernah mereka alami, itu adalah patron utama yang harus mereka jaga. Oleh karena itu, tema yang mereka tawarkan dalam album mereka adalah tema-tema sederhana, terkadang cenderung sepele, dan jauh dari wacana-wacana besar (http://www.fstvlst.com/search/label/RELEASE%20HITS%20KITSCH).

Pada masa kini, tidak sedikit karya-karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang mengangkat tema-tema berdasarkan realitas kehidupan sosial, termasuk juga lirik lagu. Sastra memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat dengan berbagai macam polemik yang terjadi adalah salah satu tema yang menarik untuk diangkat. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi pengarang untuk menuangkan ide tersebut ke dalam karya-karyanya. Dengan mengangkat pengalaman-pengalaman berdasarkan realitas kehidupannya, pengarang mencoba membagi kepada masyarakat umum tentang realitas yang sedang terjadi, pada saat karya sastra tersebut diciptakan.

Karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat adalah hasil imajinasi pengarang dan juga refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekelilingnya. Menurut Saini (1990:21) sastra sebagai seni kreatif merupakan ungkapan dari hasil pergulatan antara kesadaran dengan realitas. Dengan kata lain, sastra adalah hasil konfrontasi manusia dengan masalah-masalah nyata kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, karya sastra tidak jarang juga digunakan sebagai alat untuk mengkritisi fenomena-fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.

Menurut Nurgiyantoro (2009:331) sastra yang mengandung pesan kritik— dapat juga disebut sebagai sastra kritik—biasanya akan lahir di tengah masyarakat

(8)

jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain. Ia tidak akan diam dan lewat karangannya itu ia akan memperjuangkan hal-hal yang diyakini kebenarannya. Hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan tidak akan ditutup-tutupinya sebab terhadap nilai seni, ia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.

Sebagian besar lirik-lirik lagu Farid mengangkat fenomena-fenomena sosial yang umum, sederhana, cenderung sepele, dan terkadang luput dari perhatian masyarakat. Meskipun demikian, Farid mampu melihat keganjilan-keganjilan di dalamnya dan mencurahkannya melalui perumpamaan-perumpamaan tertentu. Oleh karena itu, gaya bahasa perumpamaan-perumpamaan (seperti metafora, metonimi, simile, perumpamaan epos, dan lain sebagainya) menjadi salah satu gaya bahasa yang kerap digunakan Farid dalam lirik-lirik lagunya.

Sebagai seorang seniman, Farid sudah terbiasa untuk melihat sesuatu dari cara lain. Cara pandang seperti inilah yang juga diterapkan Farid dalam proses penciptaan lirik-lirik lagunya. Dalam lirik-lirik lagunya, Farid sangat piawai menyatakan sesuatu dengan arti lain. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Riffaterre sebagai ketidaklangsungan ekspresi. Ketidaklangsungan ekspresi ini merupakan konvensi tambahan puisi bahwa puisi itu menyatakan hal-hal secara tidak langsung, yaitu menyatakan sesuatu hal yang berarti lain (Pradopo, 2012:210). Tujuan penyair menggunakan ketidaklangsungan ekspresi puisi adalah untuk menyembunyikan arti yang

(9)

sesungguhnya. Arti-arti yang masih tersembunyi pada puisi dapat menjadi tantangan bagi pembaca untuk menafsirkannya. Ketidaklangsungan ekpresi dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa-bahasa kiasan dalam puisi. Penggunaan bahasa kiasan ini membuat puisi menjadi lebih menarik. Hal ini dikarenakan bahasa kiasan itu mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup (Pradopo, 2012:61).

Perumpamaan-perumpamaan dalam lirik-lirik lagu Farid disajikan dengan bahasa yang tidak biasa. Pada umumnya, musisi-musisi cenderung memilih kata-kata yang lebih lugas dan tegas dalam mengkespresikan suatu fenomena yang diangkat dalam lirik lagunya. Akan tetapi, Farid memiliki ciri khas tersendiri dengan cenderung memilih kata-kata yang spontan, terkesan keras, dan tajam sehingga tampak sedikit menghujat, seperti yang dapat dilihat pada salah satu lirik lagunya yang berjudul “Hari Terakhir Peradaban”. Dalam lirik lagu tersebut, Farid menggambarkan kegelisahannya terhadap gaya hidup wanita masa kini yang sebagian besar sangat suka berbelanja dan terkesan sudah terlewat batas. Mereka tidak lagi berbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, tetapi berbelanja untuk memenuhi hasrat mereka terhadap materi tertentu. Farid mengibaratkan kegiatan konsumerisme tersebut seperti sebuah ajaran agama yang tidak mengenal Tuhan dengan berbelanja sebagai ibadah yang wajib hukumnya untuk dilakukan. Selain itu, permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu Farid juga beragam. Farid tidak hanya menyinggung tentang hubungan yang kurang baik antara penguasa dan rakyatnya, tetapi juga menyinggung hal-hal

(10)

yang berkaitan dengan moral, penindasan, dan ketidakadilan yang dilakuan juga oleh sesama masyarakat.

Jadi, ada beberapa alasan lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta dipilih sebagai objek penelitian penulis. Pertama, lirik-lirik lagu Farid mengangkat fenomena-fenomena sosial yang umum, sederhana, cenderung sepele, dan terkadang hampir tidak disadari oleh masyarakat. Farid mampu melihat keganjilan-keganjilan dalam fenomena-fenomena tersebut dan menyampaikan kegelisahannya melalui perumpamaan-perumpamaan tertentu. Kedua, Farid Stevy Asta memiliki ciri khas bahasa tersendiri dalam lirik-lirik lagunya. Dalam perumpamaan-perumpamaan yang ia sajikan, Farid cenderung memilih kata-kata yang spontan, terkesan keras, dan tajam sehingga tampak sedikit menghujat, untuk menanggapi fenomena-fenomena sosial yang ada di masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Farid memiliki cara tersendiri dalam mengkspresikan kegelisahan-kegelisahannya melalui lirik lagu. Ketiga, permasalahan sosial yang diangkat dalam lirik-lirik lagu Farid Stevy Asta bermacam-macam. Farid tidak hanya mengangkat fenomena-fenomena sosial yang terjadi di antara penguasa dan rakyatnya, tetapi juga fenomena-fenomena sosial yang terjadi di antara sesama masyarakat. Segala kegelisahan Farid yang diekspresikan melalui lirik-lirik lagunya tidak hanya digunakan sebagai tanggapan ataupun kecaman terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi, tetapi juga sebagai sarana menyampaikan pesan-pesan yang membangun. Lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta mengajak pembaca untuk menilai kembali fenomena-fenomena sosial yang ada di sekitarnya.

(11)

Berdasarkan pembacaan awal, lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta diduga menunjukkan adanya kritik sosial selain daya ekspresinya yang estetis dan kompleks. Untuk membuktikan hal tersebut, lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta akan dianalisis menggunakan teori semiotik. Menurut Preminger (dalam Pradopo, 2013:119) semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini mengangggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Oleh karena itu, fenomena-fenomena sosial yang diangkat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta dapat dipelajari sebagai tanda. Teori semiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik yang dikemukakan oleh Michael Riffaterre. Lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta akan diuraikan dengan pembacaan heuristik, pembacaan hermenutik, pencarian matriks, model, dan varian, serta hipogram. Selain itu, akan diungkap juga bentuk-bentuk kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu tersebut berdasarkan dari analisis yang dilakukan. Teori ini dipilih karena tahapan analisisnya dapat membantu mengungkapkan makna yang terkandung dalam lirik lagu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang perlu diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Unsur-unsur ketidaklangsungan ekspresi dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta

(12)

b. Pemaknaan dan bentuk-bentuk kritik sosial pada lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta berdasarkan pembacaan heuristik, hermeneutik, pencarian matriks, model, varian, dan hipogram

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta menggunakan teori semiotika Riffaterre ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah mengungkap ketidaklangsungan ekspresi dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan makna yang terkandung dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta dan mengungkap kritik-kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu tersebut.

Tujuan praktis penelitian ini untuk membantu pembaca memahami secara lebih mendalam terhadap kritik-kritik sosial yang diangkat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta. Pemahaman pada lirik-lirik lagu Farid Stevy Asta diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang mendengarkan maupun yang membaca lirik-lirik lagunya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap lirik lagu sebagai objek kajiannya pernah dilakukan oleh Yunan Helmi dari jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada dengan skripsinya yang berjudul “Unsur-unsur Kepuitisan Lirik-Lirik Lagu Karya Nazril Irham: Analisis Struktural Semiotik”

(13)

pada tahun 2010. Skripsi tersebut membahas unsur-unsur kepuitisan dalam lirik-lirik lagu yang diciptakan oleh Nazril Irham dengan menggunakan teori struktural semiotik. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan bahwa keterjalinan unsur-unsur kepuitisan dalam lirik-lirik lagu tersebut dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya.

Penelitian lain yang berkaitan dengan lirik lagu adalah penelitian yang dilakukan oleh Okky Herwin. Y dari jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Pada tahun 2012, ia telah menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Makna Relasi Tematik dalam Lirik-lirik Lagu dalam Album Karya Padi Analisis Semiotika Riffaterre”. Skripsi tersebut membahas relasi tematik pada lirik-lirik lagu Padi yang terdapat dalam semua albumnya dengan menggunakan teori semiotika Riffaterre. Selain itu, penelitian ini juga membahas ketidaklangsungan ekspresi yang terdapat dalam semua lirik lagu Padi.

Selain itu, penelitian yang berkaitan dengan teori semiotika adalah skripsi yang disusun oleh Durrotul Yatiimah dari jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Skripsi tersebut berjudul “Unsur Religiusitas dalam Kumpulan Sajak Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono: Analisis Semiotika Riffaterre” yang diselesaikannya pada tahun 2010. Skripsi tersebut membahas unsur-unsur religiusitas yang terdapat dalam kumpulan sajak Hujan Bulan Juni menggunakan teori semiotika Riffaterre. Skripsi ini membuktikan bahwa diksi dapat memperkuat nilai religiusitas. Selain itu, dalam skripsi ini juga dijelaskan bahwa apa yang tersurat dalam sajak seringkali memiliki keterkaitan dengan beberapa ajaran agama dan nilai-nilai moral universal.

(14)

Penelitian selanjutnya adalah skripsi yang disusun oleh Ersi Frimasari dari jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Skripsi tersebut berjudul “Kumpulan Sajak Rumahku Dunia Karya Eka Budianta: Analisis Semiotika Model Riffaterre” yang diselesaikannya pada tahun 2012. Skripsi tersebut membahas pemaknaan dalam kumpulan sajak Rumahku Dunia dengan menggunakan teori semiotika Riffaterre. Skripsi ini menitikberatkan pada pendeskripsian makna yang terkandung dalam sajak. Selain itu, skripsi ini juga menjelaskan bahwa makna-makna yang terkandung dalam kumpulan sajak Rumahku Dunia menggambarkan pengalaman hidup yang bermula dari orang-orang terdekat, yaitu keluarga.

Penelitian selanjutnya adalah skripsi yang disusun oleh Rosyida Abdillah dari jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Skripsi tersebut berjudul “Nilai Religius Antologi Puisi Tidur Tanpa Mimpi Karya Rachmat Djoko Pradopo: Analisis Semiotika Riffaterre” yang diselesaikannya pada tahun 2015. Skripsi tersebut membahas nilai religius yang terdapat dalam antologi puisi Tidur Tanpa Mimpi dengan menggunakan teori semiotika Riffaterre. Skripsi ini membuktikan bahwa pemaknaan antologi puisi Tidur Tanpa Mimpi merepresentasikan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan hubungan manusia dengan agama. Dalam skripsi ini juga dijelaskan bahwa kajian intertekstual terhadap antologi puisi Tidur Tanpa

Mimpi membuktikan adanya hubungan dengan teks Al-Quran yang

(15)

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian-penelitian ini mengkhususkan kajiannya pada ketidaklangsungan ekspresi dan juga kritik sosial yang ada pada lirik lagu.

1.5 Landasan Teori

Pengkajian terhadap karya sastra dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan teoretis. Pendekatan teoretis yang digunakan disesuaikan dengan maksud dan tujuan penelitian. Untuk menganalisis lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta, penulis menggunakan pendekatan semiotika Riffaterre. Metode ini disesuaikan teori semiotika yang dikemukakan oleh Riffaterre dalam bukunya yang berjudul Semiotics of Poetry (1978).

Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika menganggap fenomena sosial dan kebudayaan merupakan tanda-tanda. Ilmu ini mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti (Pradopo, 2013:119). Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti.

Kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat atau ditentukan oleh konvensi masyarakat (Pradopo, 2012:121). Tanda memiliki dua prinsip, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu, yaitu artinya

(16)

(Pradopo, 2013:119). Penggunaan analisis semiotika dalam memahami puisi maupun lirik lagu merupakan usahan untuk menangkap tanda-tanda, kode-kode, dan unsur-unsurnya sehingga dapat diketahui makna yang terdapat dalam puisi maupun lirik lagu tersebut.

Untuk menjelaskan makna yang terdapat dalam puisi maupun lirik lagu, pembaca dapat memperhatikan arti, tanda-tanda dan unsur-unsur yang mampu membuat suatu puisi lebih bermakna. Untuk memperoleh makna-makna yang terdapat dalam puisi, Rifatterre menekankan empat hal yang harus diperhatikan. Keempat hal tersebut adalah sebagai berikut.

1.5.1 Ketidaklangsungan Ekspresi

Bahasa yang dipakai dalam puisi berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Bahasa dalam puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).

Penggantian arti merupakan penggunaan kata-kata tertentu untuk menggantikan arti sebenarnya. Dalam penggantian arti ini, suatu kata (kiasan) berarti yang lain atau tidaklah sesuai dengan arti yang sesungguhnya (Pradopo, 2012:212). Menurut Rifaterre (1978:2) penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam karya sastra. Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata pembanding, misalnya bagai, laksana, seperti, dan sebagainya (Pradopo, 2012:66). Metonimi

(17)

atau metonimia adalah bahasa kiasan pengganti nama (Pradopo, 2007:77). Metonimia merupakan suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat (Keraf, 2007:142).

Selain metafora dan metonimi, ada beberapa jenis bahasa kias yang juga dapat menimbulkan penggantian arti, yaitu simile, personifikasi, sinekdoki, perumpamaan epos, dan alegori. Simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, panaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain (Pradopo, 2012:62). Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2007:140). Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2012:75). Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang digunakan dengan menyebutkan suatu bagian yang penting untuk menyebutkan benda itu sendiri. Ada dua jenis sinekdoki, yaitu pars prototo dan totem proparte. Pars pro toto adalah sinekdoki yang menyebutkan sebagian untuk keseluruhan, sedangkan totum pro parte untuk menyebutkan keseluruhan untuk sebagian (Pradopo, 2007:78-79). Perumpamaan atau perbandingan epos adalah kiasan perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frasa-frasa yang berturut-turut (Pradopo, 2012:69). Selanjutnya, yang terakhir adalah alegori. Alegori

(18)

merupakan cerita kiasan atau lukisan kiasan yang mengiaskan hal lain atau kejadian lain (Pradopo, 2012:71).

Perihal penyimpangan arti, Rifattere (1978:2) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang dapat menimbulkan penyipangan arti dalam sajak. Ketiga hal tersebut adalah ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Dalam puisi, ambiguitas disebabkan oleh adanya kata-kata, frasa, dan kalimat yang sering mempunyai arti ganda sehingga menimbulkan banyak tafsir dan ambigu (Pradopo, 2012:213). Kontradiksi adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dapat berupa paradoks, antitesis, dan ironi. Dalam sajak modern banyak ironi, yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara berlawanan atau berkebalikan. Pada umumnya, ironi digunakan untuk mengejek sesuatu yang keterlaluan. Ironi ini menarik perhatian dengan cara membuat pembaca berpikir. Tidak hanya itu, ironi juga digunakan untuk membuat orang tersenyum atau membuat orang berbelaskasihan terhadap sesuatu yang menyedihkan (Pradopo, 2012: 215). Selanjutnya, nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti. Nonsense ini menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan suasana aneh, gaib, ataupun lucu (Pradopo, 2012: 219).

Sementara itu, penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak memiliki arti, tetapi menimbulkan makna dalam puisi (Rifatterre, 1978:2). Penciptaan arti terjadi bila dalam ruang teks (spasi teks) diorganisasikan untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistik tidak memiliki arti, tetapi

(19)

menimbulkan makna dalam sajak. Penciptaan arti dapat disebabkan oleh adanya homologi, enjambemen, ataupun tipografi.

Homologi dapat juga disebut sebagai persamaan posisi, yaitu keseimbangan (simitri) berupa persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait. Semua tanda yang diluar kebahasaan itu menciptakan makna di luar arti kebahasaan (Pradopo, 2012:220). Enjambemen adalah peloncatan baris dalam sajak. Tipografi adalah tata huruf. Tata huruf ini dalam teks biasa tidak ada artiya, tetapi dalam sajak dapat menciptakan makna (Pradopo, 1999:80)

1.5.2 Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik

Pemaknaan puisi secara semiotik dilakukan dengan dua tahap pembacaan, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya. Pembacaan heuristik diharapkan dapat mengartikan setiap satuan linguistik yang ada, seperti kata, frasa, dan kalimat yang sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku. Pembacaan heuristik merupakan interpretasi pertama yang dalam pembacaannya makna dalam puisi dapat dipahami (Rifatterre, 1978:5).

Dalam pembacaan heuristik karya sastra (puisi) dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahasa sebagai sistem tanda semiotik tingkat pertama. Untuk menjelaskan arti bahasa jika perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif, diberi tambahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan dalam bentuk morfologinya yang normatif. Jika perlu, kalimat karya sastra diberikan sisipan-sisipan kata dan kata sinonimnya, ditaruh dalam

(20)

tanda kurung supaya artinya menjadi jelas (Pradopo, 2012:269). Pada tahap pembacaan ini akan banyak sekali ditemukan ketidakgramatikalan, ketidakgramatikalan-ketidakgramatikalan yang terlihat pada level mimesis kemudian diintegrasikan ke dalam sistem lain (Rifatterre, 1978:5). Pada saat pengintegrasian ke dalam sistem lain itulah pembacaan hermeneutik berlangsung. Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan ulang setelah pembacaan heuristik dengan diberi tafsiran (dibaca secara hermeneutik) sesuai dengan konvensi sastra sebagai sistem semiotik tingkat kedua (Pradopo, 2012:270). Pada tahap pembacaan hermeneutik, pembaca bergerak maju melalui teks, ia mengingat apa yang baru ia baca dan memodifikasi pemahamannya, pembaca bergerak maju dari awal hingga akhir, ia me-review, merevisi dan membandingkan mundur, dengan begitu pembaca menjadi tahu (Rifatterre, 1978:5-6).

1.5.3 Matriks, Model, dan Varian

Setelah dilakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik, tahap selanjutnya adalah pencarian matriks, model, dan varian. Matriks adalah kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasi (Pradopo, 2012:298). Matriks dilambangkan dalam satu kata yang dalam penerapannya tidak muncul di dalam teks. Matriks selalu terwujud dalam keberhasilan varian-varian. Bentuk dari varian-varian tersebut ditentukan oleh perwujudan primer, yaitu model. Matriks, model, dan teks merupakan bentuk varian-varian dari struktur yang sama (Rifatterre, 1978:19).

(21)

1.5.3 Hipogram

Setelah dilakukan pencarian matriks, model, dan varian tahap selanjutnya adalah pencarian hipogram. Hipogram adalah teks yang menjadi latar belakang penciptaan teks lain. Hipogram dibedakan menjadi dua macam, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipogram potensial adalah hipogram yang tampak dalam bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Hipogram aktual adalah hipogram yang tampak dari teks-teks sebelumnya (Rifatterre, 1978:23). Pencarian hipogram dapat dilakukan dengan cara menyejajarkan karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain untuk menemukan unsur-unsur yang diserap.

Melalui pembacaan semiotik dan juga dengan menentukan matriks, model, varian, dan hipogram, lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta akan diuraikan makna yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta.

1.6 Metode Penelitian

Penenelitian terhadap lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta menggunakan metode analisis kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2015:47). Metode kualitatif bermaksud memahami fenomena yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, 1989:6). Metode ini dipilih karena salah satu ciri terpentingnya adalah memberikan perhatian utamanya pada makna dan pesan. Dalam ilmu sosial sumber datanya adalah

(22)

masyarakat, data penelitiannya adalah tindakan-tindakan sedangkan dalam ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitiannya adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2015:47).

Langkah yang dilakukan dalam pemerolehan data meliputi beberapa tahap. Beberapa tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menentukan objek penelitian, yaitu pemaknaan terhadap lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta.

2. Menentukan populasi, sampel, dan data penelitian berdasarkan tema kritik sosial dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta. 3. Lirik-lirik lagu yang telah diperoleh dari sampul kaset ditulis ulang

diikuti dengan mendengarkan lagu-lagunya untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam menyalin (mentransliterasi audio ke dalam teks).

4. Lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta dibaca beberapa kali agar memperoleh makna yang terkandung di dalamnya.

5. Lirik-lirik lagu Farid Stevy Asta dikaji melalui pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pada Pembacaan herutistik, lirik lagu ditulis sesuai konvensi kebahasaannya. Pembacaan ini dilakukan dengan menyisipkan tanda kurung untuk memperjelas arti. Setelah melakukan pembacaan heuristik dilanjutkan dengan pembacaan hermeneutik yang dibangun dari ketidaklangsungan ekspresi, pencarian matriks, model, varian-varian, dan juga hipogram.

(23)

6. Kemudian mengungkap kritik-kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta.

7. Menyajikan dalam bentuk laporan penelitian.

1.7 Populasi, Sampel, dan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh album yang telah dirilis oleh dua grup musik yang dibentuk oleh Farid Stevy Asta dan kawan-kawan, yaitu Jenny dan FSTVLST. Seluruh album tersebut adalah album Manifesto yang dirilis oleh grup musik Jenny pada tahun 2009 dan album Hits Kitsch yang dirilis oleh grup musik FSTVLST pada tahun 2014.

Berdasarkan kedua album tersebut, penelitian ini akan mengambil tujuh judul lirik lagu sebagai sampel. Satu judul lirik lagu diambil dari album Manifesto, yaitu “120”. Sementara itu, enam judul lirik lagu lainnya diambil dari album Hits Kitsch. Keenam judul lirik lagu itu adalah “Orang-orang di Kerumunan”, “Hal-hal Ini Terjadi”, “Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan”, “Bulan Setan atau Malaikat”, “Hari Terakhir Peradaban”, dan “Ayun Buai Zaman”. Alasan pemilihan lirik-lirik lagu tersebut karena ketujuh sampel tersebut dianggap dapat mewakili bentuk-bentuk kritik sosial yang terdapat dalam keseluruhan lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta. Data penelitian ini adalah aspek-aspek kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta.

(24)

1.8 Sistematika Laporan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga bab. Bab I adalah pendahuluan yang mencakup delapan hal, yaitu (1) latar belakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metode penelitian, (7) populasi, sampel, dan data, dan (8) sistematika laporan penelitian.

Bab II berisi analisis semiotika terhadap beberapa lagu yang dipilih sebagai fokus penelitian. Analisis tersebut meliputi, pembacaan semiotik, yaitu pembacaan heuristik dan hermeneutik, pencarian matriks, model, dan varian, serta pencarian hipogram. Selain itu, dalam bab ini juga membahas bentuk-bentuk kritik sosial yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Farid Stevy Asta.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur membangun dalam lirik lagu album Kanvas Putih karya Sawung Jabo, (2) memaparkan kritik sosial dalam lirik lagu album

Kajian Sosiologi Sastra ” bertujuan untuk mendeskripsikan kritik sosial dalam lirik lagu band Efek Rumah Kaca, dan juga mendeskripsikan relasi kritik sosial yang

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dipaparkan diatas dapat dikemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu Puritan Karya

Musik dengan lirik lagu berkaitan isu sosial tidak hanya dapat diterapkan pada masa di mana para pencipta lirik sedang merasakan fenomena yang ada, namun lirik lagu yg

Skripsi berjudul “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Album Self-Titiled Karya Figura Renata: Kajian Sosiologi Sastra dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa

Temuan kritik sosial dalam lirik lagu album Best Of The Best karya Iwan Fals ada 13 data meliputi 2 kritik sosial kemiskinan, 2 kritik sosial kejahatan, 1 kritik

Penerjemahan lirik lagu Sepasang Mata Bola dengan penyesuaian makna yang paling mendekati makna lirik lagu dalam bahasa sumber pada lirik lagu dalam bahasa sasaran agar sesuai

Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis pemaknaan kritik sosial pada lirik lagu karya marjinal dalam album predator kajian sosiosemantik, bentuk dan pemaknaan kritik sosial dari