3. METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Hutan kota di DKI Jakarta yang telah dikukuhkan oleh pejabat berwenang berjumlah 14 hutan kota berdasarkan PP 63 Tahun 2002, namun untuk penelitian difokuskan pada tiga hutan kota berdasarkan tipe kawasannya, yaitu Hutan Kota Universitas Indonesia, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota PT. JIEP. Pada PP 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Lokasi hutan kota berada pada kawasan administratif DKI Jakarta pada koordinat 607’0’’ LS - 6024’00’’ LS dan 106040’30’’ BT - 106058’30’’ BT (Gambar 2), sedangkan lokasi yang dilakukan penelitian lebih mendalam adalah Hutan Kota Universitas Indonesia yang terletak di kawasan administratif Jakarta Selatan, serta Hutan Kota Srengseng di kawasan administratif Jakarta Barat dan Hutan Kota PT. JIEP yang terletak di kawasan administratif Jakarta Timur.
Sumber : Samsoedin dan Waryono 2010
Hutan kota Universitas Indonesia menurut tata letaknya berada pada 60 21‟23” LS dan 1060
32‟34” BT. Hutan kota ini berada dalam wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan Kecamatan Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan. Hutan Kota Srengseng berada pada 60 13‟12” LS dan 1060 49” BT. Kawasan ini berada di wilayah administrasi Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung berada pada 60 51‟23” LS dan 1120 49‟32” BT dan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Rawaternate, Kecamatan Cakung, administrasi Kota Jakarta Timur.
Waktu penelitian yang meliputi tahapan pengumpulan data, klasifikasi data, analisis dan sintesis serta penyempurnaan laporan final penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Juni 2012 hingga bulan Desember 2012. 3.2 Alat dan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan beragam alat survei dan alat spesifik dan peralatan berupa perangkat keras maupun perangkat lunak komputer (Tabel 3). Tabel 3. Alat penelitian dan fungsi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dipandu oleh rincian jenis data, sumber, dan kegunaannya (Tabel 4). Data tersebut mencakup data fisik, biologi, dan pengelolaan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis tanaman pada hutan kota untuk konservasi berdasarkan tipe hutan kota tersebut. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapang, wawancara dengan pengelola, serta permintaan data resmi dari instansi terkait dan studi pustaka.
Tabel 4. Jenis data, sumber dan kegunaannya
No. Jenis Data Unit Sumber Cara Analisis Kegunaan
Aspek Biofisik
1. Peta Dasar Lembar Data pengelola
Deliniasi Lokasi sampel hutan kota dan luas wilayah
2. Tanah Jenis
tanah
Data pengelola
Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman 3. Iklim : a. Suhu Udara b. Curah Hujan c. Kelembaban Udara d. Lama Penyinaran Matahari e. Kecepatan Angin 0C mm/bulan % % m/s
BMKG Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman
Alat penelitian Fungsi
Hardware
1.Kamera digital
2.Meteran, dBH meter, tally sheet 3.GPS
Dokumentasi Pengukuran di tapak
Penentuan lokasi titik sampel Software
Auto CAD 2010, Adobe Photoshop CS3, Corel DRAW X4
13
Lanjutan Tabel 4. 4. Topografi
- altitude
m dpl Survei lapang Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman
5. Jenis pohon Spesies Dinas Pertamanan, survei lapang
Deskripsi Analisis keanekaragaman hayati
6. Keragaman tanaman % Pengukuran Shanonn-Wiener, Analisis vegetasi
Analisis keanekaragaman hayati
7. Kesehatan Pohon - Kerusakan
tanaman akibat HPT pada pangkal akar dan batang - Kerusakan tanaman akibat HPT pada cabang dan daun % % % Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring
Persentase kerusakan pohon
Persentase kerusakan pohon
- Kerusakan mekanik
% Survei lapang Skoring Persentase kerusakan pohon
8. Fungsi Ekologis Pohon - Peredam kebisingan - Peneduh - Kelembaban Udara - Penahan angin - Penyerap polutan gas % % % % % Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring Skoring Skoring Skoring
Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon
Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon
Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon
Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon
Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon Aspek Pengelolaan 1. Undang-Undang dan Perda Lembar Internet, Dinas Kehutanan DKI Jakarta
Deskripsi Analisis pengelolaan hutan kota
2. Penyusunan rekomendasi
lembar Ahli yang terkait hutan kota
SWOT Penyusunan rekomendasi pengelolaan hutan kota
3.3 Metode Penentuan Sampel Hutan Kota
Evaluasi keragaman tanaman hutan kota ini dilakukan dengan metode purposive sampling pada tiga hutan kota yang telah disahkan oleh pejabat berwenang berdasarkan PP 63 tahun 2002. Berdasarkan SK Gubernur mengenai penetapan ketiga hutan kota ini Hutan Kota UI dan Hutan Kota Srengseng merupakan tipe hutan kota konservasi, sedangkan Hutan Kota PT. JIEP merupakan tipe hutan kota kawasan industri. Berdasarkan PP 63 Tahun 2002 penunjukkan lokasi hutan kota didasarkan pada pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik area. Pemilihan sampel hutan kota berdasarkan kondisi lingkungan di sekitar hutan kota dilakukan pada penelitian ini. Ketiga lokasi hutan kota ini difokuskan berdasarkan fungsi masing-masing terhadap kawasan sekitarnya yaitu hutan kota penyangga lingkungan
pendidikan yaitu Hutan Kota UI, hutan kota rekreasi yaitu Hutan Kota Srengseng dan hutan kota penyangga kawasan industri yaitu Hutan Kota PT. JIEP.
Penentuan plot pada tiga hutan kota ini dilakukan berdasarkan pola tanaman yang ada di lapang, dan batas ekologis area sehingga dapat mewakili keseluruhan area hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%. Tahapan penelitian dalam evaluasi hutan kota ini difokuskan kepada struktur hutan kota, dengan mengkaji keragaman jenis tanaman, kondisi fisik, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota (Gambar 3).
Untuk mencapai tujuan penelitian, secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan sebagai berikut :
3.4 Tahap Analisis Keragaman Jenis Tanaman 3.4.1 Keragaman Tanaman
Inventarisasi pada tahapan ini difokuskan pada keragaman tanaman, kondisi fisik pohon, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota. Dalam menentukan keragaman tanaman ini dilakukan dua metode untuk mengukur keanekaragaman hayati yang ada pada hutan kota tersebut, yaitu dengan menggunakan analisis vegetasi dan indeks keragaman (Index Shannon) pada setiap sampel di hutan kota. Pengukuran keragaman tanaman pada hutan kota ini dilakukan observasi pada tiga hutan kota terpilih, dengan memilih lokasi yang dianggap mewakili (purposive sample) sebagai sampel, yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang (ground check) pada area hijau sesuai dengan pola vegetasi yang ada pada hutan kota agar dapat mendapatkan keterwakilan pada setiap hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%.
Pada masing-masing lokasi hutan kota yang dipilih, dibuat petak penelitian dengan metode petak kuadrat (20 m x 20 m = 0,04 ha) yang terlihat pada Gambar 4, banyaknya ulangan sesuai dengan batasan minimal pada masing-masing luas hutan kota.
20 m x 20 m 10 m x 10 m 5 m x 5 m
Sumber : Gonard, Romane, Regina and Leonardi 2004; Balaguru, Britto, Natarajan and Soosairaj 2004
Gambar 4. Tahapan Penelitian
Rekomendasi Pengelolaan bagi Konservasi Keragaman Tanaman pada Hutan Kota di DKI Jakarta
Hutan Kota di Jakarta yang telah dikukuhkan oleh pejabat berwenang
Struktur Hutan Kota
Keragaman tanaman Kondisi Fisik Pohon Fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota
Analisis kesehatan pohon Pendaftaran nama lokal
dan nama latin
Pecarian asal-usul pohon melalui studi literatur
Analisis jenis pohon lokal yang potensial
1. Analisis vegetasi 2. Indeks keragaman
Analisis keanekaragaman hayati pada hutan kota
Fungsi ekologis pohon sebagai : 1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban udara Pengamatan
kondisi fisik pohon berdasarkan : 1. Kerusakan
akibat HPT 2. Kerusakan
mekanik
Fungsi ekologis pohon sebagai : 1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban udara 4. Penahan angin 5. Penyerap polutan
Analisis fungsi pohon berdasarkan masing-masing tipe hutan kota
FGD dan Wawancara Pengelolaan Hutan Kota di DKI Jakarta untuk Analisis SWOT
Fungsi ekologis pohon sebagai :
1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban
udara Keragaman jenis tanaman
Pendaftaran jenis pohon yang diamati di lapang
Hutan kota Penunjang Akademik Hutan kota Kawasan Rekreasi Hutan kota Penyangga Kawasan Industri Kesehatan Pohon
Hutan Kota UI Hutan Kota Srengseng Hutan Kota PT. JIEP
Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut:
1) Petak contoh pancang (5m x 5m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh).
2) Petak contoh tiang (10m x 10m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk.
3) Petak contoh pohon (20m x 20m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk.
Adapun batasan tingkat pertumbuhan tanaman yang dibatasi pada jenis pohon, yaitu sebagai berikut :
Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk pula perdu, dan anakan pohon.
Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10 - 20 cm, dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang > 20 cm. 3.4.2. Analisis Vegetasi
Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tanaman dilakukan pengukuran kekayaan spesies (Nowak, Crane, Stevens, Hoehn, Walton, Bond 2008), maka pada masing-masing plot pengamatan dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan dominasi untuk setiap jenis tumbuhan. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Indriyanto 2006) :
Kerapatan suatu jenis (K) = Jumlah individu suatu jenis
Luas petak contoh
Kerapatan relatif suatu jenis (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis
Frekuensi suatu jenis (F) = Jumlah sub – petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh sub-petak contoh Frekuensi relatif suatu jenis (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi seluruh jenis
Dominansi suatu jenis (D) = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis Luas area sampel
Dominansi relatif suatu jenis (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis
Selanjutnya dihitung nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus sebagai berikut :
17
INP = KR + FR + DR
Secara kuantitatif, gambaran kualitas tegakan dapat dilihat berdasarkan indeks keragaman.
Indeks keragaman Shannon (Cassatella, Peano 2011; Indriyanto 2006; Gonard, Romane, Regina and Leonardi 2004; Nowak 1993) :
Keterangan:
H1 = Indeks Diversitas Shannon
ni = Jumlah nilai penting satu jenis N = Jumlah nilai penting seluruh jenis ln = Logaritme natural (bilangan alami)
Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa jika: H < 1 : Keragaman spesies rendah
1 < H < 3 : Keragaman spesies sedang H > 3 : Keragaman spesies tinggi 3.4.3 Asal-usul Pohon
Inventarisasi pada tahap ini juga difokuskan pada pendaftaran seluruh jenis pohon pada tiga hutan kota didaftarkan jenis-jenis pohon yang ditemui di plot sampel. Seluruh jenis pohon yang didaftarkan kemudian dicari asal-usulnya dengan cara studi literatur berdasarkan Prosea (Plant Resources of South East Asia), IUCN red list (http://www.iucnredlist.org/) dan World Agroforestry Centre (http://www.worldagroforestrycentre.org). Analisis jenis pohon yang akan direkomendasikan adalah jenis pohon lokal, yaitu pohon yang berasal dari daerah Malesia.
3.5 Tahap Analisis Kondisi Fisik Pohon
Struktur hutan kota juga didasarkan pada empat karakteristik yaitu daerah batang (DBH), spesies, kondisi pohon, dan lokasi (Nowak et al. 2008). Pada tahapan struktur hutan kota juga dilakukan penilaian kualitas fisik pohon (kondisi pohon) yang dilakukan dengan skoring/nilai dan deskriptif. Pengamatan ini dibatasi pada pohon peneduh berukuran dewasa dengan diameter di atas 10 cm. Pengamatan kondisi fisik pohon yang dilakukan berdasarkan keadaan visual keseluruhan pohon dengan penekanan pada bagian pangkal akar yang berada di permukaan tanah, batang, daun dan percabangan.
Pengamatan dengan skoring/nilai dilakukan untuk kerusakan hama dan penyakit tanaman dan kerusakan mekanik. Pengamatan secara deskriptif berdasarkan pengamatan visual di lapang dilakukan untuk kerusakan teknik. Sistem penilaian kerusakan pohon berdasarkan sistem skoring/nilai sebagai berikut:
1) Kerusakan yang disebabkan hama dan penyakit tanaman
Pengamatan kerusakan yang disebabkan hama dan penyakit tanaman dibagi menjadi 2 bagian pengamatan pada pohon, adalah : (a) kerusakan
disebabkan hama dan penyakit pada pangkal akar di permukaan tanah dan batang (Tabel 5); (b) kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada cabang dan daun (Tabel 6).
Tabel 5. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada pangkal akar dan batang
No. Kerusakan Hama dan Penyakit Nilai 1. Tidak ada kerusakan hama dan penyakit 0 2. Adanya kerusakan hama dan penyakit 1 3. Adanya Tumbuhan parasit (jamur, benalu) 2 4. Batang kering/lapuk; Akar kering/lapuk 3
5. Batang busuk; Akar busuk 4
6. Gerowong/keropos yang tampak 5 Sumber : Jumarni 2004
Tabel 6. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada cabang dan daun
No. Kerusakan Hama dan Penyakit Nilai
1. Tidak ada kerusakan hama dan penyakit 0 2. Adanya kerusakan hama dan penyakit 1 3. Tumbuhan parasit (jamur, benalu) 2
4. Klorosis 3
5. Nekrosis 4
6. Percabangan lapuk 5
Sumber : Jumarni 2004
Untuk masing-masing kerusakan terlebih dahulu ditentukan intensitas kerusakan yang terbagi dalam 5 skala nilai, yaitu :
serangan kerusakan 0-20% dari bagian yang diamati : 0,2 serangan kerusakan 21-40% dari bagian yang diamati : 0,4 serangan kerusakan 41-60% dari bagian yang diamati : 0,6 serangan kerusakan 61-80% dari bagian yang diamati : 0,8 serangan kerusakan 81-100% dari bagian yang diamati : 1,0
Untuk gerowong intensitas serangan ditentukan berdasarkan besar (diameter) gerowong kemudian dinilai dalam skala nilai, yaitu :
diameter gerowong < 5 cm : 0,2 diameter gerowong 5- 20 cm : 0,4 diameter gerowong 21 - 40 cm : 0,6 diameter gerowong 41 - 60 cm : 0,8 diameter gerowong > 60 cm : 1,0 2) Kerusakan mekanik
Kerusakan mekanik merupakan kerusakan pada pohon yang disebabkan oleh kontak dengan benda-benda fisik (gesekan, goresan, benturan, dan sebagainya). Pengamatan yang dilakukan berdasarkan sistem nilai (Tabel 7).
19
Tabel 7. Skoring kerusakan mekanik pada pohon
No. Kerusakan Mekanik Nilai
1. Tidak ada kerusakan mekanik 0 2. Graffiti dan pemasangan papan iklan 1
3. Goresan 2
4. Sayatan 3
5. Patah cabang 4
6. Tersambar petir 5
Sumber: Jumarni 2004
Untuk menghitung tingkat kerusakan digunakan rumus, sebagai berikut: Ti = ∑ (pi • ni) x 100%
∑ ni
Keterangan : Ti : Tingkat kerusakan yang diamati; ni : Nilai kerusakan yang diamati
pi : Skala nilai intensitas serangan kerusakan ∑ ni : Jumlah total nilai dari kerusakan yang diamati
Tingkat kerusakan yang telah diperoleh kemudian dikategorikan dalam peringkat sebagai berikut :
Peringkat 1 (tidak ada) : serangan 0% ≤ Ti < 15% Peringkat 2 (sedikit) : serangan 15% ≤ Ti < 30% Peringkat 3 (banyak) : serangan 30% ≤ Ti < 50% Peringkat 4 (sangat banyak) : serangan Ti > 50%
Untuk menghitung tingkat kerusakan hama dan penyakit secara keseluruhan digunakan rumus, sebagai berikut:
THPT = Tab + Tcd 2
Keterangan : THPT : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pohon
Tab : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada pangkal akar dan Batang
Tcd : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada cabang dan daun.
Persentase kerusakan hama dan penyakit dan kerusakan mekanik kemudian digunakan untuk memperoleh tingkat kerusakan total pohon dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:
T = THPT + TM 2
Keterangan : T : Total tingkat kerusakan pohon
THPT : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada pohon TM : Tingkat kerusakan mekanik pada pohon
Data tingkat kerusakan pohon yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan peringkat sesuai dengan metode Grey dan Deneke (1978) yang telah dimodifikasi:
Peringkat 1 : Kategori sangat baik (good)
Pohon sehat dan vigor. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanik 0% ≤ T < 15%. Sedikit atau tidak memerlukan tindakan perbaikan.
Peringkat 2 : Kategori baik (fair)
Pohon cukup baik. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanik 15% ≤ T < 30%. Memerlukan perbaikan.
Peringkat 3 : Kategori buruk (poor)
Pohon kurang baik dan kurang sehat. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis 30% ≤ T < 50%. Memerlukan banyak tindakan perbaikan.
Peringkat 4 : Kategori sangat buruk (dying)
Pohon dengan rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis T > 50%, atau terancam mati, atau telah mati.
Setelah didapatkan hasil maka dilakukan analisis mengenai tingkat kerusakan pohon pada hutan kota terpilih.
3.6 Tahap Analisis Fungsi Ekologis Pohon berdasarkan Tipe Hutan Kota Pada tahapan struktur vegetasi hutan kota ini juga dianalisis struktur pohon berdasarkan fungsi ekologis tumbuhan sebagai penyedia jasa lanskap, yaitu peredam kebisingan, modifikasi suhu, kontrol kelembaban udara, penyerap polutan dan penahan angin. Teknik penilaian fungsi ekologis pohon di hutan kota ini dilakukan berdasarkan komponen fungsi ekologis yang ada di lapang dengan perbandingan standar berdasarkan kajian studi pustaka dan literatur. Penilaian aspek fungsi ekologis bertujuan untuk mengetahui secara kuantitatif keberadaan hutan kota di Jakarta dengan menyesuaikan fungsi ekologisnya. Penilaian kriteria fungsi ekologis dilakukan di lapang melalui visual peneliti.
Penilaian untuk masing-masing kriteria tadi dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total untuk setiap komponen aspek. Nilai total tersebut kemudian dibandingkan dengan jumlah ideal (total maksimum) yang dapat diperoleh masing-masing komponen aspek dan diubah ke dalam bentuk persen (%).
Nilai Evaluasi = Jumlah masing-masing kriteria penilaian x 100% Total maksimum masing-masing kriteria
Total bobot penilaian dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori penilaian akhir untuk masing-masing aspek seperti di bawah ini.
Kategori sangat baik (SB) dengan nilai 4 (bila pemenuhan kriteria ≥ 81%) Kategori baik (BA) dengan nilai 3 (bila pemenuhan kriteria 61% - 81%)
Kategori kurang baik (KB) dengan nilai 2 (bila pemenuhan kriteria 41% - 60%) Kategori buruk (BU) dengan nilai 1 (bila pemenuhan kriteria ≤ 40%)
Setelah didapatkan hasil skoring setelah itu dilakukan pemodelan untuk mengetahui kualitas dan kesehatan pohon untuk setiap hutan kota.
21
Pengelompokan fungsi vegetasi dilakukan dengan menggunakan standar dan dasar penilaian berupa kriteria (Tabel 8).
Tabel 8. Variabel fungsi ekologis dan Kriteria Penilaian
Variabel Kriteria Penilaian
Peredam Kebisingan 1. Tajuk rapat 2. Massa daun rapat 3. Berdaun tebal
4. Struktur cabang dan batang besar 5. Mempunyai tangkai-tangkai daun 6. Tajuk rindang
7. Daun ringan
Modifikasi Suhu 1. Bermassa daun padat 2. Berkanopi besar dan lebar 3. Berdaun tebal
4. Bentuk tajuk spreading, bulat, dome, iregular 5. Pohon relatif tinggi
Kontrol Kelembaban udara 1. Kerapatan daun rendah 2. Berdaun lebar
3. Tekstur batang kasar 4. Jumlah daun banyak Penahan angin 1. Massa daun rapat
2. Daun tebal
3. Tajuk masif dan rindang
4. Daunnya tidak mudah gugur (ever green) 5. Dahan kuat tapi cukup lentur
6. Vegetasi tinggi Penyerap polutan gas 1. Jarak tanam rapat
2. Jumlah daun banyak 3. Berdaun tipis 4. Kepadatan Tajuk
5. Terdiri atas beberapa lapis tanaman dan terdapat kombinasi dengan semak, perdu, dan ground
cover.
Sumber : Grey dan Deneke 1981; Carpenter et al 1975; Dahlan 2004; Nurnovita 2011; Nasrullah 2001; Desianti 2011
3.7 Tahapan Penyusunan Rekomendasi Pengelolaan Hutan Kota
Tahapan ini merupakan penyusunan implementasi hasil atau proses perumusan hasil analisis dari tahapan sebelumnya yang melahirkan sebuah solusi dari pemecahan permasalahan yang telah dikemukakan. Metode yang digunakan dalam tahapan ini adalah analisis SWOT, dan inputnya adalah hasil analisis dari tujuan pertama, kedua dan ketiga serta hasil FGD tentang kebijakan hutan kota dan wawancara yang bersumber dari enam orang ahli, yaitu Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, pihak dari Kebun Raya, pihak dari BPTP Tanaman Hutan, pihak akademisi dan pihak dari Kementrian Kehutanan RI. Hasil dari wawancara ini dimasukkan dalam input untuk analisis SWOT.